Saat aku bangun, kepalaku merasa agak pusing, uh kenapa kepalaku sakit, melihat ke samping ada Fanny yang menatapku.
"Ver! kamu baik-baik saja?" Fanny bertanya dengan kekhawatiran dalam kata-katanya. "Tidak apa-apa, hanya sedikit pusing, ngomong-ngomong kenapa aku ada disini?" kataku sambil melihat sekeliling di ruang. "Kamu pingsan saat duel melawan Badril!" katanya. Mendengar perkataan Fanny, aku pun ingat duelku melawan Badril, tunggu bagaimana aku bisa di kalahkan, saat itu aku hanya melihat Badril berjalan kedepan, dan dia hanya melambaikan tangannya. Tapi aku merasa kan tarikan kebelakang yang kuat, sihir apa yang dia gunakan?. "Ver! kamu tau apa yang di lakukan Badril saat itu??" Fanny bertanya, ada wajah tanda tanya di ekspresinya. "Tidak juga! aku hanya melihat nya melambaikan tangan, dan tubuhku merasakan tarikan kuat kebelakang." mengingat lagi serangan pertamaku juga meleset, tidak mungkin ini kebetulan, pasti akibat sihir orang itu juga. "Sudah berapa lama aku pingsan?" kataku bertanya pada Fanny di sampingku "Sekitar lima belas menit kayaknya" Fanny menjawab dengan memiringkan kepala kecilnya. "Apakah kelas nya sudah selesai?" kataku sambil bangun dari tempat tidur pasien. "Kelas baru selesai beberapa menit yang lalu!" kata Fanny sambil membantuku berdiri dengan tubuh mungilnya. "Baiklah ayo kita kembali." Kataku sambil memegang tangan kecil Fanny. Saat aku berjalan keluar ruangan medis, di pintu keluar aku melihat seorang pria setinggi sekitar 180 cm dengan ekspresi bosan di wajahnya. Orang yang mengalahkan ku saat duel, melihat wajah nya dengan seksama, aku merasa ada yang berbeda dari penampilannya yang biasa, mengingat apa yang dia lakukan di pagi hari aku ingin bertanya, apa maksud dari tindakannya. Tapi mengingat saat ini aku bersama Fanny, aku pun mengurungkan niat ku untuk bertanya. Mungkin merasakan kehadiran kita, mata biru pria itu melihat antara aku dan Fanny, dia pun berjalan mendekat. "Apakah kamu baik-baik saja?" katanya dengan nada acuh tak acuh itu bertanya kepadaku. Berhenti di depannya aku melihatnya dari atas ke bawah, apakah orang ini menghawatirkan ku, atau semacamnya? "Aku baik-baik saja!" kataku menatap matanya, mengangkat alis ku sedikit mau tak mau pun aku bertanya. "Apakah kamu menghawatirka ku?" "Tidak juga, aku hanya merasa tidak enak jika wanita cantik sepertimu di lukai olehku!" Meskipun aku sering mendengar orang-orang menyebutku cantik, aku tidak merasakan apa-apa, tapi saat Badril menyebutku cantik ada perasaan senang dalam diriku, mengabaikan perasaan aneh itu aku bertanya. "Sihir yang kamu gunakan tadi, itu sihir apa??" kataku dengan ekspresi ingin tahu di wajahku. "Itu rahasia!" jawabnya dengan ekspresi datar. " kalau begitu aku akan pergi duluan." katanya menatapku dan Fanny, sambil tersenyum kecil, Badril mengulurkan tangan nya ke kepala Fanny dan mengelusnya. Fanny yang dari tadi diam dan hanya memperhatikan percakapan kita tiba-tiba kepalanya di sentuh dia hanya menundukkan kepalanya sedikit. "Um!!" kata Fanny pelan dengan ekspresi tersipu diwajahnya Aku hanya mengangguk dengan ekspresi cemberut, dia pun langsung berjalan pergi, melihat Fanny di samping aku juga mengajak nya pulang. "ayo kita juga kembali!" kataku Berjalan bersama kita berdua pun pulang ke rumah. ***** Saat ini aku berjalan keluar sekolah, dan menuju kereta kuda yang sudah menunggu ku. Tadi aku mampir sebentar ke ruang medis, untuk melihat keadaan Veronica yang pingsan saat duel dengan ku. Seperti yang di harapkan dari dunia yang memiliki sihir, selama luka nya tidak fatal sihir penyembuh sangat berguna. Selain sihir elemen yang di gunakan untuk pertempuran, ada juga sihir biasa yang di gunakan untuk membantu aktivitas para penyihir untuk keseharian mereka dan sihir penyembuh adalah salah satunya. Setelah berjalan tidak lama aku sampai di kereta kuda pribadi ku, kusir yang melihat ku mendekat menyambutku lalu dia membuka kan pintu, aku hanya mengangguk dan masuk ke dalam. Untuk rasio penyihir di dunia ini sangatlah sedikit, hanya sekitar sepuluh persen seseorang terlahir dengan energi sihir di dalam tubuhnya, dan untuk seseorang yang bisa menggunakan aura sekitar tiga puluh persen dari para pejuang. Seorang penyihir untuk meningkatkan energi sihir dalam tubuh nya, yang pasti bakat akan sihir tersebut semakin tinggi bakat seseorang dalam sihir, semakin cepat peningkatan energi sihir, tentu dengan melakukan pelatihan rutin. Sambil menunggu sampai di rumah, aku memikirkan barang² yang berguna dalam kehidupanku sebelumnya, seperti kulkas, ac, mesin cuci dan dll, meskipun di dunia ini belum ada listrik. Ada batu sihir yang bisa menggantikan sumber daya listrik, batu sihir sendiri hanya bisa di dapatkan dengan membunuh monster, untuk batu sihir saat ini memiliki kegunaan untuk membuat artefak, senjata dll. Untuk alat-alat dari dunia lamaku, kemarin aku menceritakan ideku ke ayah ku saat ini, meskipun tidak tau pembuatannya tapi aku menjelaskan konsep alat-alat modern tersebut. Ayahku setelah mendengar konsep alat-alat modern, dia pun pergi ke rekan kerja nya di kota asli ku, untuk mencoba membuatnya. Merasakan berhentinya kereta, aku melihat ke luar jendela, dan melihat rumah besar dan indah yah itu rumah ku saat ini, setelah pintu di buka oleh penjaga aku keluar dan berjalan masuk ke rumah. Sesampainya di kamarku aku menaruh barangku, dan melakukan rutinitas di sore hari aku ke halaman belakang rumah untuk berlatih sihirku sebentar, sambil menunggu makan malam. Di halaman belakang rumah, ada ruang yang cukup luas untukku berlatih sihir, untuk elemen sihirku adalah elemen air yah meskipun elemen air tidak begitu merusak seperti elemen api dan angin, elemen air masih berguna dalam pertempuran. Apalagi saat bisa meningkatkan nya ke elemen es seperti Veronica, untuk sihir sendiri kita memerlukan imajinasi yang bagus, saat kita sudah mengaktifkan sihir akan ada fenomena sihir di sekitar tubuh pengguna sihir tersebut. Saat aku mengaktifkan sihirku udara di sekitarku menjadi lembab dan ada genangan air di sekitarku, aku mencoba membuat peluru air yang biasa digunakan penyihir air saat bertempur. Setelah peluru air di bentuk aku menembak ke arah pohon di depan, dan terjadilah ledakan kecil di pohon tersebut, meskipun pohon nya masih utuh ada beberapa kerusakan di batang pohon itu. Setelah itu aku terus ber eksperimen pada sihir airku seperti mengompres air hingga setipis jarum lalu menembak ke pohon lagi dan terjadilah lubang kecil menembus pohon tersebut. Aku juga mencoba sihir pertahanan dll, hingga merasakan sihir ku terkuras, aku pun berhenti dan beristirahat sebentar. Setelah merasa tubuh ku udah siap aku pun melanjutkan latihan fisikku seperti berlari, push up, dll. meskipun penyihir tidak begitu harus melatih fisiknya seperti kesatria, tapi kita perlu meningkatkan stamina kita. Setelah aku selesai melakukan rutinitas sore hari, aku pergi mandi. setelah selesai aku pergi keruang makan untuk makan malam. Di meja besar itu ada berbagai macam makanan, yang di siapkan pembantu, meskipun aku hanya makan sendiri, untuk ibuku dia masih bekerja di perusahaan dan akan pulang larut malam, seusai makan malam. Aku pergi Ke kamar, dan berbaring di kasur yang empuk sambil membaca beberapa buku hingga tertidur dan yah begitulah rutinitas ku saat ini, dengan teknologi dunia ini yang terbelakan hiburan masih minim di dunia ini. Itu membuatku bertekad lagi untuk membawa teknologi modern ke dunia ini.Di dalam kantor perusahaan perdagangan, ada tiga orang yang sedang mendiskusikan sesuatu, duduk di kursi yang sederhana dan nyaman tapi tidak mengurangi kemewahan kursi tersebut. Teresa sedang menatap kedua asisten yang duduk di depannya, di pisahkan oleh meja dengan beberapa lembaran kertas yang di tata rapi di atas meja. "Jadi, apakah kamu sudah mendapatkan informasi terbaru tentang kerajaan Srijaya?" kata Teresa bertanya pada wanita paruh baya yang berada di depannya. "Ya nyonya! kemarin kabar datang dari perusahaan dagang cabang kita yang berada di kerajaan Srijaya, mengatakan bahwa ada gerakan yang mencurigakan di istana kerajaan" kata wanita paruh baya dengan nada serius. Mata biru Teresa yang terlihat polos dan murni itu menyipit, dan wajahnya menjadi serius dengan tatapan dingin di mata biru itu, wajah yang tidak pernah di tunjukkan di depan putranya, Badril saat melihat ekspresi ibunya sekarang pasti sangat terkejut, Teresa pun terus mendengarkan perka
Sudut pandang Anggun. Dulu saat aku masih kecil, aku memiliki ingatan tentang orang tuaku, yang terbunuh saat kami dalam perjalanan ke suatu tempat, saat berpergian menggunakan kereta kuda dalam perjalanan kami mengalami penyergapan. Dalam suasana tegang itu, ayahku pun keluar dan menghadapi musuh yang menyerang, aku yang masih kecil hanya menangis dalam diam, ibuku yang bersamaku memelukku dan menenangkanku. Meskipun ada kegelisahan di mata nya, dia melihat keluar jendela dan menemukan ayahku yang kesulitan menghadapi musuh, ibuku yang mengetahui ayahku dalam kesulitan, ekspresi nya pun menjadi tidak bisa di jelaskan kan. Ada tekat kuat di matanya, dan juga ada kesedihan di mata itu setelah mendengar teriakkan ayah ku untuk melarikan diri, ibuku pun langsung membawa ku pergi kembali ke arah kota terdekat. Setelah lari tidak lama ibuku berhenti, dengan mata merah dan tetesan air mata ibuku menghadapku dengan ekspresi kesakitan diwajahnya, dia menurunkan aku dan melakukan sesu
Ini sungguh tak terduga, ternyata ibuku memberiku asisten yang cantik, kecantikan Anggun tidak jauh dari Veronica, seperti namanya dia memiliki perawakan yang anggun, dengan adanya wanita baik ini hariku terasa lebih sempurna.Bagaimana tidak, dengan di temani wanita cantik setiap saat pasti akan memuaskan batin atau mungkin bisa melangkah lebih jauh lagi, ahem! huh dasar hormon susah di kendalikan.Kami sekarang di kereta kuda sedang dalam perjalanan menuju akademi, Meskipun akademi melarang untuk membawa pembantu atau pengawal mereka masuk, tapi akademi menyiapkan tempat khusus untuk para pembantu ini menunggu.Bagaimana pun ini era kerajaan, di akademi memiliki beberapa bangsawan yang bersekolah di sini, tapi yang menarik adalah akademi melarang para bangsawan ini menunjukkan status nya secara terbuka.Dulu ada yang melanggar peraturan tersebut, dia menunjukkan status nya sebagai anak se orang rumah Marques, dan menindas orang yang tidak patuh dengannya, tapi setelah kejadian itu t
Di kelas akademi.Menyibakkan rambut panjangnya yang berwarna merah menyala dan tersenyum menggoda Baiklah, mari kita mulai.Berjalan dengan langkah pelan namun penuh percaya diri menuju meja di depan kelas, Profesor Ivana meletakkan buku-buku tebalnya dengan sedikit dramatis."Selamat datang di kelas Pengendalian Elemen! Saya Profesor Ivana, dan saya akan membimbing kalian untuk menguasai kekuatan dasar sihir, kekuatan yang mengalir di sekitar kita, kekuatan yang membentuk dunia ini: air, api, tanah, dan udara."Matanya yang hijau emerald menyapu seluruh kelas, mengamati setiap murid dengan seksama."Jangan tertipu dengan penampilan saya. Menguasai elemen bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan konsentrasi, ketekunan, dan yang terpenting..." menjentikkan jari, seberkas api kecil menyala di ujung jarinya, "... gairah!"Api itu menari-nari di tangannya, membentuk bunga mawar yang indah sebelum akhirnya menghilang."Di kelas ini, kita tidak hanya akan membaca buku dan menghafal mantra. Ki
Bab 10 Profesor Ivana menghela napas pelan, saat mengambil kertas-kertas tugas dari meja. "Hmm... menarik," gumamku, lebih pada diri sendiri daripada pada siapa pun yang mungkin masih berada di ruangan itu. Mataku tertuju pada salah satu tugas, tulisan tangannya rapi dan tegas. Badril. Sebuah senyuman kecil tersungging di bibirku. "Sepertinya Tuan Badril cukup percaya diri dengan jawabannya," kataku lirih, merasakan kembali sengatan tantangan di matanya. Aku merapikan tumpukan kertas, merasakan debaran jantungku yang belum juga mereda. Badril memang telah mengusik ketenanganku, membangkitkan sesuatu yang sudah lama tertidur dalam diriku. Rasa penasaran, kegembiraan, dan mungkin... sedikit rasa takut. Aku berjalan keluar kelas dengan langkah gontai, pikiran masih dipenuhi oleh sosok Badril. Tantangannya, tatapannya, auranya... semuanya terasa begitu kuat dan memabukkan. Aku harus mengakui, Badril telah berhasil menarik perhatianku, dan aku tidak yakin apa yang harus kulakuka
Raungan Anggun memecah kesunyian malam. Bukan raungan seperti singa, tapi lebih seperti raungan badai. Angin berputar di sekelilingnya, membentuk pusaran yang menyedot dedaunan dan debu. Kilatan petir menyambar dari tangannya, menghantam penyerang berjubah hitam yang berusaha mendekat. Terdengar jeritan kesakitan dan bau hangus.Aku memfokuskan pandanganku pada penyerang yang tersisa. Aura hijau yang samar menunjukkan bahwa mereka adalah pendekar pedang level senior. Mereka tangguh, tapi Anggun dengan sihir angin dan petirnya jelas bukan lawan yang mudah. Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Para penyerang ini... mereka terlalu bersemangat untuk mati. Seolah-olah mereka hanya pengalih perhatian."Fanny, Veronica! Kalian bisa gunakan sihir untuk melindungi diri, kan?" teriakku, suaraku tajam menembus kegaduhan."Tentu saja!" jawab Veronica, matanya berkilat penuh semangat. "Kami tidak akan tinggal diam saja!"Fanny mengangguk, raut wajahnya berubah serius. Ia mengangkat kedua
POV Fanny. Perjalanan kembali ke rumah terasa panjang dan hening. Veronica sesekali mencuri pandang ke arah Badril, ekspresinya campuran antara khawatir dan penasaran. Anggun fokus mengendalikan kereta kuda, tapi aku bisa merasakan ketegangan di balik sikapnya yang tenang. Sesampainya di rumah, aku segera membantu Badril turun dari kereta. Dia masih tampak lemas, tapi berusaha untuk tidak menunjukkannya. "Kau perlu istirahat, Badril," kataku sambil menuntunnya masuk ke dalam rumah. "Ya, kau benar," jawabnya dengan suara serak. Aku membawanya ke kamarku dan membantunya berbaring di tempat tidur. Dia langsung memejamkan mata, tampaknya kelelahan telah mencapai puncaknya. Aku menatapnya sejenak, lalu perlahan meninggalkan kamar. Aku perlu memberi tahu keluargaku tentang apa yang terjadi, dan aku juga harus mencari cara untuk... Ah, tapi mungkin Badril ingin merahasiakannya dulu. Aku tidak boleh melanggar kepercayaannya. Aku menemukan keluargaku di ruang keluarga, bersama Ver
Kereta kuda keluarga Valerian berhenti di depan gerbang kediaman mereka. Reiner Valerian melompat turun, disambut oleh Teresa dan para pelayan yang membungkuk hormat."Selamat datang kembali, Tuan," sapa kepala pelayan dengan ramah."Terima kasih, Sebastian," jawab Reiner sambil melemparkan senyum lelah. Perjalanan dari Jatih cukup melelahkan, meski ia puas dengan hasil perjalanan bisnisnya."Bagaimana perjalananmu, Sayang?" Teresa menghampiri Reiner dengan wajah ceria."Lancar. Kesepakatan dagang dengan saudagar di Jatih berjalan mulus," jawab Reiner sambil mengecup kening istrinya. "Bagaimana kabar Badril? Apakah dia baik-baik saja?"Senyum Teresa sedikit memudar. "Badril baik-baik saja, tapi... ada sedikit insiden di akademi beberapa hari yang lalu."Raut wajah Reiner berubah serius. "Insiden? Insiden apa?"Teresa menceritakan tentang penyerangan yang dialami Badril, Fanny, dan Veronica