Bab 72Nisrina terdiam. Ia menimbang perasaannya yang masih diliputi kebencian pada laki-laki itu. Akan tetapi, pikirannya sadar bahwa ia tidak bisa menghindar begitu saja tanpa ada pembicaraan yang jelas antara keduanya."Bu, menekan ego demi menyelesaikan masalah tidak akan membuat Ibu rugi," ucap Bu Mega kembali meyakinkan. Ia tahu, tidak mudah bagi Nisrina untuk bisa begitu saja berjumpa dengan laki-laki yang membuatnya rela mengambil keputusan besar dalam hidupnya.Berulang kali Nisrina menghela napas berat. Ia tak bisa menghilang terlalu lama. Bisa saja Abi membutuhkan kepastian atas status antara keduanya."Baiklah, Bu."Bu Mega seketika tersenyum lega. Ia bisa membantu rekannya menyelesaikan masalah dan meskipun berakhir dengan perpisahan keduanya sudah sama-sama legowo."Pak Abi menunggu di pintu keluar. Ibu bisa melanjutkan acara ini dan berjumpa dengan beliau di sana," ucap Bu Mega memberi penjelasan."Saya sudah ngga berselera lagi." "Ngga apa-apa, yang penting ada hikmah
Bab 73Abi terus menunggu hingga beberapa lama. Akan tetapi belum ada tanda-tanda Nisrina akan datang. Berulang kali ia melihat jam di pergelangan tangannya dengan perasaan cemas. Hingga jam buka tempat wisata itu hampir habis, Abi tak kunjung mendapati Nisrina datang."Kamu kemana, Rin? Aku hanya ingin memperbaiki semuanya tapi kamu malah begini," gumam Abi. Ia menunduk putus asa. Jari-jari tangan Abi itu mencengkeram rambutnya dengan keras. Rasa sesal semakin dalam merasuki hatinya sebab sikap Nisrina yang tampak enggan berjumpa dengannya walau hanya untuk sekedar minta maaf. "Maafkan aku, Rin. Maafkan aku," gumam Abi lagi.Abi meracau. Ia bahkan tak memperdulikan tatapan pembeli di stand tempatnya duduk yang menatapnya dengan pandangan aneh. Seseorang datang dan menepuk bahu Abi dengan pelan setelah sejak lama mengamati Abi dari kejauhan. "Kenapa, Mas?"Abi mendongak. Ia menatap seseorang yang telah menepuk bahunya, yang tak lain adalah sang pemilik stand pakaian tempat ia duduk.
Bab 74Nisrina tergugu. Ia mengabaikan laki-laki yang sedang memohon di sampingnya itu. Pikirannya bercabang, hatinya menjerit. Perempuan yang sedang hamil muda itu tak tahu harus bagaimana mengambil sikap."Rin, kalau memang kamu butuh waktu untuk memaafkan, aku akan berikan. Tapi kamu jangan pergi jauh. Aku ingin menebus semua kesalahanku padamu," rayu Abi lagi.Nisrina terdiam. Pikirannya kembali dipaksa untuk menimbang keputusan yang harus diambil saat itu."Rin, aku akan berjanji padamu. Sungguh aku menyesali semuanya. Yang terjadi malam itu sungguh diluar kendaliku. Aku tak tahu ada apa dengan badanku. Tiba-tiba badanku rasanya panas, dan ... Dan ... Rasa itu ... Rasa itu datang begitu saja. Aku tak dapat menahannya."Mendengar apa yang diucapkan oleh Abisatya itu, Nisrina makin tergugu. Bayang-bayang kelam kembali hadir di pelupuk matanya yang sudah basah."Sungguh, Rin. Aku minta maaf. Tak ada sedikitpun niat dalam hatiku untuk menyakitimu," ujar Abi dengan pandangan tak lepas
Bab 75Nisrina terdiam sejenak setelah Abisatya menyelesaikan kalimatnya. Lagi-lagi ia berada dalam posisi yang tak mengenakkan. Pulang bersama itu artinya hanya ada dirinya dan sang suami dalam mobil itu. Jika menolak, ia tak tahu harus pergi kemana dan naik apa untuk kembali ke kota tempatnya tinggal sebelum pindah ke rumah Bu Rahmi."Rin, jangan banyak berpikir. Mendung makin gelap. Tak mungkin juga kamu di sini sendirian. Mau naik apa kamu? Ayo pulang sama aku aja," ajak Abi lagi.Nisrina membuang napas kasar. Ia menatap punggung lelaki yang baru saja melangkah menuju sebuah mobil tak jauh dari tempatnya berdiri."Ayo," panggil Abi lagi setelah ia membuka pintu mobil miliknya.Nisrina tak punya pilihan lain. Ia harus menumpang untuk bisa sampai ke kosan Bu Mega. Barang bawaannya masih ada di sana juga tas yang ia bawa pada acara ini juga terbawa oleh Bu Mega.Helaan napas berat terembus dari bibir Nisrina. Ia tak bisa menolak tawaran Abisatya saat ini. Mendung makin bergelayut di
Bab 76Tangan kekar Abisatya memeluk erat badan langsing milik Nisrina dengan penuh rasa bersalah. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh wanita di sampingnya itu setelah perdebatan panjang."Maafkan aku, Rin," racau Abisatya sambil mendekap erat badan Nisrina."Lepas Mas! Lepaskan aku! Jangan begini, aku ngga sudi kamu peluk begini!" teriak Nisrina kencang. Ia mengeluarkan semua tenaganya untuk membuat badan kekar di depannya itu menjauh dari badannya."Tidak, Rin. Sebentar saja," balas Abi yang makin erat mendekap badan Nisrina."Lepaskan! Atau aku akan berteriak?!" ancam Nisrina dengan badan yang tak bisa bergerak. Embusan napas Abisatya terasa hangat menyentuh lehernya. Ia makin keras berusaha mendorong badan kekar itu."Izinkan aku sekali saja untuk memelukmu. Anggap ini sebagai salam perpisahan antara kita. Setelah ini, aku tak lagi mengganggumu," ucap Abi tak memperdulikan suara Nisrina yang makin kencang."Sungguh aku menyesali semuanya, Rin. Jika memang kamu tak mengh
Bab 77Nisrina ternganga seketika. Ia tak mengira Abi akan bertanya soal ini sekarang juga. Ia sendiri juga tak tahu menahu soal mual yang tiba-tiba datang dalam dirinya disebabkan karena apa, sebab selama sebulan ini tidak ada morning sickness yang ia alami ketika di rumah.Kepala Nisrina refleks menggeleng. Ia tak mau menambah runyam jalan hidupnya dengan membagi tahu kabar kehamilannya pada sang suami. Bagaimana pun, proses cerai harus segera berjalan. Wanita yang sedang hamil muda itu tak mau banyak mengulur waktu."Jangan bohong, Rin!" sentak Abi dengan nada suara yang lebih tegas dan keras.Nyali Nisrina seketika menciut. Ia menggigit bibir bawahnya agar tak kelepasan bicara soal kehamilannya."Ti—ti ... dak, Mas. A—aku ti—dak sedang hamil," balas Nisrina tergagap.Abi menatap wajah Nisrina dengan tatapan dalam dan menusuk. Ia tak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan jawaban yang jujur dari mulut istrinya itu."Malam itu tidak mungkin terjadi apa-apa. Melihat bagaimana ko
Bab 78Nisrina memicingkan mata menatap perempuan yang ada di depannya, yang tak lain adalah Rania."Aku tidak paham dengan perkataanmu," balas Nisrina cepat. Kondisi hati dan fisiknya yang lemah membuat Nisrina tak mampu menangkap ucapan perempuan itu dengan cepat."Iya, kamu memang tidak akan paham sebab semuanya yang sudah terjadi seolah-olah karena ketidaksengajaan. Padahal semuanya adalah rencanaku." Rania tersenyum meremehkan, menatap perempuan di depannya yang masih tampak bingung.Dahi Nisrina makin mengerut. Apalagi itu."Okey, biar aku jelaskan. Orang suruhanku telah memberikan obat dalam minuman yang dia minum di bar hingga dia menyentuhmu. Aku yakin sentuhan itu bukan karena cinta, yang tidak bisa kamu nikmati layaknya sepasang suami istri yang saling mencintai." Rania menghentikan ceritanya. Ia tersenyum licik saat melihat raut Nisrina yang mulai berubah."Belum selesai, jangan diputus dulu," sergah Rania saat Nisrina hendak menyahuti ceritanya."Lalu kamu pergi jauh. Ses
Bab 79Abi kembali ke rumah dengan kondisi hati dan pikiran yang tak baik. Harapannya bisa kembali bersama sang istri seketika lenyap setelah mendengar penolakan Nisrina yang keras itu.Ucapan Nisrina itu, bak tombak yang menancap tepat sasaran. Nyeri, perih dan terasa tak berarti sebagai seorang lelaki.Mobil yang ditumpangi Abi itu melaju dengan kencangnya. Tak peduli dengan kendaraan lainnya, Abi terus memacu mobilnya dengan kecepatan yang tak biasanya.Setibanya di rumah yang lama tak ditempati, Abi membawa masuk beberapa botol minuman yang sudah dibelinya di luar. Ia tak mau mengambil resiko seperti yang kemarin. Lelaki yang sedang hancur itu butuh sesuatu untuk melampiaskan amarahnya.Abi memilih melampiaskan emosinya dengan menenggak minuman kerasnya di rumah. Tak peduli soal halal dan haramnya, Abi terus menikmati minuman yang melenakan itu dengan hati yang penuh emosi. Padahal tak ada manfaat dari minuman itu sekalipun hanya sedikit.Kadang bibir Abi itu berteriak sambil mena