POV Veronica.
Saat aku sedang berjalan di lorong itu, tiba-tiba aku mendengar suara di belakangku, aku berhenti dan menoleh ke belakang, ada seorang laki-laki disana, kalau tidak salah namanya Badril, dia mempunyai wajah yang tampan dengan mata berwarna biru, menatap lurus ke arahku. "apakah kamu berbicara padaku?" Aku bertanya kepadanya, tetapi dia hanya menatap wajahku, dan berjalan mendekatiku. Apa yang sedang dilakukan orang ini? Aku minggir untuk memberi jalan tetapi dia terus mendekatiku, tetapi apa yang terjadi selanjutnya membuatku tercengang. Kejadian yang sering aku baca di buku-buku roman itu juga terjadi di depanku, memojokkan si cewek ke tembok dan membantingkan tangannya ke tembok, oh yang benar saja, kataku dengan nada kesal. "KAMU SEDANG APA SEKARANG" Tanpa diduga si brengsek itu mendekatkan wajahnya, dengan senyum yang lumayan tampan itu, saat aku hendak mendorongnya, suara lembutnya terdengar di telingaku. "Veronica, kamu terlihat sangat cantik hari ini!!" Tubuhku membeku, jantungku berdetak tak beraturan, eh apa-apaan ini, tubuhku jadi agak panas, saat aku hendak membentaknya, dia langsung pergi tanpa menoleh lagi, saat aku hendak mengejarnya sebuah suara yang tak asing memanggilku. "Hei Ver! Apa terjadi sesuatu? Wajahmu agak merah," Ketika aku menoleh ke belakang, yang kulihat adalah seorang gadis kecil yang lucu, melihat gadis kecil yang lucu itu, aku langsung memeluknya, dia adalah sahabatku Fanny, walaupun kami baru mengenal beberapa bulan, kami sudah menjadi sangat dekat. "Aah~, lepaskan aku! Benda besar itu mencekikku." Melepaskan pelukanku, kulihat wajahnya memerah dan matanya berkaca-kaca, melihatnya aku tersenyum dan berkata. "Fanny-chan! Kamu terlihat manis hari ini!!" Dengan wajah cemberut, Fanny menjawab. "Aku tidak ingin mendengarnya darimu!" "Oh, kalau begitu, dari siapa kamu ingin mendengarnya?" Tanpa sadar kedua mata Fanny tertuju pada seseorang, melihat tatapan mata itu, tatapan mata itu tertuju pada si brengsek Badril, teringat kejadian sebelumnya, menggertakkan gigi ingin sekali kutonjok wajah tampan itu, kembali kuarahkan pandanganku pada Fanny dan berkata. "Heh, Fanny-chan mau dengar kata-kata itu dari Badril!!" "Tidak, tidak, jangan bicara omong kosong." "Benarkah~, kalau begitu bolehkah aku memilikinya??" "TIDAK, KAMU TIDAK BISA!" "Hehe~~." Mendengar luapan emosinya, aku tak kuasa menahan senyum, mungkin mendengar tawaku, dia sadar apa yang baru saja dikatakannya, wajah manisnya memerah semerah tomat, melihatnya, aku mengumpat dasar bajingan beruntung itu. "Oke, aku hanya bercanda! Ayo kita pergi ke kelas." Berjalan maju, Fanny mengikuti dari samping, melihat Fanny yang ingin mengatakan sesuatu, tetapi urungkan niatnya, tanyaku. "Ada apa, katakan saja?" "Ver, kamu nggak suka Badril??" Mendengar perkataan Fanny, aku hendak menjawab tidak, tetapi mengingat apa yang terjadi sebelumnya, aku menjadi tidak yakin. "Entahlah, dia memang tampan, tapi menurutku dia terlalu pendiam." "Benarkah, apakah ada pria yang kamu sukai?" "Tidak juga. Aku belum memikirkan hal seperti itu." Mendengar perkataanku, mata Fanny berbinar penuh pengertian, lalu dia berkata dengan suara rendah. "Jangan khawatir Ver, meskipun konotasi seksualmu berbeda, aku akan selalu menjadi temanmu!" Mendengar ucapan Fanny, aku jadi ingin sekali menendang pantat kecilnya, berhenti berjalan, sambil tersenyum jahat kupandangi gadis kecil ini. Fanny yang melihatku tersenyum, wajahnya menjadi gugup, dia mundur selangkah. "Kalau begitu, Fanny-chan akan menjadi mangsa pertamaku!!" Tanpa basa-basi lagi aku menggelitik tubuh mungilnya, dari ketiak hingga pinggangnya. Tak kuasa menahan geli, Fanny tertawa terbahak-bahak, mukanya merah padam, dan ada air mata di sudut matanya. "Ha Ha~VER! BERHENTI, Ha Ha~CUKUP, aku hanya bercanda!" Berhenti menggelitik, Fanny terengah-engah, kehabisan napas, setelah mengatur napas, dia melotot ke arahku dan berkata dengan ekspresi cemberut yang lucu. "Aku tidak ingin bermain denganmu lagi!" "Oke, oke, maaf, jangan marah, nanti aku belikan permen." Kami berjalan lagi, Fanny mengabaikanku. Aku terus berbicara. "Bagaimana dengan permen dan coklat!" "Hmph!" "plus Kue!" Dengan mata berbinar dia menjawab sambil tersenyum. "Sepakat!!" Melihat ekspresi Fanny, aku pun tersenyum, anak ini memang suka sekali makanan manis. Setelah berjalan beberapa saat, aku melihat pintu kelasku, memasuki kelas yang sudah kukenal, banyak siswa yang sudah berdatangan. Sambil menoleh, mataku tertuju pada si bocah Badril, ia membalas tatapanku dengan senyum tipis, aku bergumam dalam hati, tak menghiraukan tatapan-tatapan yang kerap kali kualami, kuabaikan saja dia, dan berjalan menuju tempat dudukku. Fanny yang duduk di sebelahku sesekali melirik ke arah bajingan itu, gadis ini benar-benar tidak bisa ditolong. Sambil menunggu kelas dimulai, aku membaca buku tentang ilmu sihir. Selang beberapa menit, bel tanda dimulainya pelajaran pun berbunyi, tak lama kemudian guru pun masuk dengan penampilan yang rapi, kepalanya agak botak, dengan badan yang lumayan besar, namanya Profesor Stuart, pelajaran pun dimulai. ***** Di salah satu gedung akademi Di sebuah ruangan yang cukup mewah, ada beberapa pejabat akademi yang sedang mengadakan rapat. Di ruangan yang sunyi itu, rapat akhirnya dipecahkan oleh seorang lelaki tua. "Kami menerima surat dari kerajaan hari ini, yang menyatakan bahwa dalam tiga bulan ke depan, akademi harus mengirim seseorang untuk membantu membasmi monster di pinggiran area terlarang." setelah mengucapkan pemberitahuan dari kerajaan, lelaki tua Rendolph melihat sekelilingnya, menatap mata mereka lalu melanjutkan perkataannya. "Jadi saya berencana untuk memilih siswa-siswa ini dengan mengadakan turnamen dalam dua bulan ke depan. Apakah ada pertanyaan?" Setelah beberapa saat, salah satu pria paruh baya mengangkat tangannya, Rendolph mengangguk, memberikan persetujuannya untuk bertanya. "Tuan Kepala Sekolah, apakah terjadi sesuatu? Bukankah perbatasan wilayah terlarang sudah diduduki oleh pasukan Kerajaan?" Rendolph yang mendengar pertanyaan itu mengerutkan kening dan berpikir sejenak. Dalam ruangan yang sunyi itu beberapa orang saling berpandangan, dengan ekspresi bertanya di wajah mereka. Beberapa detik kemudian Rendolph menjawab. "Kamu harus merahasiakan apa yang aku katakan setelah ini." Orang tua itu, Rendolph melihat sekeliling, melihat anggukan dari semua orang, Rendolph juga berkata dengan ekspresi serius. "Ada kabar bahwa pasukan Kerajaan telah ditarik ke perbatasan negara, untuk mengantisipasi pecahnya perang. Saat ini, Kerajaan tetangga Srijaya dan Kerajaan gaib Reka sedang mengalami konflik di perbatasan dan perang bisa saja terjadi kapan saja." Berhenti sejenak dan mengamati wajah-wajah itu, sebagian dengan ekspresi pucat dan sebagian dengan ekspresi kosong, Rendolph melanjutkan kata-katanya. "Jadi, kalau-kalau terjadi konflik, perang tidak akan sampai ke kita." Ada yang merasa lega setelah mendengar bahwa perang tidak akan menimpa kerajaan mereka. "Baiklah, kembali ke turnamen pelajar. Apakah ada saran mengenai acaranya? Aku berencana untuk~~." Di dalam ruangan, pertemuan terus berlanjut, terdapat beberapa saran yang bagus, membuat rencana turnamen menjadi lebih menarik, setelah beberapa jam pertemuan pun berakhir. Setelah membubarkan semua orang, dan meninggalkan satu orang di ruangan itu, lelaki tua Rendolph berbicara kepada dirinya sendiri. "Haah, aku punya firasat buruk tentang perang yang akan terjadi." Memikirkan penyebab konflik yang membuat kedua kerajaan berperang, wajah keriput Rendolph pun berubah pucat, bagaimana tidak, ia telah mendengar ramalan tentang kekacauan dunia, yang akan menewaskan jutaan orang. Rendolph berjalan keluar ruangan, saat ia berjalan banyak siswa menyapanya, Rendolph menanggapi dengan anggukan sederhana. Ketika sedang berada di halaman, ia melihat sesuatu yang menarik, ada seorang anak laki-laki dengan mata biru, rambut hitam dan wajah yang tampan, hal itu mengingatkannya pada penampilannya ketika ia masih muda. Tetapi yang menarik perhatian Rendolph bukanlah penampilan pemuda itu, melainkan aura yang tidak dapat dijelaskan pada tubuh pemuda itu, yang membuat bulu kuduknya berdiri. Mengingat penampilan pemuda itu, Rendolph kembali ke kantornya, pemuda itu tidak tahu bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh seorang tokoh terkemuka di kerajaan Trisakti, Rendolph adalah salah satu penyihir terkuat di benua ini.BAB 3Jadi setelah membaca beberapa buku di dunia ini, selain sihir, ada juga yang namanya aura. Menurut salah satu buku yang saya baca, aura biasanya digunakan oleh para pendekar yang mengandalkan kemampuan fisik untuk bertarung dengan cara melapisi aura di sekujur tubuh .Penggunaan aura ini dapat meningkatkan kekuatan, daya tahan, dan kecepatan tubuh. Pengguna aura tercatat memiliki empat tingkatan, kuning adalah tingkat pemula, hijau adalah tingkat senior, biru adalah tingkat master, dan aura terkuat adalah merah darah adalah tingkat grandmaster.Sementara itu, mereka yang terlahir dengan sihir akan memiliki ketertarikan bawaan seperti api, air, tanah, dan angin, yang merupakan minat umum bagi para pesulap pemula hingga senior.Akan tetapi, ada pula afinitas langka seperti es, lahar, petir, dan sebagainya, yang membutuhkan tingkat penyihir master hingga grandmaster untuk membangkitkan kekuatan tersebut.Namun, ada juga afinitas yang disebut malapetaka, yaitu cahaya dan kegelapan.
Ruang Kelas. Sekarang kelas terakhirku hari ini, sambil menunggu guru menjelaskan pelajaran tentang bagaimana penyihir bertarung, aku mendengarkan dengan bosan di tempat dudukku. Berpikir tentang percakapanku dengan Fanny dan Veronica di kantin, aku menantikan akhir pekan ini, walaupun aku ingin berlatih dan meningkatkan kendaliku atas kekuatan baruku, nah demi gadis-gadis cantik, aku rela meluangkan waktu. "Dalam dua bulan ke depan, sekolah akan mengadakan turnamen sulap! Dan setiap kelas akan mengirimkan lima perwakilan untuk berpartisipasi," sang guru mengumumkan. “Baiklah, sekarang kita akan pergi ke stadion untuk memilih perwakilan kelas kita.” Setelah selesai berbicara, guru itu segera keluar dari kelas dan menuju stadion. Para siswa berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti guru, saya pun berdiri setelah semua orang keluar kelas, berjalan santai di paling belakang, setelah beberapa menit berjalan akhirnya kami sampai di stadion. Stadion itu sangat besar hampir seperti st
Saat aku bangun, kepalaku merasa agak pusing, uh kenapa kepalaku sakit, melihat ke samping ada Fanny yang menatapku. "Ver! kamu baik-baik saja?" Fanny bertanya dengan kekhawatiran dalam kata-katanya. "Tidak apa-apa, hanya sedikit pusing, ngomong-ngomong kenapa aku ada disini?" kataku sambil melihat sekeliling di ruang. "Kamu pingsan saat duel melawan Badril!" katanya. Mendengar perkataan Fanny, aku pun ingat duelku melawan Badril, tunggu bagaimana aku bisa di kalahkan, saat itu aku hanya melihat Badril berjalan kedepan, dan dia hanya melambaikan tangannya. Tapi aku merasa kan tarikan kebelakang yang kuat, sihir apa yang dia gunakan?. "Ver! kamu tau apa yang di lakukan Badril saat itu??" Fanny bertanya, ada wajah tanda tanya di ekspresinya. "Tidak juga! aku hanya melihat nya melambaikan tangan, dan tubuhku merasakan tarikan kuat kebelakang." mengingat lagi serangan pertamaku juga meleset, tidak mungkin ini kebetulan, pasti akibat sihir oran
Di dalam kantor perusahaan perdagangan, ada tiga orang yang sedang mendiskusikan sesuatu, duduk di kursi yang sederhana dan nyaman tapi tidak mengurangi kemewahan kursi tersebut. Teresa sedang menatap kedua asisten yang duduk di depannya, di pisahkan oleh meja dengan beberapa lembaran kertas yang di tata rapi di atas meja. "Jadi, apakah kamu sudah mendapatkan informasi terbaru tentang kerajaan Srijaya?" kata Teresa bertanya pada wanita paruh baya yang berada di depannya. "Ya nyonya! kemarin kabar datang dari perusahaan dagang cabang kita yang berada di kerajaan Srijaya, mengatakan bahwa ada gerakan yang mencurigakan di istana kerajaan" kata wanita paruh baya dengan nada serius. Mata biru Teresa yang terlihat polos dan murni itu menyipit, dan wajahnya menjadi serius dengan tatapan dingin di mata biru itu, wajah yang tidak pernah di tunjukkan di depan putranya, Badril saat melihat ekspresi ibunya sekarang pasti sangat terkejut, Teresa pun terus mendengarkan perka
Sudut pandang Anggun. Dulu saat aku masih kecil, aku memiliki ingatan tentang orang tuaku, yang terbunuh saat kami dalam perjalanan ke suatu tempat, saat berpergian menggunakan kereta kuda dalam perjalanan kami mengalami penyergapan. Dalam suasana tegang itu, ayahku pun keluar dan menghadapi musuh yang menyerang, aku yang masih kecil hanya menangis dalam diam, ibuku yang bersamaku memelukku dan menenangkanku. Meskipun ada kegelisahan di mata nya, dia melihat keluar jendela dan menemukan ayahku yang kesulitan menghadapi musuh, ibuku yang mengetahui ayahku dalam kesulitan, ekspresi nya pun menjadi tidak bisa di jelaskan kan. Ada tekat kuat di matanya, dan juga ada kesedihan di mata itu setelah mendengar teriakkan ayah ku untuk melarikan diri, ibuku pun langsung membawa ku pergi kembali ke arah kota terdekat. Setelah lari tidak lama ibuku berhenti, dengan mata merah dan tetesan air mata ibuku menghadapku dengan ekspresi kesakitan diwajahnya, dia menurunkan aku dan melakukan sesu
Ini sungguh tak terduga, ternyata ibuku memberiku asisten yang cantik, kecantikan Anggun tidak jauh dari Veronica, seperti namanya dia memiliki perawakan yang anggun, dengan adanya wanita baik ini hariku terasa lebih sempurna.Bagaimana tidak, dengan di temani wanita cantik setiap saat pasti akan memuaskan batin atau mungkin bisa melangkah lebih jauh lagi, ahem! huh dasar hormon susah di kendalikan.Kami sekarang di kereta kuda sedang dalam perjalanan menuju akademi, Meskipun akademi melarang untuk membawa pembantu atau pengawal mereka masuk, tapi akademi menyiapkan tempat khusus untuk para pembantu ini menunggu.Bagaimana pun ini era kerajaan, di akademi memiliki beberapa bangsawan yang bersekolah di sini, tapi yang menarik adalah akademi melarang para bangsawan ini menunjukkan status nya secara terbuka.Dulu ada yang melanggar peraturan tersebut, dia menunjukkan status nya sebagai anak se orang rumah Marques, dan menindas orang yang tidak patuh dengannya, tapi setelah kejadian itu t
Di kelas akademi.Menyibakkan rambut panjangnya yang berwarna merah menyala dan tersenyum menggoda Baiklah, mari kita mulai.Berjalan dengan langkah pelan namun penuh percaya diri menuju meja di depan kelas, Profesor Ivana meletakkan buku-buku tebalnya dengan sedikit dramatis."Selamat datang di kelas Pengendalian Elemen! Saya Profesor Ivana, dan saya akan membimbing kalian untuk menguasai kekuatan dasar sihir, kekuatan yang mengalir di sekitar kita, kekuatan yang membentuk dunia ini: air, api, tanah, dan udara."Matanya yang hijau emerald menyapu seluruh kelas, mengamati setiap murid dengan seksama."Jangan tertipu dengan penampilan saya. Menguasai elemen bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan konsentrasi, ketekunan, dan yang terpenting..." menjentikkan jari, seberkas api kecil menyala di ujung jarinya, "... gairah!"Api itu menari-nari di tangannya, membentuk bunga mawar yang indah sebelum akhirnya menghilang."Di kelas ini, kita tidak hanya akan membaca buku dan menghafal mantra. Ki
Bab 10 Profesor Ivana menghela napas pelan, saat mengambil kertas-kertas tugas dari meja. "Hmm... menarik," gumamku, lebih pada diri sendiri daripada pada siapa pun yang mungkin masih berada di ruangan itu. Mataku tertuju pada salah satu tugas, tulisan tangannya rapi dan tegas. Badril. Sebuah senyuman kecil tersungging di bibirku. "Sepertinya Tuan Badril cukup percaya diri dengan jawabannya," kataku lirih, merasakan kembali sengatan tantangan di matanya. Aku merapikan tumpukan kertas, merasakan debaran jantungku yang belum juga mereda. Badril memang telah mengusik ketenanganku, membangkitkan sesuatu yang sudah lama tertidur dalam diriku. Rasa penasaran, kegembiraan, dan mungkin... sedikit rasa takut. Aku berjalan keluar kelas dengan langkah gontai, pikiran masih dipenuhi oleh sosok Badril. Tantangannya, tatapannya, auranya... semuanya terasa begitu kuat dan memabukkan. Aku harus mengakui, Badril telah berhasil menarik perhatianku, dan aku tidak yakin apa yang harus kulakuka