"Bisa kamu jelaskan apa hubunganmu dengan dia?" Mas Ilham melihatnya, kemudian menatap kembali ke Mas Firman. Aku melihat mereka bergantian mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Kamu ingat janjimu kepadaku, kan?" tanya Mas Firman menatapnya tajam."Pasti! Saya tidak akan pernah ingkar janji. Mas Firman ingin penjelasan tentang Pak Wardoyo Wijaya, pemilik Two Double U Group?" tanya Mas Ilham dengan menatap balik Mas Firman. Two Double U Group, yang tertulis dengan 2W Group yang tercantum di bawah foto tadi.Mas Ilham menarik nafas dalam dengan masih menghadap ke Mas Firman yang terlihat tegang. "Saya dulu calon menantu Pak Wardoyo Wijaya," jawab Mas Ilham mengagetkan kami, terutama Mas Firman yang menatapnya lekat.Mas Ilham bercerita, dulu dia pernah menjuarai kompetisi bisnis yang di sponsori oleh 2W Group. Sejak itu, Mas Ilham menjadi perhatian Pak Wardoyo. Mereka selalu bersama di setiap waktu luang. Pembawaan Mas Ilham yang gampang bergaul dan perhatian terhadap orang tua
Berpisah dengannya, tidak hanya kehilangan kekasih dan sahabat, aku juga kehilangan sosok yang sudah seperti ayahku sendiri. Pak Wardoyo Salim, Papa Elysia. "Ilham, kamu sudah bukan calon menantuku. Kamu adalah anak lelakiku. Aku sudah tidak sabar hari itu tiba, ketika kalian sudah sah menikah. Aku ingin berbagi tanggung jawab di perusahaan ini," ucap Pak Wardoyo saat itu. Beliau tidak mempunyai anak laki-laki, pertemuan kami semakin erat dengan ikatan perasaan. Beliau membutuhkan teman, dan aku merindukan sosok ayah. Seringkali Elysia cemburu karena pendapatku lebih diperhatikan daripada keinginannya. Pak Wardoyo tidak terima dengan perpisahan kami. Marahnya menimbulkan lontaran kata-kata yang mengusik harga diri seorang laki-laki. "Ilham, berapa saya harus kasih saham perusahaan untukmu? Agar kamu mau menikahi Elysia?" ucapnya saat itu. Aku terhenyak mendengarnya, aku merasa sebuah barang yang bisa diukur dengan materi. "Maaf. Saya tidak bisa. Elysia pasti akan bahagia dan itu
Kami sudah tiba di Balai Desa. Setelah menyerahkan proposal ke Pak Lurah, Kak Bejo sebagai utusan langsung berangkat ke kota. Penyerahan proposal terakhir di hari ini, setelah itu akan turun anggaran dana dari pemerintah."Sambil menunggu dana turun, kita siapkan semuanya. Lahan dan masyarakat kita. Ini menunjukkan keseriusan kita. Jangan apa-apa nunggu pemerintah," ujar Pak Lurah."Iya betul, masyarakat harus merasa ini adalah 'gawe' kita. Pemerintah sekedar membantu saja. Nanti saya yang isi materi ini, kan?" kata Mas Ilham. Dia sudah siap untuk brain wash masyarakat di sini. Untuk hal ini, dia jagonya."Untuk kamu Tika, lahan sudah di siapkan. Kamu bicara langsung dengan ketua kelompok tani, sekarang dipegang Pak Yanto. Juga prodak apa saja yang akan dikembangkan," tambah Pak Lurah."Ketua karang taruna di sini, Pak Bambang guru olah raga itu?" tanya Mas Ilham sambil menyerngitkan dahi."Tidak ada yang lain?" tambahnya."Iya. Bambang itu, yang pernah tak kenalin dulu itu, lo. Ingat
"Mas Ilham, giliranmu!" ucapku setelah namanya dipanggil Pak Lurah.Dia langsung berdiri, merapikan bajunya dan berjalan ke depan. Sebelum mulai, dia menyebar senyum lebarnya dan tertahan sejenak ke arahku. Aku mengacungkan jempol dan tersenyum memberi semangat kepadanya. Lama-lama aku ketularan gokilnya dia, ya. "Salam semangat semuanya!" teriak Mas Ilham dengan peserta masih terpaku menatapnya. Untuk sesi ini, peserta seluruh undangan datang. Tidak sepertiku yang hanya di kelompok tani saja. "Aduh kok masih lemas, ya. Kami saja yang pengantin baru saja sudah semangat! Semangaaat ...!" "Semangaaaatt ...!" teriak semua yang hadir dan berakhir gelak tawa mereka. Mas Ilham memang pintar membuka sesi dengan memaksa peserta untuk fokus dengan yang dia katakan. Kalau sudah di depan seperti ini, Mas Ilham yang kolokan, manja dan gokil hilang. Tergantikan sosok yang karismatik, aku tersenyum bangga melihatnya.Dia langsung menjabarkan tentang program agro wisata ini. Pelan, jelas dan mud
Sudah lima belas hari kami di rumah Mas Ilham, hari ini giliran di rumahku. Begitu perjanjian awal kami, mempunyai orang tua tunggal mewajibkan kami berbagi hari di rumah mereka. "Sayang ... jangan ganggu saya," ucapku mencoba melepas tangannya. Kebiasaannya, setelah mandi pasti menggoda dengan memelukku. Seakan dia tahu, aku akan tergoda dengan aroma segarnya. Apalagi dia bertelanjang dada dan hanya menggunakan handuk yang dililit di pinggangnya. "Kalau seperti ini, kapan aku selesai berkemas?!" teriakku kesal dan seketika kesalku luruh dengan nafas hangatnya yang menyapu leher ini. "Dimana-mana, pengantin baru ya seperti ini," ucapnya setelah menyudahi aksinya. Rambutnya yang masih basah terlihat menggemaskan. "Iya ngerti. Tetap lihat waktu, Say. Aku membawa bajumu beberapa saja, ya. Yang ini, ini dan ini," ucapku sambil menunjuk yang aku maksud. "Yang merah diganti yang hijau saja. Kemejanya tambah satu, untuk pertemuan di balai desa. Nanti kita mampir ke Pondok Tomat. Aku
Program pengembangan desa melalui agrowisata sudah mulai dirintis. Program seratus hari, nama yang diberikan Mas Ilham.Hitungan hari itulah, lahan tomat percontohan sudah bisa dimanfaatkan. Ada lima petak lahan desa yang di gunakan. Setelah diuji keberhasilannya, kami akan memgembangkan ke para petani. Tomat sudah siap untuk panen pertama di usia seratus hari. Ada beberapa varietas tomat yang dikembangkan, selain tomat sayur, tomat sambal, tomat buah dan tomat chery. Sengaja kami kembangkan sesuai peruntukannya, selain untuk edukasi juga untuk pengembangan hasil tomat yang berbeda jenis, berbeda pula produknya.Lega rasanya hati ini, melihat rencana sudah membuahkan hasil. Aku sangat senang seperti saat ini. Berkeliling di tengah kebun tomat yang sudah berbuah lebat. Beberapa warna merah menyembul di gerumbulan tomat berwarna hijau. Aku membayangkan wisatawan akan puas berkeliling di kebun tomat ini. Kelompok tani yang diketuai Pak Yanto, bekerja dengan keras dan cerdas. Aku hanya
“Apa enaknya, tidak ada acara belah duren!" Celetukan itu yang membuat Pak Bambang kehilangan satu gigi depannya. Kejadian itu sempat membuat desa heboh, banyak yang menuding Pak Bambang keterlaluan walaupun di belakang tetap ada kasak kusuk membenarkan perkataannya. Termasuk aku sendiri."Mas Ilham, benar yang diucapkan dia. Seumur hidup kamu tidak mempunyai momen itu. Aku iklas, kalau kamu ingin menikah lagi," ucapku yang memang tidak mungkin memberikan dia sesuatu itu."Gila, kamu! Kau pikir aku kambing, yang asal kawin untuk darah perawan yang hanya sesaat itu!" teriak Mas Ilham."Mas Ilham, aku hanya tidak ingin kamu menyesal. Kenapa kamu marah? Kau pikir aku senang dengan menawarkan ide ini?!" "Dasar istri bodoh! Sini istri bodohku yang membuatku jadi orang bodoh juga," ucapnya merengkuh tubuh ini."Kok kamu ikutan bodoh?""Iya iya, lah. Ganteng gini dapet janda," ucapnya sambil berkelit dari cubitanku."Kartika, menikah itu bukan beralasan janda, perjaka ataupun perawan. Teta
"Terima kasih atas kunjungannya ke Agrowisata Tomat di Desa Panggah Mulyo. Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi, kalau ada umur yang panjang, boleh berjumpa di Agrowisata Tomat ini."Lela menutup simulasi pemandu wisata untuk pembukaan hari besuk. Disambut tepuk tangan Pak Lurah beserta perangkat desa.Walaupun sebagai sekretaris pengelola, dia juga ikut andil di lapangan. Mas Ilham menunjuknya sebagai pelatih dan mengawasi para pemandu. Ternyata kecerewetannya sangat berguna di program ini. Itulah kelebihan Mas Ilham, mengatur dan menempatkan orang sesuai kemampuan dan kemauan seseorang.Semua warga di sini bersiap menyambut hari besuk. Semua ketua RW dan RT mengatur warganya untuk berbenah bersih-bersih desa. Kelompok tani bersiap merapikan lahannya. Tumbuhan tomat dipangkas daun-daun kering dan dahan yang mengganggu. Para pemuda juga sibuk di pos yang sudah di tentukan. Para pelaku UMKM sibuk merapikan lapak dan produknya. Semua satu kampung sibuk, apalagi Pak Lu