"Beri kesempatan aku menjelaskan," ucapnya sambil duduk kembali ke kursi. Disekanya sisa airmata di pipinya.Setelah dia memergoki mereka, Mas Ilham memutuskan tidak berhubungan dengan Elysia lagi. Semenjak itu dia tidak pernah menginjakkan kaki di kantornya, pertama kali ketika bersamaku saat itu. Bahkan dia sempat menghilang di Kalimantan sekedar untuk menenangkan diri. Beruntung dia, pekerjaannya sudah mempunyai sistem dam bisa berjalan tanpa dipantai secara langsung.Setiap sudut kantor selalu mengingatkan akan dia. Bukan ingat akan kenangan manisnya, tetapi ingat akan kenangan buruk dan membuat hatinya semakin sakit. Mengingat penghianatan kekasih dan sahabatnya itu.Keadaannya menjadi lebih baik setelah dia bersamaku. Lambat laun, hatinya penuh dengan namamu. Aku sebagai penghuni satu-satunya. Itu yang dia katakan.Senyuman mulai tercipta dengan sendirinya di wajahku. Hatiku berbunga kembali. Desiran hangat menggelitik ketika dia menatapku"Kartika. Jangan tinggalkan aku. Dalam
Aura kemarahan masih menguar dari wajah Mas Ilham. Berbanding terbalik dengan Pak Daniel yang menebar senyuman.Kami semua berkumpul di pendopo rumah Pak Lurah Jarot. Rumah ini, ada tiga bangunan besar. Khusus rumah paling depan dipakai untuk menerima tamu. Begitu luas, bisa menampung banyak orang, bahkan bisa muat sekitar lima puluh orang.Rombongan Dinas ini, untuk memastikan bahwa desa yang dituju untuk program pengembangan adalah tepat. "Untung kalian ke sini. Saya ada yang menemani menyambut tamu-tamu ini," ucap Pak Lurah.Kami dijelaskan tentang program pemerintah itu. Jenis pengembangan bisa dirumuskan sendiri dari pihak desa berupa proposal. Pengajuan proposal ditujukan ke Dinas yang dibawahi oleh Pak Daniel. Kabar yang menggembirakan sekaligus mengkawatirkan.Sesekali aku melirik raut wajah Mas Ilham yang berusaha senormal mungkin. Lain halnya dengan Pak Daniel, dia begitu semangat menjelaskan secara detail dengan apa yang akan dilakukan. Senyuman selalu menghiasi wajah ber
Ucapanku yang sekedar tadi membuat laki-laki di depanku terdiam dan menatap tajam ke arahku. Seperti ingin mengulitiku dan menelan bulat-bulat saja. "Ada apa?" tanyaku heran menatapnya."Apa yang kamu bilang? Kamu sudah mulai memperhatikan dia? Sampai tahu dia keren, dewasa, pintar dan mapan. Nanti kamu bisa beneran suka kalau sering bertemu dengannya!""Tidaklah. Kan ada kamu, yang selalu jadi satpam!" ucapku sambil tertawa dan dia cemberut lucu."Aku tanya, kamu pernah ngobrol panjang dengan Daniel? Atau, melawan perkataannya? Dia terlihat penasaran denganmu," tanyanya serius.Kalau mengobrol tidak pernah. Interaksi paling lama ketika pertemuan di Dinas. Aku menceritakan kejadian di pertemuan itu, dimana aku harus duduk di panggung menemaninya. Mas Ilham mengangguk seperti mengerti apa yang sebenarnya terjadi."Kalau kejadiannya seperti itu, aku harus tetap mendampingimu untuk program desa ini. Aku kenal benar siapa Daniel, kami pernah bersahabat, pernah jalan dan berbincang bersam
"Daniel sudah aku beresin! Dia tidak akan mengganggumu lagi," teriak Mas Ilham mengagetkanku. Dia baru kembali setelah lama pergi menelpon Pak Daniel gara-gara meminta fotoku dengan tujuan tidak jelas. Mulai selesai pemotongan sampai tomat hampir selesai direbus. Lama juga dia menelpon."Aduh, aku ketinggalan, ya? Ini direbusnya pakai apa?" tanya Mas Ilham. Dia ambil alih pengaduk panjang yang aku pegang, meneruskan pekerjaanku."Setelah tomat dibersihkan tangkai dalamnya, kemudian direbus pakai air. Tetapi airnya super dikit, ya. Itu cuma untuk memancing air tomat untuk keluar. Nah, sekarang sudah tersisa tomat saja," ucapku menunjuk rebusan tomat yang sudah matang. Kulit tomat mulai terkelupas dengan sendirinya. Aku matikan kompor tetapi Mas Ilham masih mengaduk sampai rebusan tomat tidak terlalu panas. Ini untuk menghindari bau gosong karena panci masih panas."Sekarang, aku ngapain?" "Waktunya rehat. Tunggu dingin baru di juice, memisahkan sari tomat dengan kulit arinya. Sekar
"Kartika, kita harus mulai membuat proposal. Daniel tadi sudah mengingatkan. Kita jadi buat proyek agrowisata, kan?" tanya Mas Ilham. Baru saja Pak Lurah menghubunginya, dia memastikan rencana program dinas."Iya agrowisata, khususnya komoditi utama di kampung ini, tomat. Awalnya kita buat lahan percontohan di kebun kelurahan, nanti diikuti petani lainnya. Selain itu, kita harus siapkan apa saja yang akan disajikan ke orang yang datang ke sini," terangku."Kita rangkul pelaku UMKM yang kemarin untuk jual produknya yang disesuaikan dengan produk unggulan kita. Tomat. Memang bisa?" tanya Mas Ilham. Dia memang jago untuk pengembangan bisnis, tetapi tentang tomat, dia masih belum paham."Sangat bisa, Mas. Seperti Mas Kripik kemarin, kita bisa buat produknya yang dicampur tomat. Ada kok. Resepnya. Banyak juga, pilihannya. Nanti aku siapkan dan rekap. Mas Ilham yang susun proposalnya."Seingatku dulu ketika kuliah, pengolahan tomat tidak hanya untuk sambal dan saus. Bisa diolah menjadi pro
Persiapan pernikahan yang dadakan membuat kami semua kalang kabut. Untuk Ibu Aisyah menyerahkan semua ke WO, walaupun kasihan mereka mondar-mandir memastikan semua beres. Tadi pagi sudah ada yang datang ke tempat kami untuk mengukur baju, mereka tinggal mengepaskan saja. Karena baju sudah ada stok. Ibu dari tadi malam sibuk menghubungi sanak keluarga, memberi tahu rencana ini."Ibu, Mas Firman sudah di hubungi?""Sudahlah. Kalau tidak, siapa yang jadi walimu? Mas Firman besuk pagi sampai," ucap ibu, langsung melanjutkan acara telponnya."Assalamualaikum! Mbak Kartika ...!""Waalaikumsalam! Lo, Kang Bejo. Ada apa?" tanyaku melihatnya sudah berdiri di depan pintu."Saya diutus Pak Lurah untuk menjemput Mbak Kartika, ada pertemuan di Balai Desa."Bukannya kemarin, aku tidak boleh datang karena ada Mas Ilham dan kami masih masa pingitan. Aku tidak boleh percaya langsung, walaupun dengan Kang Bejo. Bisa jadi ini akal-akalan Mas Ilham."Benar Mbak Tika. Saya diutus Pak Lurah, bukan Mas Il
"Iya betul yang dikatakan saudari Kartika. Warga desa harus disiapkan atas kedatangan wisatawan dari luar daerah. Dari cara komunikasi, tingkah laku, bahkan bagaimana mereka harus membentengi diri ketika ada yang tidak sesuai," tambah Mas Ilham."Maaf, yang terakhir, kok seperti wisatawan adalah ancaman. Padahal itu kan aset?" tanya Pak Daniel."Betul wisatawan adalah aset yang berharga. Namun bukan berarti kita menyerap habis apa yang dibawa mereka. Jangan sampai budaya kami rusak karena ulah pihak tidak bertanggung jawab. Padahal, yang kita tawarkan sekarang adalah budaya kami ini. Ada batasan tertentu yang harus di hormati wisatawan, dan itu merupakan daya tarik tersendiri," ucapku memberi penjelasan."Mbak Kartika dan Mas Ilham ini kelihatan kompak, ya," kata orang Dinas Pariwisata."Iya ya, lah. Besuk mereka menikah," celetuk salah satu perangkat desa. Diikuti pertanyaan-pertanyaan seputar kami.Aduh, bakalan jadi bulan-bulanan."Bapak dan Ibu terhormat, Ilham ini keponakan saya.
Pagi-pagi, aku sudah diculik team perias pengantin. Rombongan keluargaku, Ibu, Mas Firman dan sanak keluarga akan menyusul kemudian.Masuk di halaman rumah Bu Aisyah, semua kru terlihat sibuk. Mereka memasang tenda, penjor-penjor dan di sudut sana sudah ada mobil penuh dengan bunga menunggu gilirannya. Luar biasa kerja mereka cepat dan rapi. Aku diarahkan ke ruangan khusus merias pengantin wanita. Entah, dimana Mas Ilham berada. Semua membisu ketika aku mengajukan pertanyaan.“Sebelum sah tidak boleh bertemu dulu, Neng. Sudah kangen?” ledek mereka, sukses membuat pipi ini menghangat.Pukul sepuluh pagi acara akad nikah dan dilanjutkan resepsi setelah waktu Duhur. Kami sudah sepakat untuk melaksanakan acara sederhana, walaupun tetap persiapan apabila tamu membludak. Maklumlah, walaupun Mas Ilham pendatang, tetapi dia kerabat Pak Lurah Jarot."Pantesan Mas Ilham pingin buru-buru sah. Neng Kartika cantik," kata Mbak Perias."Mbak, jangan menor, ya. Yang sederhana saja," pintaku. Aku t