“Kita butuh api atau air hangat untuknya. Bagaimana cara mendapatkannya?” Kinara memandang ke arah Rhara penuh harap.
“Ada batu api. Hanya saja menurut peta jaraknya sangat jauh dari kebun wortel ini. Setidaknya membutuhkan waktu satu hari satu malam. Jika kita pergi selama itu manusia ayam tidak tertolong lagi.”
“Oh, tidak! Ia harus segera harus diselamatkan. Ia sedang sekarat di depan kita. Menurutmu apa tidak ada cara lain untuk membantunya bertahan?”
“Ada, tetapi sangat menyakitkan dan beresiko.”
“Katakan! Akan kucoba sebisaku!” kata-kata Kinara bak pahlawan kesiangan.
“Kau yakin mampu melakukannya? Pertimbangkan baik-baik sebelum memutuskan sesuatu. Manusia ayam hipotermia karena kehilangan semua bulunya. Tempat ini jauh dari sumber api. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkannya adalah dengan memberinya bulu.”
“Apa maksudmu Rhara? Haruskah aku mencabuti buluku?” ide gila Rhara mengagetkan Kinara.
“Jika kau tulus ingin menyelamatkan jiwanya, donorkanlah beberapa bulumu untuknya!” kata-kata Rhara setajam pisau.
Terbayang betapa sakit mencabuti bulu-bulunya. Kinara meringis membayangkan pedih, perih, dan ngilu yang akan menderanya. Namun, hanya itu satu-satunya cara untuk membantu manusia ayam. Jika dalam kehidupan di dunia asal Kinara belum pernah melakukan donor darah, kini sebagai makhluk terkutuk ia ditantang melakukan donor bulu. Akankah ia merelakan dan mampu menahan rasa sakit?
Kinara mendekati Rhara dan mengajaknya sembunyi di balik tanaman wortel. Tangannya sedikit gemetar. Ia gugup untuk sekedar berkata-kata. Rhara paham maksud Kinara.
“Kau yakin akan mencobanya di sini?” tanya Rhara.
“Aku akan bertahan sebisaku. Lakukan dengan cepat kira-kira sepuluh helai yang besar-besar!”
“Maafkan aku karena tega melakukan ini padamu!”
Rhara menyentuh bulu-bulu halus Kinara. Ia memilih yang ukurannya tidak terlalu panjang. Sebenarnya nyalinya meredup. Ia bagaikan eksekutor yang siap menembak mati seorang terdakwa. Kekurangannya adalah tidak tahu cara menembak yang benar.
“Arrrrrrgh......!” Kinara menjerit keras membuat merinding siapun yang mendengarnya.
Rhara terus mencabut hingga lima helai lalu menangis sejadi-jadinya. Ia sudah tidak sanggup melakukannya lagi. Kinara berdarah dan penuh luka cabutan. Badannya lemas dan tenaganya habis untuk menahan sakit dan menjerit. Napas Kinara tidak teratur. Ia mencoba bertahan sebisanya. Rhara berlari menuju manusia ayam. Lima helai bulu yang berharga itu ia tata diatas badan manusia ayam hingga tertutup separuh badan. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia kembali kepada Kinara.
Wajah Kinara semakin pucat. Bibirnya memutih dan keringat dingin keluar dari kening dan lehernya. Kulit yang terluka masih mengeluarkan darah segar. Bau anyir mulai tercium. Rhara tidak tahu harus berbuat apa lagi. Kinara jelas mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan orang lain. Sedangkan ia merasa belum bisa berbuat apa-apa. Kekhawatiran yang lain tiba-tiba datang. Kinara semakin melemah.
Manusia ayam belum beranjak. Pikiran Rhara tambah kacau karena di antara keduanya belum ada yang membaik. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang buruk terhadap Kinara. Tidak sengaja darah Kinara jatuh ke atas mahkota bunga kecil di bawah tanaman wortel. Darah itu membasahi permukaan mahkotanya. Bunganya seketika menjadi layu dan mendadak mati. Ternyata tidak terhenti sampai di situ saja. Seluruh tanaman wortel juga ikut mati. Seperti virus yang menyebar tanpa terbendung, dalam sekejab kebun wortel habis. Darah Kinara bagaikan hama tanaman. Setelah itu tanah bergetar. Sesuatu muncul dari dalam. Wujudnya menyerupai akar. Semakin besar dan semakin tinggi. Rhara ketakutan menatapnya.
“hmmm... ada yang membangunkan tidur panjangku rupanya,” sesosok akar besar muncul dari dalam tanah dan menyembul ke atas.
“Kau siapa?” tanya Rhara sambil menyembunyikan ketakutannya.
“Aku penjaga kebun wortel yang telah lama tertidur karena sihir jahat. Kebun bunga di sebelah terkena imbasnya. Tanah di sana menyimpan dendam hingga menumbuhkan bunga beracun yang bisa membunuh siapa saja yang menyentuhnya. Kutukannya hilang jika ada darah suci berbau bunga melati yang membasahi tanah ini dan mampu membangunkanku dari tidur panjang selama seratus tahun.”
“Aku sama sekali tidak paham dengan apa yang kau bicarakan,” kata Rhara.
“Falseland menyimpan banyak rahasia yang tidak bisa terungkap semuanya. Namun, kini kau bersama si pemilik darah suci. Tuangkan ini pada bagian tubuhnya yang terluka!” Akar memberi ramuan dalam botol kecil kepada Rhara.
Rhara mengambil dengan cepat dan mengobati Kinara dengan hati-hati. Ramuan itu berwarna biru tosca dan berbau mirip getah karet, tetapi lebih dekat baunya dengan bublegum yang biasa ia makan sewaktu masih kecil. Sedikit demi sedikit luka ditubuh Kinara mengering. Lalu tumbuh bulu-bulu baru dengan warna kuning keemasan. Mata Kinara kini terbuka. Ia duduk dan menatap Akar besar yang ada di depannya.
“Selamat datang Kinara. Terimakasih sudah membangunkanku dari kutukan sihir jahat.”
“Tubuhku sekarang terasa ringan dan segar bugar. Tadi aku kesakitan setengah mati. Kupikir hidupku akan selesai di sini.”
“Tugasmu belum selesai. Misimu harus terus dilanjutkan!” sekali lagi Akar mengeluarkan botol kecil berisi cairan abu-abu mengkilat.
“Apalagi ini/” tanya Rhara.
“Ini adalah hadiah untk Kinara. Bunga abadi terletak di hutan jati. Kau bisa menemukannya di sana! Mahkotanya berwarna jingga terang. Daunnya lebar menyirip. Setelah kau temukan, tuangkan cairan ini di atasnya! Bunga itu akan menyampaikan pesan penting tentang misimu di Falseland,” Akar memberi petunjuk.
Tiba-tiba tanah disekitar Akar mendadak ambles dan sedikit bergetar. Kemudian merapat kembali. Artinya urusannya dengan Kinara telah selesai. Peristiwa seperti ini sudah tidak mengagetkan lagi untuk Kinara. Falseland dan semua penghuninya menyimpan misteri, tetapi selalu memberikan informasi kepada Kinara sesuai dengan porsinya sehingga tidak membuang-buang waktu yang berharga.
“Lihat Kinara! Hutan jati tidak terlalu jauh dari tempat ini. Haruskah kita kesana sekarang?” tanya Rhara sudah tidak sabar.
“nanti dulu. Aku ingin melihat kondisi manusia ayam.”
“oke kita cek sekali lagi.”
Mereka berjalan menuju tempat manusia ayam. Tampaknya mereka tidak perlu khawatir lagi. Manusia ayam sudah berdiri dan bisa tersenyum. Bulu-bulunya yang asli sudah mulai tumbuh. Ia menatap Rhara dan Kinara dengan senyuman hangat.
“Terimakasih Kinara dan Rhara. Tanpa bantuan dari kalian aku pasti sudah celaka di tempat ini.”
“Jangan berkata begitu. Kita memang harus saling membantu,” kata Kinara.
“Maaf tadi aku sempat mendengarkan percakapan kalian dengan Akar. Kalian akan menuju hutan jati bukan?”
“Iya. Kami mencari sesuatu,” jawab Rhara.
“Sebelum pergi carilah jawaban mengapa clarinet yang ku bawa tidak pernah bisa menghasilkan suara?”
“Oh, itu sih kasusnya sama dengan alat musikku,” jawab Rhara.
“Jadi bukan hanya milikku yang tidak berbunyi?”
“Benar. Alat musik di sini bagaikan aksesoris yang wajib dijaga tanpa tahu kapan akan berfungsi,” jawab Rhara.
Percakapan itu tidak bisa diikuti oleh Kinara. Pasalnya ia sendiri tidak membawa apapun. Kata Ganesha tugasnya adalah menari. Aduh, dirinya menjadi ingat lagi pada Kinari. Hal itu membuat hatinya bagaikan tersengat listrik tegangan tinggi.
“Kinara, bawalah telur-telurku ini. Isinya bukan calon ayam. Ini semacam senjata. Lemparkan pada musuh yang menghalangi tujuanmu! Jumlahnya tidak banyak. Gunakan dengan bijak. Jangan sampai terbuang sia-sia,” manusia ayam menyerahkan telur-telur itu.
“Terimakasih. Benda ini akan sangat membantu.”
“Kalian pasti bukan makhluk terkutuk biasa,” kata manusia ayam.
“Apa yang membuatmu berpikir demikian?” tanya Kinara.
“Peta yang Rhara bawa. Aku sudah lama tinggal di Falseland. Baru kali ini ada yang memilikinya. Terlebih lagi Kinara spesial. Tindakanmu luar biasa. Jangan pernah berhenti berbuat kebaikan! Akan ada balasan yang setimpal. Satu hal lai yang mendukung argumenku. Kinara tidak membawa alat musik. Kau berpeluang besar menjadi si terpilih.”
“Si terpilih?” Kinara tidak tahu harus berkomentar apa lagi.
“Iya. Beritanya memang masih simpang siur. Entah seperti apa kebenarannya. Makhluk mitologi di sini menanti kedatangannya. Konon katanya nasib kami bisa kembali ke dunia asal atau tidak, 50% bergantung pada si terpilih dan 50% lagi tergantung pada keberhasilan misi yang kita emban karena setiap makhluk memiliki tugas yang berbeda,” manusia ayam berbagi pengetahuan yang ia punyai.
“Ku pikir cerita itu hanya omong kosong. Aku pernah mendengar cerita yang hampir sama dari manusia serigala. Waktu itu kami bertemu saat gerhana bulan. Sayangnya, manusia serigala mati. Ada luka besar menganga di dada sebelah kiri. Mungkin bekas pertarungan dengan pemangsa yang lain,” Rhara menguatkan argumen.
“Kemana tujuanmu?” tanya Kinara kepada manusia ayam.
“Ke gunung es. Aku harus memenuhi misiku di sana. Terimakasih banyak telah membantuku. Jika bukan kau, mungkin tidak terpikir mencabut bulu sendiri demi menyelamatkan orang lain yang tidak kau kenal. Perbuatanmu begitu mulia. Tadi aku mendengar kau berteriak sangat keras. Pasti darahmu keluar banyak.”
“Sudahlah. Itu juga salah satu pemenuhan misi dan aku senang bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.” Jawab Kinara.
Peta dari Ganesha benar-benar berguna. Semua tibdakan baik yang Kinara lakukan tidak ada yang sia-sia. Tiba-tiba Kinara ingin bertemu Anubis. Perkataannya masih terngiang-ngiang di telinga Kinara, “Ingat, satu kebaikan yang kau lakukan akan membawamu lebih dekat dengan Kinari dan keburukan atau kejahatan yang kau perbuat akan menjauhkanmu darinya.” Kini sosok Kinari bukan sekedar angan dan bayangan. Memang belum jelas. Namun, Kinara merasa sudah punya sedikit keberanian untuk menemuinya. Kunci berlian, cairan dari Akar, dan senjata telur merupakan perbekalan untuk menghadapi tantangan yang akan membawanya dalam perjumpaan indah dengan Kinari.“Jadi persinggahan kita di kebun bunga pertama dan kedua tidak menghasilkan apa-apa,” kata Kinara dalam perjalanan ke hutan jati.“Jangan berkata demikian. Ganesha bilang kita harus menemukan bunga abadi. Logikanya kita mencari di kebun bunga. Siapa sangka justru terletak di hutan jati. Jika kita tida
Mobil detektif Devgan meluncur dengan mulus menembus kabut tipis di jalan menuju desa hutan pinus. Hawa dingin membuat Tar merasa tidak nyaman. Gaun yang ia kenakan panjang hingga mata kaki, tetapi tidak berlengan.“Detektif, bisakah kita berganti kostum? Kita sudah cukup jauh. Setidaknya sekitar tujuh puluh kilo dari rumah Alex. Sepertinya kru tv tidak ada yang mengikuti kita hingga sejauh ini,” Tar mencoba membujuk. Badannya sungguh risih jika harus lebih lama mengenakan gaun wanita.“Kita tetap harus waspada. Nanti memasuki kawasan desa, baru kita tanggalkan menyamaran ini. Apa masalahmu?”“Dingin. Suhunya turun drastis sejak kita mulai menanjak. Aku sudah tidak tahan. Adakah mantel yang bisa kupinjam?”“hmmm... sepertinya ada. Coba kau cari di kursi belakang!” Tar segera memutar badannya dan sibuk mencari-cari mantel. Astaga,
Secangkir kopi hangat membuat keadaan Tar jauh lebih baik. Setelah selesai mandi dan menghapus make up konyol yang ia pakai untuk penyamaran, mukanya terasa sedikit panas. Ia dan detektif Devgan bersyukur bisa bermalam di tempat yang aman. Keduanya menghangatkan diri di depan perapian. Baju yang mereka kenakan sudah sangat kuno dan berbau sedikit apek. Namun, hal itu tidak terlalu dipermasalahkan. Mereka sudah membuang jauh-jauh gaun penyamaran yang penuh kotoran. Meskipun penampilan mereka mirip pemuda desa era 80-an, tapi senyum tetap tersungging di bibir keduanya.“Kau tampak tampan memakai kemeja kotak-kotak kuno itu. Sangat cocok dengan celana coklat yang agak lusuh,” detektif Devgan terkekeh ke arah Tar.“Masa bodoh dengan kostum ini. Nenek pemilik rumah amat baik kepada kita. Bahkan ia memberikan cemilan cokelat enak ini kepada kita.”“Permisi, apakah kalian berdua ingin makan sesuatu yang lebih mengenyangkan?” nenek pe
“Apakah kau suka tentang buku-buku fantasi?” Kinara merasa lebih bugar dan ingin sedikit santai karena tekanan bunga abadi tentang hafalan gerak tari kesetiaan membuat kepalanya pening selama dua hari.“Hhh... Aku menyesal terlalu fokus dengan sesuatu yang ilmiah. Dulu aku terlalu banyak menghabiskan waktu di laboratorium dan memecahkan berbagai rumus. Hidupku terlalu lurus. Sekarang aku baru menyadari betapa bodoh keputusanku itu. Falseland penuh tantangan. Salah satu pendukung untuk bisa memecahkan beberapa teka-teki di sini adalah pengalaman dari bacaan fiksi fantasi atau ilmu humaniora yang kau sebut-sebut. Terutama kajian sejarah dunia kuno yang membahas mitologi.”“Memang hobiku membaca novel dan buku-buku non ilmiah. Di samping itu aku menggilai buku-buku sejarah koleksi papaku. Tak ku sangka hal itu amat berguna di sini. Bukankah perlu kerjasama dri berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk mengungkap kebenaran sebuah temuan? Sejati
Makhluk cantik bersayap dan bertubuh burung itu turun dari atas pohon. Bibirnya berwarna merah muda. Kulit kuningnya bertambah elok terkena sinar matahari. Matanya kecil dilengkapi bulu mata lentik yang panjang. Rambutnya hitam legam. Senyumnya begitu menggoda. Caranya terbang sangat elegan. Kepakan sayapnya teratur dan menimbulkan angin. Rhara merasa dikipasi dari dekat. Kinara diam-diam berdoa dalam hati.Harapan terbesar Kinara adalah telah selesai dalam pencarian panjangnya dan ingin buru-buru latihan tari kesetiaan. Ia akan menyambut dengan riang gembira jika keinginannya bisa segera terwujud. Ia sudah tidak sabar membayangkan panggung tari yang penuh gemerlap diiringi alunan musik indah seperti para peri penjaga bunga abadi yang meliuk-liukkan tubuhnya. Bila memungkinkan Kinara ingin mengungkapkan perasaan yang ia pendam selama ini. Cinta ini datang mendadak tanpa permisi. Cinta murni kepada seorang gadis yang sama sekali belum dikenalnya. Kinari, Kinari, Kinari. Sekali
“Wow, inikah gunung es yang melegenda itu? Tak kusangka kini kita berada di kaki gunung,” Rhara sangat takjub memandangi bongkahan es berwarna putih yang tersebar di segala penjuru.“Dingin sekali. Kita harus menjaga diri agar tidak terkena hipotermia. Jika ada keluhan yang dirasakan, lebih baik kita berhenti untuk beristirahat dan segera menghangatkan badan. Bagaimana? Kalian setuju dengan usulku?” Kinara menawarkan opsi.“Setuju!” Rhara dan Harpi menjawab kompak bersama-sama. Gunung es tinggi menjulang. Ketiga makhluk mitologi berusaha beradaptasi dengan vegetasi dan keadaan alam yang kering, suhu yang sangat rendah, dan terancam radiasi sinar ultraviolet. Mereka menjumpai tumbuhan sejenis rerumputan, teki-tekian, semak, dan lumut.“Untung saja aku membawa wortel yang banyak. Lihat tempat ini, hanya salju dimana-mana. Wah wortelnya sudah beku, se
Secara heroik dan mengesankan, Harpi menyelamatkan Kinara dengan membidikkan anak panah ke arah Yeti biru tepat di bagian jantungnya. Yeti biru mundur dua langkah ke belakang. Racun menyebar ke seluruh tubuh mengikuti aliran darahnya. Ia kesakitan, jatuh, dan berguling-guling di atas tanah penuh salju. Ia melolong sangat keras hingga menarik perhatian Yeti cokelat. Situasi sekarang menguntungkan untuk Kinara dan teman-temannya. Harpi segera membawa Kinara terbang menjauh. Rhara mengikutinya dari bawah dengan berlari sekuat tenaga. Jarak mereka semakin menjauh dari dua monster salju yang ganas dan mengerikan. Harpi menurunkan Kinara dan bersama-sama dengan Rhara memapahnya untuk terus melanjutkan perjalanan. Matahari tenggelam dan langit berubah menjadi gelap pekat. Rhara menyalakan api unggun. Mereka bertiga duduk melingkar untuk makan,
“Tolong aku!” wanita itu berusaha menggapai tangan Kinara. Kinara reflek menjerit dan mundur ke belakang. Kaki serta tangannya gemetaran. Terlalu aneh untuk dinalar. Seorang wanita entah muncul dari mana tiba-tiba mendekat ke arah Kinara dan teman-temannya. Penampilannya jauh berbeda dari yang lain. Sebenarnya terlalu mengerikan melihat sosoknya seperti itu. Rhara juga ikut takut. Ia malah jatuh terduduk didekat wanita misterius itu. “Kinara, Kinara! Jangan tinggalkan aku!” Rhara menangis karena tidak bisa berbuat apa-apa. Hujan salju mendadak berhenti. Harpi mengajak Kinara untuk mendekat ke arah Rhara. Mereka bertiga saling berpegangan. Wanita itu berhenti menangis. Kemudian ia menyibakkan rambutnya ke belakang. “Ijinkan aku untuk bergabung bersama kalian. Aku sendirian selama berhari-hari di tempat yang dingin dan be
Ah, benar-benar minim pengetahuan. Kinara menghirup napas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan. Ia ingin merelaksasi diri. Bisakah ia melakukan koprol di sini? Tentu saja tidak akan ada yang berkomentar tentang perilakunya yang aneh. Huh, pernyataan Camazotz membuatnya tidak berkutik. Seandainya Rhara tidak hilang, ia tidak harus menanggung malu.“Kinara, aku ada urusan sebentar. Temuilah manusia angsa lebih dulu. Nanti kita berkumpul lagi di tempat manusia cumi-cumi tinggal,” Harpi meminta ijin.“Memangnya ada keperluan apa? Mengapa kita tidak pergi bersama-sama?” tanya Kinara penasaran.“Ada hal pribadi yang mau aku urus. Menyangkut masalah perempuan. Aku tidak melibatkanmu dalam masalah ini,” Harpi tersipu malu.“Maaf, kupikir hal biasa.” Kinara jadi salah tingkah. “Yang terpenting nanti kita bisa bertemu lagi tepat waktu. Jangan sampai kita terpisah. Kau paham kan? Aku masih trauma dengan kejadi
Keceriaan manusia kelinci yang selalu mengisi hari-hari Kinara, kini menguap bagai air yang mendidih, menyusut, lalu habis tanpa sisa. Cita-cita besar untuk bisa kembali ke dunia asal bersama-sama seakan terputus. Kinara merasa seperti ulat yang gagal bermetamorfosis sebagai kupu-kupu. Berbagai tahapan telah dilalui dengan baik. Sayangnya, takdir berkata lain.“Ku rasa, kita memang harus melanjutkan perjalanan. Jika terus-menerus di sini, aku tetap mengingat Rhara.” Kinara bangkit dan mengepakkan sayapnya. Harpi membimbing Kinara agar terbang berdampingan. Mereka menuju gua harapan. Kinara sekarang berpikir lebih logis. Ia beruntung memiliki teman dekat seperti Harpi. Selain cantik, Harpi cepat move on dari peristiwa kelam yang dilaluinya. Ia tetap sedih, tapi tidak terlarut-larut. Mungkin Harpi sadar bahwa tindakan seperti itu menghabiskan energi.
Udara semakin dingin. Hujan es sedikit reda. Tanah dipenuhi es padat. Terasa sakit saat kaki telanjang menginjaknya. Hawa dingin dari es memicu rasa ngilu. Suhu badanpun menurun drastis.Kinara histeris. “Rhara... Rhara!” teriaknya membabi buta.Harpi berbalik dan menggapai Kinara. “Kendalikan dirimu, Kinara! Rhara jatuh ke bawah!” Harpi memegangi tubuh Kinara yang terus berontak.“Lepaskan! Lepaskan aku! Aku harus turun ke bawah. Rhara akan ku selamatkan.” Tangis Kinara pecah di sela hujan es.Harpi memeluk erat Kinara. “Ini kecelakaan. Bukan salah siapapun. Tenanglah Kinara, kumohon! Kita bisa celaka semuanya jika turun ke jurang sekarang!” Harpi ikut menangis dan berusaha menenangkan Kinara yang masih shock atas jatuhnya Rhara.“Teman terbaiku jatuh. Aku belum tahu bagaimana keadaannya. Biarkan aku mencarinya ke bawah!” Kinara tetap meronta-ronta. Kali ini pelukan Harpi lepas. Hampir sa
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Falseland, tugas utama Kinara adalah mencari Kinari. Perjalanan panjang penuh liku-liku telah dialaminya. Kemudian, ia merasa senang bisa berjuang dan dibantu dalam banyak hal oleh Rhara. Betapa sepi hidupnya jika harus berjuang seorang diri hingga ke titik ini. Naik turun gunung es tidak akan berhasil tanpa bantuan dari Rhara. Semua tentang manusia kelinci itu membawa kebaikan dan selalu mengingatkan pada keberhasilan misi. Awalnya, Harpi kelihatan polos di mata Kinara. Ia juga takut jika gadis burung itu akan merepotkan. Ternyata, tebakannya melenceng jauh. Harpi terlalu kuat, mandiri, cerdas, dan cantik. Semua itu terlalun keren bagi Kinara. Hingga pada suatu hari yang tidak ditentukan, hatinya meleleh. Setengah dari dirinya mengharapkan Harpi. Sisanya mengukir dalam nama Kinari. Makhluk mitolog
Kinara menyiapkan makanan bersama Harpi. Rhara sibuk membuat terowongan. Tugas masing-masing selesai dengan cepat. Kinara makan tidak terlalu lahap. Sesekali ia memandang ke arah Harpi. Ada getaran-getaran aneh memasuki relung hatinya. Saat mengunyah, bibir Harpi terlihat eksotis di mata Kinara. Merah muda, tipis, dan bergoyang-goyang. Lalu lidah Harpi menyapu bibirnya dengan gerakan lambat. Hal itu semakin membuat Kinara menjadi gemas.Plak! Rhara menepuk jidat Kinara dengan keras.“Aduh, sakit sekali. Kau kenapa lagi sih?” Kinara melompat saking kagetnya.“Ada nyamuk besar dijidatmu!” Rhara asal menjawab. Sebenarnya ia sedikit gerah melihat kelakuan Kinara.“Mana ada hewan seperti itu di tempat ini? Lama-lama kau ngelantur,” Kinara agak kesal.“Hmmm... kalian berulah lagi. Ini sudah larut. Ayo hentikan! Aku ingin segera tidur cantik di atas dedaunan pohon yang rindang.” Harpi bangkit menuju ke arah
Kedua tangan Kinara memegang kepalanya. Ada apa sebenarnya dengan kedua sahabat dekatnya itu? Awalnya, Kinara yang merasa keberatan dengan kehadiran Harpi. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Untungnya Rhara ramah dan mengajak mereka untuk bisa rukun serta berjuang bersama. Kali ini justru Rhara ingin Harpi pergi. Ah, masalah yang kecil mampu membuat rusak pertemanan yang dijalin dengan susah payah.Kinara merangkul Rhara dan membawanya agah menjauh.”Rhara, apa yang merasukimu? Mengapa kau mendadak kejam? Sadarlah, perjalanan kita sudah cukup jauh. Redamlah egomu dan biarkan Harpi tetap bersama kita,”“Jangan, Kinara! Perjuangan kita terlalu berharga jika rusak dan gagal hanya karena gadis burung pembohong. Aku tidak mau usaha kita berujung sia-sia. Demi impian seluruh penghuni Falseland. Buatlah keputusan yang paling bijak!”“Percayalah padaku Rhara. Aku tidak akan mengecewakan siapapun.” Kinara menjabat tangan Rhara
Waktu bergulir cepat. Kinara sudah hampir hafal semua gerakan tari kesetiaan. Rhara masih terpekur membaca buku yang tidak diketahui judulnya oleh orang lain.“Apakah kau sudah hafal bagian terakhirnya?” tanya Kinara kepada Harpi.“Se... dikit,” Harpi kehilangan kendali.“Mengapa kau begitu canggung bicara padaku?” Kinara mendekatkan badannya. Harpi mundur dua langkah. Ia tidak bisa menguasai diri. Gejolak cintanya tumbuh lebih besar. Ia ingin terbang sembari berpelukan dan bersandar pada dada Kinara yang lapang. Tidak bisakah dirinya yang melakukan tarian kesetiaan di bawah pohon kalpataru bersama Kinara? Toh sama saja ia dan Kinari adalah gadis burung.“Kinara, apakah kalian sudah selesai?” Rhara mulai merapikan buku-buku dan bersiap meninggalkan perpustakaan.“Apa yang baru saja kau baca?” Kinara sudah duduk di sa
“Apa sih yang sedang kita cari? Kenapa masih belum ditemukan juga?” Harpi menggerutu sambil memasang muka cemberut.“Buku yang sangat spesial dan menentukan masa depan Kinara,” jawab Rhara. Harpi hilang fokus mendengar jawaban temannya. Ia tidak memperhatikan senderan kayu di sampingnya yang sudah rapuh. Lalu terdengar suara kayu patah agak keras. Akibatnya senderan roboh bersama badan Harpi. Untung saja Kinara sigap dan menangkap Harpi dalam pelukannya. Mereka saling memangdang satu sama lain lumayan lama. Kinara mendekatkan wajahnya ke arah Harpi. Deg! Jantung Harpi serasa berhenti berdetak. Akankah Kinara melakukan sesuatu yang membuatnya semakin cinta? Terasa angin kecil meniup matanya. Ternyata Kinara hanya meniup alis Harpi untuk menghilangkan debu yang menempel agar tidak masuk ke dalam mata.
Tujuan utama Harpi sekarang adalah menggeser kedudukan Kinari dari hati Kinara. Ia bertekad melawan takdir. Selama Kinari belum ditemukan, rencananya bisa dijalankan dengan lembut dan hati-hati. Ia membutuhkan situasi yang mendukung agar targetnya lebih perhatian dari pada sebelumnya. Mungkin waktu yang tersisa sangat terbatas mengingat misi Kinara sudah hampir selesai. Seperti kata Ganesha, setelah melewati gunung es, maka mereka memasuki labirin maut. Selanjutnya, Kinara hanya perlu mencari petunjuk terakhir di dalam perpustakaan ini. Rhara adalah batu sandungan terbesar yang nyata. Harpi tahu bahwa posisi Rhara adalah sebagai pelindung bagi Kinara untuk tetap konsisten dalan menjalankan misi. Selain itu, Rhara juga sebagai pengingat bahwa pasangan penari burung harus segera dipertemukan. Maka, rencana Harpi harus dilakukan tanpa menimbulkan kecurigaan. Misi rahasia untuk menghapus Kinari akan terwujud denga