Vero mendekap erat guling yang Stefany lemparkan. Dari atas balkon kamar putra mereka– wanita tercinta Vero itu menatap penuh prihatin suaminya. Setengah hatinya tak rela jika sang suami dihukum oleh adik ipar dan ibu mertuanya.“Papiii!! Kamu baik-baik aja ya di sana! Kalau ada apa-apa telepon Mami!” Teriakan penuh cinta tersebut tak hanya membuat Mischa yang berada disamping Vero memutar bola matanya, tetapi juga para anak-anak Vero. “Bubuy wait!” Mian menjauhkan telepon genggamnya dari telinga, “Mami!” Panggil anak itu, “Papi cuman di bawah. Nggak pergi kemana-mana, Mami!” Ujarnya sembari melongokan kepalanya untuk melihat Papinya. Jessen yang tidak sedang bertelepon membenarkan ucapan kembarannya. “Papi with Om Mischa..” timpalnya. Bagi si kembar tak ada yang perlu ditakutkan. Papi mereka tidak sedang berkemah di dalam hutan belantara seperti tayangan-tayangan Netflix animal yang sering mereka tonton. Tak ada beruang atau hewan liar lainnya yang menghuni rumah mereka. “They are
Vero dan Mischa tengah membuka kotak makanan dari gerai mie yang beberapa saat ini tengah viral di berbagai daerah Indonesia. Beruntung hari belum terlalu larut sehingga mereka dapat memesannya via jasa antar. Nama-namanya yang unik menarik minat Vero untuk membelinya. Laki-laki itu bahkan sangat excited ketika membuka aplikasi startup yang menghubungkannya dengan si restoran. Dalam pikirannya, bagaimana bisa ada makanan yang diberi nama hantu-hantu lokal Indonesia. Benar-benar ide yang luar biasa untuk memikat keingintahuan konsumen.“Mis..”Mischa berdehem. Pria yang sedang mengangkat mienya dengan sumpit itu menggantungkan tangannya di udara. “Kenapa?!” tanya-nya lalu mengembalikan makanan yang seharusnya masuk ke dalam mulutnya ke dalam kotak. Melihat wajah Vero yang menyerngit, Mischa lantas bertanya. “Muka lo?” “Gue mendadak takut.” Vero melempar pesanannya begitu saja hingga membuat Mischa mendesah. Kelakuan Pangeran Husodo satu ini memang tidak pernah ada akhlak sejak dulu. J
“AXEEEL!” Vero tak akan membiarkan formasinya kacau balau. Demi mempertahankan kewarasannya, ia akan menikmati segala penyiksaan ini semaksimal mungkin. Ada Justine ditambah personil barunya. Sekarang ia hanya harus memastikan personil sesungguhnya hadir dan bergabung bersama mereka. Axel Harnantyo Haryo harus datang dan memeriahkan hukuman mereka. Berpesta menghabiskan layaknya malam-malam ketika badai belum menerjang masa perjaka mereka.“Axe..” Wajah Vero seketika berubah datar. Sambungan teleponnya dimatikan sepihak dan itu membuat Justine yang memperhatikannya, tertawa terbahak-bahak. “Lo nggak digubris sama Axel?!” tanya Justine. “Kasihan!” Justine mengeluarkan ponselnya. Ia mengejek Vero dengan seringainya. “My turn, Husodo!” Justine sengaja meloudspeaker sambungannya bersama Axel. “My Bro!” Diseberang sana Axel berdehem.Diangkat?! Demi si kembar yang pasti membuka matanya setelah mendengar panggilan dari pacar-pacar mereka, telepon Justine tidak dimatikan seperti miliknya
Stefany menggeliatkan tubuhnya. Ia meraba-raba ranjang di sebelahnya dengan bibir mengerucut. Malam tanpa Vero ternyata benar-benar tak mengenakan. Ia merasa kesepian sekaligus menderita karena tak dapat memeluk suaminya. Wajar bukan?! Ia sudah bertahun-tahun tidur ditemani suaminya. Selalu ada saja pembicaraan setiap malamnya meski akhirnya berujung dengan aksi saling jamah. “Sekarang gue berasa janda anyaran!” Decak Stefany. Meraih ponsel disampingnya, Stefany melihat jam yang tertera di atas layar. Ini sudah pukul dua pagi dan ia tidak dapat memejamkan matanya barang sedetik pun. Kehadiran Vero saat ini sangat dirinya butuhkan. Menekan rasa takut jika adik iparnya yang baru hamil akan mengamuk, Stefany bergerak menuruni ranjang. Ia harus menyelamatkan suaminya dari masuk tragedi bobok di luar rumah. “Gue juga hamil kok!” Sungutnya, “kalau dia mau hukum suaminya ya udah. Kan gue juga butuh laki gue kali!” Bibirnya terus menggerutu dengan langkah mantap keluar dari kamar. Tidak ak
“Kok gue ada di kamar?!” Stefany yang tengah menyiapkan pakaian untuk Vero mendengus. Suaminya memang payah jika berurusan dengan alkohol. Wajar saja– Vero sejak kecil memiliki penyakit bawaan. Stefany tak akan meledek atau pun menyalahkan suaminya. Ia justru bersyukur karena Vero terlahir spesial sehingga ia tak mendapatkan bekasan-bekasan wanita kurang belaian yang dulu sering ia jumpai di kelab malam. Apa jadinya jika Vero seperti anak-anak orang kaya lainnya. Pergaulan suaminya pasti akan rusak. Yah meski Stefany tak dapat menyebut pergaulannya baik. Sebelum dinikahi putra salah konglomerat Indonesia, ia juga merupakan anak muda Jakarta kebanyakan. Ia terhitung rusak karena kerap melampiaskan kesepian dan tumpukan masalahnya pada minuman penghilang kewarasan tersebut. Tapi hanya sebatas disana. Ia tak pernah berminat membungkus atau dibungkus. Pertahanan dirinya dalam menjaga kesucian sangat tinggi sampai seorang pria muda gila berhasil mengacau dalam kehidupannya."Stef!" Vero
Cinta.. Kenapa satu kata itu dapat mengguncang dunia bahkan akal sehat manusia. Seperti sekarang contohnya. Empat orang dewasa tengah mengikuti lima anak di bawah umur berjalan-jalan mengelilingi pusat perbelanjaan. Ceritanya mereka sedang berpacaran di hari libur sekolah. Mengenaskan sekali nasib para ajudan yang ternyata adalah pencipta para pecinta di usia muda. Vero, Stefany, Justine dan Axel hanya bisa pasrah mengikuti kelimanya. “Ponakan gue kasihan banget. Dia gandengannya sama Vano.” Vero mendadak terserang kesensitifan yang seharusnya dirasakan oleh Stefany. Mata pria yang sebentar lagi akan mendapatkan anggota squad baru itu berkaca-kata, memikirkan nasib tak pernah mulus keponakannya. Bagaimana tidak malang. Ansel kecil sudah ditinggalkan ibu kandungnya, tidak diterima kehadirannya oleh sang papa lalu sekarang gebetannya dicuri oleh saudara sepupunya. Sungguh lengkap penderitaan anak muda itu. Dunia sungguh kejam, tapi Vero juga tak ingin anaknya bersedih kalau ia menduku
Ketahuilah, di dunia ini tidak ada yang Vero takuti kecuali Mommy-nya dan Stefany tentu saja. Sejauh dua wanita itu tidak mengamuk, maka satu lubang di Sandiego Hills tidak akan berpenghuni untuk jarak waktu yang dekat. Husodo bisa menghemat uang keluarga untuk pemakaman dirinya karena bisa dipastikan ia tidak akan mati hanya karena pertemuan dua keluarga besar yang diadakan secara mendadak sekarang ini. Julukan tukang mengadu yang tersemat sepanjang hayat pada Vero sepertinya harus lengser dan digantikan oleh sepupunya. Vero tak habis thinking. Bagaimana bisa pria satu anak itu mengadukan kebaikannya yang akhirnya ditanggapi negatif pada kakek botak mereka. Sejak dulu, Axel memang manusia kurang tahu diuntung. Alih-alih membuat keributan tak berfaedah, seharusnya Axel mengucapkan terima kasih atas niat baiknya membantu untuk mencarikan pasangan anak semata wayangnya. Ini juga demi kebaikan Ansel dan masa depan pelanginya yang sudah tercium. “Alvero..” “Opa..” Balas Vero tak ada ta
Fendi membelai dadanya naik turun. Kelakuan Pangeran Husodo yang menggantikan junjungan terdahulunya benar-benar menguras hati nurani. Terkadang Fendi ingin resign jika tak mengingat kontribusi seorang Raynald Husodo dalam hidupnya. Pria yang telah melengserkan dirinya karena faktor usia tersebut sudah banyak membantunya. Ia bisa merasakan segala keindahan dunia menggunakan uang juga karena pria itu, tapi sekarang..“Mas Vero! Kepala saya mau pecah rasanya!” Teriak Fendi murka. Sejak tadi yang Vero lakukan hanya membuang-buang kertas report bulanan dari bagian keuangan. Bukannya membaca, pengganti Bos Besar Ray malah bertindak memendekan sumbu amarah. “Gue nggak mood kerja, Fen, tapi lo ngasih beginian! Siapa yang salah sekarang?!” Hardik Vero, tangannya kembali menerjunkan kertas di mejanya. Kapan bosnya mengatakannya?! Fendi tidak mendengar satu pun keluhan yang menandakan buruknya suasana hati sang atasan. Tolong! Ia bukanlah dukun yang bisa menebak penderitaan pasiennya tanpa di