Dapat pulang bekerja bersama sang istri merupakan hal yang paling Vero syukuri dalam hidupnya. Meski berada di tempat kerja yang sama bahkan dengan ruangan berdekatan, tak jarang mereka pulang masing-masing. Ia yang kerap lembur bersama Mischa harus rela membiarkan istrinya melepas penatnya beban kerja yang tidak sebanyak dirinya. “Giliran Mischa yang lembur Pi?!” “Garapan dia belum selesai Mi.. Ada beberapa report yang harus di cek sama data dari anak lapangan katanya.” Bisa Vero akui jika Mischa memang bukan orang yang salah. Pria itu sangat tepat mendapatkan kursi yang dirinya duduki sekarang sebagai wakil direktur utama. Kinerjanya tak pernah mengecewakan. Beberapa tender besar sering dimenangkan walau harus berhadapan dengan perusahaan besar seperti milik Darmawan yang diketuai oleh Marchellino. “Begitu terus kapan mereka punya baby, Pi.” Desah Stefany. Terkadang istri Vero itu kasihan. Sudah beberapa tahun mantan kekasihnya menikah dengan sang adik ipar, tapi pasangan itu bel
Satpam yang bertugas di depan pintu gedung perusahaan Husodo langsung berlari cepat kala melihat mobil Vero berhenti. Ia membuka pintu belakang lalu tersentak, “maaf Pak. Saya kurang fokus. Kirain Bapak bawa supir.” Ucapnya sebelum menutup kembali pintu dan berpapasan head to head dengan atasannya di bagian depan mobil.“Ada yang ketinggalan Pak?” Secara Vero belum lama meninggalkan kantor dan pria itu kembali terlihat. “Kenapa nggak suruh orang kantor nganter ke rumah aja, Pak?!” “Ipar saya yang ketinggalan. Mau kamu tenteng dia kayak kantong kresek?!” Nyinyir Vero. Maklum, kepalanya sudah mau meledak. Belum satu minggu menangani satu wanita hamil saja Vero dibuat resah, apalagi sekarang ada dua. Vero tak yakin hasil tes kesehatannya akan baik nanti. Seluruh organ— terutama hatinya pasti rontok– tersapu oleh keinginan di luar kepala istri dan adiknya. “Parkirin dia!” Vero menunjuk mobil di belakang tubuhnya. "Nggak usah yang jauh-jauh! Lama nunggunya nanti!" Satpam yang tengah be
Vero mendekap erat guling yang Stefany lemparkan. Dari atas balkon kamar putra mereka– wanita tercinta Vero itu menatap penuh prihatin suaminya. Setengah hatinya tak rela jika sang suami dihukum oleh adik ipar dan ibu mertuanya.“Papiii!! Kamu baik-baik aja ya di sana! Kalau ada apa-apa telepon Mami!” Teriakan penuh cinta tersebut tak hanya membuat Mischa yang berada disamping Vero memutar bola matanya, tetapi juga para anak-anak Vero. “Bubuy wait!” Mian menjauhkan telepon genggamnya dari telinga, “Mami!” Panggil anak itu, “Papi cuman di bawah. Nggak pergi kemana-mana, Mami!” Ujarnya sembari melongokan kepalanya untuk melihat Papinya. Jessen yang tidak sedang bertelepon membenarkan ucapan kembarannya. “Papi with Om Mischa..” timpalnya. Bagi si kembar tak ada yang perlu ditakutkan. Papi mereka tidak sedang berkemah di dalam hutan belantara seperti tayangan-tayangan Netflix animal yang sering mereka tonton. Tak ada beruang atau hewan liar lainnya yang menghuni rumah mereka. “They are
Vero dan Mischa tengah membuka kotak makanan dari gerai mie yang beberapa saat ini tengah viral di berbagai daerah Indonesia. Beruntung hari belum terlalu larut sehingga mereka dapat memesannya via jasa antar. Nama-namanya yang unik menarik minat Vero untuk membelinya. Laki-laki itu bahkan sangat excited ketika membuka aplikasi startup yang menghubungkannya dengan si restoran. Dalam pikirannya, bagaimana bisa ada makanan yang diberi nama hantu-hantu lokal Indonesia. Benar-benar ide yang luar biasa untuk memikat keingintahuan konsumen.“Mis..”Mischa berdehem. Pria yang sedang mengangkat mienya dengan sumpit itu menggantungkan tangannya di udara. “Kenapa?!” tanya-nya lalu mengembalikan makanan yang seharusnya masuk ke dalam mulutnya ke dalam kotak. Melihat wajah Vero yang menyerngit, Mischa lantas bertanya. “Muka lo?” “Gue mendadak takut.” Vero melempar pesanannya begitu saja hingga membuat Mischa mendesah. Kelakuan Pangeran Husodo satu ini memang tidak pernah ada akhlak sejak dulu. J
“AXEEEL!” Vero tak akan membiarkan formasinya kacau balau. Demi mempertahankan kewarasannya, ia akan menikmati segala penyiksaan ini semaksimal mungkin. Ada Justine ditambah personil barunya. Sekarang ia hanya harus memastikan personil sesungguhnya hadir dan bergabung bersama mereka. Axel Harnantyo Haryo harus datang dan memeriahkan hukuman mereka. Berpesta menghabiskan layaknya malam-malam ketika badai belum menerjang masa perjaka mereka.“Axe..” Wajah Vero seketika berubah datar. Sambungan teleponnya dimatikan sepihak dan itu membuat Justine yang memperhatikannya, tertawa terbahak-bahak. “Lo nggak digubris sama Axel?!” tanya Justine. “Kasihan!” Justine mengeluarkan ponselnya. Ia mengejek Vero dengan seringainya. “My turn, Husodo!” Justine sengaja meloudspeaker sambungannya bersama Axel. “My Bro!” Diseberang sana Axel berdehem.Diangkat?! Demi si kembar yang pasti membuka matanya setelah mendengar panggilan dari pacar-pacar mereka, telepon Justine tidak dimatikan seperti miliknya
Stefany menggeliatkan tubuhnya. Ia meraba-raba ranjang di sebelahnya dengan bibir mengerucut. Malam tanpa Vero ternyata benar-benar tak mengenakan. Ia merasa kesepian sekaligus menderita karena tak dapat memeluk suaminya. Wajar bukan?! Ia sudah bertahun-tahun tidur ditemani suaminya. Selalu ada saja pembicaraan setiap malamnya meski akhirnya berujung dengan aksi saling jamah. “Sekarang gue berasa janda anyaran!” Decak Stefany. Meraih ponsel disampingnya, Stefany melihat jam yang tertera di atas layar. Ini sudah pukul dua pagi dan ia tidak dapat memejamkan matanya barang sedetik pun. Kehadiran Vero saat ini sangat dirinya butuhkan. Menekan rasa takut jika adik iparnya yang baru hamil akan mengamuk, Stefany bergerak menuruni ranjang. Ia harus menyelamatkan suaminya dari masuk tragedi bobok di luar rumah. “Gue juga hamil kok!” Sungutnya, “kalau dia mau hukum suaminya ya udah. Kan gue juga butuh laki gue kali!” Bibirnya terus menggerutu dengan langkah mantap keluar dari kamar. Tidak ak
“Kok gue ada di kamar?!” Stefany yang tengah menyiapkan pakaian untuk Vero mendengus. Suaminya memang payah jika berurusan dengan alkohol. Wajar saja– Vero sejak kecil memiliki penyakit bawaan. Stefany tak akan meledek atau pun menyalahkan suaminya. Ia justru bersyukur karena Vero terlahir spesial sehingga ia tak mendapatkan bekasan-bekasan wanita kurang belaian yang dulu sering ia jumpai di kelab malam. Apa jadinya jika Vero seperti anak-anak orang kaya lainnya. Pergaulan suaminya pasti akan rusak. Yah meski Stefany tak dapat menyebut pergaulannya baik. Sebelum dinikahi putra salah konglomerat Indonesia, ia juga merupakan anak muda Jakarta kebanyakan. Ia terhitung rusak karena kerap melampiaskan kesepian dan tumpukan masalahnya pada minuman penghilang kewarasan tersebut. Tapi hanya sebatas disana. Ia tak pernah berminat membungkus atau dibungkus. Pertahanan dirinya dalam menjaga kesucian sangat tinggi sampai seorang pria muda gila berhasil mengacau dalam kehidupannya."Stef!" Vero
Cinta.. Kenapa satu kata itu dapat mengguncang dunia bahkan akal sehat manusia. Seperti sekarang contohnya. Empat orang dewasa tengah mengikuti lima anak di bawah umur berjalan-jalan mengelilingi pusat perbelanjaan. Ceritanya mereka sedang berpacaran di hari libur sekolah. Mengenaskan sekali nasib para ajudan yang ternyata adalah pencipta para pecinta di usia muda. Vero, Stefany, Justine dan Axel hanya bisa pasrah mengikuti kelimanya. “Ponakan gue kasihan banget. Dia gandengannya sama Vano.” Vero mendadak terserang kesensitifan yang seharusnya dirasakan oleh Stefany. Mata pria yang sebentar lagi akan mendapatkan anggota squad baru itu berkaca-kata, memikirkan nasib tak pernah mulus keponakannya. Bagaimana tidak malang. Ansel kecil sudah ditinggalkan ibu kandungnya, tidak diterima kehadirannya oleh sang papa lalu sekarang gebetannya dicuri oleh saudara sepupunya. Sungguh lengkap penderitaan anak muda itu. Dunia sungguh kejam, tapi Vero juga tak ingin anaknya bersedih kalau ia menduku
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau