Bab 65"Tidak, Bu. Jangan. Rina ngga mau ketemu sama dia," ucap Nisrina tegas. "Mengapa kamu sedemikian bencinya sama suamimu?" tanya Bu Rahmi dengan tatapan menelisik. Sementara yang ditatap hanya menunduk sambil sesekali menghela napas dalam.Nisrina bergeming. Ia enggan mengatakan apa yang sedang terjadi antara dirinya dan sang suami."Seringkali manusia lebih memilih memendam masalahnya sendiri tanpa mau berbagi. Padahal, dengan kita berbagi cerita pada orang lain bisa sedikit mengurangi beban di hati."Bu Rahmi mengusap punggung tangan Nisrina. Ia tahu bahwa wanita di depannya ini sedang membutuhkan belaian kasih sayang dari orang terdekatnya. Akan tetapi, tidak ada yang bisa melakukannya selain dirinya."Permisi, Bu. Saya mau pindahkan pasien ke kamar rawat," ucap seorang petugas kesehatan yang baru saja membuka tirai penutup antar bed."Oh iya, silahkan Mas." Bu Rahmi memundurkan langkah untuk memberi ruang pada petugas itu."Ibu mau panggil Bapak dulu ya? Tadi nunggu di luar
Bab 66Nisrina diam menunduk. Ia sedang berada dalam kekalutan yang membuat kepalanya tak sanggup berpikir jernih."Soal maaf memaafkan itu urusan kalian berdua. Bapak dan Ibu tidak berhak ikut campur. Tapi kalau soal janin dalam rahimmu yang mau kamu hancurkan, Bapak akan berdiri di bagian paling depan. Dosa, Nak. Jangan dilanjutkan. Beruntung anakmu masih tertolong. Dia masih bisa diselamatkan sehingga kamu terbebas dari kemungkinan rasa bersalah yang akan muncul dikemudian hari."Perlahan Nisrina mengangkat kepalanya. Ia menatap Pak Mahfudz dan Bu Rahmi bergantian. "Bapak dan Ibu mau kan membantu saya?""Tentu, Nak. Kami ikhlas menolong kamu. Kami sudah menganggap kamu seperti anak kami sendiri. Jangan sungkan meminta bantuan jika memang kamu membutuhkannya.""Nisrina berjanji akan membesarkan anak ini. Sebagai single parent, Rina tahu bahwa tidak mungkin kemana-mana sendirian termasuk saat akan melahirkan nanti. Apa Bapak dan Ibu bersedia membantu Rina?""Apa maksud kamu dengan si
Bab 67Setibanya di rumah sakit, Bian berjalan di belakang sepasang suami istri itu. Ia turut merasa cemas sebab kemarin kondisi Nisrina masih sehat dan baik-baik saja. Hanya selang sehari, kondisinya berubah sakit seperti sekarang ini.Bian pun tak berani bertanya banyak pada sepasang suami istri itu. Lebih baik melihat kondisi Nisrina secara langsung saja."Assalamualaikum," ucap Bu Rahmi setelah menarik hendle pintu.Nisrina yang sedang tidur segera bangun untuk menyambut kedua orang tua yang sudah dianggap layaknya keluarga sendiri."Waalaikum salam," balas Nisrina ramah. Bibirnya mereka melihat kedatangan sepasang suami istri itu.Namun, senyum Niarina tiba-tiba sirna. Matanya membelalak saat mendapati orang lain ada diantara mereka."Hai," sapa Bian setelah ia ada di hadapan Nisrina. "Mas? Kok bisa sampai sini?" tanya Nisrina kaget."Iya, sengaja mau lihat kamu," balas Bian sambil tersenyum.
Bab 68Nisrina tersenyum miring mendengar pertanyaan Bian. Bagaimana bisa ia berpikiran seperti itu dengan kondisi yang sama-sama sudah berumah tangga. Meskipun pernikahan Nisrina sedang tidak baik-baik saja, ia tak mungkin ragu untuk menolak tawaran itu."Kok malah ketawa? Aku serius." Bian kembali meyakinkan."Mas ngajak becanda ya? Jangan gila. Kamu tahu bagaimana aku luar dan dalam. Meskipun aku masih memiliki rasa padamu, tak mungkin aku menjadi orang ketiga dalam rumah tanggamu." Nisrina menyahuti dengan nada suara tegas. Ia tak mau memberikan Bian celah untuk mengajaknya berbuat yang tidak-tidak."Bukannya kamu tidak bahagia dengan pernikahanmu? Aku pun sama. Bukannya setiap manusia berhak mendapatkan kebahagiaan? Kamu dan aku pun sama. Kita berhak mendapatkannya.""Astaga Mas. Jangan gila. Kamu tahu bahwa merusak rumah tangga orang lain itu dosa besar. Berat hukumannya nanti di akhirat." Nisrina menggelengkan kepalanya tak se
Bab 69"Bu," panggil Bu Mega saat suara diujung sana tiba-tiba lenyap bak ditelan bumi."Bu?" Bu Mega kembali memanggilnya.Sementara Nisrina masih larut dalam rasa yang membuat pikirannya terbang entah kemana.Laki-laki yang sangat dibencinya itu baru diketahui jika sudah mencari keberadaannya kesana kemari. Apakah itu rasa sesal setelah perbuatannya yang menyebabkan Nisrina memgalami trauma hingga menghilang dari kehidupan sebelumnya? Entahlah. Nisrina tak tahu jawabannya."Bu Rina masih di sana kan?" Bu Mega terus bersuara."Iya, Bu. Masih di sini," sahut Nisrina setelah tersadar dari lamunan."Ibu sengaja menghindarinya?" tanya Bu Mega yang tampak penasaran. Sebab ia selalu menjadi sasaran tanya oleh satpam yang menjaga di pintu masuk khusus karyawan.Nisrina menggigit bibir bawahnya. Ia tak mungkin mengumbar aibnya dan sang suami pada sembarang orang. Meskipun Bu Mega termasuk baik padanya, tapi tak pantas jika aib itu asal diceritakan begitu saja."Kami akan segera berpisah, Bu.
Bab 70Pagi sekali Nisrina dan Bu Mega bersiap ke gerai untuk berangkat family gathering. Mereka harus berangkat lebih pagi sebab menjadi panitia acara, terlebih Bu Mega."Senang ya, Bu? Sudah lama ngga ada acara kayak gini," ucap Nisrina saat keduanya sedang sibuk memindahkan kotak berisi nasi ke dalam kantong sebelum nasi itu dipindahkan ke dalam bus."Iya, harusnya tahun kemarin ada acara kayak gini. Tapi karena ada trouble jadi batal." Bu Mega berujar sambil tangannya bergerak memindahkan kotak demi kotak."Ngga apa-apa. Tahun lalu kan sudah diganti sama acara kumpul bareng sama seluruh karyawan. Alhamdulillah tahun ini beda acaranya," sahut Nisrina. Dalam ingatannya kembali terbayang saat acara itu berlangsung. Kala itu, hubungannya dengan Bian masih berjalan lancar dan baik-baik saja.Sayangnya beberapa bulan setelah acara itu, hubungan keduanya tiba-tiba retak. Ibunya Bian mendadak mendatangi Nisrina dan menyatakan penolakan te
Bab 71Nisrina menepis tangan laki-laki itu dengan keras. Ia sudah tak mau lagi berhubungan dengannya dan enggan untuk bersentuhan kembali setelah kejadian malam itu."Aku minta maaf, Rin," ucap laki-laki itu keras yang seketika membuat Nisrina menoleh."Maaf? Terlambat!" pekik Nisrina keras. Ia kembali melangkah meninggalkan laki-laki yang sedang mengiba itu.Namun, lelaki itu tak berhenti sampai disitu. Ia kembali melangkah menyusul Nisrina. Kesempatan ini tidak akan disia-siakannya setelah lebih dari sebulan ia mencari keberadaannya."Aku ngga mau kita pisah," ucap laki-laki itu keras yang lagi-lagi membuat langkah Nisrina terhenti. Ya, dia Abisatya. Seseorang memberikan info soal keberadaan istrinya.Mata Nisrina memicing menatap laki-laki di depannya yang tak lain adalah Abisatya. Ia kembali mendekati laki-laki itu."Terlambat. Aku sudah menutup semua pintu untukmu kembali dalam hidupku," sengit Nisrina keras. Amarahnya masih bergelung dalam hati. Emosi itu kembali memuncak setel
Bab 72Nisrina terdiam. Ia menimbang perasaannya yang masih diliputi kebencian pada laki-laki itu. Akan tetapi, pikirannya sadar bahwa ia tidak bisa menghindar begitu saja tanpa ada pembicaraan yang jelas antara keduanya."Bu, menekan ego demi menyelesaikan masalah tidak akan membuat Ibu rugi," ucap Bu Mega kembali meyakinkan. Ia tahu, tidak mudah bagi Nisrina untuk bisa begitu saja berjumpa dengan laki-laki yang membuatnya rela mengambil keputusan besar dalam hidupnya.Berulang kali Nisrina menghela napas berat. Ia tak bisa menghilang terlalu lama. Bisa saja Abi membutuhkan kepastian atas status antara keduanya."Baiklah, Bu."Bu Mega seketika tersenyum lega. Ia bisa membantu rekannya menyelesaikan masalah dan meskipun berakhir dengan perpisahan keduanya sudah sama-sama legowo."Pak Abi menunggu di pintu keluar. Ibu bisa melanjutkan acara ini dan berjumpa dengan beliau di sana," ucap Bu Mega memberi penjelasan."Saya sudah ngga berselera lagi." "Ngga apa-apa, yang penting ada hikmah