Ruang Kelas.
Sekarang kelas terakhirku hari ini, sambil menunggu guru menjelaskan pelajaran tentang bagaimana penyihir bertarung, aku mendengarkan dengan bosan di tempat dudukku. Berpikir tentang percakapanku dengan Fanny dan Veronica di kantin, aku menantikan akhir pekan ini, walaupun aku ingin berlatih dan meningkatkan kendaliku atas kekuatan baruku, nah demi gadis-gadis cantik, aku rela meluangkan waktu. "Dalam dua bulan ke depan, sekolah akan mengadakan turnamen sulap! Dan setiap kelas akan mengirimkan lima perwakilan untuk berpartisipasi," sang guru mengumumkan. “Baiklah, sekarang kita akan pergi ke stadion untuk memilih perwakilan kelas kita.” Setelah selesai berbicara, guru itu segera keluar dari kelas dan menuju stadion. Para siswa berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti guru, saya pun berdiri setelah semua orang keluar kelas, berjalan santai di paling belakang, setelah beberapa menit berjalan akhirnya kami sampai di stadion. Stadion itu sangat besar hampir seperti stadion sepak bola di dunia lamaku, ketika aku masuk aku melihat banyak siswa terlibat dalam duel, aku langsung mengikuti kelasku ke arena kelas satu. "Baiklah, semuanya sudah ada di sini." Sambil melihat sekeliling, guru itu melanjutkan bicaranya dengan suara yang cukup keras untuk didengar di aula yang berisik itu. "Pertama kita akan duel, untuk melihat kemampuan kalian masing-masing!" Setelah guru selesai berbicara dia langsung memanggil nama-nama untuk maju ke arena. "Rudi dan Steven memasuki arena." Saat kedua orang itu memasuki arena, para siswa yang tidak dipanggil langsung menuju tempat duduknya. Saat saya duduk menyaksikan pertempuran di arena tersebut, antusiasme saya memudar karena mereka hanya berdiri di sana dan saling menembak dengan elemen yang mereka kuasai. Itu sudah bisa diduga untuk murid tahun pertama, mereka hanya memiliki sihir tingkat senior, sambil menunggu giliran, aku mengaktifkan sistem, memastikan poinku sudah cukup untuk satu gacha. Melihatnya membuatku bersemangat, dari terbangun di dunia ini sampai sekarang aku hanya melakukan gacha poin sebanyak tiga kali, yang pertama adalah gacha spesial, aku dapat Khodam Kraken Purba, nah ini tidak masuk hitungan karena gratis. Lalu ketika gacha menggunakan poin, hadiah pertamaku adalah statistik, ya itu sangat bagus meskipun aku tidak dapat melihat statistikku seperti dalam permainan tetapi aku dapat merasakan kekuatanku meningkat. Gacha keduaku juga memberiku statistik, yang memungkinkanku mengendalikan dua tentakel. Semakin kuat aku, semakin banyak tentakel yang bisa aku kendalikan. Pada awalnya, aku hanya bisa mengendalikan satu tentakel. Itu menunjukkan betapa lemahnya pemilikku sebelumnya, dan pada gacha ketiga aku mendapatkan sesuatu yang bagus tapi juga tidak berguna, aku mendapat peningkatan karisma. Walaupun wajahku tampan menurut standar dunia, bukan berarti itu langka, namun dengan bertambahnya kharisma ini, membuat para wanita semakin tertarik padaku, walaupun tidak langsung membuat mereka jatuh cinta, namun mereka ingin semakin dekat denganku. Untuk mendapatkan poinnya sendiri ada beberapa cara, yang pertama adalah dengan membunuh monster dan yang kedua adalah misi dari sistem, untuk saat ini saya mengandalkan misi harian ini, karena untuk membunuh monster saya harus pergi ke daerah terlarang, jaraknya cukup jauh dari ibukota. Melihat layar di depanku, aku mulai mengaktifkan gacha. [Ding~ Selamat tuan rumah karena memperoleh ruang penyimpanan dimensional.] Melihat apa yang kudapatkan aku jadi bersemangat, tanpa sadar aku tertawa, melihat sekeliling tidak ada seorang pun yang memperhatikanku, mereka fokus menonton pertandingan aku pun menghela napas lega. Sejujurnya, tas penyimpanan dimensional tidak terlalu langka, namun ukuran ruangnya terbatas, tetapi saya mendapatkan ruang penyimpanan dimensional yang cukup besar, bahkan jika saya memasukkan lima gajah ke dalamnya, masih ada banyak ruang. Dengan cara ini saya tidak akan takut kelaparan di hutan suatu hari nanti, untuk mengumpulkan poin dengan membunuh monster. Ketika aku sedang asyik dengan diriku sendiri, aku mendengar sebuah nama yang familiar dipanggil. "Pertandingan berikutnya, Fanny vs Alex." Kuarahkan pandanganku ke arena, kulihat pertarungan mereka, tanpa basa-basi lagi mereka langsung melancarkan jurus-jurus terkuat mereka. Dengan elemen api di sekitar Fanny, dia melepaskan api yang dahsyat ke arah lawannya. Sementara itu Alex yang menjadi sasaran tembak tidak mau kalah dengan elemen air yang ada di sekitarnya, ia pun membuat pertahanan airnya, dan saat kedua elemen tersebut bertabrakan maka terjadilah beberapa kali ledakan. Akibat ledakan itu, muncul banyak uap yang membuat arena menjadi sedikit kabur, dan begitulah pertarungan terus berlanjut, dan akhirnya pemenang pertarungan itu adalah Fanny yang dahinya sedikit berkeringat, tanpa cedera dia berjalan kembali ke tempat duduknya. Alex yang sedang berlutut dengan beberapa luka bakar di tubuhnya dibawa ke ruang medis. Alex yang malang, meskipun aku cukup dekat dengan Alex, hubungan kami hanya sebatas obrolan di kelas, aku senang melihat Fanny tidak terluka. "Pertandingan berikutnya, Badril melawan Veronica." Guru mengumumkan, dan akhirnya giliranku tiba meskipun lawannya tidak terduga. Aku berdiri dan langsung menuju arena. Melihat Veronica berdiri tak jauh di depanku, aku tersenyum tipis dan mengangguk pelan, dia mengangguk dengan ekspresi serius di wajahnya yang cantik. Saat menunggu aba-aba guru untuk memulai permainan, tiba-tiba suara sistem terdengar. [Ding~ bersikaplah keren selama pertandingan, poin +30] Melihat kata-kata itu mengambang di hadapanku, aku langsung mengutuk pencipta sistem itu dalam pikiranku. Hei sistem, berikan aku tutorial bagaimana cara bersikap keren! dan seperti biasa tidak ada jawaban, haruskah aku menyisir rambutku ke belakang dengan tanganku sementara tangan yang lain berada di saku celana? Ah bodoh amat, kalaupun aku gagal dalam misi itu tidak akan ada hukuman, meski begitu aku akan tetap mencoba, saat ini perolehan poinku hanya dari misi acak ini jadi tidak ada pilihan lain selain melakukannya. "Duel DIMULAI!" dan guruku memulai Duel. Saat ini aku hanya menyilangkan tanganku di dada dengan ekspresi bosan, dan mendengar pertandingan dimulai, aku mengaktifkan kekuatanku dan gelembung-gelembung muncul di sekelilingku, nah ini adalah kekuatan Khodam Kraken Purba tingkat satu, memang terlihat biasa saja. Pada saat yang sama Veronica juga mengaktifkan sihirnya, melihatnya aku merasa takjub walaupun tidak ada perubahan dalam ekspresiku, dengan butiran salju mengelilingi Veronica dan tanah dimana dia berada membeku. Dengan ekspresi serius namun dingin itu, para siswa yang menonton terpesona. Veronica adalah salah satu penyihir jenius di tahun pertama, meskipun sihirnya masih tingkat senior, dia bisa mengaktifkan sihir elemen es khusus. Veronica siap meluncurkan sihir esnya, puluhan jarum muncul di depannya dan mengayunkannya ke arahku. Melihat jarum itu datang ke arahku, aku hanya berdiri diam dan mengendalikan tentakel tak kasat mata itu maju, dan mengubah lintasannya. Melihatku berdiri mematung tanpa bergerak sedikit pun, para penonton mendesah, mungkin mereka pikir aku tak sanggup merespon kecepatan jarum es Veronica. Guru saya juga bersiap untuk campur tangan saat muridnya dalam bahaya, tetapi mungkin guru itu dapat merasakan sesuatu, dia hanya mengerutkan alisnya. Saat jarum itu mendekatiku, jarum itu hanya melewatiku dan mengenai dinding di belakangku. Melihat sihirnya melesat, Veronica kebingungan, dan dia mencoba menyerangku lagi dengan sihir yang lebih kuat. Aku hanya memasukkan tanganku ke dalam saku, lalu berjalan sedikit ke depan untuk meraihnya dengan tentakelku. Merasa dia dalam jangkauanku, aku berhenti dan melambaikan salah satu tanganku ke depan dan berkata. "Tidurlah!" Melihat gerakanku yang tak terduga, Veronica mencoba mempercepat serangannya, tiba-tiba raut wajahnya panik, namun terlambat tentakelku melilit pakaiannya dan melemparkannya dengan kekuatan yang cukup untuk membuatnya pingsan, ke dinding di belakangnya begitu dia terjatuh dia langsung pingsan. Melihat Veronica pingsan aku merasa lega, padahal serangan tak terduga tadi sepertinya cukup kuat untuk membuat Veronica pingsan, tetapi hal tersebut hanya berlaku pada lawan yang lengah dan mereka tidak tahu bagaimana cara kerja kemampuanku. Ketika berjalan kembali ke tempat dudukku, kulihat semua murid menatap dengan kaget dan mulut menganga, bahkan guruku pun terkejut dengan ekspresi bertanya-tanya di wajahnya. Aku berjalan tanpa peduli ke tempatku duduk tadi, melihat tatapan mata Fanny yang menggemaskan aku hanya tersenyum kecil padanya. Fanny yang melihat senyumku pun tersipu malu namun ada sedikit kekhawatiran di wajahnya melihat sahabatnya yang pingsan. Guru yang diam itu akhirnya menyatakan kemenanganku dan tim medis bergegas menuju Veronica untuk membawanya ke ruang medis.Saat aku bangun, kepalaku merasa agak pusing, uh kenapa kepalaku sakit, melihat ke samping ada Fanny yang menatapku. "Ver! kamu baik-baik saja?" Fanny bertanya dengan kekhawatiran dalam kata-katanya. "Tidak apa-apa, hanya sedikit pusing, ngomong-ngomong kenapa aku ada disini?" kataku sambil melihat sekeliling di ruang. "Kamu pingsan saat duel melawan Badril!" katanya. Mendengar perkataan Fanny, aku pun ingat duelku melawan Badril, tunggu bagaimana aku bisa di kalahkan, saat itu aku hanya melihat Badril berjalan kedepan, dan dia hanya melambaikan tangannya. Tapi aku merasa kan tarikan kebelakang yang kuat, sihir apa yang dia gunakan?. "Ver! kamu tau apa yang di lakukan Badril saat itu??" Fanny bertanya, ada wajah tanda tanya di ekspresinya. "Tidak juga! aku hanya melihat nya melambaikan tangan, dan tubuhku merasakan tarikan kuat kebelakang." mengingat lagi serangan pertamaku juga meleset, tidak mungkin ini kebetulan, pasti akibat sihir oran
Di dalam kantor perusahaan perdagangan, ada tiga orang yang sedang mendiskusikan sesuatu, duduk di kursi yang sederhana dan nyaman tapi tidak mengurangi kemewahan kursi tersebut. Teresa sedang menatap kedua asisten yang duduk di depannya, di pisahkan oleh meja dengan beberapa lembaran kertas yang di tata rapi di atas meja. "Jadi, apakah kamu sudah mendapatkan informasi terbaru tentang kerajaan Srijaya?" kata Teresa bertanya pada wanita paruh baya yang berada di depannya. "Ya nyonya! kemarin kabar datang dari perusahaan dagang cabang kita yang berada di kerajaan Srijaya, mengatakan bahwa ada gerakan yang mencurigakan di istana kerajaan" kata wanita paruh baya dengan nada serius. Mata biru Teresa yang terlihat polos dan murni itu menyipit, dan wajahnya menjadi serius dengan tatapan dingin di mata biru itu, wajah yang tidak pernah di tunjukkan di depan putranya, Badril saat melihat ekspresi ibunya sekarang pasti sangat terkejut, Teresa pun terus mendengarkan perka
Sudut pandang Anggun. Dulu saat aku masih kecil, aku memiliki ingatan tentang orang tuaku, yang terbunuh saat kami dalam perjalanan ke suatu tempat, saat berpergian menggunakan kereta kuda dalam perjalanan kami mengalami penyergapan. Dalam suasana tegang itu, ayahku pun keluar dan menghadapi musuh yang menyerang, aku yang masih kecil hanya menangis dalam diam, ibuku yang bersamaku memelukku dan menenangkanku. Meskipun ada kegelisahan di mata nya, dia melihat keluar jendela dan menemukan ayahku yang kesulitan menghadapi musuh, ibuku yang mengetahui ayahku dalam kesulitan, ekspresi nya pun menjadi tidak bisa di jelaskan kan. Ada tekat kuat di matanya, dan juga ada kesedihan di mata itu setelah mendengar teriakkan ayah ku untuk melarikan diri, ibuku pun langsung membawa ku pergi kembali ke arah kota terdekat. Setelah lari tidak lama ibuku berhenti, dengan mata merah dan tetesan air mata ibuku menghadapku dengan ekspresi kesakitan diwajahnya, dia menurunkan aku dan melakukan sesu
Ini sungguh tak terduga, ternyata ibuku memberiku asisten yang cantik, kecantikan Anggun tidak jauh dari Veronica, seperti namanya dia memiliki perawakan yang anggun, dengan adanya wanita baik ini hariku terasa lebih sempurna.Bagaimana tidak, dengan di temani wanita cantik setiap saat pasti akan memuaskan batin atau mungkin bisa melangkah lebih jauh lagi, ahem! huh dasar hormon susah di kendalikan.Kami sekarang di kereta kuda sedang dalam perjalanan menuju akademi, Meskipun akademi melarang untuk membawa pembantu atau pengawal mereka masuk, tapi akademi menyiapkan tempat khusus untuk para pembantu ini menunggu.Bagaimana pun ini era kerajaan, di akademi memiliki beberapa bangsawan yang bersekolah di sini, tapi yang menarik adalah akademi melarang para bangsawan ini menunjukkan status nya secara terbuka.Dulu ada yang melanggar peraturan tersebut, dia menunjukkan status nya sebagai anak se orang rumah Marques, dan menindas orang yang tidak patuh dengannya, tapi setelah kejadian itu t
Di kelas akademi.Menyibakkan rambut panjangnya yang berwarna merah menyala dan tersenyum menggoda Baiklah, mari kita mulai.Berjalan dengan langkah pelan namun penuh percaya diri menuju meja di depan kelas, Profesor Ivana meletakkan buku-buku tebalnya dengan sedikit dramatis."Selamat datang di kelas Pengendalian Elemen! Saya Profesor Ivana, dan saya akan membimbing kalian untuk menguasai kekuatan dasar sihir, kekuatan yang mengalir di sekitar kita, kekuatan yang membentuk dunia ini: air, api, tanah, dan udara."Matanya yang hijau emerald menyapu seluruh kelas, mengamati setiap murid dengan seksama."Jangan tertipu dengan penampilan saya. Menguasai elemen bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan konsentrasi, ketekunan, dan yang terpenting..." menjentikkan jari, seberkas api kecil menyala di ujung jarinya, "... gairah!"Api itu menari-nari di tangannya, membentuk bunga mawar yang indah sebelum akhirnya menghilang."Di kelas ini, kita tidak hanya akan membaca buku dan menghafal mantra. Ki
Bab 10 Profesor Ivana menghela napas pelan, saat mengambil kertas-kertas tugas dari meja. "Hmm... menarik," gumamku, lebih pada diri sendiri daripada pada siapa pun yang mungkin masih berada di ruangan itu. Mataku tertuju pada salah satu tugas, tulisan tangannya rapi dan tegas. Badril. Sebuah senyuman kecil tersungging di bibirku. "Sepertinya Tuan Badril cukup percaya diri dengan jawabannya," kataku lirih, merasakan kembali sengatan tantangan di matanya. Aku merapikan tumpukan kertas, merasakan debaran jantungku yang belum juga mereda. Badril memang telah mengusik ketenanganku, membangkitkan sesuatu yang sudah lama tertidur dalam diriku. Rasa penasaran, kegembiraan, dan mungkin... sedikit rasa takut. Aku berjalan keluar kelas dengan langkah gontai, pikiran masih dipenuhi oleh sosok Badril. Tantangannya, tatapannya, auranya... semuanya terasa begitu kuat dan memabukkan. Aku harus mengakui, Badril telah berhasil menarik perhatianku, dan aku tidak yakin apa yang harus kulakuka
Raungan Anggun memecah kesunyian malam. Bukan raungan seperti singa, tapi lebih seperti raungan badai. Angin berputar di sekelilingnya, membentuk pusaran yang menyedot dedaunan dan debu. Kilatan petir menyambar dari tangannya, menghantam penyerang berjubah hitam yang berusaha mendekat. Terdengar jeritan kesakitan dan bau hangus.Aku memfokuskan pandanganku pada penyerang yang tersisa. Aura hijau yang samar menunjukkan bahwa mereka adalah pendekar pedang level senior. Mereka tangguh, tapi Anggun dengan sihir angin dan petirnya jelas bukan lawan yang mudah. Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Para penyerang ini... mereka terlalu bersemangat untuk mati. Seolah-olah mereka hanya pengalih perhatian."Fanny, Veronica! Kalian bisa gunakan sihir untuk melindungi diri, kan?" teriakku, suaraku tajam menembus kegaduhan."Tentu saja!" jawab Veronica, matanya berkilat penuh semangat. "Kami tidak akan tinggal diam saja!"Fanny mengangguk, raut wajahnya berubah serius. Ia mengangkat kedua
POV Fanny. Perjalanan kembali ke rumah terasa panjang dan hening. Veronica sesekali mencuri pandang ke arah Badril, ekspresinya campuran antara khawatir dan penasaran. Anggun fokus mengendalikan kereta kuda, tapi aku bisa merasakan ketegangan di balik sikapnya yang tenang. Sesampainya di rumah, aku segera membantu Badril turun dari kereta. Dia masih tampak lemas, tapi berusaha untuk tidak menunjukkannya. "Kau perlu istirahat, Badril," kataku sambil menuntunnya masuk ke dalam rumah. "Ya, kau benar," jawabnya dengan suara serak. Aku membawanya ke kamarku dan membantunya berbaring di tempat tidur. Dia langsung memejamkan mata, tampaknya kelelahan telah mencapai puncaknya. Aku menatapnya sejenak, lalu perlahan meninggalkan kamar. Aku perlu memberi tahu keluargaku tentang apa yang terjadi, dan aku juga harus mencari cara untuk... Ah, tapi mungkin Badril ingin merahasiakannya dulu. Aku tidak boleh melanggar kepercayaannya. Aku menemukan keluargaku di ruang keluarga, bersama Ver