Share

Bab 2 Veronica

POV Veronica.

Saat aku sedang berjalan di lorong itu, tiba-tiba aku mendengar suara di belakangku, aku berhenti dan menoleh ke belakang, ada seorang laki-laki disana, kalau tidak salah namanya Badril, dia mempunyai wajah yang tampan dengan mata berwarna biru, menatap lurus ke arahku.

"apakah kamu berbicara padaku?"

Aku bertanya kepadanya, tetapi dia hanya menatap wajahku, dan berjalan mendekatiku. Apa yang sedang dilakukan orang ini? Aku minggir untuk memberi jalan tetapi dia terus mendekatiku, tetapi apa yang terjadi selanjutnya membuatku tercengang.

Kejadian yang sering aku baca di buku-buku roman itu juga terjadi di depanku, memojokkan si cewek ke tembok dan membantingkan tangannya ke tembok, oh yang benar saja, kataku dengan nada kesal.

"KAMU SEDANG APA SEKARANG"

Tanpa diduga si brengsek itu mendekatkan wajahnya, dengan senyum yang lumayan tampan itu, saat aku hendak mendorongnya, suara lembutnya terdengar di telingaku.

"Veronica, kamu terlihat sangat cantik hari ini!!"

Tubuhku membeku, jantungku berdetak tak beraturan, eh apa-apaan ini, tubuhku jadi agak panas, saat aku hendak membentaknya, dia langsung pergi tanpa menoleh lagi, saat aku hendak mengejarnya sebuah suara yang tak asing memanggilku.

"Hei Ver! Apa terjadi sesuatu? Wajahmu agak merah,"

Ketika aku menoleh ke belakang, yang kulihat adalah seorang gadis kecil yang lucu, melihat gadis kecil yang lucu itu, aku langsung memeluknya, dia adalah sahabatku Fanny, walaupun kami baru mengenal beberapa bulan, kami sudah menjadi sangat dekat.

"Aah~, lepaskan aku! Benda besar itu mencekikku."

Melepaskan pelukanku, kulihat wajahnya memerah dan matanya berkaca-kaca, melihatnya aku tersenyum dan berkata.

"Fanny-chan! Kamu terlihat manis hari ini!!"

Dengan wajah cemberut, Fanny menjawab.

"Aku tidak ingin mendengarnya darimu!"

"Oh, kalau begitu, dari siapa kamu ingin mendengarnya?"

Tanpa sadar kedua mata Fanny tertuju pada seseorang, melihat tatapan mata itu, tatapan mata itu tertuju pada si brengsek Badril, teringat kejadian sebelumnya, menggertakkan gigi ingin sekali kutonjok wajah tampan itu, kembali kuarahkan pandanganku pada Fanny dan berkata.

"Heh, Fanny-chan mau dengar kata-kata itu dari Badril!!"

"Tidak, tidak, jangan bicara omong kosong."

"Benarkah~, kalau begitu bolehkah aku memilikinya??"

"TIDAK, KAMU TIDAK BISA!"

"Hehe~~."

Mendengar luapan emosinya, aku tak kuasa menahan senyum, mungkin mendengar tawaku, dia sadar apa yang baru saja dikatakannya, wajah manisnya memerah semerah tomat, melihatnya, aku mengumpat dasar bajingan beruntung itu.

"Oke, aku hanya bercanda! Ayo kita pergi ke kelas."

Berjalan maju, Fanny mengikuti dari samping, melihat Fanny yang ingin mengatakan sesuatu, tetapi urungkan niatnya, tanyaku.

"Ada apa, katakan saja?"

"Ver, kamu nggak suka Badril??"

Mendengar perkataan Fanny, aku hendak menjawab tidak, tetapi mengingat apa yang terjadi sebelumnya, aku menjadi tidak yakin.

"Entahlah, dia memang tampan, tapi menurutku dia terlalu pendiam."

"Benarkah, apakah ada pria yang kamu sukai?"

"Tidak juga. Aku belum memikirkan hal seperti itu."

Mendengar perkataanku, mata Fanny berbinar penuh pengertian, lalu dia berkata dengan suara rendah.

"Jangan khawatir Ver, meskipun konotasi seksualmu berbeda, aku akan selalu menjadi temanmu!"

Mendengar ucapan Fanny, aku jadi ingin sekali menendang pantat kecilnya, berhenti berjalan, sambil tersenyum jahat kupandangi gadis kecil ini.

Fanny yang melihatku tersenyum, wajahnya menjadi gugup, dia mundur selangkah.

"Kalau begitu, Fanny-chan akan menjadi mangsa pertamaku!!"

Tanpa basa-basi lagi aku menggelitik tubuh mungilnya, dari ketiak hingga pinggangnya. Tak kuasa menahan geli, Fanny tertawa terbahak-bahak, mukanya merah padam, dan ada air mata di sudut matanya.

"Ha Ha~VER! BERHENTI, Ha Ha~CUKUP, aku hanya bercanda!"

Berhenti menggelitik, Fanny terengah-engah, kehabisan napas, setelah mengatur napas, dia melotot ke arahku dan berkata dengan ekspresi cemberut yang lucu.

"Aku tidak ingin bermain denganmu lagi!"

"Oke, oke, maaf, jangan marah, nanti aku belikan permen."

Kami berjalan lagi, Fanny mengabaikanku. Aku terus berbicara.

"Bagaimana dengan permen dan coklat!"

"Hmph!"

"plus Kue!"

Dengan mata berbinar dia menjawab sambil tersenyum.

"Sepakat!!"

Melihat ekspresi Fanny, aku pun tersenyum, anak ini memang suka sekali makanan manis. Setelah berjalan beberapa saat, aku melihat pintu kelasku, memasuki kelas yang sudah kukenal, banyak siswa yang sudah berdatangan.

Sambil menoleh, mataku tertuju pada si bocah Badril, ia membalas tatapanku dengan senyum tipis, aku bergumam dalam hati, tak menghiraukan tatapan-tatapan yang kerap kali kualami, kuabaikan saja dia, dan berjalan menuju tempat dudukku.

Fanny yang duduk di sebelahku sesekali melirik ke arah bajingan itu, gadis ini benar-benar tidak bisa ditolong.

Sambil menunggu kelas dimulai, aku membaca buku tentang ilmu sihir. Selang beberapa menit, bel tanda dimulainya pelajaran pun berbunyi, tak lama kemudian guru pun masuk dengan penampilan yang rapi, kepalanya agak botak, dengan badan yang lumayan besar, namanya Profesor Stuart, pelajaran pun dimulai.

*****

Di salah satu gedung akademi

Di sebuah ruangan yang cukup mewah, ada beberapa pejabat akademi yang sedang mengadakan rapat. Di ruangan yang sunyi itu, rapat akhirnya dipecahkan oleh seorang lelaki tua.

"Kami menerima surat dari kerajaan hari ini, yang menyatakan bahwa dalam tiga bulan ke depan, akademi harus mengirim seseorang untuk membantu membasmi monster di pinggiran area terlarang."

setelah mengucapkan pemberitahuan dari kerajaan, lelaki tua Rendolph melihat sekelilingnya, menatap mata mereka lalu melanjutkan perkataannya.

"Jadi saya berencana untuk memilih siswa-siswa ini dengan mengadakan turnamen dalam dua bulan ke depan. Apakah ada pertanyaan?"

Setelah beberapa saat, salah satu pria paruh baya mengangkat tangannya, Rendolph mengangguk, memberikan persetujuannya untuk bertanya.

"Tuan Kepala Sekolah, apakah terjadi sesuatu? Bukankah perbatasan wilayah terlarang sudah diduduki oleh pasukan Kerajaan?"

Rendolph yang mendengar pertanyaan itu mengerutkan kening dan berpikir sejenak. Dalam ruangan yang sunyi itu beberapa orang saling berpandangan, dengan ekspresi bertanya di wajah mereka. Beberapa detik kemudian Rendolph menjawab.

"Kamu harus merahasiakan apa yang aku katakan setelah ini."

Orang tua itu, Rendolph melihat sekeliling, melihat anggukan dari semua orang, Rendolph juga berkata dengan ekspresi serius.

"Ada kabar bahwa pasukan Kerajaan telah ditarik ke perbatasan negara, untuk mengantisipasi pecahnya perang. Saat ini, Kerajaan tetangga Srijaya dan Kerajaan gaib Reka sedang mengalami konflik di perbatasan dan perang bisa saja terjadi kapan saja."

Berhenti sejenak dan mengamati wajah-wajah itu, sebagian dengan ekspresi pucat dan sebagian dengan ekspresi kosong, Rendolph melanjutkan kata-katanya.

"Jadi, kalau-kalau terjadi konflik, perang tidak akan sampai ke kita."

Ada yang merasa lega setelah mendengar bahwa perang tidak akan menimpa kerajaan mereka.

"Baiklah, kembali ke turnamen pelajar. Apakah ada saran mengenai acaranya? Aku berencana untuk~~."

Di dalam ruangan, pertemuan terus berlanjut, terdapat beberapa saran yang bagus, membuat rencana turnamen menjadi lebih menarik, setelah beberapa jam pertemuan pun berakhir.

Setelah membubarkan semua orang, dan meninggalkan satu orang di ruangan itu, lelaki tua Rendolph berbicara kepada dirinya sendiri.

"Haah, aku punya firasat buruk tentang perang yang akan terjadi."

Memikirkan penyebab konflik yang membuat kedua kerajaan berperang, wajah keriput Rendolph pun berubah pucat, bagaimana tidak, ia telah mendengar ramalan tentang kekacauan dunia, yang akan menewaskan jutaan orang.

Rendolph berjalan keluar ruangan, saat ia berjalan banyak siswa menyapanya, Rendolph menanggapi dengan anggukan sederhana.

Ketika sedang berada di halaman, ia melihat sesuatu yang menarik, ada seorang anak laki-laki dengan mata biru, rambut hitam dan wajah yang tampan, hal itu mengingatkannya pada penampilannya ketika ia masih muda.

Tetapi yang menarik perhatian Rendolph bukanlah penampilan pemuda itu, melainkan aura yang tidak dapat dijelaskan pada tubuh pemuda itu, yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Mengingat penampilan pemuda itu, Rendolph kembali ke kantornya, pemuda itu tidak tahu bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh seorang tokoh terkemuka di kerajaan Trisakti, Rendolph adalah salah satu penyihir terkuat di benua ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status