Beranda / Romansa / Ketika Istriku Minta Talak / Bab 5. Siapa Sebenarnya Embun?

Share

Bab 5. Siapa Sebenarnya Embun?

Penulis: Helminawati Pandia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 5. Siapa Sebenarnya Embun?

******

“Kenapa dengan Embun?  Masa kamu ngeluh menghadapi istri penurut gitu? Kurang apa lagi dia menurutmu, Ray? Jangan nuntut yang macam-macam, deh! Waktunya bahkan kurang untuk mengurus anak-anak dan rumah, jangankan untuk berbuat macam-macam, mandi aja kadang dia enggak sempat.”

“Itu kemarin, Tan. Mulai tadi pagi dia udah berubah.”

“Berubah gimana?”

“Pokoknya Tante datang ke kantor. Aku tunggu!”

“Ya, udah! Nanti Tante singgah sebentar, sebelum pergi arisan.”

Kututup telpon lalu menambah kecepatan mobil. Orang yang pertama sekali ingin kujumpai sekarang adalah Si Ramlan. Si Botak tua  itu akan segera kupecat. Berani dia membongkar rahasia keuanganku pada Embun.

Aku meminta security  memarkirkan mobil  begitu  tiba di halaman kantor megah itu. Dengan berlari kecil  aku segera menuju lift, naik ke lantai dua, dan langsung menuju ruangan menejer keuangan. Langkahku tertahan. Seorang perempuan cantik duduk dengan anggun di balik meja. Pandangannya  tertuju pada layar laptop dan tangan gemulainya menggerakkan mouse. Sepertinya dia sedang sangat serius. Siapa dia? Kenapa dia dudukk di meja Manager Keuangan?

“Ehem!”

Dehamanku tak membuatnya menghentikan aktivitas. Padahal sangat jelas terdengar. Aku juga yakin dia sudah melihat kehadiranku. Namun, sedikitpun dia tak peduli. Belum tahu dia rupanya siapa aku.

“Ehem!”

Aku berdeham lebih keras. Lagi-lagi dia tak tak terusik. Sombong! Kemarahanku pada Ramlan, sepertinya akan kulampiaskan padanya saja. Tapi, mana mungkin aku bisa marah-marah kepada gadis secantik ini. Yang ada malah dadaku semakin tak karuan.

Ok, bersyukurlah! Tuhan menganugerahkan dia wajah yang cantik, kalau tidak, sudah kuseret dia  keluar dari kantor ini.

“Maaf, Anda siapa, ya? Kok, berani benar mengutak-atik laptop kerja manejer saya?” tanyaku. Kuatur intonasi agar terdengar berwibawa. Kudekati meja itu, berdiri gagah tepat di hadapannya.

Gadis itu mendongah, menatapku sekilas, dan langsung fokus lagi  ke  layar laptop.

“Pagi, Pak,” ucapnya tanpa menatapku. Jelas aku tersinggung. Tapi, tunggu! Kenapa aku merasa wajahnya sangat mirip dengan Embun, ya? Apakah hanya perasaanku saja? Ah, mungkin karena sama cantiknya saja.

                           

“Maaf, Anda mendengar pertanyaan saya, tidak?” tanyaku  membungkuk. Kepalaku merapat ke wajahnya. Seketika aroma parfum yang begitu lembut menyerang cuping hidung. Aroma lembut ini, membuatku tak henti mengendus, seolah ingin mencari  biang wanginya. Sepertinya di daerah dada, gila! Kenapa aku jadi ingin mengendus dada montok  gadis ini?

“Maaf, Pak, Anda lupa, ya,  arah menuju ruangan Anda? Mari saya tunjukkan!” 

Gadis itu bangkit, menatapku dengan tajam.

Aku terperangah, salah tingkah tentu saja. Dia begitu tegas. Beda dengan Sandra. Ok, siapapun dia, aku menyukainya. Ketegasannya ini justru membuat aku merasa tertantang. Persis seperti sikap embun saat awal perkenalan kami dulu. Sok tegas, sekarang lihat! Embun  bertekuk lutut juga di kakiku, kan? Hehhehe …. Tapi, siapa perempuan ini?  Di mana  si botak Ramlan.

“Pak? Pak Ray, kenapa di sini?”  Sandra tiba-tiba sudah berdiri di dekat pintu. “Kalau Bapak butuh sesuatu atau ingin berbicara dengan manager  keuangan,  Bapak cukup perintahkan kepada saya,” tukasnya.

“Aku ke sini mau mencari si Botak itu? Mau memecatnya sekarang juga. Tapi malah perempuan ini yang ada di sini?” gerutuku tetap menjaga wibawa.

“Si Botak yang Anda maksud adalah Papa saya.” Perempuan itu menyela.

Aku terkejut.

“Mulai hari ini, dia dipindahkan ke kantor cabang, untuk  membenahi keuangan di sana. Saya yang menggantikannya di kantor ini  mulai sekarang, senang bekerja sama dengan Anda, sekarang tolong tinggalakn ruangan saya, karena saya sedang mempelajari laporan keuangan bulan berjalan ini!” tegas perempuan itu lagi.

“Apa? Si Ramlan itu  papa kamu? Dia sudah di pecat?” Mendadak aku bagai orang linglung.

“Maaf, bukan dipecat, tapi dipindahkan,” sergahnya.

“Iya, iya, maksudku begitu. Tapi, siapa yang yang memecatnya dan menunjukmu menggantikan dia di sini? Itu tidak sah! Saya  wakil direktur di perusahaan ini dan  dalam waktu dekat akan diangkat menjadi direktur. Tidak akan sah segala sesuatu tanpa sepengetahuan saya, paham!” bentakku panik.

“Sekali lagi saya tegaskan? Papa saya bukan dipecat. Mengenai siapa yang memindahkan Papa dan menempatkan saya di sini, itu bukan urusan saya. Saya hanya bekerja dan digaji itu saja. Jadi, silahkan keluar dari ruangan saya! Karena saya mau bekerja.”

“Maaf, Bu Dian! Bapak ini wakil direktur, lho, tolong sopan dikit, dong!” tegur Sandra.

Oh, rupanya namanya Dian. Sikap dan gaya bicaranya sangat tidak sopan, tapi aku suka.

“Baik, silahkan bawa keluar Bapak Wakil Direktur ini, ya, Mbak Sandra!” ucapnya, seraya duduk dan menekuni kembali pekerjaannya. Perempuan itu sepertinya mengejek. Tapi sudahlah, tunggu saja,  tidak akan butuh waktu lama untuk menaklukkannya.

“Mertuaku ada?” tanyaku sambil berjalan dengan  tergesa menuju ruang Direktur.

“Ada, Pak. Tapi, kenapa, sih, manager baru itu tiba-tiba ada di kantor ini, saya kurang suka, lho, Pak,” ucap Sandra menjejeri langkah panjangku.

“Itulah yang ingin kutanyakan pada Pak Direktur, padahal aku baru saja hendak memecat si Ramlan itu, eh, malah udah diganti duluan.”

“Awas aja, kalau Bapak, macam-macam sama dia!” ancam Sandra mengerucutkan bibir tipisnya.

Aku hanya tersenyum, apa yang ditakutkannya itu, sesungguhnya adalah tujuanku.

“Tunggu di ruanganku, ya!” perintahku padanya. Sementara aku langsung menuju ruang Papa mertua.

“Masuk, Ray! Kamu terlambat lagi, ya!” Dia menyambutku dengan kalimat teguran lagi. Huh! Bosan! Kenapa orang tua ini tidak kena serangan jantung atau stroke saja? Rasanya sudah tak sabar untuk duduk di kursi empuknya itu.

“Silahkan duduk! Ada apa? Wajahmu kusut benar pagi ini? Apakah ada masalah dengan Embun?”  Dia menatapku lekat. Kacamata bacanya  dinaikan ke atas.

“Iya, Pa. Embun mulai berulah! Dia tak mau lagi mengurus cucu-cucu Papa dan mengurus rumah. Entah siapa yang mempengaruhi dia makanya tiba-tiba minta  melanjutkan kuliah,” jawabku berharap ekspresi marah terpancar dari wajahnya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Orang tua ini malah terkekeh.

“Kenapa Papa malah tertawa?” tanyaku heran.

“Anak itu memang keras kepala. Emak-emak, kok, mau kuliah? Hehehe … Embuuun Embun, wataknya persis seperti mamanya, jiwa bisnis membuat dia enggak betah di rumah. Sabar, ya, Ray!  Biar sajalah dia kuliah, toh dia tidak macam-macam, kan? Dia enggak selingkuh,  misalnya, hehehe ….”

Kenapa dia malah membela anaknya? Lalu kenapa pula dia ngucapin kata selingkuh? Nyindir aku? Apakah Embun melapor tentang noda lipstick di kemeja itu? Waduh! Kok, jadi runyam begini, ya.

“Ya, sebenarnya saya kurang setuju, kalau Embun kuliah, Pa. Anak-anak siapa yang ngurus, coba? Tapi, kalau Papa bilang biar saja, ya, sudah, saya nurut,” ucapku pura-pura patuh.

“Iya, bagus nurut sajalah, paling juga dia bosan, lalu berhenti sendiri kuliahnya.” Orang tua itu semringah.

“Iya, Pa. Terus, Pak Ramlan, kok, dipindahkan, ya? Manager baru itu, kenapa bisa masuk begitu saja tanpa sepengetahuan saya?”

“Kok, kamu protes karena tanpa sepengetahuanmu manager diganti?  Papa saja selaku direktur di perusahaan ini  tidak tahu.”

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
amiyra imran
hahhaah mabok lo ray
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Tunggu aja ray bentar lagi juga km ditendang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 6. Embun Harus Hamil Lagi

    Bab 6. Embun Harus Hamil Lagi*****“Kok, kamu protes karena tanpa sepengetahuanmu manager diganti? Papa saja selaku direktur di perusahaan ini tidak tahu.”Kalimat Papa mertuaku sangat mengejutkan. Bagaimana mungkin dia tak tahu ada pergantian manager di perusahaannya. Lantas, kalau dia sendiri tidak tahu, siapa yang tahu? Siapa yang mengganti manager keuangan itu? Yang paling membuatku bingung adalah sikap papa mertua terlihat tenang saja. Ada apa sebenarnya ini? “Papa tidak tahu? Maksud Papa?” selidikku.“Iya, Embun tidak ngomong apa-apa sama papa sebelumnya. Tiba-tiba dia pindahkan Pak Rahmad dan menunjuk Dian yang menggantikan,” jawabnya santai.“Embun? Maksud Papa, Embun yang melakukannya?” sergahku tak percaya.

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 7. Kejutan Dari Embun

    Bab 7. Kejutan Dari Embun******“Tante yang akan bicara dengan Embun masalah itu. Tugasmu adalah buat dia hamil lagi!”“Maksud Tante? Jangan ngawur, Tan! Kemarin aja, Raya masih umur setahun, dia sudah hamil si Radit, sekarang radit masih enam bulan, Tan, mau di suruh hamil lagi?”“Enggak ada cara lain. Kalau Dia hamil, dia akan sibuk dengan kehamilannya, mabuklah, ngidamlah, melahirkan, nah, di situ kita lancarkan tujuan kita.”“Ok, Tante, aku ngerti.”“Awas kalau gagal lagi! Kamu kerja yang bagus, cari selah agar Mas Rahmad tak ragu menyerahkan jabatannya padamu! Tante akan menemui Embun sekarang.”Wanita itu berlalu. Aku harus menyusun rencana agar bisa menghabiskan malam bersama Embun. Supaya perempuan itu segera hamil lagi.***Pukul

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 8. Terjangan Embun Menolakku

    Bab 8. Terjangan Embun Menolakku*****“Tidur, yuk! Udah malam. Besok kita sibuk, kan? Kamu harus berangkat cepat ke kantor, aku juga mulai masuk kuliah.” Embun meletakkan ponselnya di atas nakas.“Jangan buat kepalaku pecah, Embun! Tolong jelasin maksud semua ucapanmu ini!”“Sudahlah, Mas! Enggak usah dipikirkan! Nikmatin aja! Ok?”“Kenapa kau curiga pada Sandra? Kau cemburu padanya? Dia hanya sekretaris di kantor, Sayang. Kalau kau memang tidak menyukainya, ok, aku pecat dia!”“Hust! Jangan sembarangan memecat karyawanku, Mas! Kau tak berhak memecat siapapun di kantor itu. Jangankan kamu, Papa aja enggak berhak. Ingat, itu perusahaanku! Keputusanku yang berlaku, semoga kau paham posisimu!” Embun menatapku dengan sorot mata yang lembut, meski kalimat yang keluar dari mulutnya begitu tajam, setajam bel

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 9. Kuusir Mama Tiriku

    Bab 9. Kuusir Mama TirikuPOV Embun“Hallo! Om Ramlan di mana sekarang?” tanyaku melalui sambungan telepon seluler.Om Ramlan adalah manager keuangan di kantor. Aku harus segera membereskan masalah ini. Sebelum Mas Ray tiba dan mengamuk kepadanya di kantor, karena telah membocorkan rahasia keuangan.“Saya, masih di rumah, kenapa, Bu?” tanya Om Ramlan terkejut.“Dian ada?” tanyaku lagi.“Ada, dia belum berangkat ke kampus, tapi, sepertinya sudah siap-siap itu, motornya udah nyala.”“Om cegah dia kekampus hari ini! Tolong saya, ya, Om,” pintaku memohon.“Ada apa, Bu Embun, apa yang bisa kami bantu?” Suara Om Ramlan terdengar ikut gugup.“Om pindah aja ke kantor cabang yang di Marindal! Suruh Dian

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 10. Papa Embun Sudah Di Tangan

    Bab 10. Papa Embun Sudah Di Tangan*****“Tuh, kan, cuman iseng. Mama, sih, udah parno duluan,” sergahku terkekeh. Sakit hati ini, kututupi dengan terkekeh. Sudut mataku bahkan berair, ternyata pengkhianatan mereka tetap berlanjut. Tak hanya di kamar kos-kosan wanita itu, tapi juga di sofa kantor. Kantorku sendiri.“lho, kamu kok, enggak marah?” tanya Mama tiba-tiba tersadar.“Ngapain marah? Mereka cuma iseng, begitu kata mereka, kan, Ma? Lalu kenapa aku marah?”“Tapi, matamu berair? Kamu nangis?”“Oh, enggak, ini karena aku tertawa tadi, abis, mama lucu, orang iseng dianggap serius.”“Iya, sih. Tapi, si Sandra keterlaluan, Dia sedang berusaha merayu suamimu.”“Enggak akan tergoda suami saya, Ma. Mas Ray itu, suami paling setia. Percaya, deh!&rd

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 11. Maaf, Mas, Aku Pergi Dulu

    ***** Kuhenyakkan tubuh di kursi meja makan, setelah meletakkan dua jenis obat di atas meja itu. Aku harus menelpon Ray, agar dia tidak lupa dengan tugasnya. Jangan sampai Embun menjadi penghalang rencana ini. “Iya, Tan?” sahutnya begitu telepon terhubung. “Jangan lupa tugasmu! Ingat, harus hamil! Paham, kan, maksud Tante? Perlu, Tante ajari lagi caranya?” perintahku agak berbisik. Kuatir terdengar oleh Mas Rahmad dari kamar. “Ngerti, Tan. Gak usah diajari! Kayak anak kecil aja! Tuh, udah ada dua cucu Tante buktinya!” “Bagus, kalau ngerti! Pokoknya jangan gagal, ya!” “Iya, Tan. Tapi, kenapa empat pembantu itu masih ada di rumah ini, sih? Tadi Tante bilang, akan mengusirnya?” “Iya, Tante gagal. Embun agak berubah sekarang. Mulai berani ngelawan. Seyum, diam, tapi menghanyutkan. Kit

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 12. Darry Telah Kembali

    Bab 12. Darry Telah Kembali*****“Boleh, saya datang ke rumah, kan, Tante. Tapi, tolong rahasiakan pertemuan kita dari Embun!”“Iya, pasti. Embun tak boleh tak tahu kita bertemu, Tapi, jangan ke rumah Tante, dong. Kan, ada Papa Embun, suami Tante. Kita bertemu di luar aja, ya?”usulku, hati gembira bukan kepalang.“Kalau ketemu Om Rahmad, saya enggak apa-apa, Tante. Saya enggak pernah bermasalah dengannya, kan? Justru saya telah memenuhi perintahnya untuk menjauhi Embun. Jadi, kenapa saya harus menghindarinya? Justru saya mau bertemu dengannya.”“Oh, jangan! Kesehatannya sedang buruk. Enggak boleh bertemu orang asing sekarang. Jadi, bertemu Tante saja, ya?”“Okelah, kalau memang begitu. Saya nemui Tante di mana?”Kusebutkan nama café langgananku. Pemuda itu menyetujuinya. Bukan main girang hati i

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 13. Mas Darry Tak Mengenalku

    Bab 13. Mas Darry Tak MengenalkuPOV EmbunEntah berapa lama aku terlelap, lalu terbangun saat tangis Radit memekakkan telinga. Ketukan di pintu terdengar samar. Ingatan belum sepenuhnya normal. Peristiwa tadi malam, kembali melintas. Mas Ray terjungkang ke lantai karena terjanganku. Lalu aku gegas pindah kamar. Ya, aku ingat sekarang, bagaimana aku berada di kamar tamu ini bersama bayiku.“Bu, Radit nangis. Buka pintunya, biar saya bawa ke luar!” Itu suara Rika, babysitterku.“Ya,” sahutku bangkit dan memutar anak kunci yang menempel di lubang pintu.“Maaf, kenapa Ibu dan Radit tidur di kamar ini?” Rika langsung mengambil Radit dan menenangkannya.“Iya, jam berapa ini?” tanyaku menutup mulut karena menguap. Rasa kantuk belum hilang.“Pukul tujuh, Bu. Bapak sudah berangkat

Bab terbaru

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 206. Tamat

    Bab 206. Tamat Mas Ray berjalan dengan hati-hati. Kubawa memutar dari halaman samping, agar tak usah masuk ke dalam rumah. Waspada harus tetap kujaga. Meski dia bilang sudah bertobat, namun rasa khawatir belum juga bisa sirna sepenuhnya. “Itu suara celoteh mereka?” lirihnya menghentikan langkah, seolah-olah menajamkan pendengaran. “Ya, Raya sudah enam tahun, Radit empat tahun. Mereka sehat dan cerdas. Ayo, kita lihat!” Kulanjutkan langkah. Mas Ray mengikutiku. “Di sini saja!” perintahku menghentikan langkah. “Itu mereka?” gumamnya menatap ke arah kolam renang. Matanya meredup, tetiba mengembun. Beberapa butir air bening luruh di kedua sudut cekungnya. “Ya, itu Raya dan Radit.” “Raya sudah tidak celat lagi sepertinya kalau berbicara?” “Ya, dia sudah bisa berbicara dengan la

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 204. Kunjungan Suami Pertamaku

    Bab 205. Kunjungan Suami PertamakuTiga tahun kemudian“Ada Pak Ray, Buk!” Bik Anik berjalan tergopoh-gopoh mendatangi aku dan anak-anak di halaman samping.Rika sedang sibuk menyuapi Dava, anak bungsuku dengan bubur bayi. Raya dan Radit tengah berenang. Aku harus membantu Rika mengawasi mereka.Aku dan Rika saling tatap, demi mendengar laporan Bik Anik. ‘Pak Ray’. Nama itu sudah sangat asing terdengar di rumah ini. Anak-anak bahkan tak mengenalnya. Tiga tahun sudah sejak kami sah bercerai, selama tiga tahun itu pula dia tak lagi pernah hadir di dalam perbincangan kami. Raya dan Radit sama sekali tak mengenalnya. Meski dia adalah ayah biologis mereka. Bagi anak-anak, Mas Darry adalah satu-satunya sosok ‘Papa’.“Ibuk, gimana?”Aku tersentak. Bik Anik masih terlihat panik.&nbs

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 204. Sambutan Calon Mertua Layla

    Bab 204. Sambutan Calon Mertua LaylaPOV Embun=====“Kakak yakin mau usaha di kampung aja?” tanyaku sekali lagi meyakinkan Kak Layla.“Yakin, Dek. Kakak gak bisa di kota besar ini. Mau kerja apa Kakak di sini, coba? Di kantor, kakak gak punya ilmu apa-apa, gak ada bakat juga. Bekal pendidikan Kakak juga gak memadai. Suntuk Kakak tinggal di kota besar ini.”“Serius Kakak mau buka ternak di bekas rumah kakak itu? Gak kasihan sama ipar kakak?”“Mantan, dia bukan iparku lagi.”“Trus Kakak mau tinggal di mana, dong? Di bekas rumah juragan Sanusi?”“Tidak, rumah itu terlalu menyakitkan bagi Kakak untuk ditinggali. Banyak kesakitan yang akan selalu melintas di benak. Seperti mengenang luka saja.”“Trus?”“Kala

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 203. Akhir Cinta Liza Bermuara Bahagia

    Bab 203. Akhir Cinta Liza Bermuara BahagiaLelaki itu meraih kunci mobilnya dari saku sambil berjalan. Tanpa menoleh lagi, kakinya melangkah menuju teras, langsung ke halaman, di mana mobilnya terparkir. Kaki ini serasa tertancap, begitu berat untuk digerakkan. Mulut ini terasa kaku, lidah pun kelu, tuk mengucap sekedar sepatah kata, untuk mencegahnya pergi.Benak dipenuhi bimbang. Bagaimana sebenarnya perasanku pada dokter itu. Benarkah rasa pada Mas Ray mengalahkan rasaku untuknya? Hey, berfikirlah Liza! Berfikirlah cepat?Bagaimana bisa seorang durjana, seorang narapidana, bahkan kini mengalami gangguan jiwa, bisa menjadi rival bagi seorang pria seperti Dokter Indra? Di mana logikanya? Dokter Indra yang begitu baik, sopan, serius, tak pernah menyakiti hati meski tak sengaja. Tak pernah, sama sekali tidak pernah.Mungkin sikapku te

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 202. Ektrapart Liza (Dillema Berakhir Juga)

    Bab 202. Ektrapart Liza (Dillema Berakhir Juga)====Aku tersentak kaget, saat Deo memberitahu tentang kondisi terakhir Mas Ray. Jujur, hati teramat sakit mendengar berita ini. Bagaimana bisa aku sanggup mendengar kabar tentang deritanya? Tidak, aku tidak sanggup sebenarnya. Pria itu kini dirawat di rumah sakit jiwa.Aku memang perempuan bodoh. Berkali disakiti, dikhianati, bahkan di injak-injak harga diri ini. Namun, rasa di hati tak pernah sungguh-sungguh mati. Rasa itu tetap ada, meski tak bersemi lagi. Rasa itu telah memilih tempat yang dia ingini. Di sini, di relung hati ini.Mas Ray adalah cinta pertama bagiku. Untuk pertama kali aku mengenal yang namanya laki-laki, itu adalah Mas Ray. Awalnya terasa begitu indah, cinta tumbuh subur di hati, berurat dan berakar tanpa penghalang, bahkan kami telah merencanakan pernikahan. Hari lamaran pun ditentuka

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 201. Mas Ray Terpaksa Di Bawa Ke Rumah Sakit Jiwa

    Bab 201. Mas Ray Terpaksa Di Bawa Ke Rumah Sakit Jiwa“Maaf, Raya dan Radit masih sangat kecil, tak bagus bagi mereka berada di lokasi tahanan itu, saya juga gak mau psikologis Raya terganggu, saat melihat papanya di dalalm kurungan. Maaf sekali, saya tidak bisa mengizinkan.” Itu jawaban Kak Embun. Papa dan Mama hanya bisa pasrah.Mas Ray menemui kami dengan dengan diantar oleh seorang petugas lapas. Sama sekali dia tidak mau menatap wajah kami. Berjalan menunduk, lalu duduk di depan kami, masih dalam keadaan menunduk. Tubuh kurusnya membuat hati miris, begitu besar perubahan penampilan abangku ini.“Ray, kamu sehat, Nak?” Mama memulai pembicaraan.Diam membisu. Tak ada jawaban dari mulutnya. Wajah dengan tulang pipi menonjol itu masih menunduk menekuri lantai.“Kamu mikiri apa, Ray. Masa tahananmu hanya beberapa t

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 200. Rencana Lamaran Papa

    Bab 200. Rencana Lamaran Papa “Saya disuruh nanya Bapak dan Emak, kata Bapak, mau datang.” “Papa mau datang ke rumah Bik Las?” Wanita itu mengangguk. Menunduk malu-malu. “Papa mau ngelamar Bik Las?” cecarku lagi. “Maaf, Buk.” “Kok minta maaf? Saya malah bangga. Saya lega benar, akhirnya kalian sepakat juga.” “Makasih, Buk. Jadi, Buk Embun setuju?” “Sangat setuju.” “ Makasih, kalian memang anak-anak yang baik.” “Kalian? Maksudnya?” tanyaku terperangah. “Anu, Buk Embun dan Buk Layla. Kalian anak-anak yang sangat baik,” jawabnya tersipu. “Kak Layla juga setuju?” “Ho-oh, kemarin ditelpon Bapak.” “Apa kata Kak Layla?” “Kata Buk Layla, di

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 199. Embun Hamil?

    Bab 199. Embun Hamil?“Raya, Sayang! Om Dokter mau ngobrol sebentar ya! Raya main sana sama Kak Diyah!” bujukku kemudian.“Ya, Mammma. Oom danan puyang duyu, ya! Nanti tita main tuda-tudaan!” pintanya memohon pada Dokter Danu.“Iya, Sayang. Nanti kita main.” Dokter Danu mengelus kepalanya.“Dadah Om Dokten!”Raya beringsut turun dari pangkuan Dokter Danu, lalu berlari kecil menuju ruang tengah, di mana Diyah dan yang lain sedang berkumpul.“Ada apa ini, tumben datang berdua ke sini, ini udah hampir malam, lho?” tanyaku berbasa basi.“Anu, aku … mau minta maaf, kejadian tadi pagi,” jawab Dian terbata-bata.“Oh, gak perlu minta maaf, apalagi pakai acara datang ke sini segala! Tadi aku memang a

  • Ketika Istriku Minta Talak   Bab 198. Asmara Di Dalam Mobil

    Bab 198. Asmara Di Dalam MobilWajah Mas Danu semringah, senyumnya terlihat samar di bawah penerangan lampu mobil yang temaram. Aku bahagia melihat senyum kebahagiannya. Inilah cinta sejati. Kita akan sangat bahagia, saat melihat pasangan kita bahagia.“Kenapa menatapku begitu?”“Oh,” gumamku menunduk. Pasti wajah ini merona, kurasakan ada getaran hangat yang menjalar di kedua pipi.“Sekarang kamu jawab permintaanku tadi! Diva menunggu jawabanmu!” Mas Danu bertanya lagi. Dan aku berdebar lagi. Bahkan kian hebat kini.Momen ini terasa sangat istimewa. Kini aku memahami, mengapa banyak perempuan bilang bahwa saat yang paling mendebarkan itu adalah saat sang kekasih meminta kita menjadi pendampingnya. Bukan hanya sebagai pacar semata. Artinya dia telah benar-benar mantap dengan pili

DMCA.com Protection Status