Tempat Mian dan Jessen menempuh pendidikan mendadak geger. Seluruh staf dan mahasiswa mendadak saling melempar informasi untuk mencari kebenaran dari postingan yang diunggah oleh salah satu tenaga pengajar mereka. Rasa haus akan kebenaran langsung meledak tergantikan teriakan kekecewaan kala situs resmi buletin universitas mengeluarkan artikel resmi yang membenarkan beredarnya kamar lamaran antara dosen idola dengan mahasiswa incaran para gadis di kampus mereka. Sungguh, itu merupakan momen patah hati masal dari pihak penggemar Marchellia dan Jessen. Mereka menjadi tidak berselera untuk mengikuti proses ajar mengajar yang berlangsung hari ini. “Buy, kamu ngerasa nggak kalau fakultas kita rasanya sepi banget?” Princess baru saja selesai bertemu dengan dosen pembimbingnya untuk membahas kelanjutan bab dua yang dirinya kerjakan. “Buy!” Panggil Princess lagi dengan nada lebih keras. Astaga! Karena gagal ena-ena, Mian melancarkan aksi tutup mulut. Anak itu tadi sempat mengatakannya sete
“Boleh saya bantu membawakan paper-papernya Bu?” “Tidak usah, Pak Wisnu. Saya bisa sendiri.” Marchellia biasanya meminta salah satu mahasiswanya untuk membantunya mengumpulkan tugas mereka ke ruangan pribadinya. Marchellia tidak terlalu suka berbaur dengan kebanyakan orang. Ia memiliki kantor tersendiri, jauh dari tenaga pengajar lainnya. Itu ia lakukan demi melindungi privasi dan sikap yang dirinya coba sembunyikan dari khalayak umum. Ia yang manja– masih belum menghilang. Sifat itu mengakar dalam dirinya. Demi Jessen Marchellia rela menahan sikapnya, berpura-pura menjadi wanita dewasa. “Tidak apa-apa. Saya memaksa.” Menyerahkan lembaran-lembaran hasil jawaban mahasiswa yang dirinya ajar dua bulanan ini, Marchellia lantas berterima kasih atas tawaran Wisnu. Mereka berjalan bersisian menuju ruangannya yang terletak tak jauh dari kantor Rektor. “Bu Marchellia benar akan menikah dengan Jessen?” Marchellia tersenyum manis, kepalanya mengangguk. “Benar Pak Wisnu,” Jawabnya tidak dapa
Jessen berlarian menuju basement tempat dimana mobil para dosen dan staf fakultasnya diparkirkan. Princess menghubunginya dengan tangis yang tak bisa dikatakan biasa saja. Katanya gadis itu tidak dapat mengemudikan mobilnya karena telah membunuh Tantenya. Mendapat aduan yang segila itu, Jessen langsung menyambar salah satu kunci di rumah sang oma. Kekasihnya pasti ketakutan. “Ecen.. Eceeeen!”Jessen menerima tubuh Marchellia yang terhambur memeluknya. Gadisnya tadi berjongkok di dekat ban mobil. Ia bangun setelah melihatnya. “Ecen Mbul takut. Tante Icha mati! Ecen!” Jessen berdesis pelan, tangannya membelai punggung Marchellia. “Nggak apa-apa. Udah waktunya mungkin Tante Icha meninggal.” Ucapnya meski di dalam hati ia juga memendam ketakutan setengah mati. Bagaimana jika kekasihnya dilaporkan ke polisi?! Gadisnya tidak mungkin sanggup mendekap disana barang sedetik. Hidupnya selama ini sangat sempurna dikelili harta dan kemewahan. “Aku harus gimana?!”“Nanti aku aja yang ditahan.
Jessen memutuskan untuk memulangkan Marchellia ke rumah orang tuanya. Gadisnya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja sekarang. Meskipun memiliki banyak asisten rumah tangga di apartemen mewahnya, tetap saja Jessen tidak akan tenang meninggalkan gadis itu. Ia tak bisa kabur lama-lama dari kediaman Omanya.“Papi,” Marchellia mengambil tempat di tengah-tengah orang tuanya yang tengah bercengkrama. Bisa Jessen lihat ada perubahan garis wajah di muka calon mertua laki-lakinya. Sepertinya pria itu terganggu dengan kedatangan putri kesayangannya. “Om..” Sapa Jessen, mencoba beramah-tamah.“Tumben Achellnya Papi pulang ke rumah hari kerja?! Rindu Papi, ya?!” Sialun! Gue dicuekin! Capiper! “Jessen Mantunya Mami, duduk sini deket Mami, kita berempat…” Audi menepuk-nepuk bagian kecil yang tersisa di sampingnya.Jessen menggaruk kepala belakangnya. Sebenarnya ia mau-mau saja, tapi melihat tatapan tajam yang langsung menghunus padanya, Jessen jadi segan– takut gue, Anjing! Berasa mau ditele
“Dimana lo? Papi nyariin. Sopan lo main cabut aja dari rumah Oma begitu?!” Mami dan Papinya uring-uringan karena tindakan tak terpuji Jessen di rumah sang Oma. Anak itu pergi begitu saja di saat para tetua tengah membahas seserahan yang pantas untuk dijadikan hantaran lamarannya bersama Marchellia. Imbasnya sampai terkena pada Mian. Kembaran Jessen itu diminta Vero mencari keberadaan Jessen dan menyeretnya pulang.Mian mendengarkan baik-baik ucapan adiknya diseberang sana. Laki-laki itu menyimak amarah sang adik yang mengatakan dirinya ditawan oleh keluarga kekasihnya. Sebentar lagi katanya Jessen akan pulang bersama calon mertua laki-lakinya.“Ya udah! Gue tutup.” Pamit Mian sebelum mematikan sambungan telepon.. Mian melirik tubuh tanpa benang Princess yang tidur membelakanginya di atas ranjang. Lagi-lagi ia melewatkan kelasnya karena takluk pada rengekan sang kekasih. Usai meminta maaf di kantin tadi, Princess merayunya– mengajaknya untuk kembali ke apartemen wanita itu. “Aku ngga
Ketika Mian dan Princess keluar kamar dengan bergandengan tangan, mereka menemukan Justine tengah melakukan video call dengan putra pertamanya Vano. Keduanya tidak berani menyela setelah membuat Justine menunggu lama. Mungkin ada sekitar tiga puluh menit karena mereka menyempatkan diri untuk menghapus jejak-jejak percintaan yang melekat ditubuh masing-masing. “Kamu bawa Mama ke rumahnya Om Vero! Suruh dia bawa laras panjang punya bodyguard kesayangannya sekalian! Kita bakar keluarga itu!”‘Pah.. Papa ngamuk-ngamuk kenapa sebenernya?! Udah ketemu sama anak kesayangannya belom?’ “Nggak usah banyak tanya kamu! Cepet suruh Mama siap-siap. Anter pake Helly sekalian biar nggak kena macet!” Vano mendesah, ‘masalahnya Vano nggak paham Papa ngomong apa. Dari tadi Papa bisanya cuman teriak nggak jelas. Kita ada keperluan apa kesana?! Papa mau kumpul-kumpul tema cosplay superhero?’ Tebak Vano. Siapa yang tidak penasaran kalau diberikan clue setengah-setengah. “ADEK KAMU DIENA-ENAIN ANAKNYA H
“Kopinya Mas..” Siti memundurkan tubuhnya, memberi ruang untuk asisten rumah tangga lain yang membawa nampan agar mendekat pada meja makan. Kayu panjang yang biasanya digunakan untuk mengenyangkan cacing-cacing diperut anggota keluarga Vero tersebut kini beralih fungsi menjadi ruang rapat serbaguna. Di sudut kanan, Vero duduk bersama keluarga kecilnya. Di sisi lainnya diisi oleh keluarga Justine dan di kursi kebesaran Vero yang berada di tengah-tengah, di duduki Om Justine selaku pihak paling tua. Rumah Vero sedang dijajah sekarang– Vero sebagai pemilik tidak memiliki kekuatan untuk mengusir para brandal-brandal Darmawan yang menduduki daerah kebesarannya. Vero selalu pemilik rumah bahkan tidak lagi berani bersuara.“Mbak Sit,” Jessen menarik lengan baju Siti, “aku kopi susu dong pake es. Masa iteman begini kayak kakek-kakek. Ganti-ganti.” Protesnya karena Siti tidak membedakan kopi sesuai seleranya. Diantara semua orang yang menunduk, hanya Jessen yang berani bertindak biasa saja.
“Saya terima nikah dan kawinnya Princess Darmawan binti Justine Darmawan dengan mas kawin sepenuh cin..” Mian menelan ludahnya kasar. Seluruh keluarga sekarang mendelikan mata sehingga membuatnya kembali menghentikan ijab kabul keduanya. Sial! Karena permintaan pertama Princess tadi, Mian jadi tidak dapat berkonsentrasi. Mas kawin yang pertama disebutkan kekasihnya melekat begitu sempurna di dalam diri dan jiwa-nya. “Satu kali lagi salah, acaranya nggak bisa dilanjut ya Mas.. Gagal! Mas harus nunggu beberapa waktu lagi.” Ujar sang penghulu. Sepanjang ia menikahkan manusia, hanya ada satu keluarga yang selalu membuat kepalanya ingin pecah berhamburan ke tanah. “Tarik napas dulu.. Saya kasih kesempatan rileksin badan..” Sang penghulu mengeratkan jabatan tangannya, tubuhnya condong ke depan, “Mas.. Tolongin saya dong. Karir saya setiap kali berhubungan sama keluarga Darmawan mau tamat terus. Jangan bikin mata pencaharian saya ilang, Masnya!! Mata-matanya itu loh Mas, pengen saya colok