“Papi why kita around-around?! Jess udah ngantuk!” Vero melihat Jessen melalui kaca spion tengah mobilnya. Ia menggigit bibir bawahnya, tak tahu bagaimana cara untuk menjawab pertanyaan simpel sang putra. Di kursi belakang, kedua putranya tampak bosan. Wajar saja.. Sekarang sudah hampir tengah malam. Waktunya mereka berdua terlelap di atas ranjang ditemani oleh Siti. Bukannya tidur, anak-anaknya justru menemani dirinya berputar mengelilingi Kota Jakarta yang luas. “Kita pulang ke rumah Opa Unyut mau?!” tawar Vero. Setidaknya mungkin dirinya akan aman beberapa saat jika tinggal di rumah ayah dari ibunya. Disana ada Axel yang dapat menenangkan dirinya. Sepupunya pasti bisa mencarikan jalan keluar. Jujur Vero takut pulang ke rumah. Selain insiden hampir tertabraknya si kembar, ia juga takut akan murka sang istri karena tak berhasil membelikan apa yang wanita itu idamkan. Pengalamannya sebagai calon ayah pertama sangatlah buruk. Ia merasa sedikit gagal menjadi seorang suami sekarang.
Vero menatap layar diponselnya. Baru saja Justine mengirimkan beberapa rincian ganti rugi lengkap bersama biaya kerusakan mobil milik pria itu. Kepalanya dibuat berdenyut karena kelalaian anak-anaknya. Sebenarnya Vero tak masalah kalau harus mengeluarkan dana— ia hanya sedang mencoba berhemat tapi semesta sepertinya tidak mengizinkannya untuk menyimpan uang lebih sebagai saldo mengendap di rekeningnya.“Cil, Bocil!” Gerutu Vero.“Papi on the way miskin mulu perasaan kalau masalahnya nyangkut kalian!” Dengan amat terpaksa, Vero membuka Mobile Banking miliknya. Ia ingin mematahkan kedua jempolnya saat ini agar bisa membuat alasan pada sahabatnya. Rasanya begitu berat untuk menuliskan angka seperti yang Justine kirimkan. Nominalnya cukup banyak. Kemana ia nanti mencari uang gantinya?! Siang malam bekerja bagai kuda saja belum bisa membuatnya mengalahkan kekayaan pribadi Justine. “Dua puluh dua juta buat motor.. Sekian plus-plus buat mobilnya Tintin.” Ratap Vero. “Totalnya..” Vero tak sa
Di dalam mobil yang membawa dirinya dan Stefany untuk menuju Angkasa Jaya, Vero memalingkan wajah menghadap sang istri. Hari ini ia sengaja sengaja menggunakan supir demi menghindari kecelakaan. Perihal hutang-piutang dengan Justine cukup menyita pikirannya. Ia tak ingin hal buruk terjadi padanya dan juga Stefany. Bagaimana nanti nasib si kembar kalau langsung kehilangan dua orang tua sekaligus. “Yang..” “Apa?!” Sahut Stefany. Wanita itu menutup compact powder-nya dan mengembalikan tuas lip cream yang sedang dirinya gunakan untuk mempercantik wajahnya. Semenjak melahirkan si kembar Stefany menjadi sangat peduli dengan penampilannya. Istri Vero tersebut mulai meninggalkan gaya tomboy dan sporty-nya demi mengimbangi gelar sang suami. “Kamu beneran minta Fendi buat kongsian uang ganti rugi ke Tin-Tin?!” Demi Tuhan dirinya memang mencintai uang, bahkan sejak memakai diapers tapi melihat raut Fendi yang seakan tak teraliri darah setelah istrinya meminta Fendi membayar setengah dari uang
“Twins!!” Vero mengerjapkan matanya. Ia langsung mengambil langkah mundur, memilih bersembunyi dibelakang tubuh Stefany. Ada dua pasang mata yang menyorot kepadanya. Tatapan itu sama-sama tajam membuat Vero takut jika akan dikuliti oleh keluarga besar yang menaungi nama si pelaku penatapan. “Mami!! Papi dipelototin, Mi!” Ia mengadu tepat ditelinga sang istri. “Darmawan emang nggak kaleng-kaleng kalau ngelahirin anak! Bisa nyeremin semua gitu.” Komentar Vero. “Anaknya Justine doang Pi.. Satunya nggak begitu.” Vero ber-yee.. Tidak tahu saja istrinya. Dibandingkan Princess jelas-jelas manusia bernama Marchellia Darmawan jauh lebih membuat repot Nusa dan Bangsa. Maklum Stefany hanya mengenali tabiat Justine dan keluarga kecilnya saja. Istrinya belum pernah melakukan silaturahmi langsung dengan Darmawan yang sesungguhnya. “Ngadu ke Abangnya, kelar hidup kita. Pasang senyum Mami..” Vero mencolek pinggang istrinya. Terserah saja itu para bocil mau pacaran dengan gaya bebas atau katak– V
Dapat pulang bekerja bersama sang istri merupakan hal yang paling Vero syukuri dalam hidupnya. Meski berada di tempat kerja yang sama bahkan dengan ruangan berdekatan, tak jarang mereka pulang masing-masing. Ia yang kerap lembur bersama Mischa harus rela membiarkan istrinya melepas penatnya beban kerja yang tidak sebanyak dirinya. “Giliran Mischa yang lembur Pi?!” “Garapan dia belum selesai Mi.. Ada beberapa report yang harus di cek sama data dari anak lapangan katanya.” Bisa Vero akui jika Mischa memang bukan orang yang salah. Pria itu sangat tepat mendapatkan kursi yang dirinya duduki sekarang sebagai wakil direktur utama. Kinerjanya tak pernah mengecewakan. Beberapa tender besar sering dimenangkan walau harus berhadapan dengan perusahaan besar seperti milik Darmawan yang diketuai oleh Marchellino. “Begitu terus kapan mereka punya baby, Pi.” Desah Stefany. Terkadang istri Vero itu kasihan. Sudah beberapa tahun mantan kekasihnya menikah dengan sang adik ipar, tapi pasangan itu bel
Satpam yang bertugas di depan pintu gedung perusahaan Husodo langsung berlari cepat kala melihat mobil Vero berhenti. Ia membuka pintu belakang lalu tersentak, “maaf Pak. Saya kurang fokus. Kirain Bapak bawa supir.” Ucapnya sebelum menutup kembali pintu dan berpapasan head to head dengan atasannya di bagian depan mobil.“Ada yang ketinggalan Pak?” Secara Vero belum lama meninggalkan kantor dan pria itu kembali terlihat. “Kenapa nggak suruh orang kantor nganter ke rumah aja, Pak?!” “Ipar saya yang ketinggalan. Mau kamu tenteng dia kayak kantong kresek?!” Nyinyir Vero. Maklum, kepalanya sudah mau meledak. Belum satu minggu menangani satu wanita hamil saja Vero dibuat resah, apalagi sekarang ada dua. Vero tak yakin hasil tes kesehatannya akan baik nanti. Seluruh organ— terutama hatinya pasti rontok– tersapu oleh keinginan di luar kepala istri dan adiknya. “Parkirin dia!” Vero menunjuk mobil di belakang tubuhnya. "Nggak usah yang jauh-jauh! Lama nunggunya nanti!" Satpam yang tengah be
Vero mendekap erat guling yang Stefany lemparkan. Dari atas balkon kamar putra mereka– wanita tercinta Vero itu menatap penuh prihatin suaminya. Setengah hatinya tak rela jika sang suami dihukum oleh adik ipar dan ibu mertuanya.“Papiii!! Kamu baik-baik aja ya di sana! Kalau ada apa-apa telepon Mami!” Teriakan penuh cinta tersebut tak hanya membuat Mischa yang berada disamping Vero memutar bola matanya, tetapi juga para anak-anak Vero. “Bubuy wait!” Mian menjauhkan telepon genggamnya dari telinga, “Mami!” Panggil anak itu, “Papi cuman di bawah. Nggak pergi kemana-mana, Mami!” Ujarnya sembari melongokan kepalanya untuk melihat Papinya. Jessen yang tidak sedang bertelepon membenarkan ucapan kembarannya. “Papi with Om Mischa..” timpalnya. Bagi si kembar tak ada yang perlu ditakutkan. Papi mereka tidak sedang berkemah di dalam hutan belantara seperti tayangan-tayangan Netflix animal yang sering mereka tonton. Tak ada beruang atau hewan liar lainnya yang menghuni rumah mereka. “They are
Vero dan Mischa tengah membuka kotak makanan dari gerai mie yang beberapa saat ini tengah viral di berbagai daerah Indonesia. Beruntung hari belum terlalu larut sehingga mereka dapat memesannya via jasa antar. Nama-namanya yang unik menarik minat Vero untuk membelinya. Laki-laki itu bahkan sangat excited ketika membuka aplikasi startup yang menghubungkannya dengan si restoran. Dalam pikirannya, bagaimana bisa ada makanan yang diberi nama hantu-hantu lokal Indonesia. Benar-benar ide yang luar biasa untuk memikat keingintahuan konsumen.“Mis..”Mischa berdehem. Pria yang sedang mengangkat mienya dengan sumpit itu menggantungkan tangannya di udara. “Kenapa?!” tanya-nya lalu mengembalikan makanan yang seharusnya masuk ke dalam mulutnya ke dalam kotak. Melihat wajah Vero yang menyerngit, Mischa lantas bertanya. “Muka lo?” “Gue mendadak takut.” Vero melempar pesanannya begitu saja hingga membuat Mischa mendesah. Kelakuan Pangeran Husodo satu ini memang tidak pernah ada akhlak sejak dulu. J
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau