Peta dari Ganesha benar-benar berguna. Semua tibdakan baik yang Kinara lakukan tidak ada yang sia-sia. Tiba-tiba Kinara ingin bertemu Anubis. Perkataannya masih terngiang-ngiang di telinga Kinara, “Ingat, satu kebaikan yang kau lakukan akan membawamu lebih dekat dengan Kinari dan keburukan atau kejahatan yang kau perbuat akan menjauhkanmu darinya.” Kini sosok Kinari bukan sekedar angan dan bayangan. Memang belum jelas. Namun, Kinara merasa sudah punya sedikit keberanian untuk menemuinya. Kunci berlian, cairan dari Akar, dan senjata telur merupakan perbekalan untuk menghadapi tantangan yang akan membawanya dalam perjumpaan indah dengan Kinari.
“Jadi persinggahan kita di kebun bunga pertama dan kedua tidak menghasilkan apa-apa,” kata Kinara dalam perjalanan ke hutan jati.
“Jangan berkata demikian. Ganesha bilang kita harus menemukan bunga abadi. Logikanya kita mencari di kebun bunga. Siapa sangka justru terletak di hutan jati. Jika kita tidak singgah di kebun wortel, maka kita masih kebingungan mencari bunga abadi di tempat yang salah. Semua ini butuh proses. Segala peristiwa mengajarkan bahwa apa yang kita tanam itulah yang akan kita panen,” Rhara berkata bijak.
“Seberapa jauh hutan jati itu? Kita sudah di udara lumayan lama.”
“Sebentar kulihat dulu di peta. Hmmmm... tampaknya sekarang kita berada di atas danau pelangi. Di bawah kita air tujuh warna mengalir dengan tenang dalam sebuah danau. Betapa indahnya. Haruskah kita beristirahat dan menikmati pemandangan sejenak?”
“Ah, Rhara. Nanti terlalu lama kita di sana. Pasti kau akan meminta kita berkemah dan memancing ikan. misi kita bisa tertunda jika mudah terlena.”
“Rupanya kau seperti jiwa-jiwa yang rapuh. Tidak memiliki selera humor dan terlalu serius.”
“Jangan marah dong. Sesuatu dalam diriku menyuruh agar tetap terbang dan mempercepat tindakan. Sebenarnya sudah sejak lama aku bukan menjadi diri sendiri lagi.”
“hahahaha...itu hanya perasaanmu. Mari kita cek peta lagi.”
“Bagaimana? Apakah masih jauh?”
“Jarak dari danau pelangi menuju hutan jati tidak terlalu jauh. Kita hanya melintasi hutan berduri. Oh, untunglah kita terbang Kinara. Bagaimana jika kita berjalan? Apakah bagian tubuh kita tetap utuh?”
Kinara mempercepat dengan mengepakkan sayapnya kuat-kuat. Ia tidak ingin memandangi duri-duri itu lebih lama. Mengapa bunga abadi harus tumbuh di hutan jati? Perjalanan kali ini sangat mengusik dirinya. Sepertinya tidak semua makhluk di Falseland bisa memasuki hutan jati mengingat di sekelilinya ada hutan berduri yang seolah-olah menjadi pelindung. Ia mungkin akan merindukan sayapnya jika kembali menjadi manusia normal mengingat sekarang sayapnya bagaikan harta yang paling berharga.
“Persiapan mendarat Kinara! Kita sudah hampir sampai.”
“Hah? Benarkah?”
“Kau pasti melamun sepanjang perjalanan. Janji ya, setelah misi bunga abadi selesai kau harus mau kuajak mampir-mampir di tempat yang indah.”
“Iya. Aku juga jenuh sekali.”
“Bagus. Tanah sudah semakin dekat.”
Kepakan sayap Kinara diperlambat untuk mendarat. Hutan jati itu sangat sejuk. Di tanah banyak jenis paku-pakua liar yang berembun. Terkena sinar matahari menjadi pemandangan yang elok. Langkah Kinara dan Rhara penuh hati-hati. Mereka sengaja untuk memeriksa keadaan sekitarnya. Tepat di tengah-tengah hutan jati, ada sebuah bunga yang besar. Masalahnya bunga itu masih kuncup.
“Kau yakin ini bunga abadi?” tanya Kinara sambil menunjuk ke arah bunga.
“Perasaanku mengatakan begitu. Ukurannya raksasa. Kita harus mencapai puncaknya untuk menuangkan cairan pemberian Akar. Kita lihat reaksinya,” Rhara penuh semangat.
Kesekian kalinya Rhara menaiki punggung Kinara. Sesampai di puncak bunga, Kinara segera menyerahkan cairan dalam botol kepada Rhara. Rhara berdoa sejenak, membuka tutup botolnya, dan menuangkan cairan yang tertanya berbau mirip lem. Kemudian muncul cahaya terang yang sangat menyilaukan mata. Mereka berdua turun ke bawah.
Perlahan-lahan bunga yang kuncup itu mulai mekar. Semerbak bau harum mengisi hutan jati. Tepat di atas mahkota, peri-peri kecil bersayap terbangun dari tidurnya. Peri laki-laki bersayap mirip capung, sedangkan peri perempuan bersayap mirip kupu-kupu. Semuanya memakai mahkota dan selendang. Setelah itu terdengar alunan musik yang indah. Serempak peri-peri kecil itu mulai menari berpasangan. Tubuh mereka lemah gemulai dan anggun. Kinara dan Rhara seperti tersihir. Dua sahabat itu terpukau menyaksikan pertujukan tari yang berkelas.
Pertunjukan berakhir dengan tepuk tangan yang meriah dari para penonton. Satu menit kemudian bunga abadi mulai berbicara.
“Suatu kehormatan bisa bertemu denganmu Kinara,” sapa Bunga Abadi.
“Ah, menarik sekali. Jadi kau benar-benar bunga yang dimaksud Ganesha?” tanya Kinara memastikan.
“Tentu saja. Akulah yang kau cari-cari. Bagaimana pertunjukan tari yang dibawakan oleh para peri penjaga bunga? Apakah kau menikmatinya Kinara?” tanya Bunga Abadi.
“Aku merasa begitu terkesan. Tariannya bagus sekali. Alunan musiknya mampu menggetarkan hati,” jawaban Kinara terdengar gembira.
“Tahukah kau Kinara? Itu adalah tarian kesetiaan yang harus kau lakukan bersama dengan Kinari. Ada baiknya kau hafal setiap detail gerakannya,” kata Bunga Abadi sambil tersenyum.
Wajah Kinari menjadi pucat. Ia kesulitan menelan ludah. Ternyata tarian tadi harus ia hafalkan. Gawat, hanya sekitar dua hingga tiga gerakan yang ia ingat. Seandainya ada alat perekam pasti sudah ia gunakan. Kinara mencoba bernegosiasi.
“A-aku tidak tahu jika harus menghafalkan setiap gerakannya. Bolehkah aku menyaksikan sekali lagi?”
“Maaf. Peri penjaga hanya menari sekali saat bunga mekar.”
“Lantas apa yang harus aku lakukan?”
“Berhati-hatilah agar dapat bertahan hidup dan menyelesaikan misimu. Gunakanlah secara maksimal falisitas yang telah Ganesha berikan padamu. Pakai kunci permata yang kau miliki. Dapatkan pengetahuan rahasia tentang Falseland dan juru selamat,” Bunga Abadi memberi masukan kepada Kinara.
“Maksudmu kunci ini?” Kinara mengeluarkan kuncinya.
“Benar. Kau akan tahu siapa dirimu setelah berhasil menemukan pintu yang cocok untuk kunci itu.”
“Pintu? Dimana tempatnya?”
“Di balik gunung es ada labirin besar. Jika kau lolos dari jebakan maut, maka kau akan menemukan lokasinya. Tempat itu menyerupai pohon tua di bagian luarnya dan memiliki handel kecil yang pas untuk kunci permata.”
“Apa yang bisa kudapatkan dari tempat itu?”
“Sesuatu yang tidak pernah bisa kau bayangkan. Lebih berharga dibandingkan emas maupun intan dan permata. Kau tidak akan melupakan tempat itu.”
“Apa langkah selanjutnya setelah mengunjungi tempat itu?”
“Jalan takdir akan menuntunmu. Carilah Kinari. Lakukanlah tarian kesetiaan di bawah pohon kalpataru bersamanya sebagai pasangan. Terimalah mahkota dariku. Ini adalah salah satu atribut yang harus kau kenakan saat pertunjukkan.”
“hanya mahkota? Kenapa aku mendapatkan dua?”
“Kau cerdas Kinara. Memang ada satu lagi atribut yang wajib kau pakai. Benda itu adalah selendang. Bentuknya hampir sama dengan yang dikenakan oleh para peri. Mahkota itu satu milikmu satu lagi untuk Kinari. Selendang akan didapatkan jika Kinari berhasil menyelesaikan misinya sama sepertimu. Berbahagialah karena kau telah menyelesaikan separuh dari misi penebusan dosamu. Tidak semua Si Terpilih mampu menemuiku. Kau pasti telah melakukan jalan kebenaran dan penerapan kebaikan tingkat tinggi hingga mampu membuat mekar diriku.”
Bunga Abadi tiba-tiba kembali kuncup seperti semula. Kinara dan Rhara hanya menatap dengan lemas sambil berpikir keras. Tantangan ke depan semakin berat. Entah apa yang harus dilakukan. Melewati gunung es membutuhkan perbekalan yang banyak. Setidaknya persediaan makanan harus tercukupi. Buat Kinara tentu tidak terlalu menjadi masalah. Biji-bijian tahan lama dalam segala kondisi. Namun, berbeda dengan Rhara. Ia benci memakan wortel dalam kondisi beku.
Satu hal lagi yang membuat pusing. Kenapa mereka harus melalui labirin? Kinara sangat ingat tentang mumi Mesir kuno yang dikubur bersama harta mereka. Banyak pencuri yang ingin mengambilnya. Sayangnya, banyak yang mati akibat jebakan maut. Kira-kira seperti itulah gambaran labirin di dalam benaknya. Teka-teki penuh rahasia menantinya.
Peluangnya terbunuh sangat besar saat ia masuk ke dalam labirin. Hal mengerikan lainnya adalah terjebak selamanya karena tidak tahu jalan keluarnya. Ah, betapa mengerikan membayangkan masa depannya di Falseland. Mampukah Kinara dan Rhara menghadapi permainan maut yang telah menanti keduanya?
“Apakah kau takut menghadapi tantangan selanjutnya?” tanya Kinara.
“Hmmmm... sejujurnya ini sangat menantang. Bagaimana kedepannya kita masih belum tahu. Aku sadar kita butuh strategi untuk bisa memecahkan teka-teki yang penuh bahaya. Namun, percayalah Kinara. Aku akan selalu bersamamu,” kata-kata Rhara membuat Kinara sedikit lega.
“Apa rencana awalmu?”
“Setelah kupikir matang-matang, kita perlu membuat dua tas besar untuk membawa perbekalan.”
“Tas? Kau mau menganyam lagi dari alang-alang kering?”
“Iya. Aku mulai menyukai kerajinan tangan.”
“Konyol,” suara Kinara terdengar sedih.
"Hei,aku sudah berusaha melucu. Tertawalah!”
“Hahaha... Aku masih bingung. Bagaimana aku bisa hafal tarian kesetiaan?”
Mobil detektif Devgan meluncur dengan mulus menembus kabut tipis di jalan menuju desa hutan pinus. Hawa dingin membuat Tar merasa tidak nyaman. Gaun yang ia kenakan panjang hingga mata kaki, tetapi tidak berlengan.“Detektif, bisakah kita berganti kostum? Kita sudah cukup jauh. Setidaknya sekitar tujuh puluh kilo dari rumah Alex. Sepertinya kru tv tidak ada yang mengikuti kita hingga sejauh ini,” Tar mencoba membujuk. Badannya sungguh risih jika harus lebih lama mengenakan gaun wanita.“Kita tetap harus waspada. Nanti memasuki kawasan desa, baru kita tanggalkan menyamaran ini. Apa masalahmu?”“Dingin. Suhunya turun drastis sejak kita mulai menanjak. Aku sudah tidak tahan. Adakah mantel yang bisa kupinjam?”“hmmm... sepertinya ada. Coba kau cari di kursi belakang!” Tar segera memutar badannya dan sibuk mencari-cari mantel. Astaga,
Secangkir kopi hangat membuat keadaan Tar jauh lebih baik. Setelah selesai mandi dan menghapus make up konyol yang ia pakai untuk penyamaran, mukanya terasa sedikit panas. Ia dan detektif Devgan bersyukur bisa bermalam di tempat yang aman. Keduanya menghangatkan diri di depan perapian. Baju yang mereka kenakan sudah sangat kuno dan berbau sedikit apek. Namun, hal itu tidak terlalu dipermasalahkan. Mereka sudah membuang jauh-jauh gaun penyamaran yang penuh kotoran. Meskipun penampilan mereka mirip pemuda desa era 80-an, tapi senyum tetap tersungging di bibir keduanya.“Kau tampak tampan memakai kemeja kotak-kotak kuno itu. Sangat cocok dengan celana coklat yang agak lusuh,” detektif Devgan terkekeh ke arah Tar.“Masa bodoh dengan kostum ini. Nenek pemilik rumah amat baik kepada kita. Bahkan ia memberikan cemilan cokelat enak ini kepada kita.”“Permisi, apakah kalian berdua ingin makan sesuatu yang lebih mengenyangkan?” nenek pe
“Apakah kau suka tentang buku-buku fantasi?” Kinara merasa lebih bugar dan ingin sedikit santai karena tekanan bunga abadi tentang hafalan gerak tari kesetiaan membuat kepalanya pening selama dua hari.“Hhh... Aku menyesal terlalu fokus dengan sesuatu yang ilmiah. Dulu aku terlalu banyak menghabiskan waktu di laboratorium dan memecahkan berbagai rumus. Hidupku terlalu lurus. Sekarang aku baru menyadari betapa bodoh keputusanku itu. Falseland penuh tantangan. Salah satu pendukung untuk bisa memecahkan beberapa teka-teki di sini adalah pengalaman dari bacaan fiksi fantasi atau ilmu humaniora yang kau sebut-sebut. Terutama kajian sejarah dunia kuno yang membahas mitologi.”“Memang hobiku membaca novel dan buku-buku non ilmiah. Di samping itu aku menggilai buku-buku sejarah koleksi papaku. Tak ku sangka hal itu amat berguna di sini. Bukankah perlu kerjasama dri berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk mengungkap kebenaran sebuah temuan? Sejati
Makhluk cantik bersayap dan bertubuh burung itu turun dari atas pohon. Bibirnya berwarna merah muda. Kulit kuningnya bertambah elok terkena sinar matahari. Matanya kecil dilengkapi bulu mata lentik yang panjang. Rambutnya hitam legam. Senyumnya begitu menggoda. Caranya terbang sangat elegan. Kepakan sayapnya teratur dan menimbulkan angin. Rhara merasa dikipasi dari dekat. Kinara diam-diam berdoa dalam hati.Harapan terbesar Kinara adalah telah selesai dalam pencarian panjangnya dan ingin buru-buru latihan tari kesetiaan. Ia akan menyambut dengan riang gembira jika keinginannya bisa segera terwujud. Ia sudah tidak sabar membayangkan panggung tari yang penuh gemerlap diiringi alunan musik indah seperti para peri penjaga bunga abadi yang meliuk-liukkan tubuhnya. Bila memungkinkan Kinara ingin mengungkapkan perasaan yang ia pendam selama ini. Cinta ini datang mendadak tanpa permisi. Cinta murni kepada seorang gadis yang sama sekali belum dikenalnya. Kinari, Kinari, Kinari. Sekali
“Wow, inikah gunung es yang melegenda itu? Tak kusangka kini kita berada di kaki gunung,” Rhara sangat takjub memandangi bongkahan es berwarna putih yang tersebar di segala penjuru.“Dingin sekali. Kita harus menjaga diri agar tidak terkena hipotermia. Jika ada keluhan yang dirasakan, lebih baik kita berhenti untuk beristirahat dan segera menghangatkan badan. Bagaimana? Kalian setuju dengan usulku?” Kinara menawarkan opsi.“Setuju!” Rhara dan Harpi menjawab kompak bersama-sama. Gunung es tinggi menjulang. Ketiga makhluk mitologi berusaha beradaptasi dengan vegetasi dan keadaan alam yang kering, suhu yang sangat rendah, dan terancam radiasi sinar ultraviolet. Mereka menjumpai tumbuhan sejenis rerumputan, teki-tekian, semak, dan lumut.“Untung saja aku membawa wortel yang banyak. Lihat tempat ini, hanya salju dimana-mana. Wah wortelnya sudah beku, se
Secara heroik dan mengesankan, Harpi menyelamatkan Kinara dengan membidikkan anak panah ke arah Yeti biru tepat di bagian jantungnya. Yeti biru mundur dua langkah ke belakang. Racun menyebar ke seluruh tubuh mengikuti aliran darahnya. Ia kesakitan, jatuh, dan berguling-guling di atas tanah penuh salju. Ia melolong sangat keras hingga menarik perhatian Yeti cokelat. Situasi sekarang menguntungkan untuk Kinara dan teman-temannya. Harpi segera membawa Kinara terbang menjauh. Rhara mengikutinya dari bawah dengan berlari sekuat tenaga. Jarak mereka semakin menjauh dari dua monster salju yang ganas dan mengerikan. Harpi menurunkan Kinara dan bersama-sama dengan Rhara memapahnya untuk terus melanjutkan perjalanan. Matahari tenggelam dan langit berubah menjadi gelap pekat. Rhara menyalakan api unggun. Mereka bertiga duduk melingkar untuk makan,
“Tolong aku!” wanita itu berusaha menggapai tangan Kinara. Kinara reflek menjerit dan mundur ke belakang. Kaki serta tangannya gemetaran. Terlalu aneh untuk dinalar. Seorang wanita entah muncul dari mana tiba-tiba mendekat ke arah Kinara dan teman-temannya. Penampilannya jauh berbeda dari yang lain. Sebenarnya terlalu mengerikan melihat sosoknya seperti itu. Rhara juga ikut takut. Ia malah jatuh terduduk didekat wanita misterius itu. “Kinara, Kinara! Jangan tinggalkan aku!” Rhara menangis karena tidak bisa berbuat apa-apa. Hujan salju mendadak berhenti. Harpi mengajak Kinara untuk mendekat ke arah Rhara. Mereka bertiga saling berpegangan. Wanita itu berhenti menangis. Kemudian ia menyibakkan rambutnya ke belakang. “Ijinkan aku untuk bergabung bersama kalian. Aku sendirian selama berhari-hari di tempat yang dingin dan be
Semerbak wangi aroma bunga warna-warni di sebuah taman meembuat siapa saja yang menciumnya akan merasa nyaman. Rumput hijau tumbuh di sekelilingnya. Kinara duduk di sebuah alas dari anyaman batang berwarna cokelat tua. Tersedia berbagai makanan lezat di depannya. Langit tampak jingga ke ungu-unguan menambah suasana romantis di senja yang masih menggantung. Harpi memandang dari kejauhan penuh kekaguman.“Harpi mendekatlah! Aku telah menyiapkan pesta kecil khusus untuk kita berdua.” Kinara melambaikan satu tangan ke arah Harpi. Senyumnya terlihat tulus dan penuh kasih. Kejutan seperti itu sungguh tidak pernah terduga. Harpi melangkah maju. Lalu terdengar sebuah alunan musik yang menentramkan jiwa entah berasal dari mana. Angin bertiup semilir menggoyangkan daun-daunan dan rerumputan. Kinara terlihat begitu bersinar. Ia memberikan senyum sekali lagi. Rasanya Harpi benar-benar takhluk, tid
Ah, benar-benar minim pengetahuan. Kinara menghirup napas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan. Ia ingin merelaksasi diri. Bisakah ia melakukan koprol di sini? Tentu saja tidak akan ada yang berkomentar tentang perilakunya yang aneh. Huh, pernyataan Camazotz membuatnya tidak berkutik. Seandainya Rhara tidak hilang, ia tidak harus menanggung malu.“Kinara, aku ada urusan sebentar. Temuilah manusia angsa lebih dulu. Nanti kita berkumpul lagi di tempat manusia cumi-cumi tinggal,” Harpi meminta ijin.“Memangnya ada keperluan apa? Mengapa kita tidak pergi bersama-sama?” tanya Kinara penasaran.“Ada hal pribadi yang mau aku urus. Menyangkut masalah perempuan. Aku tidak melibatkanmu dalam masalah ini,” Harpi tersipu malu.“Maaf, kupikir hal biasa.” Kinara jadi salah tingkah. “Yang terpenting nanti kita bisa bertemu lagi tepat waktu. Jangan sampai kita terpisah. Kau paham kan? Aku masih trauma dengan kejadi
Keceriaan manusia kelinci yang selalu mengisi hari-hari Kinara, kini menguap bagai air yang mendidih, menyusut, lalu habis tanpa sisa. Cita-cita besar untuk bisa kembali ke dunia asal bersama-sama seakan terputus. Kinara merasa seperti ulat yang gagal bermetamorfosis sebagai kupu-kupu. Berbagai tahapan telah dilalui dengan baik. Sayangnya, takdir berkata lain.“Ku rasa, kita memang harus melanjutkan perjalanan. Jika terus-menerus di sini, aku tetap mengingat Rhara.” Kinara bangkit dan mengepakkan sayapnya. Harpi membimbing Kinara agar terbang berdampingan. Mereka menuju gua harapan. Kinara sekarang berpikir lebih logis. Ia beruntung memiliki teman dekat seperti Harpi. Selain cantik, Harpi cepat move on dari peristiwa kelam yang dilaluinya. Ia tetap sedih, tapi tidak terlarut-larut. Mungkin Harpi sadar bahwa tindakan seperti itu menghabiskan energi.
Udara semakin dingin. Hujan es sedikit reda. Tanah dipenuhi es padat. Terasa sakit saat kaki telanjang menginjaknya. Hawa dingin dari es memicu rasa ngilu. Suhu badanpun menurun drastis.Kinara histeris. “Rhara... Rhara!” teriaknya membabi buta.Harpi berbalik dan menggapai Kinara. “Kendalikan dirimu, Kinara! Rhara jatuh ke bawah!” Harpi memegangi tubuh Kinara yang terus berontak.“Lepaskan! Lepaskan aku! Aku harus turun ke bawah. Rhara akan ku selamatkan.” Tangis Kinara pecah di sela hujan es.Harpi memeluk erat Kinara. “Ini kecelakaan. Bukan salah siapapun. Tenanglah Kinara, kumohon! Kita bisa celaka semuanya jika turun ke jurang sekarang!” Harpi ikut menangis dan berusaha menenangkan Kinara yang masih shock atas jatuhnya Rhara.“Teman terbaiku jatuh. Aku belum tahu bagaimana keadaannya. Biarkan aku mencarinya ke bawah!” Kinara tetap meronta-ronta. Kali ini pelukan Harpi lepas. Hampir sa
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Falseland, tugas utama Kinara adalah mencari Kinari. Perjalanan panjang penuh liku-liku telah dialaminya. Kemudian, ia merasa senang bisa berjuang dan dibantu dalam banyak hal oleh Rhara. Betapa sepi hidupnya jika harus berjuang seorang diri hingga ke titik ini. Naik turun gunung es tidak akan berhasil tanpa bantuan dari Rhara. Semua tentang manusia kelinci itu membawa kebaikan dan selalu mengingatkan pada keberhasilan misi. Awalnya, Harpi kelihatan polos di mata Kinara. Ia juga takut jika gadis burung itu akan merepotkan. Ternyata, tebakannya melenceng jauh. Harpi terlalu kuat, mandiri, cerdas, dan cantik. Semua itu terlalun keren bagi Kinara. Hingga pada suatu hari yang tidak ditentukan, hatinya meleleh. Setengah dari dirinya mengharapkan Harpi. Sisanya mengukir dalam nama Kinari. Makhluk mitolog
Kinara menyiapkan makanan bersama Harpi. Rhara sibuk membuat terowongan. Tugas masing-masing selesai dengan cepat. Kinara makan tidak terlalu lahap. Sesekali ia memandang ke arah Harpi. Ada getaran-getaran aneh memasuki relung hatinya. Saat mengunyah, bibir Harpi terlihat eksotis di mata Kinara. Merah muda, tipis, dan bergoyang-goyang. Lalu lidah Harpi menyapu bibirnya dengan gerakan lambat. Hal itu semakin membuat Kinara menjadi gemas.Plak! Rhara menepuk jidat Kinara dengan keras.“Aduh, sakit sekali. Kau kenapa lagi sih?” Kinara melompat saking kagetnya.“Ada nyamuk besar dijidatmu!” Rhara asal menjawab. Sebenarnya ia sedikit gerah melihat kelakuan Kinara.“Mana ada hewan seperti itu di tempat ini? Lama-lama kau ngelantur,” Kinara agak kesal.“Hmmm... kalian berulah lagi. Ini sudah larut. Ayo hentikan! Aku ingin segera tidur cantik di atas dedaunan pohon yang rindang.” Harpi bangkit menuju ke arah
Kedua tangan Kinara memegang kepalanya. Ada apa sebenarnya dengan kedua sahabat dekatnya itu? Awalnya, Kinara yang merasa keberatan dengan kehadiran Harpi. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Untungnya Rhara ramah dan mengajak mereka untuk bisa rukun serta berjuang bersama. Kali ini justru Rhara ingin Harpi pergi. Ah, masalah yang kecil mampu membuat rusak pertemanan yang dijalin dengan susah payah.Kinara merangkul Rhara dan membawanya agah menjauh.”Rhara, apa yang merasukimu? Mengapa kau mendadak kejam? Sadarlah, perjalanan kita sudah cukup jauh. Redamlah egomu dan biarkan Harpi tetap bersama kita,”“Jangan, Kinara! Perjuangan kita terlalu berharga jika rusak dan gagal hanya karena gadis burung pembohong. Aku tidak mau usaha kita berujung sia-sia. Demi impian seluruh penghuni Falseland. Buatlah keputusan yang paling bijak!”“Percayalah padaku Rhara. Aku tidak akan mengecewakan siapapun.” Kinara menjabat tangan Rhara
Waktu bergulir cepat. Kinara sudah hampir hafal semua gerakan tari kesetiaan. Rhara masih terpekur membaca buku yang tidak diketahui judulnya oleh orang lain.“Apakah kau sudah hafal bagian terakhirnya?” tanya Kinara kepada Harpi.“Se... dikit,” Harpi kehilangan kendali.“Mengapa kau begitu canggung bicara padaku?” Kinara mendekatkan badannya. Harpi mundur dua langkah. Ia tidak bisa menguasai diri. Gejolak cintanya tumbuh lebih besar. Ia ingin terbang sembari berpelukan dan bersandar pada dada Kinara yang lapang. Tidak bisakah dirinya yang melakukan tarian kesetiaan di bawah pohon kalpataru bersama Kinara? Toh sama saja ia dan Kinari adalah gadis burung.“Kinara, apakah kalian sudah selesai?” Rhara mulai merapikan buku-buku dan bersiap meninggalkan perpustakaan.“Apa yang baru saja kau baca?” Kinara sudah duduk di sa
“Apa sih yang sedang kita cari? Kenapa masih belum ditemukan juga?” Harpi menggerutu sambil memasang muka cemberut.“Buku yang sangat spesial dan menentukan masa depan Kinara,” jawab Rhara. Harpi hilang fokus mendengar jawaban temannya. Ia tidak memperhatikan senderan kayu di sampingnya yang sudah rapuh. Lalu terdengar suara kayu patah agak keras. Akibatnya senderan roboh bersama badan Harpi. Untung saja Kinara sigap dan menangkap Harpi dalam pelukannya. Mereka saling memangdang satu sama lain lumayan lama. Kinara mendekatkan wajahnya ke arah Harpi. Deg! Jantung Harpi serasa berhenti berdetak. Akankah Kinara melakukan sesuatu yang membuatnya semakin cinta? Terasa angin kecil meniup matanya. Ternyata Kinara hanya meniup alis Harpi untuk menghilangkan debu yang menempel agar tidak masuk ke dalam mata.
Tujuan utama Harpi sekarang adalah menggeser kedudukan Kinari dari hati Kinara. Ia bertekad melawan takdir. Selama Kinari belum ditemukan, rencananya bisa dijalankan dengan lembut dan hati-hati. Ia membutuhkan situasi yang mendukung agar targetnya lebih perhatian dari pada sebelumnya. Mungkin waktu yang tersisa sangat terbatas mengingat misi Kinara sudah hampir selesai. Seperti kata Ganesha, setelah melewati gunung es, maka mereka memasuki labirin maut. Selanjutnya, Kinara hanya perlu mencari petunjuk terakhir di dalam perpustakaan ini. Rhara adalah batu sandungan terbesar yang nyata. Harpi tahu bahwa posisi Rhara adalah sebagai pelindung bagi Kinara untuk tetap konsisten dalan menjalankan misi. Selain itu, Rhara juga sebagai pengingat bahwa pasangan penari burung harus segera dipertemukan. Maka, rencana Harpi harus dilakukan tanpa menimbulkan kecurigaan. Misi rahasia untuk menghapus Kinari akan terwujud denga