Bab 67Setibanya di rumah sakit, Bian berjalan di belakang sepasang suami istri itu. Ia turut merasa cemas sebab kemarin kondisi Nisrina masih sehat dan baik-baik saja. Hanya selang sehari, kondisinya berubah sakit seperti sekarang ini.Bian pun tak berani bertanya banyak pada sepasang suami istri itu. Lebih baik melihat kondisi Nisrina secara langsung saja."Assalamualaikum," ucap Bu Rahmi setelah menarik hendle pintu.Nisrina yang sedang tidur segera bangun untuk menyambut kedua orang tua yang sudah dianggap layaknya keluarga sendiri."Waalaikum salam," balas Nisrina ramah. Bibirnya mereka melihat kedatangan sepasang suami istri itu.Namun, senyum Niarina tiba-tiba sirna. Matanya membelalak saat mendapati orang lain ada diantara mereka."Hai," sapa Bian setelah ia ada di hadapan Nisrina. "Mas? Kok bisa sampai sini?" tanya Nisrina kaget."Iya, sengaja mau lihat kamu," balas Bian sambil tersenyum.
Bab 68Nisrina tersenyum miring mendengar pertanyaan Bian. Bagaimana bisa ia berpikiran seperti itu dengan kondisi yang sama-sama sudah berumah tangga. Meskipun pernikahan Nisrina sedang tidak baik-baik saja, ia tak mungkin ragu untuk menolak tawaran itu."Kok malah ketawa? Aku serius." Bian kembali meyakinkan."Mas ngajak becanda ya? Jangan gila. Kamu tahu bagaimana aku luar dan dalam. Meskipun aku masih memiliki rasa padamu, tak mungkin aku menjadi orang ketiga dalam rumah tanggamu." Nisrina menyahuti dengan nada suara tegas. Ia tak mau memberikan Bian celah untuk mengajaknya berbuat yang tidak-tidak."Bukannya kamu tidak bahagia dengan pernikahanmu? Aku pun sama. Bukannya setiap manusia berhak mendapatkan kebahagiaan? Kamu dan aku pun sama. Kita berhak mendapatkannya.""Astaga Mas. Jangan gila. Kamu tahu bahwa merusak rumah tangga orang lain itu dosa besar. Berat hukumannya nanti di akhirat." Nisrina menggelengkan kepalanya tak se
Bab 69"Bu," panggil Bu Mega saat suara diujung sana tiba-tiba lenyap bak ditelan bumi."Bu?" Bu Mega kembali memanggilnya.Sementara Nisrina masih larut dalam rasa yang membuat pikirannya terbang entah kemana.Laki-laki yang sangat dibencinya itu baru diketahui jika sudah mencari keberadaannya kesana kemari. Apakah itu rasa sesal setelah perbuatannya yang menyebabkan Nisrina memgalami trauma hingga menghilang dari kehidupan sebelumnya? Entahlah. Nisrina tak tahu jawabannya."Bu Rina masih di sana kan?" Bu Mega terus bersuara."Iya, Bu. Masih di sini," sahut Nisrina setelah tersadar dari lamunan."Ibu sengaja menghindarinya?" tanya Bu Mega yang tampak penasaran. Sebab ia selalu menjadi sasaran tanya oleh satpam yang menjaga di pintu masuk khusus karyawan.Nisrina menggigit bibir bawahnya. Ia tak mungkin mengumbar aibnya dan sang suami pada sembarang orang. Meskipun Bu Mega termasuk baik padanya, tapi tak pantas jika aib itu asal diceritakan begitu saja."Kami akan segera berpisah, Bu.
Bab 70Pagi sekali Nisrina dan Bu Mega bersiap ke gerai untuk berangkat family gathering. Mereka harus berangkat lebih pagi sebab menjadi panitia acara, terlebih Bu Mega."Senang ya, Bu? Sudah lama ngga ada acara kayak gini," ucap Nisrina saat keduanya sedang sibuk memindahkan kotak berisi nasi ke dalam kantong sebelum nasi itu dipindahkan ke dalam bus."Iya, harusnya tahun kemarin ada acara kayak gini. Tapi karena ada trouble jadi batal." Bu Mega berujar sambil tangannya bergerak memindahkan kotak demi kotak."Ngga apa-apa. Tahun lalu kan sudah diganti sama acara kumpul bareng sama seluruh karyawan. Alhamdulillah tahun ini beda acaranya," sahut Nisrina. Dalam ingatannya kembali terbayang saat acara itu berlangsung. Kala itu, hubungannya dengan Bian masih berjalan lancar dan baik-baik saja.Sayangnya beberapa bulan setelah acara itu, hubungan keduanya tiba-tiba retak. Ibunya Bian mendadak mendatangi Nisrina dan menyatakan penolakan te
Bab 71Nisrina menepis tangan laki-laki itu dengan keras. Ia sudah tak mau lagi berhubungan dengannya dan enggan untuk bersentuhan kembali setelah kejadian malam itu."Aku minta maaf, Rin," ucap laki-laki itu keras yang seketika membuat Nisrina menoleh."Maaf? Terlambat!" pekik Nisrina keras. Ia kembali melangkah meninggalkan laki-laki yang sedang mengiba itu.Namun, lelaki itu tak berhenti sampai disitu. Ia kembali melangkah menyusul Nisrina. Kesempatan ini tidak akan disia-siakannya setelah lebih dari sebulan ia mencari keberadaannya."Aku ngga mau kita pisah," ucap laki-laki itu keras yang lagi-lagi membuat langkah Nisrina terhenti. Ya, dia Abisatya. Seseorang memberikan info soal keberadaan istrinya.Mata Nisrina memicing menatap laki-laki di depannya yang tak lain adalah Abisatya. Ia kembali mendekati laki-laki itu."Terlambat. Aku sudah menutup semua pintu untukmu kembali dalam hidupku," sengit Nisrina keras. Amarahnya masih bergelung dalam hati. Emosi itu kembali memuncak setel
Bab 72Nisrina terdiam. Ia menimbang perasaannya yang masih diliputi kebencian pada laki-laki itu. Akan tetapi, pikirannya sadar bahwa ia tidak bisa menghindar begitu saja tanpa ada pembicaraan yang jelas antara keduanya."Bu, menekan ego demi menyelesaikan masalah tidak akan membuat Ibu rugi," ucap Bu Mega kembali meyakinkan. Ia tahu, tidak mudah bagi Nisrina untuk bisa begitu saja berjumpa dengan laki-laki yang membuatnya rela mengambil keputusan besar dalam hidupnya.Berulang kali Nisrina menghela napas berat. Ia tak bisa menghilang terlalu lama. Bisa saja Abi membutuhkan kepastian atas status antara keduanya."Baiklah, Bu."Bu Mega seketika tersenyum lega. Ia bisa membantu rekannya menyelesaikan masalah dan meskipun berakhir dengan perpisahan keduanya sudah sama-sama legowo."Pak Abi menunggu di pintu keluar. Ibu bisa melanjutkan acara ini dan berjumpa dengan beliau di sana," ucap Bu Mega memberi penjelasan."Saya sudah ngga berselera lagi." "Ngga apa-apa, yang penting ada hikmah
Bab 73Abi terus menunggu hingga beberapa lama. Akan tetapi belum ada tanda-tanda Nisrina akan datang. Berulang kali ia melihat jam di pergelangan tangannya dengan perasaan cemas. Hingga jam buka tempat wisata itu hampir habis, Abi tak kunjung mendapati Nisrina datang."Kamu kemana, Rin? Aku hanya ingin memperbaiki semuanya tapi kamu malah begini," gumam Abi. Ia menunduk putus asa. Jari-jari tangan Abi itu mencengkeram rambutnya dengan keras. Rasa sesal semakin dalam merasuki hatinya sebab sikap Nisrina yang tampak enggan berjumpa dengannya walau hanya untuk sekedar minta maaf. "Maafkan aku, Rin. Maafkan aku," gumam Abi lagi.Abi meracau. Ia bahkan tak memperdulikan tatapan pembeli di stand tempatnya duduk yang menatapnya dengan pandangan aneh. Seseorang datang dan menepuk bahu Abi dengan pelan setelah sejak lama mengamati Abi dari kejauhan. "Kenapa, Mas?"Abi mendongak. Ia menatap seseorang yang telah menepuk bahunya, yang tak lain adalah sang pemilik stand pakaian tempat ia duduk.
Bab 74Nisrina tergugu. Ia mengabaikan laki-laki yang sedang memohon di sampingnya itu. Pikirannya bercabang, hatinya menjerit. Perempuan yang sedang hamil muda itu tak tahu harus bagaimana mengambil sikap."Rin, kalau memang kamu butuh waktu untuk memaafkan, aku akan berikan. Tapi kamu jangan pergi jauh. Aku ingin menebus semua kesalahanku padamu," rayu Abi lagi.Nisrina terdiam. Pikirannya kembali dipaksa untuk menimbang keputusan yang harus diambil saat itu."Rin, aku akan berjanji padamu. Sungguh aku menyesali semuanya. Yang terjadi malam itu sungguh diluar kendaliku. Aku tak tahu ada apa dengan badanku. Tiba-tiba badanku rasanya panas, dan ... Dan ... Rasa itu ... Rasa itu datang begitu saja. Aku tak dapat menahannya."Mendengar apa yang diucapkan oleh Abisatya itu, Nisrina makin tergugu. Bayang-bayang kelam kembali hadir di pelupuk matanya yang sudah basah."Sungguh, Rin. Aku minta maaf. Tak ada sedikitpun niat dalam hatiku untuk menyakitimu," ujar Abi dengan pandangan tak lepas