Ada mobil sport berwarna hitam, baru terparkir di depan rumah Bu Asih. Pintunya sudah terbuka, terlihat kaki keluar melangkah kemudian terlihat dia siapa."Mas Faiz," ucapku lirih.Laki-laki yang dahulu aku rindukan, menghampiri kami dengan langkah panjangnya. Senyum yang dahulu selalu menghiasi wajahnya, sekarang terganti dengan wajah merah padam. Kemarahan terlihat jelas di sana."Itu Faizal mantan suamimu?" tanya Mas Ilham kepadaku. "Iya. Tidak tahu, kenapa dia ke sini," jawabku lirih.Aku langsung turun dari motor dan diikuti Mas Ilham. Dia langsung melangkah dan berdiri di depanku, menyembungikan wajah piasku dari pandangan Mas Faiz.Sama dengan Mas Faiz, wajah Mas Ilham sama-sama mengeras.Aku pegang lengan Mas Ilham yang sudah bersiap menjadi bentengku. "Kartika! Saya mau bicara denganmu!" teriak Mas Faiz. Dia mencoba menggapai tanganku. Dengan cepat Mas Ilham menepis tangannya, mereka saling berhadapan dengan sikap sudah bersiap. Kedua tangan mereka mengepal keras dengan
"Maaf kejadian tadi, ya. Kita jadi tertunda ke rumahmu," ucapku setelah semuanya menjadi tenang. Mamanya pasti menunggu kami sejak tadi pagi."Tidak apa-apa. Tadi aku sempat mengabarkan ke Mama, kalau kita tidak bisa datang pagi. Kita berangkat sekarang?""Iya, berangkat sekarang saja. Sebelum panas. Kasihan Bu Aisyah menunggu kalian," ujar ibu.Kami berangkat menuju rumah Mas Ilham dengan menggunakan motor. Benar dugaanku, sepanjang jalan orang memandang kami. Tak jarang mereka menghentikan aktifitasnya hanya sekedar menyapa kami. Mas Ilham terlihat menikmati itu. Tanganku ditangkup di pinggangnya, dan sesekali dipastikan kembali seperti semula ketika aku menariknya. Dia malah melajukan motor dengan pelan, menebar senyuman dan sapaan ke semua orang yang menatap kami.Aku merasa menjadi tontonan orang sekampung.Setiba di rumahnya, kami langsung disambut Ibu Aisyah. Benar apa yang dikatakannya, Ibu Aisyah cantik, lembut dan baik. Kami langsung digiring ke meja makan dengan hidangan
"Kartika, aku tidak bisa ikut pertemuan. Kamu temani Pak Lurah, ya. Saya ke kantor ada yang harus diselesaikan, kamu tidak marah, kan?" tanya Mas Ilham ketika menjemputku."Aku tidak apa-apa, Pak Lurah bagaimana?""Tadi malam sudah aku telpon. Tidak apa-apa, kok. Yang penting kamu datang karena yang dibahas bidang pertanian. Aku antar kamu sekarang.""Lebih baik aku berangkat dengan rombongan kelurahan," usulku. Karena kalau dia ke kantornya akan mengambil jalan memutar. Tidak efektif."Tidak! Aku harus mengantarmu. Pakde tadi sudah berangkat. Nanti pulangnya, kamu juga aku jemput," tandasnya.Semakin lama aku merasa sikapnya semakin protektif. Kemana-mana harus berdua. Alasan tidak aman, atau sekedar hanya kangen. Awalnya aku merasa senang sih, dilindungi dan dirindukan oleh seseorang seperti Mas Ilham. Walaupun kadang-kadang merasa risih.Dahulu Mas Faiz walaupun sering cemburu, dia tidak seprotektif ini. Aku bisa melaksanakan kegiatanku tanpa dikuntitnya."Di pertemuan nanti kamu
Aku mengikutinya ke panggung diiringi tatapan semua peserta. "Kartika, saya mau bertanya. Kenapa anda bilang kalau kita harus fokus dengan pengolahan hasil pertanian. Kenapa tidak di pemasaran saja yang diperluas?" tanya Pak Pemateri.Ini sebenarnya yang menjadi pemateri siapa sih. Kok sekarang aku yang ditanya? Apa dia tidak suka dengan apa yang aku bicarakan tadi dan sekarang dia membalasku? Tetapi dari ekspresi wajahnya yang tersenyum, tidak menunjukkan hal demikian.Okey, aku tanggapi tantangannya. Aku tarik nafas dalam-dalam kemudian menjawabnya."Pertama, hasil pertanian tidak tahan lama. Pilihannya menjual atau mengolah. Menjual berarti menyerah dengan harga yang rendah. Mengolah berarti kita membutuhkan kreatifitas dan tehnologi. Pemasaran tetap diperluas, tetapi dengan produk yang beragam. Bisa produk yang segar dan bisa juga hasil olahan," terangku. "Kalau sudah tahu solusinya, kenapa tidak dilaksanakan?" tanyanya kembali.Aku menoleh ke arahnya dengan membulatkan mataku,
"Kamu bertemu dimana dengan baj*ngan itu?" Akhirnya, dia mulai bersuara dan dengan nada yang rendah."Dia pemateri di pertemuan tadi. Mas Ilham jangan salah paham. Tadi aku duduk di sini menunggumu dan orang itu datang. Akupun sudah bilang kalau sa ....""Stop! Aku tahu kamu tidak salah. Aku tidak marah dengan kamu, Tika," ucapnya dengan nada mulai lembut.Dia mengambil tanganku dan menggenggamnya erat. "Aku tahu benar siapa baj*ngan itu. Penjahat wanita yang kemana-mana tebar pesona. Kenapa aku harus bertemu lagi dengannya?" ucapnya dengan geram.Aku semakin heran, kemungkinan mereka pernah bertemu atau, bahkan pernah berurusan. Sikap dan perkataan Mas Ilham seperti punya dendam terhadapnya."Mas ... lebih baik kita pergi. Mencari tempat yang tenang," ucapku. Dia mengangguk dan segera berdiri. Kami menuju tempat dimana dia memarkir mobil, dengan tanganku masih tergenggam erat olehnya."Ilham ...! Tunggu!" Pak Pemateri lagi, dia berlari menghampiri kami, entah apa maunya dia. Mas
"Beri kesempatan aku menjelaskan," ucapnya sambil duduk kembali ke kursi. Disekanya sisa airmata di pipinya.Setelah dia memergoki mereka, Mas Ilham memutuskan tidak berhubungan dengan Elysia lagi. Semenjak itu dia tidak pernah menginjakkan kaki di kantornya, pertama kali ketika bersamaku saat itu. Bahkan dia sempat menghilang di Kalimantan sekedar untuk menenangkan diri. Beruntung dia, pekerjaannya sudah mempunyai sistem dam bisa berjalan tanpa dipantai secara langsung.Setiap sudut kantor selalu mengingatkan akan dia. Bukan ingat akan kenangan manisnya, tetapi ingat akan kenangan buruk dan membuat hatinya semakin sakit. Mengingat penghianatan kekasih dan sahabatnya itu.Keadaannya menjadi lebih baik setelah dia bersamaku. Lambat laun, hatinya penuh dengan namamu. Aku sebagai penghuni satu-satunya. Itu yang dia katakan.Senyuman mulai tercipta dengan sendirinya di wajahku. Hatiku berbunga kembali. Desiran hangat menggelitik ketika dia menatapku"Kartika. Jangan tinggalkan aku. Dalam
Aura kemarahan masih menguar dari wajah Mas Ilham. Berbanding terbalik dengan Pak Daniel yang menebar senyuman.Kami semua berkumpul di pendopo rumah Pak Lurah Jarot. Rumah ini, ada tiga bangunan besar. Khusus rumah paling depan dipakai untuk menerima tamu. Begitu luas, bisa menampung banyak orang, bahkan bisa muat sekitar lima puluh orang.Rombongan Dinas ini, untuk memastikan bahwa desa yang dituju untuk program pengembangan adalah tepat. "Untung kalian ke sini. Saya ada yang menemani menyambut tamu-tamu ini," ucap Pak Lurah.Kami dijelaskan tentang program pemerintah itu. Jenis pengembangan bisa dirumuskan sendiri dari pihak desa berupa proposal. Pengajuan proposal ditujukan ke Dinas yang dibawahi oleh Pak Daniel. Kabar yang menggembirakan sekaligus mengkawatirkan.Sesekali aku melirik raut wajah Mas Ilham yang berusaha senormal mungkin. Lain halnya dengan Pak Daniel, dia begitu semangat menjelaskan secara detail dengan apa yang akan dilakukan. Senyuman selalu menghiasi wajah ber
Ucapanku yang sekedar tadi membuat laki-laki di depanku terdiam dan menatap tajam ke arahku. Seperti ingin mengulitiku dan menelan bulat-bulat saja. "Ada apa?" tanyaku heran menatapnya."Apa yang kamu bilang? Kamu sudah mulai memperhatikan dia? Sampai tahu dia keren, dewasa, pintar dan mapan. Nanti kamu bisa beneran suka kalau sering bertemu dengannya!""Tidaklah. Kan ada kamu, yang selalu jadi satpam!" ucapku sambil tertawa dan dia cemberut lucu."Aku tanya, kamu pernah ngobrol panjang dengan Daniel? Atau, melawan perkataannya? Dia terlihat penasaran denganmu," tanyanya serius.Kalau mengobrol tidak pernah. Interaksi paling lama ketika pertemuan di Dinas. Aku menceritakan kejadian di pertemuan itu, dimana aku harus duduk di panggung menemaninya. Mas Ilham mengangguk seperti mengerti apa yang sebenarnya terjadi."Kalau kejadiannya seperti itu, aku harus tetap mendampingimu untuk program desa ini. Aku kenal benar siapa Daniel, kami pernah bersahabat, pernah jalan dan berbincang bersam
"Terima kasih, Sayang. Aku bahagia sekali!" ucapnya dengan menciumku bertubi-tubi. Di meja terlihat kotak yang terbuka dengan stik di tengahnya dengan garis dua berwarna merah di layarnya. Alhamdulillah. * "Kamu bahagia, kan?" tanyanya kembali. Kami sudah tidak duduk berhadapan lagi, kursi dia ganti dengan sofa panjang menghadap pemandangan alam dari lantai dua sambil menunggu pesanan makanan datang. Kami duduk berdampingan dengan tangannya merangkul pundakku. Proteksinya naik satu tingkat, makanan semua atas pesanan Mas Ilham, yang sebelumnya dipastikan di internet bahwa aman untuk ibu hamil. Termasuk minuman yang aku minum. "Lebih dari bahagia, Mas. Hatiku lega sekarang. Selama ini, terus terang aku tertekan," ucapku dengan menurunkan badan sedikit dan menyandarkan kepala di bahunya. "Yang paling lega itu aku." "Kenapa?" "Karena, mereka serius latihan berenangnya. Ini buktinya!" selorohnya sambil tertawa. Aku tersenyum mengingat bagaimana usaha kami untuk tujuan ini. Set
Mas Ilham memandang Pak Lurah, kemudian berganti memandangku. Dibukanya amplop tersebut dan dibaca kertas yang ada di dalamnya. Senyumnya seketika mengembang dan menatapku seperti tak percaya."Iya kalian mendapatkan penghargaan sebagai pemuda yang menginspirasi di tahun ini. Minggu depan, kita bersama-sama ke Pusat!" ucap Pak LurahTernyata kiprah kami terdengar sampai pusat, dan itu kebanggaan tersendiri untuk kami."Baiklah, Pakde Lurah. Kami permisi dulu," permisi kami sebelum meninggalkan Balai Desa.***"Mas Ilham, aku ke cafe yang kita pernah ke sana. Yang ada pisang krispynya," ucapku sambil menggelendot manja di lengannya. Hari ini hari minggu, jadi hanya ada kami berdua di sini. Waktunya, aku bermanja tanpa takut terpergok seseorang."O, yang di cafe itu. Kenapa? Mau napak tilas?" ucapnya berpaling ke arahku dan mencium sekilas pipi ini."Pingin pacaran.""Lho, ini sekarang sudah pacaran. Kurang mesra apa? Minta lebih?" ucapnya merengkuh tubuhku sambil menatapku dengan mata
Hari itu merupakan langkah awal, desa kami untuk berubah. Agrowisata Tomat sudah di buka, dan usaha kami mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata datang menjadi saksi lahirnya pembaharuan ini. Semua berjalan lancar.Mas Ilham mendatangkan media cetak dan itu sangat tepat untuk promosi.Hanya hitungan minggu, Agrowisata Tomat ramai pengunjung. Kamipun sibuk memaksimalkan fasilitas yang ada. Memperbaiki beberapa sistem yang kurang.Mas Ilham berusaha merinovasi terus menerus sampai mereka pengelola dari desa bisa mandiri. Usaha ini buka tidak ada halangan. Pernah beberapa pengepul tomat datang untuk menyampaikan inspirasi. Mereka kawatir tidak akan mendapatkan tomat lagi dari petani. Pak Lurah dan Mas Ilham langsung turun tangan. Mas Ilham memberikan skema pemasaran tomat, mereka diajari untuk mengembangkan bisnis mereka. Sehingga tidak terjebak dengan usaha yang tanpa pengembangan.Para pengepul akhirnya kembali dengan rasa puas. Dari kejadian ini,
Kami memarkir motor di halaman dan langsung menghampiri Ibu di teras rumah yang tersenyum-senyum."Assalamualaikum, Bu!" ucap Mas Ilham dan mencium tangan Ibu. Tangannya langsung ditariknya ke dalam. Mereka meninggalkanku sendiri di teras, huh! Benar-benar mengesalkan."Nak Ilham pasti lapar, kan. Sudah saya siapkan soto daging. Makan sekarang?" "Sebentar saya ke kamar mandi dulu, Bu. Capek keliling desa!" ucap Mas Ilham dengan tersenyum, dia langsung bergegas pergi. "Tika! Suamimu itu diurus yang benar. Tadi pagi kamu kasih sarapan tidak? Sekarang kalian tinggal berdua saja, kamu jangan semena-mena pada suami. Diperhatikan kebutuhannya. Dulu di rumah Bu Aisyah, Mamanya yang memperhatikan. Sekarang dia tanggung jawabmu!" kata-kata Ibu mulai berentetan panjang sekali. "Sudah, Bu. Tadi pagi kami sarapan roti. Ibu tidak usah kawatir," ucap Mas Ilham setelah keluar dari kamar mandi. "Apa?! Cuma roti? Mana bisa untuk menambah stamina? Sudah sekarang kalian makan!" teriak Ibu. Aku dan
"Terima kasih atas kunjungannya ke Agrowisata Tomat di Desa Panggah Mulyo. Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi, kalau ada umur yang panjang, boleh berjumpa di Agrowisata Tomat ini."Lela menutup simulasi pemandu wisata untuk pembukaan hari besuk. Disambut tepuk tangan Pak Lurah beserta perangkat desa.Walaupun sebagai sekretaris pengelola, dia juga ikut andil di lapangan. Mas Ilham menunjuknya sebagai pelatih dan mengawasi para pemandu. Ternyata kecerewetannya sangat berguna di program ini. Itulah kelebihan Mas Ilham, mengatur dan menempatkan orang sesuai kemampuan dan kemauan seseorang.Semua warga di sini bersiap menyambut hari besuk. Semua ketua RW dan RT mengatur warganya untuk berbenah bersih-bersih desa. Kelompok tani bersiap merapikan lahannya. Tumbuhan tomat dipangkas daun-daun kering dan dahan yang mengganggu. Para pemuda juga sibuk di pos yang sudah di tentukan. Para pelaku UMKM sibuk merapikan lapak dan produknya. Semua satu kampung sibuk, apalagi Pak Lu
“Apa enaknya, tidak ada acara belah duren!" Celetukan itu yang membuat Pak Bambang kehilangan satu gigi depannya. Kejadian itu sempat membuat desa heboh, banyak yang menuding Pak Bambang keterlaluan walaupun di belakang tetap ada kasak kusuk membenarkan perkataannya. Termasuk aku sendiri."Mas Ilham, benar yang diucapkan dia. Seumur hidup kamu tidak mempunyai momen itu. Aku iklas, kalau kamu ingin menikah lagi," ucapku yang memang tidak mungkin memberikan dia sesuatu itu."Gila, kamu! Kau pikir aku kambing, yang asal kawin untuk darah perawan yang hanya sesaat itu!" teriak Mas Ilham."Mas Ilham, aku hanya tidak ingin kamu menyesal. Kenapa kamu marah? Kau pikir aku senang dengan menawarkan ide ini?!" "Dasar istri bodoh! Sini istri bodohku yang membuatku jadi orang bodoh juga," ucapnya merengkuh tubuh ini."Kok kamu ikutan bodoh?""Iya iya, lah. Ganteng gini dapet janda," ucapnya sambil berkelit dari cubitanku."Kartika, menikah itu bukan beralasan janda, perjaka ataupun perawan. Teta
Program pengembangan desa melalui agrowisata sudah mulai dirintis. Program seratus hari, nama yang diberikan Mas Ilham.Hitungan hari itulah, lahan tomat percontohan sudah bisa dimanfaatkan. Ada lima petak lahan desa yang di gunakan. Setelah diuji keberhasilannya, kami akan memgembangkan ke para petani. Tomat sudah siap untuk panen pertama di usia seratus hari. Ada beberapa varietas tomat yang dikembangkan, selain tomat sayur, tomat sambal, tomat buah dan tomat chery. Sengaja kami kembangkan sesuai peruntukannya, selain untuk edukasi juga untuk pengembangan hasil tomat yang berbeda jenis, berbeda pula produknya.Lega rasanya hati ini, melihat rencana sudah membuahkan hasil. Aku sangat senang seperti saat ini. Berkeliling di tengah kebun tomat yang sudah berbuah lebat. Beberapa warna merah menyembul di gerumbulan tomat berwarna hijau. Aku membayangkan wisatawan akan puas berkeliling di kebun tomat ini. Kelompok tani yang diketuai Pak Yanto, bekerja dengan keras dan cerdas. Aku hanya
Sudah lima belas hari kami di rumah Mas Ilham, hari ini giliran di rumahku. Begitu perjanjian awal kami, mempunyai orang tua tunggal mewajibkan kami berbagi hari di rumah mereka. "Sayang ... jangan ganggu saya," ucapku mencoba melepas tangannya. Kebiasaannya, setelah mandi pasti menggoda dengan memelukku. Seakan dia tahu, aku akan tergoda dengan aroma segarnya. Apalagi dia bertelanjang dada dan hanya menggunakan handuk yang dililit di pinggangnya. "Kalau seperti ini, kapan aku selesai berkemas?!" teriakku kesal dan seketika kesalku luruh dengan nafas hangatnya yang menyapu leher ini. "Dimana-mana, pengantin baru ya seperti ini," ucapnya setelah menyudahi aksinya. Rambutnya yang masih basah terlihat menggemaskan. "Iya ngerti. Tetap lihat waktu, Say. Aku membawa bajumu beberapa saja, ya. Yang ini, ini dan ini," ucapku sambil menunjuk yang aku maksud. "Yang merah diganti yang hijau saja. Kemejanya tambah satu, untuk pertemuan di balai desa. Nanti kita mampir ke Pondok Tomat. Aku
"Mas Ilham, giliranmu!" ucapku setelah namanya dipanggil Pak Lurah.Dia langsung berdiri, merapikan bajunya dan berjalan ke depan. Sebelum mulai, dia menyebar senyum lebarnya dan tertahan sejenak ke arahku. Aku mengacungkan jempol dan tersenyum memberi semangat kepadanya. Lama-lama aku ketularan gokilnya dia, ya. "Salam semangat semuanya!" teriak Mas Ilham dengan peserta masih terpaku menatapnya. Untuk sesi ini, peserta seluruh undangan datang. Tidak sepertiku yang hanya di kelompok tani saja. "Aduh kok masih lemas, ya. Kami saja yang pengantin baru saja sudah semangat! Semangaaat ...!" "Semangaaaatt ...!" teriak semua yang hadir dan berakhir gelak tawa mereka. Mas Ilham memang pintar membuka sesi dengan memaksa peserta untuk fokus dengan yang dia katakan. Kalau sudah di depan seperti ini, Mas Ilham yang kolokan, manja dan gokil hilang. Tergantikan sosok yang karismatik, aku tersenyum bangga melihatnya.Dia langsung menjabarkan tentang program agro wisata ini. Pelan, jelas dan mud