Home / Horor / Kidung Mayit / Pertemuan

Share

Pertemuan

Author: R.D.Lestari
last update Last Updated: 2022-12-10 15:53:25

Seseorang berbadan tegap memunggungiku dengan setelan kemeja berwarna abu-abu muda. Ia terlihat sedang memainkan ponsel dan tak menyadari aku sudah sadar dari tidurku.

Perlahan aku duduk dan sepertinya lelaki itu pun menyadari jika aku sudah terbangun. Ia kemudian menggeser tubuhnya dan berdiri lalu memutar tubuhnya menghadap ke arahku.

Aku terpaku saat melihat sosok itu begitu dingin menatapku, tatapannya tajam menyusuri setiap lekuk tubuhku.

"Apakah Anda yang bernama Heru Prasetyo? kenapa Anda membawaku kemari? bukankah tadi Mereka bilang kalau aku akan dibawa ke hotel?" tanyaku bertubi-tubi, tapi laki-laki itu hanya menghela nafas dan meletakkan ponselnya di atas nakas yang tak jauh dari kami.

" Aku tidak nyaman di hotel, terlalu banyak pengunjung yang akan melihat keberadaanmu, aku lebih nyaman di sini, di mana kita hanya berdua dan bisa berbincang tanpa adanya gangguan," jawabnya seraya meletakkan bokongnya di sebuah sofa di sudut ruangan. Ia lalu mengambil anggur yang ada meja di sebelahnya.

"Maksudmu? kita akan berbincang? bukankah kau ingin...," 

"Kau jangan berpikiran macam-macam, aku tidak akan memakaimu, aku datang kemari untuk melamar dirimu, apakah kau mau menikah denganku?"

Degh!

Sontak ucapan pria itu membuat aku sulit untuk berkata-kata. Menikah? dengannya? aku sama sekali tidak kepikiran untuk menikah, apalagi itu dengan orang yang tidak aku kenal sama sekali seperti laki-laki ini. Apa Ia sudah gila?

"Apa Anda sudah gila? aku ini wanita bayaran yang sudah dipakai beragam laki-laki dan entah berapa orang yang sudah mencicipi tubuhku, dan kita sama sekali tidak saling mengenal, tiba-tiba kau memintaku untuk menikah denganmu?" entah bagaimana wajahku saat ini, benar-benar tidak bisa berpikir.

"Aku sangat mengenalmu dan juga keluargamu, kau hanya perlu menyesuaikan diri padaku,"

"Orang tuamu berhutang pada orang tuaku, aku bisa langsung melunasi semua hutang-hutangmu, asal kau mau menikah denganku,"

Lagi-lagi jawaban yang terlontar dari mulut lelaki tampan itu membuatku terdiam. Ada apa ini sebenarnya, mengapa Ia bersikeras ingin menikah denganku?

"Tuan, sadarkah kau dengan ucapanmu? aku ini pekerja seks komersial, sudah banyak laki-laki yang menyentuh tubuhku, apa pantas aku bersanding lelaki sepertimu?"

"Lagi pula, kita sama sekali belum pernah mengenal dan ini untuk pertama kalinya aku bertemu denganmu, apakah tidak begitu cepat kau mengutarakan semua itu," aku berusaha meyakinkannya, jika aku ini bukan wanita baik-baik dan bukan calon yang cocok untuk menjadi istrinya.

Meskipun tak bisa kupungkiri, aku begitu tergiur dengan tawarannya. Sepertinya ia bukan orang biasa.

Jika semua hutangku lunas, berarti aku tidak perlu capek-capek lagi bekerja melayani laki-laki hidung belang.

Pekerjaan yang sejatinya aku benci, tapi tetap harus aku lakukan. Ya, jangankan orang lain, aku pun benci diriku sendiri.

Laki-laki itu kemudian bangkit dan mendekat ke arahku, dalam jarak yang hanya beberapa meter dariku, bisa kulihat betapa sempurnanya laki-laki itu.

Laki-laki berumur sekitar 30 tahun, dengan tinggi kutaksir sekitar 180 cm, tubuh ideal. Bergodek tipis, hidung mancung, kulit putih, rambut tebal. Perawakan tinggi, dengan gaya yang keren.

Ia dengan santai membuka kancing di kemeja tangannya. Menggulungnya tiga lipatan dan kemudian melepaskan dua kancing bajunya.

Jantungku berdegup kencang saat mataku mengikuti ke mana ia pergi, ia melangkah ke bibir ranjang dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

"Ini perjanjian pernikahan jika kau mau menerimaku sebagai suamimu, aku akan melunasi segala hutang-hutangmu dan membawamu keluar dari lembah hitam, menjadi istri seorang pengusaha kaya dan memberikanmu banyak harta,"

"Tidakkah kau tergiur akan perjanjian ini? kau jangan takut, jika kau tidak mencintaiku dan tidak ingin menerimaku, aku tidak akan memaksamu untuk melakukan hubungan suami istri," 

" Kau bisa meneruskan poin-poin keberatanmu di dalam perjanjian itu, sedikitpun tidak akan ada keterpaksaan di antara kita, bacalah,"

"Aku tidak akan mengganggumu, silahkan kau pikirkan matang-matang dan jika sudah kau temukan jawaban, kau bisa memanggilku, Aku ada di kamar depan, selamat malam, Gisella Widi,"

Laki-laki misterius itu kemudian melenggang pergi begitu saja dari kamar. 

Aku yang masih bingung hanya mampu menatap map yang kini ada di hadapanku, sedikit ragu kutarik map itu dan membukanya satu persatu.

Cukup lama aku baca poin demi poin dalam perjanjian yang ia berikan, sama sekali tak ada yang merugikan ku.

Aku pun terdiam dan berpikir beberapa saat, apa salahnya menerima pinangan laki-laki tampan seperti itu? aku yakin hanya dalam hitungan hari benih-benih cinta itu akan tumbuh, bukankah seseorang akan menilai dari fisiknya.

Aku kemudian menggeser tubuhku ke bibir ranjang dan menjatuhkan kedua kakiku di lantai dan terasa hangat karena ditutupi oleh karpet yang tebal.

Melangkah menuju ke kaca besar yang terdapat di depan lemari dan mematut diriku di depan kaca seperti seorang model.

Wajar jika laki-laki itu sepertinya jatuh cinta padaku, meski umurku 23 tahun, Aku memiliki postur tinggi 160 cm, kulit putih bersih, dengan berat 55 kg, kaki jenjang. Memiliki mata yang cenderung sipit, hidung mancung, bibir penuh, alis tebal, rambut pirang. Belasteran China campur Jawa.

Jadi wajar saja jika laki-laki itu sepertinya tertarik padaku dan diam-diam menyukaiku, tak mungkin kan kalau orang tidak kenal tiba-tiba datang dan mengajak menikah?

***

Di kamar depan laki-laki tampan bernama Heru Prasetyo itu membuka satu persatu kancing kemejanya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur.

Ia meneguk beberapa kali air minum sebelum merebahkan dirinya di kasur empuk. 

Menggunakan kedua tangannya untuk menumpuk kepalanya. Pandangannya menatap lurus ke atas langit-langit kamarnya. 

Ia menghela nafas panjang. Tenggelam dalam pikirannya yang saat ini sedang bercampur aduk hingga membuat kepalanya terasa pusing.

Dering suara telepon memecah lamunannya. Ia kemudian langsung meraih telepon dan menjawab panggilan dari seberang sana.

["Halo Ma, ya, saat ini Heru sedang berada di Villa kita dan melaksanakan apa yang Mama perintahkan,"]

["Lumayan Ma, tapi Heru akan tetap keukeuh dengan keputusan yang kemarin, kalau Heru tidak akan menyentuh wanita itu,"]

["Baik, Ma. Selamat malam,"]

Tut-tut!

Dan, panggilan itu pun terputus. Heru memutuskan untuk beristirahat, tubuhnya sangat lelah setelah bekerja dan melakukan perjalanan demi bertemu dengan wanita pilihan mamanya.

Ia akhirnya harus mau menerima pernikahan itu hanya demi seseorang yang selama ini Ia cintai.

Ya, baginya ini berat, tapi melihat wanita tadi, Ia menjadi tak keberatan, gadis itu sepertinya memang pilihan yang terbaik, dan Heru dengan sukarela menerimanya.

****

Related chapters

  • Kidung Mayit   Sebuah pilihan

    Gisella Widi, gadis jangkung itu melangkah pelan hendak keluar kamar. Matanya memindai setiap sudut ruangan. Saat yakin semua aman, Ia lalu berjalan keluar kamar dan matanya tak henti menyisir sekitar. Ruangan terang benderang, akan tetapi tak ada satupun orang di ruangan itu. 'Ke mana semua orang?' gadis itu bertanya-tanya dalam hatinya. Wuzzzhhh! Gisella Widi yang biasa di panggil Widi saat berada di rumah dan Gisella saat berada di tempat kerja itu mematung saat merasakan tubuhnya seperti di terpa angin yang cukup kencang. Bulu kuduknya meremang seperti merasakan hal yang tak biasa. Lirih terdengar alunan suara nyanyian di luar dengan dentingan sayup-sayup gamelan. Widi mempertajam pendengarannya. Kidung itu terdengar menyedihkan mesti Widi tak tau artinya. "Apakah di sekitar sini ada pesta? mengapa di waktu malam menjelang subuh masih terdengar lantunan lagu?" Widi bertanya pada dirinya sendiri. Pluk! "Astaga!" Widi tersentak saat merasakan bahunya ditepuk pelan dari bel

    Last Updated : 2022-12-10
  • Kidung Mayit   Rumah mewah

    Widi turun dari mobil saat pintu dibuka oleh sopir. Ia berdecak kagum saat melihat rumah besar di depannya. Rumah dengan desain Eropa yang punya pekarangan yang luas dan arsitektur modern layaknya seperti istana. Cat putih mendominasi, seolah menunjukkan jika pemilik Rumah itu adalah orang yang sangat kaya. Derap langkah kaki Heru Prasetyo menghentak lantai ubin yang begitu mengkilat. Suara hentakan kakinya itu membuat Widi mengalihkan pandangan ke arahnya. Tak dapat dipungkiri, Heru Prasetyo mempunyai pesona yang tidak kaleng-kaleng. Iya melangkah mantap dengan tubuh idealnya dan jas hitam yang rapi. Lelaki berkacamata itu berjalan begitu saja meninggalkan Widi masih berdiri terpaku di samping mobil. Aroma parfum Heru Prasetyo yang terbawa angin membuat Widi semakin terlena. Jika saja lelaki itu tidak dingin terhadapnya, Widi yakin akan sangat mudah baginya untuk jatuh cinta padanya. Tiba-tiba saja Heru menghentikan langkahnya dan menggerakkan kepalanya menoleh ke arah Widi sa

    Last Updated : 2022-12-10
  • Kidung Mayit   Rahasia mulai terungkap

    Saat wanita itu keluar dari kamar, asisten rumah tangganya lari tergopoh-gopoh menuju ke arahnya, asistennya itu menatapnya dengan penuh kekhawatiran. "Ada apa Widarsih? kenapa kamu terlihat ketakutan seperti itu?" Tanya Widyawati--ibunya Heru saat asisten rumah tangganya itu berhenti tepat hanya berjarak beberapa meter darinya. "Mohon maaf Ndoro, calon istri Tuan Heru sampai saat ini belum juga sadar, saya takut terjadi apa-apa pada wanita itu Ndoro," tutur wanita berumur 35 tahunan itu dengan lembut. Ia berusaha sesopan mungkin pada wanita penguasa rumah mewah itu. Widyawati tampak biasa saja. Wajahnya datar seolah ia sudah mengetahui apa yang akan terjadi pada gadis itu. "Oh, sebentar lagi juga dia akan sadar, kamu jangan terlalu khawatir. Tugasmu itu adalah mengurusi rumah dan dapur, bukan mengurusi calon istri Heru Prasetyo, anakku," jawabnya seraya menautkan dua tangannya dan meletakkan di perutnya. Gaya Ayu seorang ningrat seperti wanita-wanita kuno Jawa zaman dulu. Heru

    Last Updated : 2022-12-10
  • Kidung Mayit   Heru, pemuda dingin

    Heru Prasetyo menatap dingin wanita yang saat itu masih terbaring di atas kasur. Sesekali Ia menatap jam tangannya. "Kasihan juga Dia, apa Aku panggil Dokter saja?" Heru bicara pada dirinya sendiri.Ia kemudian bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah Widy yang saat itu bergumam sendiri dalam tidurnya, seperti bermimpi buruk."Swwssshhh... swwwasshh,"Lelaki tinggi itu mengernyitkan dahi, heran dan juga penasaran saat mendengar gumaman tak jelas dari wanita cantik berkulit putih yang saat itu belum juga sadar.Saking penasarannya, Heru menundukkan tubuhnya dan mendekatkan telinganya ke arah wajah Widy. Ia ingin mendengar lebih jelas apa yang baru saja Widy ucapkan, tapi ...Tap!Belum sempat mendengar apa yang Widy ucapkan, Heru mendapat serangan dadakan dari gadis yang sama sekali bukan tipenya itu.Tangan Widy tiba-tiba melingkar di lehernya dan menariknya hingga Heru terjatuh, menimpa tubuh gadis itu yang masih menutup matanya."Emhh," Heru berusaha bangkit, tapi cengkeraman g

    Last Updated : 2023-01-13
  • Kidung Mayit   Malam pertama

    Heru Prasetyo-- lelaki berusia 30 tahun yang memiliki tubuh ideal dengan berat badan 70 kilogram itu menghempaskan tubuhnya begitu saja di spring bed nomor satu miliknya.AC yang ia nyalakan sejak tadi terasa tidak berguna, panas, hawa panas seketika menyergap tubuhnya.Heru melepas satu persatu kancing bajunya dan membuang pakaian itu ke sembarang arah. Ia bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana panjang miliknya."Kenapa tubuhku tiba-tiba begini? Kenapa ruangan ini tiba-tiba panas seperti ini?" Heru bertanya pada dirinya sendiri.Ia merasakan gerah, padahal AC menyala. Hero langsung menggeser tubuhnya mendekati bantal dan menutup matanya dengan tangannya. Dia ingin tidur, karena tubuhnya teramat lelah, begitu juga batinnya. Bayangan seorang wanita cantik tiba-tiba terlintas begitu saja."Wirda...," desisnya.Wirda adalah wanita yang ditaksir Heru, gadis cantik berkerudung berusia 27 tahun.Heru selalu memperhatikan Wirda yang merupakan anak pemilik restoran rivalnya, restoran

    Last Updated : 2023-02-07
  • Kidung Mayit   Makhluk Misterius

    Widi menghempas tubuhnya diatas kasur saat ia masuk kamar yang di sediakan untuknya.Air matanya tak surut membanjiri pipinya yang memerah. Hatinya sakit, mengingat penghinaan lelaki bertubuh bagus itu.Ia meremas bedcover bermotif monokrom dengan warna hitam putih itu dengan keras, hingga salah satu kuku panjangnya patah dan mengeluarkan darah."Akh," rintihnya.Refleks, Widi mengangkat tubuhnya dan terduduk. Ia menarik tangannya dan mendapati ujung jari tengahnya mengeluarkan darah segar.Wussshhh!Di saat itulah ia merasakan angin yang cukup kencang menerpa kuduknya dan menyibak rambutnya.Widi yang saat itu hanya memakai lingerie berwarna peach itu sontak tertegun dan menyentuh bagian belakang lehernya.Wajahnya perlahan terangkat dan mata bulatnya menyusuri setiap sudut kamar.Aneh. Dalam posisi berdiri, Widi merasa keheranan. Darimana datangnya angin yang begitu dahsyat sedang kamarnya tertutup rapat. Horden dan barang-barang lain pun tak ada yang bergerak. Ia tertegun, berpiki

    Last Updated : 2023-02-08
  • Kidung Mayit   Penyesalan

    Ruangan temaram, hanya lampu tidur yang menyala. Widyawati duduk di depan cermin lonjong berukir, menatap wajah yang memantul samar-samar. Matanya tampak awas dengan senyum terkembang. Satu syarat telah berhasil ia lakukan. Heru sudah tidur bersama wanita pilihannya. Syuttt! Tiba-tiba horden tersibak dan dari luar jendela berdiri seorang wanita cantik dengan rambut terurai, memakai mahkota dan kemben berwarna merah dengan manik-manik seperti emas, beserta kain jarik yang melilit di pinggang. Widyawati menatap dengan senyum yang tertimbang, seolah menyambut kedatangan wanita misterius yang tidak tahu dari mana datangnya. Widyawati melenggang ke arah jendela kaca dan membukanya. Ia lalu bersujud dan menangkupkan kedua tangannya seperti seseorang tengah menyembah. Di balkon lantai dua wanita itu berdiri dengan senyum misteriusnya. "Nyai Damarwasih, terima kasih sudah datang, tumbal akan segera saya berikan. Hanya butuh beberapa hari saja, menjelang kematiannya, biar dia menikmati

    Last Updated : 2023-04-05
  • Kidung Mayit   Si kupu-kupu malam

    "Gis, malam ini Kamu temenin Om-om itu, ya," tunjuk Mom Andita, Mommy tiriku yang juga sebagai partner kerjaku di dunia malam ini. Aku melirik ke arah laki-laki bertubuh tambun dengan gaya parlentenya. Lumayan tampan untuk ukuran orang tua sepertinya. "Okey, Mom. Mommy hari ini pulang duluan aja, istirahat, kasihan tubuh Mommy, Gisella lihat sekarang lebih kurusan," ujarku seraya menatap wanita yang merawatku sudah hampir sekitar 8 tahunan ini. Wanita semok berkulit putih bersih itu balas menatapku sendu. Ia melayangkan ciuman di pipiku dengan sayang. "Maafin Mommy, ya, Gis. Mommy tidak bisa memberikan hidup yang layak untukmu, karena--," Lagi-lagi wanita baik itu meneteskan air mata. Selalu begitu, jika Ia mengingat tentang keadaan kami saat ini. Aku langsung memeluknya dan meyakinkan jika semua ini bukan salahnya. Ini kemauanku untuk membayar hutang ayahku yang jumlahnya tidak sedikit itu. Aku Gisella Widi, gadis berumur 23 tahun yang sampai saat ini masih betah menyendiri.

    Last Updated : 2022-12-10

Latest chapter

  • Kidung Mayit   Penyesalan

    Ruangan temaram, hanya lampu tidur yang menyala. Widyawati duduk di depan cermin lonjong berukir, menatap wajah yang memantul samar-samar. Matanya tampak awas dengan senyum terkembang. Satu syarat telah berhasil ia lakukan. Heru sudah tidur bersama wanita pilihannya. Syuttt! Tiba-tiba horden tersibak dan dari luar jendela berdiri seorang wanita cantik dengan rambut terurai, memakai mahkota dan kemben berwarna merah dengan manik-manik seperti emas, beserta kain jarik yang melilit di pinggang. Widyawati menatap dengan senyum yang tertimbang, seolah menyambut kedatangan wanita misterius yang tidak tahu dari mana datangnya. Widyawati melenggang ke arah jendela kaca dan membukanya. Ia lalu bersujud dan menangkupkan kedua tangannya seperti seseorang tengah menyembah. Di balkon lantai dua wanita itu berdiri dengan senyum misteriusnya. "Nyai Damarwasih, terima kasih sudah datang, tumbal akan segera saya berikan. Hanya butuh beberapa hari saja, menjelang kematiannya, biar dia menikmati

  • Kidung Mayit   Makhluk Misterius

    Widi menghempas tubuhnya diatas kasur saat ia masuk kamar yang di sediakan untuknya.Air matanya tak surut membanjiri pipinya yang memerah. Hatinya sakit, mengingat penghinaan lelaki bertubuh bagus itu.Ia meremas bedcover bermotif monokrom dengan warna hitam putih itu dengan keras, hingga salah satu kuku panjangnya patah dan mengeluarkan darah."Akh," rintihnya.Refleks, Widi mengangkat tubuhnya dan terduduk. Ia menarik tangannya dan mendapati ujung jari tengahnya mengeluarkan darah segar.Wussshhh!Di saat itulah ia merasakan angin yang cukup kencang menerpa kuduknya dan menyibak rambutnya.Widi yang saat itu hanya memakai lingerie berwarna peach itu sontak tertegun dan menyentuh bagian belakang lehernya.Wajahnya perlahan terangkat dan mata bulatnya menyusuri setiap sudut kamar.Aneh. Dalam posisi berdiri, Widi merasa keheranan. Darimana datangnya angin yang begitu dahsyat sedang kamarnya tertutup rapat. Horden dan barang-barang lain pun tak ada yang bergerak. Ia tertegun, berpiki

  • Kidung Mayit   Malam pertama

    Heru Prasetyo-- lelaki berusia 30 tahun yang memiliki tubuh ideal dengan berat badan 70 kilogram itu menghempaskan tubuhnya begitu saja di spring bed nomor satu miliknya.AC yang ia nyalakan sejak tadi terasa tidak berguna, panas, hawa panas seketika menyergap tubuhnya.Heru melepas satu persatu kancing bajunya dan membuang pakaian itu ke sembarang arah. Ia bertelanjang dada dan hanya menggunakan celana panjang miliknya."Kenapa tubuhku tiba-tiba begini? Kenapa ruangan ini tiba-tiba panas seperti ini?" Heru bertanya pada dirinya sendiri.Ia merasakan gerah, padahal AC menyala. Hero langsung menggeser tubuhnya mendekati bantal dan menutup matanya dengan tangannya. Dia ingin tidur, karena tubuhnya teramat lelah, begitu juga batinnya. Bayangan seorang wanita cantik tiba-tiba terlintas begitu saja."Wirda...," desisnya.Wirda adalah wanita yang ditaksir Heru, gadis cantik berkerudung berusia 27 tahun.Heru selalu memperhatikan Wirda yang merupakan anak pemilik restoran rivalnya, restoran

  • Kidung Mayit   Heru, pemuda dingin

    Heru Prasetyo menatap dingin wanita yang saat itu masih terbaring di atas kasur. Sesekali Ia menatap jam tangannya. "Kasihan juga Dia, apa Aku panggil Dokter saja?" Heru bicara pada dirinya sendiri.Ia kemudian bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah Widy yang saat itu bergumam sendiri dalam tidurnya, seperti bermimpi buruk."Swwssshhh... swwwasshh,"Lelaki tinggi itu mengernyitkan dahi, heran dan juga penasaran saat mendengar gumaman tak jelas dari wanita cantik berkulit putih yang saat itu belum juga sadar.Saking penasarannya, Heru menundukkan tubuhnya dan mendekatkan telinganya ke arah wajah Widy. Ia ingin mendengar lebih jelas apa yang baru saja Widy ucapkan, tapi ...Tap!Belum sempat mendengar apa yang Widy ucapkan, Heru mendapat serangan dadakan dari gadis yang sama sekali bukan tipenya itu.Tangan Widy tiba-tiba melingkar di lehernya dan menariknya hingga Heru terjatuh, menimpa tubuh gadis itu yang masih menutup matanya."Emhh," Heru berusaha bangkit, tapi cengkeraman g

  • Kidung Mayit   Rahasia mulai terungkap

    Saat wanita itu keluar dari kamar, asisten rumah tangganya lari tergopoh-gopoh menuju ke arahnya, asistennya itu menatapnya dengan penuh kekhawatiran. "Ada apa Widarsih? kenapa kamu terlihat ketakutan seperti itu?" Tanya Widyawati--ibunya Heru saat asisten rumah tangganya itu berhenti tepat hanya berjarak beberapa meter darinya. "Mohon maaf Ndoro, calon istri Tuan Heru sampai saat ini belum juga sadar, saya takut terjadi apa-apa pada wanita itu Ndoro," tutur wanita berumur 35 tahunan itu dengan lembut. Ia berusaha sesopan mungkin pada wanita penguasa rumah mewah itu. Widyawati tampak biasa saja. Wajahnya datar seolah ia sudah mengetahui apa yang akan terjadi pada gadis itu. "Oh, sebentar lagi juga dia akan sadar, kamu jangan terlalu khawatir. Tugasmu itu adalah mengurusi rumah dan dapur, bukan mengurusi calon istri Heru Prasetyo, anakku," jawabnya seraya menautkan dua tangannya dan meletakkan di perutnya. Gaya Ayu seorang ningrat seperti wanita-wanita kuno Jawa zaman dulu. Heru

  • Kidung Mayit   Rumah mewah

    Widi turun dari mobil saat pintu dibuka oleh sopir. Ia berdecak kagum saat melihat rumah besar di depannya. Rumah dengan desain Eropa yang punya pekarangan yang luas dan arsitektur modern layaknya seperti istana. Cat putih mendominasi, seolah menunjukkan jika pemilik Rumah itu adalah orang yang sangat kaya. Derap langkah kaki Heru Prasetyo menghentak lantai ubin yang begitu mengkilat. Suara hentakan kakinya itu membuat Widi mengalihkan pandangan ke arahnya. Tak dapat dipungkiri, Heru Prasetyo mempunyai pesona yang tidak kaleng-kaleng. Iya melangkah mantap dengan tubuh idealnya dan jas hitam yang rapi. Lelaki berkacamata itu berjalan begitu saja meninggalkan Widi masih berdiri terpaku di samping mobil. Aroma parfum Heru Prasetyo yang terbawa angin membuat Widi semakin terlena. Jika saja lelaki itu tidak dingin terhadapnya, Widi yakin akan sangat mudah baginya untuk jatuh cinta padanya. Tiba-tiba saja Heru menghentikan langkahnya dan menggerakkan kepalanya menoleh ke arah Widi sa

  • Kidung Mayit   Sebuah pilihan

    Gisella Widi, gadis jangkung itu melangkah pelan hendak keluar kamar. Matanya memindai setiap sudut ruangan. Saat yakin semua aman, Ia lalu berjalan keluar kamar dan matanya tak henti menyisir sekitar. Ruangan terang benderang, akan tetapi tak ada satupun orang di ruangan itu. 'Ke mana semua orang?' gadis itu bertanya-tanya dalam hatinya. Wuzzzhhh! Gisella Widi yang biasa di panggil Widi saat berada di rumah dan Gisella saat berada di tempat kerja itu mematung saat merasakan tubuhnya seperti di terpa angin yang cukup kencang. Bulu kuduknya meremang seperti merasakan hal yang tak biasa. Lirih terdengar alunan suara nyanyian di luar dengan dentingan sayup-sayup gamelan. Widi mempertajam pendengarannya. Kidung itu terdengar menyedihkan mesti Widi tak tau artinya. "Apakah di sekitar sini ada pesta? mengapa di waktu malam menjelang subuh masih terdengar lantunan lagu?" Widi bertanya pada dirinya sendiri. Pluk! "Astaga!" Widi tersentak saat merasakan bahunya ditepuk pelan dari bel

  • Kidung Mayit   Pertemuan

    Seseorang berbadan tegap memunggungiku dengan setelan kemeja berwarna abu-abu muda. Ia terlihat sedang memainkan ponsel dan tak menyadari aku sudah sadar dari tidurku. Perlahan aku duduk dan sepertinya lelaki itu pun menyadari jika aku sudah terbangun. Ia kemudian menggeser tubuhnya dan berdiri lalu memutar tubuhnya menghadap ke arahku. Aku terpaku saat melihat sosok itu begitu dingin menatapku, tatapannya tajam menyusuri setiap lekuk tubuhku. "Apakah Anda yang bernama Heru Prasetyo? kenapa Anda membawaku kemari? bukankah tadi Mereka bilang kalau aku akan dibawa ke hotel?" tanyaku bertubi-tubi, tapi laki-laki itu hanya menghela nafas dan meletakkan ponselnya di atas nakas yang tak jauh dari kami. " Aku tidak nyaman di hotel, terlalu banyak pengunjung yang akan melihat keberadaanmu, aku lebih nyaman di sini, di mana kita hanya berdua dan bisa berbincang tanpa adanya gangguan," jawabnya seraya meletakkan bokongnya di sebuah sofa di sudut ruangan. Ia lalu mengambil anggur yang ada me

  • Kidung Mayit   Si kupu-kupu malam

    "Gis, malam ini Kamu temenin Om-om itu, ya," tunjuk Mom Andita, Mommy tiriku yang juga sebagai partner kerjaku di dunia malam ini. Aku melirik ke arah laki-laki bertubuh tambun dengan gaya parlentenya. Lumayan tampan untuk ukuran orang tua sepertinya. "Okey, Mom. Mommy hari ini pulang duluan aja, istirahat, kasihan tubuh Mommy, Gisella lihat sekarang lebih kurusan," ujarku seraya menatap wanita yang merawatku sudah hampir sekitar 8 tahunan ini. Wanita semok berkulit putih bersih itu balas menatapku sendu. Ia melayangkan ciuman di pipiku dengan sayang. "Maafin Mommy, ya, Gis. Mommy tidak bisa memberikan hidup yang layak untukmu, karena--," Lagi-lagi wanita baik itu meneteskan air mata. Selalu begitu, jika Ia mengingat tentang keadaan kami saat ini. Aku langsung memeluknya dan meyakinkan jika semua ini bukan salahnya. Ini kemauanku untuk membayar hutang ayahku yang jumlahnya tidak sedikit itu. Aku Gisella Widi, gadis berumur 23 tahun yang sampai saat ini masih betah menyendiri.

DMCA.com Protection Status