POV YudiAku benar-benar terkejut melihat rumah orang tuaku di segel, ada apa sebenarnya, kenapa Mbak Siska tidak cerita apa-apa soal ini, bahkan kemarin-kemarin saat Mbak Siska datang ke rumah, ia tampak baik-baik saja.Tapi sejujurnya aku sedikit heran kenapa dia kemana-mana sendiri, kemana Mas Ridwan? Apa dia di luar kota, dan Mbak Siska ke sini sendiri, lalu di mana selama ini Mbak tinggal? Pikiranku begitu kacau, banyak pertanyaan bermunculan di kepalaku.Aku coba menghubungi Mbak Siska. Ponselnya tidak aktif. Sejak kejadian di rumah Sintya, Mbak Siska tak menampakkan batang hidungnya. Ia terlihat sama kecewanya dengan Eva. Di mana kamu Mbak? Aku memutuskan untuk mencari kos, masih ada sisa uang di ATM, aku rasa cukup untuk menyewa kamar kos untuk sebulan ini.Aku berjalan ke ujung jalan, di mana ada pangkalan ojek."Ojek Bang?" tanya salah satu dari empat pemuda tukang ojek."Iya, Mas! Sebelumnya maaf, Mas tau rumah yang ada di ujung gang, sebelah kanan? Itu kenapa di segel ya?
Setelah muter-muter seharian aku belum juga dapat kerjaan, oh tuhan kenapa hidupku jadi sesulit jadi ini, keluhku dalam hati.Hari sudah semakin sore, aku putuskan untuk kembali ke kos, dan mulai cari kerja lagi besok, tak lupa aku mampir ke warung nasi untuk membeli sebungkus nasi, perutku terasa lapar karena dari pagi baru terisi nasi waktu sarapan, siangnya aku tak makan agar sedikit berhemat.Usai membeli nasi di warteg tak jauh dari kos, ponsel di saku celanaku bergetar, bergegas aku merogohnya.Tertera nama Mbak Siska di layar pipih yang masih bergetar, tak menunggu lama aku gulirkan tombol warna hijau."Halo, Mbak! Mbak ada di mana?" tanyaku langsung, dengan rasa cemas yang mendera."Yud, Aku tadi dari rumahmu sama Eva, tapi kok sepi, kamu di mana?" Bukanya menjawab pertanyaanku justru ia balik bertanya."Aku sekarang udah nggak tinggal di sana, Mbak! Aku dah cerai sama Eva." jawabku lesu, ada karena harus membahas wanita jalang itu."Apa?! Kok bisa? Ada masalah apa?" Dari suar
Mbak Siska hanya menggeleng sambil terus terus terisak. Kuhelakan napas panjang."Lalu di mana Mas Ridwan sekarang, Mbak?""Mas Ridwan pergi entah kemana, setelah berhasil menjual rumah yang kami tinggali di sana, dan pergi membawa uang hasil jual rumah itu, bahkan Mas Ridwan tak peduli denganku dan dengan semua hutang di bank, hingga pada akhirnya rumah Ibu di sita," ucap Mbak Siska dengan suara parau.Rasa kesalku terhadapnya hilang seketika setelah mendengarkan semua penjelasannya, ternyata kehidupan Mbak Siska begitu miris."Bagaimana dengan orangtuanya Mas Ridwan, Mbak?" Mbak Siska kembali membuang napas dengan kasar."Orang tuanya Mas Ridwan sama sekali tak peduli dengan kami, apalagi Mbak di anggap mandul karena bertahun-tahun menikah dengan anaknya, Mbak belum juga hamil. Mbak sudah nggak punya apa-apa lagi dan nggak punya siapa-siapa lagi sekarang, Yud!" Tangisnya kembali pecah usai mengatakan itu. Kurang ajar sekali mereka, batinku"Masih ada aku Mbak! Sudah, sekarang Mbak t
Aku meluapkan semua kekesalanku terhadap Eva pada Kakak perempuanku ini, bagaimana pun juga dia ada andil di sini, meski tak langsung.Mbak Siska terperangah mendengar semua itu, wajahnya memerah, mungkin ia sama denganku, tak menyangka jika Eva ternyata bukan wanita baik-baik."Eva benar-benar keterlaluan!" desisnya lirih, tapi masih terdengar oleh telingaku."Mbak tak menyangka dia berani berbuat seperti itu! Kurang Aj*r!" Mbak Siska kembali terdengar mengumpat Eva."Sekarang kita nggak punya apa-apa lagi, Mbak! Aku benar-benar menyesal telah menyakiti perempuan sebaik Sintya." Aku tertunduk, menyesali semua yang telah kuperbuat, tiba-tiba ingatan tentang masa-masa sulit yang telah berhasil aku lewati bersama Sintya hadir berputar-putar di kepalaku. Betapa susahnya dulu saat aku kena PHK, Sintya dengan penuh kelembutan menemaniku, memberi semangat untuk bangkit dan berjuang bersama, ia terus meyakinkan aku jika suatu hari kami bisa hidup layak dan berkecukupan, tapi saat semua itu
Tak apalah makan nasi sebungkus berdua, ingat waktu kecil dulu juga sering aku makan sepiring berdua dengan kakakku satu-satunya ini."Makanya pelan-pelan donk! Nanti cepet habis Mbak baru makan sedikit," celotehannya, melihatku caraku makan dengan lahap."Iya, iya! Ini satu suap lagi aku udah, ntar Mbak y habisin ya!"Ya Tuhan, kami sudah seperti orang kelaparan begini, sungguh miris sekali nasibku ya Tuhan.Aku berjalan keluar ke kamar mandi, untuk cuci tangan kemudian langsung kembali ke kamar. Terlihat nasi bungkus itu sudah habis tak tersisa."Jadi gimana besok rencananya? Kita ke rumah Sintya? Dan minta maaf gitu?" tanya Mbak Siska saat melihatku duduk kembali di sampingnya. "Iya, besok kita ke rumah Sintya, semoga aja aku berhasil membujuk Sintya untuk kembali rujuk padaku, jadi aku tak perlu lagi tinggal di kamar yang sempit ini," ucapku penuh harap."Oke, Mbak pulang dulu ya, udah sore juga, sekalian Mbak numpang cuci tangan dulu Yud," pamitnya.Aku mengantarnya hingga ke de
POV EvaEvalina Yulianti itu nama lengkapku, berprofesi sebagai perias tentu membuatku cukup di kenal banyak orang, penampilanku juga harus oke, cantik dengan rambut hitam tergerai sebahu, kulit putih serta perawatan rutin yang kulakukan di salon, tentu menambah nilai kecantikan dalam diriku.Semua itu tak sulit bagiku untuk merebut hati lelaki, termasuk Mas Yudi, aku sering mendengar namanya di saat aku sedang berkumpul bersama komunitas perias atau saat ada event rias, membuatku tertantang untuk bisa mengenalnya lebih dekat, apalagi saat mendengar usahanya di bidang dekor wedding kian sukses, tentu akan menjadi kebanggaan tersendiri jika aku mampu menaklukkan hatinya, dan menjadi istri seorang pengusaha dekor itu.Karirku akan kian meroket jika aku berhasil menjadi istrinya, kita bisa jalan beriringan sebagai pasangan yang sangat serasi. Terlebih aku cukup kenal dengan Kakaknya yaitu Mbak Siska, dan mengutarakan niatnya untuk menjodohkan aku dengan Mas Yudi, pucuk di cinta ulam pun
Sejak itu aku sudah tak lagi peduli dengan Mas Yudi, aku akan kembali menjadi diriku sendiri mencari kesenangan untuk diriku sendiri. Meskipun statusnya dia masih suamiku tapi aku tak peduli, karena dia sudah menjadi kere, apa yang mau di harapkan, pantas saja beberapa hari lalu aku meminta mobil tak kunjung ia belikan. Huh, menyebalkan.Aku kenal Miko beberapa bulan lalu, dia seorang fotografer yang baru beberapa Minggu ini ikut gabung di grup riasku. Miko usianya masih muda, sangat supel, dan pandai bergaul, membuatku terpikat padanya, apalagi dia anak orang kaya.Ternyata dia juga mengatakan menyukaiku sejak pertama bertemu. Ini kesempatanku untuk mendapatkan Miko, lelaki kaya, mapan, dan tampan, nyaris sempurna.Hari itu, dia datang menjemputku di rumah, awalnya kita akan ketemuan di kafe, tapi motorku di pakai sama Mas Yudi, jadi akhirnya dia datang menjemputku. Saat di rumah, ia kembali mengungkapkan cintanya padaku.Aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu, membalas cintanya.
Hari terus bergulir, hingga bulan berganti, hubunganku dengan Miko semakin dekat. Kami berencana akan melangsungkan pernikahan dua Minggu lagi.Aku juga sudah di kenalkan dengan orangtuanya, mereka semua baik terhadapku, Miko berasal dari keluarga yang cukup mapan, hatiku senang karena sebentar lagi akan menikah dengan Miko, lelaki yang tepat.Semua keperluan pernikahan juga sudah siap, karena kami punya banyak kenalan tim wedding organizer jadi tak repot untuk mengurus semuanya.Dua Minggu kemudian pernikahan pun di gelar, semua acara di adakan di rumah Miko, karena semua sudah di atur oleh Ibu Dwi–ibu mertuaku, aku hanya menurut saja sebagai calon pengantin. Setelah menikah rencananya aku akan tinggal di rumah Miko.Ijab qabul pun di ucapkan dengan lancar oleh Miko."Sah. Sah." Suara beberapa orang saksi terdengar tegas.Pernikahan berjalan lancar, beberapa teman, sanak saudara berdatangan memberi ucapan selamat, keluargaku juga sudah hadir dari luar kota sejak kemarin.Hatiku berbu