Bab 77Nisrina ternganga seketika. Ia tak mengira Abi akan bertanya soal ini sekarang juga. Ia sendiri juga tak tahu menahu soal mual yang tiba-tiba datang dalam dirinya disebabkan karena apa, sebab selama sebulan ini tidak ada morning sickness yang ia alami ketika di rumah.Kepala Nisrina refleks menggeleng. Ia tak mau menambah runyam jalan hidupnya dengan membagi tahu kabar kehamilannya pada sang suami. Bagaimana pun, proses cerai harus segera berjalan. Wanita yang sedang hamil muda itu tak mau banyak mengulur waktu."Jangan bohong, Rin!" sentak Abi dengan nada suara yang lebih tegas dan keras.Nyali Nisrina seketika menciut. Ia menggigit bibir bawahnya agar tak kelepasan bicara soal kehamilannya."Ti—ti ... dak, Mas. A—aku ti—dak sedang hamil," balas Nisrina tergagap.Abi menatap wajah Nisrina dengan tatapan dalam dan menusuk. Ia tak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan jawaban yang jujur dari mulut istrinya itu."Malam itu tidak mungkin terjadi apa-apa. Melihat bagaimana ko
Bab 78Nisrina memicingkan mata menatap perempuan yang ada di depannya, yang tak lain adalah Rania."Aku tidak paham dengan perkataanmu," balas Nisrina cepat. Kondisi hati dan fisiknya yang lemah membuat Nisrina tak mampu menangkap ucapan perempuan itu dengan cepat."Iya, kamu memang tidak akan paham sebab semuanya yang sudah terjadi seolah-olah karena ketidaksengajaan. Padahal semuanya adalah rencanaku." Rania tersenyum meremehkan, menatap perempuan di depannya yang masih tampak bingung.Dahi Nisrina makin mengerut. Apalagi itu."Okey, biar aku jelaskan. Orang suruhanku telah memberikan obat dalam minuman yang dia minum di bar hingga dia menyentuhmu. Aku yakin sentuhan itu bukan karena cinta, yang tidak bisa kamu nikmati layaknya sepasang suami istri yang saling mencintai." Rania menghentikan ceritanya. Ia tersenyum licik saat melihat raut Nisrina yang mulai berubah."Belum selesai, jangan diputus dulu," sergah Rania saat Nisrina hendak menyahuti ceritanya."Lalu kamu pergi jauh. Ses
Bab 79Abi kembali ke rumah dengan kondisi hati dan pikiran yang tak baik. Harapannya bisa kembali bersama sang istri seketika lenyap setelah mendengar penolakan Nisrina yang keras itu.Ucapan Nisrina itu, bak tombak yang menancap tepat sasaran. Nyeri, perih dan terasa tak berarti sebagai seorang lelaki.Mobil yang ditumpangi Abi itu melaju dengan kencangnya. Tak peduli dengan kendaraan lainnya, Abi terus memacu mobilnya dengan kecepatan yang tak biasanya.Setibanya di rumah yang lama tak ditempati, Abi membawa masuk beberapa botol minuman yang sudah dibelinya di luar. Ia tak mau mengambil resiko seperti yang kemarin. Lelaki yang sedang hancur itu butuh sesuatu untuk melampiaskan amarahnya.Abi memilih melampiaskan emosinya dengan menenggak minuman kerasnya di rumah. Tak peduli soal halal dan haramnya, Abi terus menikmati minuman yang melenakan itu dengan hati yang penuh emosi. Padahal tak ada manfaat dari minuman itu sekalipun hanya sedikit.Kadang bibir Abi itu berteriak sambil mena
Bab 80Nisrina tersedu dalam pelukan Bu Rahmi. Ia tak kuasa menahan rasa sesal yang kian menambah dalam luka di hatinya. Selama ini, perempuan yang sedang hamil muda itu terlalu menuruti egonya hingga kini ia terjerembab dalam penyesalan yang membuatnya tak henti menitikkan air mata."Tidak apa-apa kamu merasa bersalah. Yang penting setelah ini kamu mau berubah menjadi lebih baik. Bagaimana pun dia bapak dari anakmu, yang masih memiliki hak atas dirimu dan bayi dalam kandunganmu.""Tapi Rina takut, Bu. Rina sudah terlalu kasar padanya kemarin. Wajah Mas Abi yang semula mengiba, saat kami berpisah berubah menjadi penuh emosi." Nisrina memejamkan matanya, mengingat kembali urat-urat yang makin tercetak tebal di leher Abisatya."Kalau begitu datangi dia, minta maaf padanya," sambung Bu Rahmi lagi.Rina seketika mendongakkan kepalanya, lalu mengurai pelukan dari wanita paruh baya yang sedang menasehatinya itu. "Rina takut, Bu. Rina takut."Air mata Nisrina makin deras membanjiri wajahnya.
Bab 81Hati Nisrina bak diiris sembilu membaca pesan yang dikirim oleh Abisatya. Tak mau membalas pesan itu, Nisrina lebih memilih diam dan menangis dalam diam. Bagaimana pun dia salah karena terlalu keras pada Abi."Maafkan aku, Mas. Aku terlalu keras padamu," gumam Nisrina sambil menyeka air matanya yang jatuh membasahi wajah.Nisrina tenggelam dalam tangisnya hingga matanya terlelap. Badan yang letih itu tak lagi sanggup menopang bobot tubuhnya yang sekarang mudah sekali terasa letih.Keesokan harinya, Nisrina bersiap hendak memeriksakan diri. Janin dalam rahimnya sudah diajak bepergian dan menghabiskan waktu banyak di perjalanan beberapa hari lalu. Ia harus memastikan anaknya dalam keadaan sehat dan tidak kurang satu apapun. Terlebih sebentar lagi, ia akan pindah kembali ke rumah orang tuanya dan membutuhkan tenaga yang fit untuk membawa beberapa baju dan barang bawaan."Pagi sekali sudah rapi, Nak? Mau kemana?" tanya Bu Rahmi ketika sedang menyapu halaman. Ia meletakkan sapunya d
Bab 1"Jangan berharap banyak dengan pernikahan ini," ujar Abisatya, laki-laki yang berdiri di samping Nisrina dengan balutan jas silver dengan tuksedo yang melingkar di kemejanya.Pernikahan yang megah sedang digelar di sebuah ballroom hotel berbintang. Senyum bahagia terbit di wajah seluruh tamu undangan dan seluruh keluarga tapi tidak dengan sepasang pengantin yang sedang berdiri di atas pelaminan yang dihiasi dengan kembang mawar putih itu.Nisrina hanya diam. Ia meremas gagang bunga tangan yang sejak awal acara diberikan oleh perias. Kain pembungkus gagang itu basah oleh keringatnya yang sejak tadi merasa cemas sebab ekspresi laki-laki di sampingnya tidak ada keramahan sedikitpun."Aku hanya menuruti permintaan Papa. Aku terpaksa melakukannya."Nisrina tersentak. Akad yang sudah terucap di depan penghulu bukanlah sekedar kata yang bisa dimainkan sesuka hati. Akad itu sakral, bahkan mampu menggetarkan Arsy Allah. Bagi Abi akad itu bisa saja sekedar ucapan, tapi tidak untuk Nisrina
Bab 2Binar haru tak lepas dari wajah laki-laki yang sedang mendekap erat badan seorang wanita berambut panjang itu. Matanya memejam, tapi senyum penuh kelegaan itu tak luntur dari bibir Abisatya.Hati Nisrina bak disayat sembilu. Laki-laki yang ia kira bisa menjadi sandaran setelah akad rupanya telah lebih dulu memasang benteng diantara mereka, bahkan sebelum Nisrina memulai usahanya."Mas," lirih Nisrina lemas. Lidahnya tercekat, seperti tertahan untuk menghentikan apa yang sedang terjadi di depannya. Dadanya pun turut memberikan respon, hingga membuatnya sulit bernapas.Sepasang kekasih itu pun mengurai pelukannya sebab suara Nisrina yang menjadi satu-satunya suara dalam lorong itu. "Kamu," lirih Abisatya kaget. Ia tidak menyangka kalau Nisrina sudah sampai di hadapannya dan melihat semua itu. Binar kelegaan itu seketika berubah menjadi sebuah rasa cemas.Perempuan yang baru saja dilepas oleh Abi itu memicingkan matanya menatap Nisrina, yang masih memakai pakaian pengantin. Tanpa
Bab 3Nisrina menyandarkan punggungnya di dinding depan kamar. Sekuat apapun ia berusaha menutupi rasa kecewanya di depan sepasang kekasih itu, ia tetap wanita lemah yang membutuhkan sandaran ketika hatinya terluka."Rin?" panggil seseorang yang seketika membuat Nisrina mengusap air mata di wajahnya.Ferdy mendekat dan memicingkan matanya menatap istri sepupunya yang baru saja menikah sedang memejamkan mata sambil kepayahan mengatur napas."Kenapa? Kamu lihat mereka tadi?" tanya Ferdy dengan tatapan masih memindai wajah ayu yang tengah basah di depannya."Apa kamu habis berantem sama mereka?" Lagi, Ferdy tak puas dengan Nisrina yang hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya. Tangannya menunjuk arah di mana Abi dan Rania berjalan.Nisrina menghela napas berat. Ia tak mau membuka masalah rumah tangganya di depan orang lain, tapi Ferdy melihat dengan mata kepalanya sendiri."Mas lihat mereka?" tanya Nisrina sebelum ia menjawab pertanyaan sepupunya.Ferdy mengangguk. "Makanya aku ke sini. T