Ketika Mian dan Princess keluar kamar dengan bergandengan tangan, mereka menemukan Justine tengah melakukan video call dengan putra pertamanya Vano. Keduanya tidak berani menyela setelah membuat Justine menunggu lama. Mungkin ada sekitar tiga puluh menit karena mereka menyempatkan diri untuk menghapus jejak-jejak percintaan yang melekat ditubuh masing-masing. “Kamu bawa Mama ke rumahnya Om Vero! Suruh dia bawa laras panjang punya bodyguard kesayangannya sekalian! Kita bakar keluarga itu!”‘Pah.. Papa ngamuk-ngamuk kenapa sebenernya?! Udah ketemu sama anak kesayangannya belom?’ “Nggak usah banyak tanya kamu! Cepet suruh Mama siap-siap. Anter pake Helly sekalian biar nggak kena macet!” Vano mendesah, ‘masalahnya Vano nggak paham Papa ngomong apa. Dari tadi Papa bisanya cuman teriak nggak jelas. Kita ada keperluan apa kesana?! Papa mau kumpul-kumpul tema cosplay superhero?’ Tebak Vano. Siapa yang tidak penasaran kalau diberikan clue setengah-setengah. “ADEK KAMU DIENA-ENAIN ANAKNYA H
“Kopinya Mas..” Siti memundurkan tubuhnya, memberi ruang untuk asisten rumah tangga lain yang membawa nampan agar mendekat pada meja makan. Kayu panjang yang biasanya digunakan untuk mengenyangkan cacing-cacing diperut anggota keluarga Vero tersebut kini beralih fungsi menjadi ruang rapat serbaguna. Di sudut kanan, Vero duduk bersama keluarga kecilnya. Di sisi lainnya diisi oleh keluarga Justine dan di kursi kebesaran Vero yang berada di tengah-tengah, di duduki Om Justine selaku pihak paling tua. Rumah Vero sedang dijajah sekarang– Vero sebagai pemilik tidak memiliki kekuatan untuk mengusir para brandal-brandal Darmawan yang menduduki daerah kebesarannya. Vero selalu pemilik rumah bahkan tidak lagi berani bersuara.“Mbak Sit,” Jessen menarik lengan baju Siti, “aku kopi susu dong pake es. Masa iteman begini kayak kakek-kakek. Ganti-ganti.” Protesnya karena Siti tidak membedakan kopi sesuai seleranya. Diantara semua orang yang menunduk, hanya Jessen yang berani bertindak biasa saja.
“Saya terima nikah dan kawinnya Princess Darmawan binti Justine Darmawan dengan mas kawin sepenuh cin..” Mian menelan ludahnya kasar. Seluruh keluarga sekarang mendelikan mata sehingga membuatnya kembali menghentikan ijab kabul keduanya. Sial! Karena permintaan pertama Princess tadi, Mian jadi tidak dapat berkonsentrasi. Mas kawin yang pertama disebutkan kekasihnya melekat begitu sempurna di dalam diri dan jiwa-nya. “Satu kali lagi salah, acaranya nggak bisa dilanjut ya Mas.. Gagal! Mas harus nunggu beberapa waktu lagi.” Ujar sang penghulu. Sepanjang ia menikahkan manusia, hanya ada satu keluarga yang selalu membuat kepalanya ingin pecah berhamburan ke tanah. “Tarik napas dulu.. Saya kasih kesempatan rileksin badan..” Sang penghulu mengeratkan jabatan tangannya, tubuhnya condong ke depan, “Mas.. Tolongin saya dong. Karir saya setiap kali berhubungan sama keluarga Darmawan mau tamat terus. Jangan bikin mata pencaharian saya ilang, Masnya!! Mata-matanya itu loh Mas, pengen saya colok
Jessen dan Mian tidak berani mengangkat kepala mereka. Keduanya berjalan menunduk menyusuri lorong kampus. Bisik-bisik mahasiswa yang membicarakan tingkah mereka malam tadi belum juga mereda meski perkuliahan keduanya telah selesai. Mereka masih menjadi pembahasan paling panas yang diperbincangkan oleh senior dan anak seangkatan. "Gokil banget anjir acara kawinannya.""Gue nontonnya nggak bisa buat berhenti ketawa." "Dagelan banget, Cuk!" "Nyokap gue yang ikutan nonton berasa nonton acara lawak katanya!" "Si Dodit kok tahan banget, Anjir! Gue jadi dia semalem pingsan pasti!""Puncak komedinya di Jessen pas ngompol""Menurut gue bukan disitu tapi di Jessen yang ijabnya kayak bocil!" Hancur sudah nama baik yang dirancang sedemikian rupa. Setiap orang yang berpapasan dengan si kembar selalu tak bisa menahan tawa. Mereka menjadi bahan bulan-bulanan anak satu kampus, menguliti hasil siaran ekslusif yang dilakukan oleh Dodit."Gara-gara lo!" Mian baru berani mengeluarkan suara setelah
Ponsel Jessen berdering nyaring mengganggu aktivitas makannya. Setelah melihat wajah Papinya terpampang, mau tidak mau Jessen melepaskan sendok dan garpu ditangannya. "Yes Papi! Jessen is here." Tiba-tiba saja dalam satu malam, Jessen mendadak menjadi anak kesayangan Vero menggantikan kakak kembarnya. Hanya karena ia menanyakan apa yang seharusnya dilakukan ketika malam pertama, kedudukannya yang nista di keluarga sirna. Kemurnian Jessen sebagai seorang laki-laki diakui sudah. 'Rame banget. Lagi dimana kamu Jess?! Mami tadi telepon Papi, katanya udah masakin kamu sama Mian makanan biar duitnya nggak abis cepet.' Sekeras-kerasnya hati orang tua, tetaplah Vero dan Stefany tidak tega anak-anaknya dihukum. Terlebih kisah muda mereka juga tidak berbeda dengan keduanya. Semua sudah terlanjur terjadi, ingin mengembalikan ke jalur yang semestinya juga percuma. Waktu tidak lagi bisa diputar untuk membenahi kerusakan yang sudah berjalan. Atas kejadian yang menimpa putra-putra mereka, Vero da
Orang lain mungkin akan mengatakan jika Mian, Jessen dan Princess terlalu berlebihan karena tidak hidup layaknya manusia biasa. Namun, hal tersebut memang merupakan suatu fakta yang kemurniannya tidak tercampuri oleh cairan pemanis buatan brand manapun.Sebagai anak-anak orang kaya yang dikendalikan oleh harta orang tua, ketiga anak tersebut tergolong penurut. Dunia ketiganya tidak sebebas para orang tua mereka zaman dulu– termasuk dalam menentukan jenis konsumsi makanan dan jajanan. Hanya produk-produk terbaik yang masuk ke dalam lambung mereka. Jadi ketika menemukan makanan yang menggoyang lidah, dua diantara mereka kalap sampai kekenyangan. “Perut gue mau meledak..” Jessen menepuk-nepuk perutnya yang kini membuncit akibat mie instan dan aneka sate-satean. “Besok kita kesana lagi. Gue udah ngincer ikan yang dikasih saos merah.. Kayaknya enak juga..” “Sarden maksud lo, Bos?!” Hanya terdapat satu menu dengan ciri-ciri yang Jessen sebutkan di Burjo Pelangi.“Nggak tau namanya.. Itu D
Princess kira akan ada keributan maha dahsyat akibat cemburunya seorang laki-laki pada istrinya– tapi ternyata ia salah besar. Alih-alih menemukan adegan baku hantam seperti di drama-drama, wanita Mian itu justru bergidik ngeri melihat adik iparnya mengesot lantai lapangan basket menggunakan pantatnya.Ya Tuhan! Apa yang Princess harapkan dari seorang Jessen?! Angan-angannya terlalu tinggi jika mengharapkan adanya adu jotos betulan antara calon perusak rumah tangga dan suami sah yang terbakar cemburu buta. Jessen tidak segahar itu rupanya. “Mbul nggak suka ya sama Ecen yang main pukul! Nggak sopan tau Mbul. Pak Wisnu kan dosennya, Mbul!” Mata Princess menyipit. Sepertinya ia dua kali salah dalam menyimpulkan situasi. Sudah ada adegan kekerasan tapi ia terlambat menyaksikan. ‘Nggak asik banget!! Gue udah lari-larian juga!’ Ia sudah bergegas bahkan sampai lupa membayar tagihan teh kotak di koperasi depan. Masih saja ketinggalan keseruan.“Pak Wisnu kan kasihan Mbul pukul. Salah Pak Wi
“Bu Marchellia, boleh saya tangani dulu Jessennya?!” tanya Dokter yang berjaga hari ini. Wanita berkulit putih itu hanya bisa menahan napas karena sedari tadi tak diberikan kesempatan untuk menangani pasiennya. “Nanti ditangisin lagi nggak apa-apa. Saya cuman mau periksa saja, Bu.” Sudah sepuluh menit pemuda yang terbaring di brankar tersebut dibawa ke ruang kesehatan, namun memegang ujung kuku pasiennya saja sang dokter tidak bisa.“No! Don't touch my husband!” Marchellia bersiaga. Kedua tangannya merentang menghalang-halangi dokter cantik jelita agar tak menyentuh Jessen– miliknya. “Saya suruh Tante Icha pecat nanti kalau kamu masih berani. Saya aduin ke Papi Mami juga!” Marchellia menggunakan kekuasaannya untuk membuat dokter cantik itu tidak berkutik. Dodit di depan pintu menahan tawanya agar tidak tersembur. Sebisa mungkin Dodit tidak ingin merusak kelucuan yang tengah terjadi. Kapan lagi disuguhi acara menarik seperti ini– hiburan dimana dosennya yang memang kadang tulalit, men