"Iya betul yang dikatakan saudari Kartika. Warga desa harus disiapkan atas kedatangan wisatawan dari luar daerah. Dari cara komunikasi, tingkah laku, bahkan bagaimana mereka harus membentengi diri ketika ada yang tidak sesuai," tambah Mas Ilham."Maaf, yang terakhir, kok seperti wisatawan adalah ancaman. Padahal itu kan aset?" tanya Pak Daniel."Betul wisatawan adalah aset yang berharga. Namun bukan berarti kita menyerap habis apa yang dibawa mereka. Jangan sampai budaya kami rusak karena ulah pihak tidak bertanggung jawab. Padahal, yang kita tawarkan sekarang adalah budaya kami ini. Ada batasan tertentu yang harus di hormati wisatawan, dan itu merupakan daya tarik tersendiri," ucapku memberi penjelasan."Mbak Kartika dan Mas Ilham ini kelihatan kompak, ya," kata orang Dinas Pariwisata."Iya ya, lah. Besuk mereka menikah," celetuk salah satu perangkat desa. Diikuti pertanyaan-pertanyaan seputar kami.Aduh, bakalan jadi bulan-bulanan."Bapak dan Ibu terhormat, Ilham ini keponakan saya.
Pagi-pagi, aku sudah diculik team perias pengantin. Rombongan keluargaku, Ibu, Mas Firman dan sanak keluarga akan menyusul kemudian.Masuk di halaman rumah Bu Aisyah, semua kru terlihat sibuk. Mereka memasang tenda, penjor-penjor dan di sudut sana sudah ada mobil penuh dengan bunga menunggu gilirannya. Luar biasa kerja mereka cepat dan rapi. Aku diarahkan ke ruangan khusus merias pengantin wanita. Entah, dimana Mas Ilham berada. Semua membisu ketika aku mengajukan pertanyaan.“Sebelum sah tidak boleh bertemu dulu, Neng. Sudah kangen?” ledek mereka, sukses membuat pipi ini menghangat.Pukul sepuluh pagi acara akad nikah dan dilanjutkan resepsi setelah waktu Duhur. Kami sudah sepakat untuk melaksanakan acara sederhana, walaupun tetap persiapan apabila tamu membludak. Maklumlah, walaupun Mas Ilham pendatang, tetapi dia kerabat Pak Lurah Jarot."Pantesan Mas Ilham pingin buru-buru sah. Neng Kartika cantik," kata Mbak Perias."Mbak, jangan menor, ya. Yang sederhana saja," pintaku. Aku t
"Mbak Kartika dan Mas Ilham ada waktu sekitar satu jam, setelah itu dilanjutkan acara resepsi," ucap Mbak Perias sebelum meninggalkan kami di depan pintu kamar yang sudah disiapkan. Kamar tamu yang dirombak menjadi kamar kami.Tanganku diraihnya sebelum membuka pintu yang bertuliskan,HAPPY WEDDINGKartika & IlhamBerlahan didorong pintu itu, bau harum menyeruak menyambut kami. Ruangan ini dirombak menjadi indah sekali. Tiang ranjang di hias kain-kain putih transparan dengan rangkaian bunya lily dan mawar putih dibeberapa tempat. Ranjang ditutup kain putih dengan renda-renda. Kelopak mawar bertebaran di atasnya. Pipiku seketika memanas, menyadari apa yang akan terjadi di sana. Terasa gugup, walaupun itu bukan yang pertama untukku."Suka?" tanya Mas Ilham. Aku berpaling ke arahnya, mengangguk dan tersenyum."Cantik ...." "Iya, penataannya cantik. Aku suka.""Bukan itu. Kamu yang cantik."Terhenyak aku dibuatnya. Bukan karena kata-kata gombalnya. Bisikan dan nafas hangatnya yang sudah
Resepsi digelar dengan sederhana dan penuh kekeluargaan. Walaupun begitu, seluruh penduduk kampung datang memberikan selamat. Sungguh, tangan kami sampai pegal di buatnya. ***Pagi yang indah, dibangun tidurku sudah ada seseorang yang menemaniku. Aku terbangun dalam dekapan hangatnya, Mas Ilham. Dia sudah menjadi suamiku.Aku beringsut menjauh darinya, tetapi tertahan dengan tarikan tangannya."Mas ...""Hmmm .... Jangan pergi," ucapnya dengan mata masih tertutup. Dekapannya semakin erat, terasa hirupan hidungnya di pucuk kepalaku."Aku mau mandi dan salat Subuh. Ayo kita bangun," bisikku dengan memainkan kancing piyamanya. "Lima menit. Aku ingin memastikan kalau ini bukan mimpi!" bisiknya dengan tersenyum dan membenamkan kepala ini ke dalam pelukannya. Detakan jantungnya terasa jelas terdengar seiring dengan desiran hatiku yang semakin keras. Terasa indah dan nyaman.Tadi malam, kami menerima tamu sampai tengah malam, tidak henti-hentinya tamu berdatangan. Teman-teman Mas Ilham dar
"Maaf, Ma. Saya baru keluar," ucapku mendekati Mama Aisyah yang menyiapkan makan siang. Malu rasanya, hari pertama di rumah mertua, keluar kamar di siang hari.Rumah bersih dan tertata rapi, hanya tersisa beberapa peti milik WO yang belum di ambil. Kerja mereka sangat cepat, teratur dan rapi."Kartika, Mama mengerti lah. Sudah biar Mama yang siapkan makanan. Pasti kamu capek, duduk saja," ucap Mama Aisyah tersenyum penuh arti dan mendorongku ke kursi makan."Kamu diam saja di sini. Ilham pasti membuatmu kecapekan, kan. Ini di minum, ya."Mama Aisyah menyodorkan minuman hangat kepadaku. Aku langsung meminumnya, air putih hangat dengan madu untuk rasa manisnya."Terima kasih, Ma.""Mamaku, Sayang!" teriak Mas Ilham memeluk Mamanya, dibalas dengan acak lembut di rambut basahnya.Kami makan bertiga, sup kacang merah dengan irisan daging dan sayuran yang disiapkan Mama Aisyah. Bumbu pala dan merica terasa dominan, membuat badan ini segar kembali. "Kartika, tambah lagi supnya. Tidak usah
"Bisa kamu jelaskan apa hubunganmu dengan dia?" Mas Ilham melihatnya, kemudian menatap kembali ke Mas Firman. Aku melihat mereka bergantian mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Kamu ingat janjimu kepadaku, kan?" tanya Mas Firman menatapnya tajam."Pasti! Saya tidak akan pernah ingkar janji. Mas Firman ingin penjelasan tentang Pak Wardoyo Wijaya, pemilik Two Double U Group?" tanya Mas Ilham dengan menatap balik Mas Firman. Two Double U Group, yang tertulis dengan 2W Group yang tercantum di bawah foto tadi.Mas Ilham menarik nafas dalam dengan masih menghadap ke Mas Firman yang terlihat tegang. "Saya dulu calon menantu Pak Wardoyo Wijaya," jawab Mas Ilham mengagetkan kami, terutama Mas Firman yang menatapnya lekat.Mas Ilham bercerita, dulu dia pernah menjuarai kompetisi bisnis yang di sponsori oleh 2W Group. Sejak itu, Mas Ilham menjadi perhatian Pak Wardoyo. Mereka selalu bersama di setiap waktu luang. Pembawaan Mas Ilham yang gampang bergaul dan perhatian terhadap orang tua
Berpisah dengannya, tidak hanya kehilangan kekasih dan sahabat, aku juga kehilangan sosok yang sudah seperti ayahku sendiri. Pak Wardoyo Salim, Papa Elysia. "Ilham, kamu sudah bukan calon menantuku. Kamu adalah anak lelakiku. Aku sudah tidak sabar hari itu tiba, ketika kalian sudah sah menikah. Aku ingin berbagi tanggung jawab di perusahaan ini," ucap Pak Wardoyo saat itu. Beliau tidak mempunyai anak laki-laki, pertemuan kami semakin erat dengan ikatan perasaan. Beliau membutuhkan teman, dan aku merindukan sosok ayah. Seringkali Elysia cemburu karena pendapatku lebih diperhatikan daripada keinginannya. Pak Wardoyo tidak terima dengan perpisahan kami. Marahnya menimbulkan lontaran kata-kata yang mengusik harga diri seorang laki-laki. "Ilham, berapa saya harus kasih saham perusahaan untukmu? Agar kamu mau menikahi Elysia?" ucapnya saat itu. Aku terhenyak mendengarnya, aku merasa sebuah barang yang bisa diukur dengan materi. "Maaf. Saya tidak bisa. Elysia pasti akan bahagia dan itu
Kami sudah tiba di Balai Desa. Setelah menyerahkan proposal ke Pak Lurah, Kak Bejo sebagai utusan langsung berangkat ke kota. Penyerahan proposal terakhir di hari ini, setelah itu akan turun anggaran dana dari pemerintah."Sambil menunggu dana turun, kita siapkan semuanya. Lahan dan masyarakat kita. Ini menunjukkan keseriusan kita. Jangan apa-apa nunggu pemerintah," ujar Pak Lurah."Iya betul, masyarakat harus merasa ini adalah 'gawe' kita. Pemerintah sekedar membantu saja. Nanti saya yang isi materi ini, kan?" kata Mas Ilham. Dia sudah siap untuk brain wash masyarakat di sini. Untuk hal ini, dia jagonya."Untuk kamu Tika, lahan sudah di siapkan. Kamu bicara langsung dengan ketua kelompok tani, sekarang dipegang Pak Yanto. Juga prodak apa saja yang akan dikembangkan," tambah Pak Lurah."Ketua karang taruna di sini, Pak Bambang guru olah raga itu?" tanya Mas Ilham sambil menyerngitkan dahi."Tidak ada yang lain?" tambahnya."Iya. Bambang itu, yang pernah tak kenalin dulu itu, lo. Ingat
"Terima kasih, Sayang. Aku bahagia sekali!" ucapnya dengan menciumku bertubi-tubi. Di meja terlihat kotak yang terbuka dengan stik di tengahnya dengan garis dua berwarna merah di layarnya. Alhamdulillah. * "Kamu bahagia, kan?" tanyanya kembali. Kami sudah tidak duduk berhadapan lagi, kursi dia ganti dengan sofa panjang menghadap pemandangan alam dari lantai dua sambil menunggu pesanan makanan datang. Kami duduk berdampingan dengan tangannya merangkul pundakku. Proteksinya naik satu tingkat, makanan semua atas pesanan Mas Ilham, yang sebelumnya dipastikan di internet bahwa aman untuk ibu hamil. Termasuk minuman yang aku minum. "Lebih dari bahagia, Mas. Hatiku lega sekarang. Selama ini, terus terang aku tertekan," ucapku dengan menurunkan badan sedikit dan menyandarkan kepala di bahunya. "Yang paling lega itu aku." "Kenapa?" "Karena, mereka serius latihan berenangnya. Ini buktinya!" selorohnya sambil tertawa. Aku tersenyum mengingat bagaimana usaha kami untuk tujuan ini. Set
Mas Ilham memandang Pak Lurah, kemudian berganti memandangku. Dibukanya amplop tersebut dan dibaca kertas yang ada di dalamnya. Senyumnya seketika mengembang dan menatapku seperti tak percaya."Iya kalian mendapatkan penghargaan sebagai pemuda yang menginspirasi di tahun ini. Minggu depan, kita bersama-sama ke Pusat!" ucap Pak LurahTernyata kiprah kami terdengar sampai pusat, dan itu kebanggaan tersendiri untuk kami."Baiklah, Pakde Lurah. Kami permisi dulu," permisi kami sebelum meninggalkan Balai Desa.***"Mas Ilham, aku ke cafe yang kita pernah ke sana. Yang ada pisang krispynya," ucapku sambil menggelendot manja di lengannya. Hari ini hari minggu, jadi hanya ada kami berdua di sini. Waktunya, aku bermanja tanpa takut terpergok seseorang."O, yang di cafe itu. Kenapa? Mau napak tilas?" ucapnya berpaling ke arahku dan mencium sekilas pipi ini."Pingin pacaran.""Lho, ini sekarang sudah pacaran. Kurang mesra apa? Minta lebih?" ucapnya merengkuh tubuhku sambil menatapku dengan mata
Hari itu merupakan langkah awal, desa kami untuk berubah. Agrowisata Tomat sudah di buka, dan usaha kami mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata datang menjadi saksi lahirnya pembaharuan ini. Semua berjalan lancar.Mas Ilham mendatangkan media cetak dan itu sangat tepat untuk promosi.Hanya hitungan minggu, Agrowisata Tomat ramai pengunjung. Kamipun sibuk memaksimalkan fasilitas yang ada. Memperbaiki beberapa sistem yang kurang.Mas Ilham berusaha merinovasi terus menerus sampai mereka pengelola dari desa bisa mandiri. Usaha ini buka tidak ada halangan. Pernah beberapa pengepul tomat datang untuk menyampaikan inspirasi. Mereka kawatir tidak akan mendapatkan tomat lagi dari petani. Pak Lurah dan Mas Ilham langsung turun tangan. Mas Ilham memberikan skema pemasaran tomat, mereka diajari untuk mengembangkan bisnis mereka. Sehingga tidak terjebak dengan usaha yang tanpa pengembangan.Para pengepul akhirnya kembali dengan rasa puas. Dari kejadian ini,
Kami memarkir motor di halaman dan langsung menghampiri Ibu di teras rumah yang tersenyum-senyum."Assalamualaikum, Bu!" ucap Mas Ilham dan mencium tangan Ibu. Tangannya langsung ditariknya ke dalam. Mereka meninggalkanku sendiri di teras, huh! Benar-benar mengesalkan."Nak Ilham pasti lapar, kan. Sudah saya siapkan soto daging. Makan sekarang?" "Sebentar saya ke kamar mandi dulu, Bu. Capek keliling desa!" ucap Mas Ilham dengan tersenyum, dia langsung bergegas pergi. "Tika! Suamimu itu diurus yang benar. Tadi pagi kamu kasih sarapan tidak? Sekarang kalian tinggal berdua saja, kamu jangan semena-mena pada suami. Diperhatikan kebutuhannya. Dulu di rumah Bu Aisyah, Mamanya yang memperhatikan. Sekarang dia tanggung jawabmu!" kata-kata Ibu mulai berentetan panjang sekali. "Sudah, Bu. Tadi pagi kami sarapan roti. Ibu tidak usah kawatir," ucap Mas Ilham setelah keluar dari kamar mandi. "Apa?! Cuma roti? Mana bisa untuk menambah stamina? Sudah sekarang kalian makan!" teriak Ibu. Aku dan
"Terima kasih atas kunjungannya ke Agrowisata Tomat di Desa Panggah Mulyo. Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi, kalau ada umur yang panjang, boleh berjumpa di Agrowisata Tomat ini."Lela menutup simulasi pemandu wisata untuk pembukaan hari besuk. Disambut tepuk tangan Pak Lurah beserta perangkat desa.Walaupun sebagai sekretaris pengelola, dia juga ikut andil di lapangan. Mas Ilham menunjuknya sebagai pelatih dan mengawasi para pemandu. Ternyata kecerewetannya sangat berguna di program ini. Itulah kelebihan Mas Ilham, mengatur dan menempatkan orang sesuai kemampuan dan kemauan seseorang.Semua warga di sini bersiap menyambut hari besuk. Semua ketua RW dan RT mengatur warganya untuk berbenah bersih-bersih desa. Kelompok tani bersiap merapikan lahannya. Tumbuhan tomat dipangkas daun-daun kering dan dahan yang mengganggu. Para pemuda juga sibuk di pos yang sudah di tentukan. Para pelaku UMKM sibuk merapikan lapak dan produknya. Semua satu kampung sibuk, apalagi Pak Lu
“Apa enaknya, tidak ada acara belah duren!" Celetukan itu yang membuat Pak Bambang kehilangan satu gigi depannya. Kejadian itu sempat membuat desa heboh, banyak yang menuding Pak Bambang keterlaluan walaupun di belakang tetap ada kasak kusuk membenarkan perkataannya. Termasuk aku sendiri."Mas Ilham, benar yang diucapkan dia. Seumur hidup kamu tidak mempunyai momen itu. Aku iklas, kalau kamu ingin menikah lagi," ucapku yang memang tidak mungkin memberikan dia sesuatu itu."Gila, kamu! Kau pikir aku kambing, yang asal kawin untuk darah perawan yang hanya sesaat itu!" teriak Mas Ilham."Mas Ilham, aku hanya tidak ingin kamu menyesal. Kenapa kamu marah? Kau pikir aku senang dengan menawarkan ide ini?!" "Dasar istri bodoh! Sini istri bodohku yang membuatku jadi orang bodoh juga," ucapnya merengkuh tubuh ini."Kok kamu ikutan bodoh?""Iya iya, lah. Ganteng gini dapet janda," ucapnya sambil berkelit dari cubitanku."Kartika, menikah itu bukan beralasan janda, perjaka ataupun perawan. Teta
Program pengembangan desa melalui agrowisata sudah mulai dirintis. Program seratus hari, nama yang diberikan Mas Ilham.Hitungan hari itulah, lahan tomat percontohan sudah bisa dimanfaatkan. Ada lima petak lahan desa yang di gunakan. Setelah diuji keberhasilannya, kami akan memgembangkan ke para petani. Tomat sudah siap untuk panen pertama di usia seratus hari. Ada beberapa varietas tomat yang dikembangkan, selain tomat sayur, tomat sambal, tomat buah dan tomat chery. Sengaja kami kembangkan sesuai peruntukannya, selain untuk edukasi juga untuk pengembangan hasil tomat yang berbeda jenis, berbeda pula produknya.Lega rasanya hati ini, melihat rencana sudah membuahkan hasil. Aku sangat senang seperti saat ini. Berkeliling di tengah kebun tomat yang sudah berbuah lebat. Beberapa warna merah menyembul di gerumbulan tomat berwarna hijau. Aku membayangkan wisatawan akan puas berkeliling di kebun tomat ini. Kelompok tani yang diketuai Pak Yanto, bekerja dengan keras dan cerdas. Aku hanya
Sudah lima belas hari kami di rumah Mas Ilham, hari ini giliran di rumahku. Begitu perjanjian awal kami, mempunyai orang tua tunggal mewajibkan kami berbagi hari di rumah mereka. "Sayang ... jangan ganggu saya," ucapku mencoba melepas tangannya. Kebiasaannya, setelah mandi pasti menggoda dengan memelukku. Seakan dia tahu, aku akan tergoda dengan aroma segarnya. Apalagi dia bertelanjang dada dan hanya menggunakan handuk yang dililit di pinggangnya. "Kalau seperti ini, kapan aku selesai berkemas?!" teriakku kesal dan seketika kesalku luruh dengan nafas hangatnya yang menyapu leher ini. "Dimana-mana, pengantin baru ya seperti ini," ucapnya setelah menyudahi aksinya. Rambutnya yang masih basah terlihat menggemaskan. "Iya ngerti. Tetap lihat waktu, Say. Aku membawa bajumu beberapa saja, ya. Yang ini, ini dan ini," ucapku sambil menunjuk yang aku maksud. "Yang merah diganti yang hijau saja. Kemejanya tambah satu, untuk pertemuan di balai desa. Nanti kita mampir ke Pondok Tomat. Aku
"Mas Ilham, giliranmu!" ucapku setelah namanya dipanggil Pak Lurah.Dia langsung berdiri, merapikan bajunya dan berjalan ke depan. Sebelum mulai, dia menyebar senyum lebarnya dan tertahan sejenak ke arahku. Aku mengacungkan jempol dan tersenyum memberi semangat kepadanya. Lama-lama aku ketularan gokilnya dia, ya. "Salam semangat semuanya!" teriak Mas Ilham dengan peserta masih terpaku menatapnya. Untuk sesi ini, peserta seluruh undangan datang. Tidak sepertiku yang hanya di kelompok tani saja. "Aduh kok masih lemas, ya. Kami saja yang pengantin baru saja sudah semangat! Semangaaat ...!" "Semangaaaatt ...!" teriak semua yang hadir dan berakhir gelak tawa mereka. Mas Ilham memang pintar membuka sesi dengan memaksa peserta untuk fokus dengan yang dia katakan. Kalau sudah di depan seperti ini, Mas Ilham yang kolokan, manja dan gokil hilang. Tergantikan sosok yang karismatik, aku tersenyum bangga melihatnya.Dia langsung menjabarkan tentang program agro wisata ini. Pelan, jelas dan mud