Tanah di sekitar Kinara sedikit bergetar karena Rhara masih melompat-lompat kegirangan seolah-olah mendapatkan juara I dalam sebuah perlombaan basket antar sekolah. Ia mengayun-ayunkan tangannya yang memegang gulungan kertas itu tanpa tahu apa isinya. Sedangkan Kinari masih terpekur menengadahkan kedua telapak tangannya yang membawa sebuah kunci terbuat dari berlian asli pemberian dari Ganesha. Terpaan matahari membuat benda itu berkilauan indah sekali.
Ganesha pergi begitu saja tanpa memberi tahu kunci apa yang ia berikan. Banyak misteri yang menyelimuti hidup Kinara. Pikirannya penuh tanda tanya. Mengapa dirinya harus bertemu banyak makhluk-makhluk aneh yang selalu memberinya teka-teki? Seharusnya ada sedikiut clu tentang kunci itu. Terlepas dari informasi tentang Kinari yang sangat membantu, Ganesha tidak membuka sejujurnya tentang kunci hingga Kinara menjadi penasaran luar biasa.
“hore...hore...! aku dapat hadiah! Hore!” suara Rhara sangat berisik.
“Diamlah Rhara! Aku sedang berpikir keras.”
Rhara menghentikan kelakuannya yang kekanak-kanakan. Ia menatap Kinara terheran-heran.
“Mukamu tidak terlihat senang. Lihatlah kunci permata yang kau dapatkan! Itu harta karun sungguhan.”
“Iya, seandainya di dunia asalku. Di sini untuk apa kunci ini? Tidak mall, tidak ada toko. Semua sudah disediakan oleh alam. Aku juga belum pernah menjumpai rumah atau bangunan di sini. Kecuali terowongan tanah buatanmu.”
“Jangan sedih! Aku yakin benda itu istimewa. Kita pasti akan menemukan fungsinya. Bukankah kita masih harus menyelesaikan misi yang diberikan oleh Ganesha? Menurutku akan ada petunjuk di dalamnya.”
“Benar juga. Bunga abadi mungkin tahu sesuatu, tetapi bagaimana kita menemukannya?”
“Melelahkan! Apa tidak ada sesuatu semacam petunjuk arah di tempat ini?”
“hmm... lihat dulu gulungan kertas yang kau terima. Aku penasaran apa isinya?”
“Mari kita buka dan lihat bersama-sama!”
Tangan Rhara membuka tali yang melilit gulungan itu dengan hati-hati. Lalu dibukanya dari bawah ke atas. Seperti seorang prajurit kerajaan yang hendak membacakan titah dari raja, Rhara kemudian berseru.
“Ini peta Falseland.”
Kebahagiaan menyelimuti Rhara dan Kinara. Mereka berpegangan tangan dan berputar pelan dengan posisi kepala menengadah ke langit. Senyum terpancar dari wajah kedua sahabat itu. Bertemu Ganesha benar-benar berkah. Pasti kunci itu jauh lebih berharga dari peta.
“Coba kita lihat. Di mana saja letak kebun bunga?” Kinara bersemangat.
“Sekarang kita ada di ujung selatan Falseland. Kebun bunga tersebar di mana-mana. Ada sekitar tujuh tempat. Kira-kira bunga apa yang dimaksud Ganesha?”
“Di dunia asalku ada juga bunga abadi. Hidupnya di gunung-gunung. Namanya bunga edelweis. Entahlah di sini ada bunga seperti itu atau tidak?”
“Aku baru dengar ada bunga seperti itu. Lagi pula aku sama sekali tidak paham dengan nama-nama bunga yang aneh. Kalau masih yang umum seperti mawar atau melati aku masih tahu.”
“Andai saja ada saudaraku di sini. Kau pernah melewati tempat mana saja?” tanya Rhara.
“Kebun bunga amarilis yang berdampingan dengan lili dan tulip. Kemudian aku pernah makan di kebun jelai dan jewawut.”
“Ini tempatnya ada di sebelah timur. Mau coba arah barat? Ada dua kebun bunga di sana.”
“Siapa takut. Naiklah ke punggungku lagi! Petualangan kita semakin menantang.”
Mereka terbang ke arah barat menuju kebun bunga. Perjalannya cukup jauh. Butuh waktu berhari-hari untuk sampai di tempat tujuan. Sesekali mereka berhenti didekat sumber air untuk beristirahat dan menghilangkan dahaga. Jika malam tiba, Rhara membuat terowongan di bawah pohon yang rindang sebagai tempat untuk mereka tidur. Mereka beruntung karena tidak perlu menempuh dengan jalur darat. Kaki Rhara pasti pegal-pegal jika harus berjalan sejauh itu. Menjadi manusia kelinci tidak selamanya baik. Kedua kakinya jadi lebih pendek. Begitu juga dengan tinggi badannya yang banyak berkurang dari sebelumnya. Dua gigi depannya menonjol dan memanjang. Daun telinganya besar dan panjang. Ia juga mendengar bunyi-bunyian yang belum pernah ia dengar selama menjadi manusia normal.
Kinara bangga memiliki sayap. Bulu-bulunya hangat dan sehalus sutera. Warnanya merah jambu di bagian atas dan semakin merah di ujungnya. Spesies burung jelmaannya mirip flamingo. Ia teringat saat pertama kali menjelma menjadi manusia burung. Betapa kagetnya ia dengan bulu-bulu yang tumbuh semakin lebat. Sesuatu yang masih sangat mengganggu hingga sekarang adalah paruhnya. Ketampanannya sepenuhnya hilang gara-gara paruh sialan itu. Ia ingin makan steak, burger, pizza, ayam, sosis, dan masih banyak lagi. Saat kesedihan muncul, ia terus menghibur diri dengan kenyataan bahwa ia bisa terbang. Hal itu membuatnya bahagia. Misinya sangat terbantu dengan kemampuan istimewanya itu. Bayangkan jika harus selalu berjalan kaki. Otot-otot kakinya akan membesar dan perjalanan akan menjadi lebih lama.
Falseland juga lebih indah dilihat dari atas. Kinara bisa menjangkau lebih luas untuk mengamati keadaan sekitarnya. Udara bersahabat dengannya. Tempat ini sepertinya tidak mengenal musim salju. Ia tidak lagi ketergantungan dengan mantel bulu tebal dan duduk di dekat perapian. Hal yang merepotkan di sini adalah hujan api. Tempat ini berubah layaknya neraka. Panas dan asap di mana-mana. Sejenak aktivitas yang menunjang keberhasilan misi menjadi terhenti. Kalau di dunia asalnya mungkin akan menyenangkan karena Kinara tidak harus sekolah dan bisa main game sepuasnya. Sayangnya, di sini tidak tersedia peralatan modern seperti itu. Meski demikian, Falseland memiliki tingga keajaiban tinggi yang mampu mengalahkan kecanggihan mesin tercanggih di abad 21.
Kebun bunga pertama yang mereka singgahi ditumbuhi oleh berbagai jenis anggrek dengan segala warna. Tidak ada yang spesial di sana. Bahkan Rhara sudah mondar-mandir mencari petunjuk, tetapi masih nihil. Saking gemasnya ia mencoba mengajak bicara bunga-bunga seperti orang gila. Kinara terhibur melihat tingkah konyol temannya. Ia sampai sakit perut saking kebanyakan tertawa.
Semangat mereka masih membara meski di kebun bunga pertama tidak menemukan apa-apa. Perjalanan menuju kebun bunga kedua tidak semulus sebelumnya. Mereka harus berlindung di terowongan selama dua hari. Sebab, ada torpedo datang disertai dengan hujan meteor. Kondisinya tidak separah hujan api. Namun, hal itu menguras kesabaran Kinara. Berkali-kali ia mondar-mandir. Sesekali mengamati keadaan di luar menggunakan teropong anti api. Kunci berlian yang ia taruh di dalam tas kecil buatan Rhara yang terbuat dari rumput ilalang kering menambah kepanikan dalam dirinya.
Kinari, Kinari, Kinari. Menyebut namanya membuat hati Kinara berdesir. Terbentuk lubang rindu yang dari hari ke hari kian membesar. Entah itu hukuman atau anugerah, yang pasti Kinara menjadi gampang murung. Layaknya merasakan kasih yang tak sampai. Sosok perempuan burung yang masih abstrak terus melintas dalam benaknya. Dadanya menjadi sesak.
Perjalanan penuh aral melintang menuju kebun bunga kedua berakhir dengan penuh kekecewaan karena belum membuahkan hasil. Bunga-bunga di sana tampak biasa saja. Tidak ada yang istimewa, misal paling besar, paling berbau atau apalah. Kinara terlalu letih untuk kembali terbang. Ia dan Rhara memutuskan untuk berjalan sambil mencari tempat bermalam yang cocok. Tubuh mereka membutuhkan istirahat yang cukup setelah melakukan perjalanan melelahkan selama berhari-hari.
Menjelang senja mereka melewati sebuah kebun wortel. Rhara kegirangan dan meminta Kinara untuk mampir sebentar. Ia perlu beberapa buah sebagai bekal dalam pencarian panjangnya. Sebenarnya Kinara enggan menuruti keinginan temannya, tetapi Rhara tampak kelaparan. Maka Kinara mengalah dan mereka memasuki kebun wortel bersama-sama. Baru saja Rhara menggali dan mendapatkan sekitar empat wortel, terdengar suara.
“Tolong! Tolong! Siapapun tolong aku!” suara itu sedikit parau.
“Kau dengar Kinara? Seseorang meminta pertolongan.”
“Iya, sepertinya dari arah kanan. Ayo bergegas!”
Betapa kagetnya Kinara melihat manusia ayam tanpa bulu tergeletak tidak berdaya. Wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil.
“Kenapa kau seperti ini?” tanya Kinara.
“Bulu-buluku rontok karena terkena serbuk sari bunga beracun. Jangan sentuh satu bunga pun dikebun bunga sebelah kebun wortel ini!”
“Apa yang kau rasakan?” tanya Rhara iba.
“Dingin! Sangat dingin! Tolong aku!” manusia ayam berjuang untuk tetap bertahan.
“Mari kita cari dedaunan kering untuk membantunya menghangatkan badan! Buatlah juga sarang cekung dari jerami kering!” Rhara memberi arahan.
Kinara dan Rhara sibuk mencari bahan-bahan yang dibutuhkan dan segera membuat sarang sebisanya. Rhara mencoba masuk ke dalamnya. Ia merasa lebih hangat. Bersama-sama Rhara dan Kinara mengangkat tubuh manusia ayam ke sarang. Lalu mulai menutupi seluruh bagian tubuhnya dengan dedaunan kering.
“Bagaimana? Apakah kau sudah merasa lebih baik?” tanya Kinara.
“Masih sangat dingin,” tubuh manusia ayam bergetar hebat.
“Ia bisa mati jika terus-menerus seperti ini,” Rhara sangat panik.
“Kita butuh api atau air hangat untuknya. Bagaimana cara mendapatkannya?” Kinara memandang ke arah Rhara penuh harap.“Ada batu api. Hanya saja menurut peta jaraknya sangat jauh dari kebun wortel ini. Setidaknya membutuhkan waktu satu hari satu malam. Jika kita pergi selama itu manusia ayam tidak tertolong lagi.”“Oh, tidak! Ia harus segera harus diselamatkan. Ia sedang sekarat di depan kita. Menurutmu apa tidak ada cara lain untuk membantunya bertahan?”“Ada, tetapi sangat menyakitkan dan beresiko.”“Katakan! Akan kucoba sebisaku!” kata-kata Kinara bak pahlawan kesiangan.“Kau yakin mampu melakukannya? Pertimbangkan baik-baik sebelum memutuskan sesuatu. Manusia ayam hipotermia karena kehilangan semua bulunya. Tempat ini jauh dari sumber api. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkannya adalah dengan memberinya bulu.”“Apa maksudmu Rhara? Haruskah aku mencabuti buluku
Peta dari Ganesha benar-benar berguna. Semua tibdakan baik yang Kinara lakukan tidak ada yang sia-sia. Tiba-tiba Kinara ingin bertemu Anubis. Perkataannya masih terngiang-ngiang di telinga Kinara, “Ingat, satu kebaikan yang kau lakukan akan membawamu lebih dekat dengan Kinari dan keburukan atau kejahatan yang kau perbuat akan menjauhkanmu darinya.” Kini sosok Kinari bukan sekedar angan dan bayangan. Memang belum jelas. Namun, Kinara merasa sudah punya sedikit keberanian untuk menemuinya. Kunci berlian, cairan dari Akar, dan senjata telur merupakan perbekalan untuk menghadapi tantangan yang akan membawanya dalam perjumpaan indah dengan Kinari.“Jadi persinggahan kita di kebun bunga pertama dan kedua tidak menghasilkan apa-apa,” kata Kinara dalam perjalanan ke hutan jati.“Jangan berkata demikian. Ganesha bilang kita harus menemukan bunga abadi. Logikanya kita mencari di kebun bunga. Siapa sangka justru terletak di hutan jati. Jika kita tida
Mobil detektif Devgan meluncur dengan mulus menembus kabut tipis di jalan menuju desa hutan pinus. Hawa dingin membuat Tar merasa tidak nyaman. Gaun yang ia kenakan panjang hingga mata kaki, tetapi tidak berlengan.“Detektif, bisakah kita berganti kostum? Kita sudah cukup jauh. Setidaknya sekitar tujuh puluh kilo dari rumah Alex. Sepertinya kru tv tidak ada yang mengikuti kita hingga sejauh ini,” Tar mencoba membujuk. Badannya sungguh risih jika harus lebih lama mengenakan gaun wanita.“Kita tetap harus waspada. Nanti memasuki kawasan desa, baru kita tanggalkan menyamaran ini. Apa masalahmu?”“Dingin. Suhunya turun drastis sejak kita mulai menanjak. Aku sudah tidak tahan. Adakah mantel yang bisa kupinjam?”“hmmm... sepertinya ada. Coba kau cari di kursi belakang!” Tar segera memutar badannya dan sibuk mencari-cari mantel. Astaga,
Secangkir kopi hangat membuat keadaan Tar jauh lebih baik. Setelah selesai mandi dan menghapus make up konyol yang ia pakai untuk penyamaran, mukanya terasa sedikit panas. Ia dan detektif Devgan bersyukur bisa bermalam di tempat yang aman. Keduanya menghangatkan diri di depan perapian. Baju yang mereka kenakan sudah sangat kuno dan berbau sedikit apek. Namun, hal itu tidak terlalu dipermasalahkan. Mereka sudah membuang jauh-jauh gaun penyamaran yang penuh kotoran. Meskipun penampilan mereka mirip pemuda desa era 80-an, tapi senyum tetap tersungging di bibir keduanya.“Kau tampak tampan memakai kemeja kotak-kotak kuno itu. Sangat cocok dengan celana coklat yang agak lusuh,” detektif Devgan terkekeh ke arah Tar.“Masa bodoh dengan kostum ini. Nenek pemilik rumah amat baik kepada kita. Bahkan ia memberikan cemilan cokelat enak ini kepada kita.”“Permisi, apakah kalian berdua ingin makan sesuatu yang lebih mengenyangkan?” nenek pe
“Apakah kau suka tentang buku-buku fantasi?” Kinara merasa lebih bugar dan ingin sedikit santai karena tekanan bunga abadi tentang hafalan gerak tari kesetiaan membuat kepalanya pening selama dua hari.“Hhh... Aku menyesal terlalu fokus dengan sesuatu yang ilmiah. Dulu aku terlalu banyak menghabiskan waktu di laboratorium dan memecahkan berbagai rumus. Hidupku terlalu lurus. Sekarang aku baru menyadari betapa bodoh keputusanku itu. Falseland penuh tantangan. Salah satu pendukung untuk bisa memecahkan beberapa teka-teki di sini adalah pengalaman dari bacaan fiksi fantasi atau ilmu humaniora yang kau sebut-sebut. Terutama kajian sejarah dunia kuno yang membahas mitologi.”“Memang hobiku membaca novel dan buku-buku non ilmiah. Di samping itu aku menggilai buku-buku sejarah koleksi papaku. Tak ku sangka hal itu amat berguna di sini. Bukankah perlu kerjasama dri berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk mengungkap kebenaran sebuah temuan? Sejati
Makhluk cantik bersayap dan bertubuh burung itu turun dari atas pohon. Bibirnya berwarna merah muda. Kulit kuningnya bertambah elok terkena sinar matahari. Matanya kecil dilengkapi bulu mata lentik yang panjang. Rambutnya hitam legam. Senyumnya begitu menggoda. Caranya terbang sangat elegan. Kepakan sayapnya teratur dan menimbulkan angin. Rhara merasa dikipasi dari dekat. Kinara diam-diam berdoa dalam hati.Harapan terbesar Kinara adalah telah selesai dalam pencarian panjangnya dan ingin buru-buru latihan tari kesetiaan. Ia akan menyambut dengan riang gembira jika keinginannya bisa segera terwujud. Ia sudah tidak sabar membayangkan panggung tari yang penuh gemerlap diiringi alunan musik indah seperti para peri penjaga bunga abadi yang meliuk-liukkan tubuhnya. Bila memungkinkan Kinara ingin mengungkapkan perasaan yang ia pendam selama ini. Cinta ini datang mendadak tanpa permisi. Cinta murni kepada seorang gadis yang sama sekali belum dikenalnya. Kinari, Kinari, Kinari. Sekali
“Wow, inikah gunung es yang melegenda itu? Tak kusangka kini kita berada di kaki gunung,” Rhara sangat takjub memandangi bongkahan es berwarna putih yang tersebar di segala penjuru.“Dingin sekali. Kita harus menjaga diri agar tidak terkena hipotermia. Jika ada keluhan yang dirasakan, lebih baik kita berhenti untuk beristirahat dan segera menghangatkan badan. Bagaimana? Kalian setuju dengan usulku?” Kinara menawarkan opsi.“Setuju!” Rhara dan Harpi menjawab kompak bersama-sama. Gunung es tinggi menjulang. Ketiga makhluk mitologi berusaha beradaptasi dengan vegetasi dan keadaan alam yang kering, suhu yang sangat rendah, dan terancam radiasi sinar ultraviolet. Mereka menjumpai tumbuhan sejenis rerumputan, teki-tekian, semak, dan lumut.“Untung saja aku membawa wortel yang banyak. Lihat tempat ini, hanya salju dimana-mana. Wah wortelnya sudah beku, se
Secara heroik dan mengesankan, Harpi menyelamatkan Kinara dengan membidikkan anak panah ke arah Yeti biru tepat di bagian jantungnya. Yeti biru mundur dua langkah ke belakang. Racun menyebar ke seluruh tubuh mengikuti aliran darahnya. Ia kesakitan, jatuh, dan berguling-guling di atas tanah penuh salju. Ia melolong sangat keras hingga menarik perhatian Yeti cokelat. Situasi sekarang menguntungkan untuk Kinara dan teman-temannya. Harpi segera membawa Kinara terbang menjauh. Rhara mengikutinya dari bawah dengan berlari sekuat tenaga. Jarak mereka semakin menjauh dari dua monster salju yang ganas dan mengerikan. Harpi menurunkan Kinara dan bersama-sama dengan Rhara memapahnya untuk terus melanjutkan perjalanan. Matahari tenggelam dan langit berubah menjadi gelap pekat. Rhara menyalakan api unggun. Mereka bertiga duduk melingkar untuk makan,
Ah, benar-benar minim pengetahuan. Kinara menghirup napas panjang dan mengeluarkannya pelan-pelan. Ia ingin merelaksasi diri. Bisakah ia melakukan koprol di sini? Tentu saja tidak akan ada yang berkomentar tentang perilakunya yang aneh. Huh, pernyataan Camazotz membuatnya tidak berkutik. Seandainya Rhara tidak hilang, ia tidak harus menanggung malu.“Kinara, aku ada urusan sebentar. Temuilah manusia angsa lebih dulu. Nanti kita berkumpul lagi di tempat manusia cumi-cumi tinggal,” Harpi meminta ijin.“Memangnya ada keperluan apa? Mengapa kita tidak pergi bersama-sama?” tanya Kinara penasaran.“Ada hal pribadi yang mau aku urus. Menyangkut masalah perempuan. Aku tidak melibatkanmu dalam masalah ini,” Harpi tersipu malu.“Maaf, kupikir hal biasa.” Kinara jadi salah tingkah. “Yang terpenting nanti kita bisa bertemu lagi tepat waktu. Jangan sampai kita terpisah. Kau paham kan? Aku masih trauma dengan kejadi
Keceriaan manusia kelinci yang selalu mengisi hari-hari Kinara, kini menguap bagai air yang mendidih, menyusut, lalu habis tanpa sisa. Cita-cita besar untuk bisa kembali ke dunia asal bersama-sama seakan terputus. Kinara merasa seperti ulat yang gagal bermetamorfosis sebagai kupu-kupu. Berbagai tahapan telah dilalui dengan baik. Sayangnya, takdir berkata lain.“Ku rasa, kita memang harus melanjutkan perjalanan. Jika terus-menerus di sini, aku tetap mengingat Rhara.” Kinara bangkit dan mengepakkan sayapnya. Harpi membimbing Kinara agar terbang berdampingan. Mereka menuju gua harapan. Kinara sekarang berpikir lebih logis. Ia beruntung memiliki teman dekat seperti Harpi. Selain cantik, Harpi cepat move on dari peristiwa kelam yang dilaluinya. Ia tetap sedih, tapi tidak terlarut-larut. Mungkin Harpi sadar bahwa tindakan seperti itu menghabiskan energi.
Udara semakin dingin. Hujan es sedikit reda. Tanah dipenuhi es padat. Terasa sakit saat kaki telanjang menginjaknya. Hawa dingin dari es memicu rasa ngilu. Suhu badanpun menurun drastis.Kinara histeris. “Rhara... Rhara!” teriaknya membabi buta.Harpi berbalik dan menggapai Kinara. “Kendalikan dirimu, Kinara! Rhara jatuh ke bawah!” Harpi memegangi tubuh Kinara yang terus berontak.“Lepaskan! Lepaskan aku! Aku harus turun ke bawah. Rhara akan ku selamatkan.” Tangis Kinara pecah di sela hujan es.Harpi memeluk erat Kinara. “Ini kecelakaan. Bukan salah siapapun. Tenanglah Kinara, kumohon! Kita bisa celaka semuanya jika turun ke jurang sekarang!” Harpi ikut menangis dan berusaha menenangkan Kinara yang masih shock atas jatuhnya Rhara.“Teman terbaiku jatuh. Aku belum tahu bagaimana keadaannya. Biarkan aku mencarinya ke bawah!” Kinara tetap meronta-ronta. Kali ini pelukan Harpi lepas. Hampir sa
Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Falseland, tugas utama Kinara adalah mencari Kinari. Perjalanan panjang penuh liku-liku telah dialaminya. Kemudian, ia merasa senang bisa berjuang dan dibantu dalam banyak hal oleh Rhara. Betapa sepi hidupnya jika harus berjuang seorang diri hingga ke titik ini. Naik turun gunung es tidak akan berhasil tanpa bantuan dari Rhara. Semua tentang manusia kelinci itu membawa kebaikan dan selalu mengingatkan pada keberhasilan misi. Awalnya, Harpi kelihatan polos di mata Kinara. Ia juga takut jika gadis burung itu akan merepotkan. Ternyata, tebakannya melenceng jauh. Harpi terlalu kuat, mandiri, cerdas, dan cantik. Semua itu terlalun keren bagi Kinara. Hingga pada suatu hari yang tidak ditentukan, hatinya meleleh. Setengah dari dirinya mengharapkan Harpi. Sisanya mengukir dalam nama Kinari. Makhluk mitolog
Kinara menyiapkan makanan bersama Harpi. Rhara sibuk membuat terowongan. Tugas masing-masing selesai dengan cepat. Kinara makan tidak terlalu lahap. Sesekali ia memandang ke arah Harpi. Ada getaran-getaran aneh memasuki relung hatinya. Saat mengunyah, bibir Harpi terlihat eksotis di mata Kinara. Merah muda, tipis, dan bergoyang-goyang. Lalu lidah Harpi menyapu bibirnya dengan gerakan lambat. Hal itu semakin membuat Kinara menjadi gemas.Plak! Rhara menepuk jidat Kinara dengan keras.“Aduh, sakit sekali. Kau kenapa lagi sih?” Kinara melompat saking kagetnya.“Ada nyamuk besar dijidatmu!” Rhara asal menjawab. Sebenarnya ia sedikit gerah melihat kelakuan Kinara.“Mana ada hewan seperti itu di tempat ini? Lama-lama kau ngelantur,” Kinara agak kesal.“Hmmm... kalian berulah lagi. Ini sudah larut. Ayo hentikan! Aku ingin segera tidur cantik di atas dedaunan pohon yang rindang.” Harpi bangkit menuju ke arah
Kedua tangan Kinara memegang kepalanya. Ada apa sebenarnya dengan kedua sahabat dekatnya itu? Awalnya, Kinara yang merasa keberatan dengan kehadiran Harpi. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Untungnya Rhara ramah dan mengajak mereka untuk bisa rukun serta berjuang bersama. Kali ini justru Rhara ingin Harpi pergi. Ah, masalah yang kecil mampu membuat rusak pertemanan yang dijalin dengan susah payah.Kinara merangkul Rhara dan membawanya agah menjauh.”Rhara, apa yang merasukimu? Mengapa kau mendadak kejam? Sadarlah, perjalanan kita sudah cukup jauh. Redamlah egomu dan biarkan Harpi tetap bersama kita,”“Jangan, Kinara! Perjuangan kita terlalu berharga jika rusak dan gagal hanya karena gadis burung pembohong. Aku tidak mau usaha kita berujung sia-sia. Demi impian seluruh penghuni Falseland. Buatlah keputusan yang paling bijak!”“Percayalah padaku Rhara. Aku tidak akan mengecewakan siapapun.” Kinara menjabat tangan Rhara
Waktu bergulir cepat. Kinara sudah hampir hafal semua gerakan tari kesetiaan. Rhara masih terpekur membaca buku yang tidak diketahui judulnya oleh orang lain.“Apakah kau sudah hafal bagian terakhirnya?” tanya Kinara kepada Harpi.“Se... dikit,” Harpi kehilangan kendali.“Mengapa kau begitu canggung bicara padaku?” Kinara mendekatkan badannya. Harpi mundur dua langkah. Ia tidak bisa menguasai diri. Gejolak cintanya tumbuh lebih besar. Ia ingin terbang sembari berpelukan dan bersandar pada dada Kinara yang lapang. Tidak bisakah dirinya yang melakukan tarian kesetiaan di bawah pohon kalpataru bersama Kinara? Toh sama saja ia dan Kinari adalah gadis burung.“Kinara, apakah kalian sudah selesai?” Rhara mulai merapikan buku-buku dan bersiap meninggalkan perpustakaan.“Apa yang baru saja kau baca?” Kinara sudah duduk di sa
“Apa sih yang sedang kita cari? Kenapa masih belum ditemukan juga?” Harpi menggerutu sambil memasang muka cemberut.“Buku yang sangat spesial dan menentukan masa depan Kinara,” jawab Rhara. Harpi hilang fokus mendengar jawaban temannya. Ia tidak memperhatikan senderan kayu di sampingnya yang sudah rapuh. Lalu terdengar suara kayu patah agak keras. Akibatnya senderan roboh bersama badan Harpi. Untung saja Kinara sigap dan menangkap Harpi dalam pelukannya. Mereka saling memangdang satu sama lain lumayan lama. Kinara mendekatkan wajahnya ke arah Harpi. Deg! Jantung Harpi serasa berhenti berdetak. Akankah Kinara melakukan sesuatu yang membuatnya semakin cinta? Terasa angin kecil meniup matanya. Ternyata Kinara hanya meniup alis Harpi untuk menghilangkan debu yang menempel agar tidak masuk ke dalam mata.
Tujuan utama Harpi sekarang adalah menggeser kedudukan Kinari dari hati Kinara. Ia bertekad melawan takdir. Selama Kinari belum ditemukan, rencananya bisa dijalankan dengan lembut dan hati-hati. Ia membutuhkan situasi yang mendukung agar targetnya lebih perhatian dari pada sebelumnya. Mungkin waktu yang tersisa sangat terbatas mengingat misi Kinara sudah hampir selesai. Seperti kata Ganesha, setelah melewati gunung es, maka mereka memasuki labirin maut. Selanjutnya, Kinara hanya perlu mencari petunjuk terakhir di dalam perpustakaan ini. Rhara adalah batu sandungan terbesar yang nyata. Harpi tahu bahwa posisi Rhara adalah sebagai pelindung bagi Kinara untuk tetap konsisten dalan menjalankan misi. Selain itu, Rhara juga sebagai pengingat bahwa pasangan penari burung harus segera dipertemukan. Maka, rencana Harpi harus dilakukan tanpa menimbulkan kecurigaan. Misi rahasia untuk menghapus Kinari akan terwujud denga