Share

Ketika Istriku Balik Melawan
Ketika Istriku Balik Melawan
Author: Dama Mei

Bab 1 Waktu yang Tepat

Author: Dama Mei
last update Last Updated: 2024-12-09 22:18:34

“Kenapa belum dipasang juga balon di sisi kanan? Cepat sedikit, nanti tamu-tamu datang ruangan ini belum siap!” Suara tajam Sulastri kepada seorang pelayan, memecah kesunyian.

Maya hanya bisa menghela napas pelan sebelum kembali sibuk dengan tugasnya.

Setelah memastikan semuanya berjalan sesuai rencana, Maya mendekati Sulastri dengan senyum kecil yang berusaha dia pasang meski lelah.

“Ibu, Vina tidak datang membantu hari ini? Kan biasanya dia selalu ikut kalau ada acara keluarga besar seperti ini,” tanya Maya, menyebut nama adik iparnya dengan nada setenang mungkin.

Sulastri menoleh dengan ekspresi sedikit terganggu. “Vina sedang hamil. Kasihan, jangan terlalu dibebani dengan hal-hal seperti ini. Ibu sudah bilang dia harus banyak istirahat,”

Maya merasa ada sengatan kecil di dadanya, tapi dia menutupinya dengan senyum.

“Lihat Vina. Baru satu tahun menikah, sudah mau punya anak. Kamu bagaimana, Maya? Lima tahun menikah dengan Bima, kapan mau ngasih cucu buat keluarga ini?” Sulastri melanjutkan dengan suara lebih keras, seakan sengaja ingin menekankan setiap kata.

Pertanyaan itu seperti panah tajam yang menancap di hati Maya. Dia tetap berusaha mempertahankan wajah tenang, meskipun matanya mulai terasa panas.

“Ibu, saya dan Bima sudah mencoba ... mungkin belum waktunya,” jawab Maya dengan suara pelan. Berusaha sekuat tenaga menahan getaran dalam nada suaranya.

Sulastri mendengus, seolah jawaban Maya sama sekali tidak memuaskannya.

“Belum waktunya?” ulang Sulastri, memekik. “Jangan-jangan kamu memang terlalu sibuk bekerja sampai lupa kodratmu sebagai istri? Percuma kamu kelihatan sibuk di acara seperti ini, kalau hal yang paling penting untuk keluarga saja kamu tidak bisa penuhi!”

Maya ingin menjelaskan, ingin membela diri. Tetapi dia tahu bahwa apa pun yang dia katakan tidak akan mengubah apa pun di mata Sulastri.

Sejenak, Maya memandang ke arah ruangan yang dia tata dengan susah payah. Setiap detail kecil adalah hasil kerja kerasnya, tetapi tetap saja. Itu tidak pernah cukup. Bukan hanya untuk Sulastri, tapi juga untuk seluruh keluarga Santoso. Di balik semua senyum dan keramahan yang mereka tunjukkan, mereka hanya melihat Maya sebagai kegagalan—seorang istri yang belum mampu memberi mereka pewaris.

Setelah Sulastri pergi, Maya berdiri mematung di tengah ruangan. Tangan gemetar memegang daftar tugas yang tadi dia gunakan sebagai panduan. Perasaan kecewa, marah, dan sedih bercampur menjadi satu. Dia ingin berteriak, tetapi tahu itu hanya akan menjadi bahan olokan baru.

Pelayan rumah mendekati Maya dengan ragu sambil membawa vas bunga yang baru tiba.

“Ibu Maya, ini bunga tambahan untuk meja tamu. Harus disusun sekarang?” tanya pelayan itu pelan.

Maya menoleh dengan senyum dipaksakan. “Ya, letakkan saja di sana. Nanti saya susun,” jawabnya sambil menunjuk meja di dekat jendela.

Pelayan itu mengangguk, lalu pergi. Maya menatap jauh ke depan, mencoba melawan air mata yang menggenang. Suara tawa kecil terdengar dari jendela lantai atas. Maya menoleh dan melihat Vina sedang duduk di kursi, ditemani Sulastri yang membawakan jus segar. Wajah Vina berseri-seri sambil memegang perutnya yang mulai membesar.

Pintu belakang rumah terbuka dan Bima muncul membawa beberapa amplop undangan. “Ini beberapa undangan yang harus kamu urus ke kantor pos. Jangan sampai terlambat dikirim,” kata Bima dingin.

Maya mengangguk, mengambil tumpukan undangan dari tangan Bima tanpa berkata apa-apa. Seperti biasa, Bima hanya datang untuk memberi perintah.

“Sudah selesai urusan dekorasi? Kalau belum, jangan keluar dulu. Kita harus pastikan semuanya sempurna untuk ulang tahun Papa,” kata Bima sebelum berbalik dan masuk ke dalam rumah lagi.

***

Pesta ulang tahun Harjono dimulai dengan megah. Para tamu mulai berdatangan. Ruang tamu kini berubah menjadi tempat berkumpul keluarga besar dan kolega-kolega penting.

Maya berdiri di sisi ruangan, mengenakan gaun sederhana berwarna biru pastel. Meski penampilannya rapi dan anggun, dia merasa kecil di tengah keramaian ini. Suara tawa dan percakapan bergaung di sekitarnya, tetapi Maya lebih memilih mengamati dari kejauhan.

Sulastri tampak bersemangat menyambut tamu-tamu penting, selalu berdiri di samping Harjono. Tidak butuh waktu lama sebelum percakapan mulai mengarah pada topik keluarga.

“Wah, keluarga Santoso semakin sukses saja. Anak-anak sudah menikah semua, ya? Bagaimana dengan cucu, Bu Sulastri? Sudah banyak cucu yang bisa bermain di rumah ini?” Salah seorang tamu, seorang wanita paruh baya dengan perhiasan mencolok, bertanya sambil tersenyum lebar.

Maya mendengar pertanyaan itu dari tempatnya berdiri. Dadanya berdebar, sudah menduga arah pembicaraan ini akan menuju padanya. Sulastri tertawa kecil, lalu menjawab dengan nada halus, tapi setiap kata seperti belati yang menyayat hati Maya.

“Oh, Vina, istri anak kedua kami, sudah hamil. Kami semua sangat senang menanti kehadiran cucu pertama. Sayangnya, Maya dan Bima belum diberi rezeki itu. Ya, mungkin karena Maya sibuk dengan urusannya sendiri,”

Maya mengepalkan tangan di balik punggungnya, mencoba menahan emosinya.

“Ya ampun, Bima sangat beruntung menikah dengan Maya, ya? Meski belum bisa memberikan keturunan, dia tetap istri yang baik, kan?” komentar seorang tamu lain, membuat Maya merasakan panas di wajahnya.

“Benar sekali,” tambah Sulastri, dengan senyum tipis. “Tapi sepertinya harus diralat. Maya adalah istri yang sangat beruntung. Menikah dengan Bima itu seperti memenangkan lotre. Bima anak yang pintar, tampan, dan punya masa depan cerah. Maya harus bersyukur setiap hari bisa menjadi bagian keluarga ini,” kelakar Sulastri sambil tertawa.

Tamu-tamu lain tertawa kecil, seolah-olah komentar itu hanyalah gurauan biasa. Namun bagi Maya, kata-kata itu seperti beban yang menghantam dadanya. Beruntung? Dia yang telah memberikan segalanya—rumah, mobil, dan bahkan kebebasan finansial bagi Bima dan sekarang dia hanya dilihat sebagai "istri yang beruntung"?

“Saya juga kasihan sekali dengan Maya. Dia anak yatim piatu, sendirian tanpa keluarga. Jika bukan kami yang merangkulnya, lalu siapa lagi?” Sulastri melanjutkan tanpa rasa bersalah.

Vina tiba-tiba muncul di sisi Sulastri, membawa gelas minuman dan tersenyum lemah. “Ibu, jangan keras-keras. Kasihan Kak Maya,” bisik Vina sambil sesekali melirik Maya. “Lagipula, tidak semua wanita seberuntung aku. Bisa hamil di tahun kedua pernikahan itu benar-benar anugerah. Kak Maya pasti sedang menunggu waktu yang tepat,”

Sulastri menepuk tangan Vina dengan lembut, seolah-olah menyanjung menantunya yang satu itu. “Kamu benar, Vina. Kamu memang anak yang baik,” puji Sulastri. “Tuhan punya rencana untuk semua orang. Tapi tentu, kita juga harus berusaha. Jangan hanya menunggu!”

Para tamu yang mengelilingi Sulastri mengangguk setuju. Beberapa ada yang menoleh ke arah Maya karena sadar Mayalah menantu pertama keluarga Santoso.

***

Maya merasa kepalanya berdenyut hebat. Seolah seluruh percakapan tadi terus bergema di telinga. Tanpa sadar, langkah kakinya membawa Maya keluar dari ruang pesta. Dia butuh udara segar, butuh keluar dari tempat yang penuh dengan tatapan dan kata-kata yang menghakimi.

Dia berjalan menyusuri koridor menuju taman belakang rumah Harjono. Dia berharap bisa menemukan suaminya. Setidaknya untuk berbagi sedikit ketenangan di tengah kekacauan emosi yang dia rasakan.

Namun, langkahnya terhenti ketika suara tawa terdengar dari sudut taman yang teduh. Tawa itu familiar, suara yang sering dia dengar bertahun-tahun lamanya. Itu suara Bima.

Maya bergegas mendekat, tapi kemudian langkahnya melambat ketika dia melihat pemandangan yang membuat dadanya sesak.

“Aku selalu tahu kamu akan sukses,” ujar Nina. “Kamu dulu pemimpin di kampus, dan sekarang lihatlah, kamu bahkan lebih menawan,”

Di bawah pohon besar yang diterangi lampu taman, Bima sedang berbicara dengan seorang wanita yang Maya kenali sebagai Nina—teman lama Bima di kampus. Mereka berdiri sangat dekat. Terlalu dekat.

Bima tertawa kecil. “Kamu sendiri juga tidak berubah, masih seperti dulu. Menarik perhatian semua orang di sekitarmu,” goda Bima.

“Kalau saja aku tahu kamu akan seperti ini, mungkin aku tidak akan melepaskanmu dulu,” Suara Nina nyaris seperti bisikan. Dia menarik kerah Bima mendekat.

Related chapters

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 2 Keluar Tanpa Suara

    Maya berusaha menahan air matanya saat kembali ke ruang pesta. Senyum tipis terpasang di wajah. Mencoba menyembunyikan badai yang sedang berkecamuk di hatinya. Tetapi setiap tawa dan percakapan Bima dan Nina yang dia dengar, masih menggema jelas di dalam kepala Maya.Di sudut ruangan, Sulastri sibuk mengobrol dengan tamu-tamu lainnya, sementara Harjono berdiri di tengah ruangan, menerima ucapan selamat dari para tamu. Maya mendekat ke meja minuman, mengambil segelas air, dan mencoba menenangkan diri.Dari kejauhan, Maya melihat Bima masuk ke ruangan bersama Nina. Mereka tampak akrab, berbicara dengan ekspresi santai. Seolah tidak ada yang salah dengan kedekatan mereka. Nina bahkan tertawa sambil memegang lengan Bima.Maya meneguk airnya dengan cepat, mencoba menenangkan gejolak di dadanya. Mendadak kepalanya pusing dan penglihatannya mulai kabur.“Maya?” Suara Sulastri terdengar sedikit nyaring. “Kenapa kamu berdiri saja di sana? Cepat bawa minuman untuk tamu-tamu di meja utama,” peri

    Last Updated : 2024-12-10
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 3 Membanggakan Namamu

    Maya duduk di sofa ruang keluarga rumahnya, sambil memandangi cangkir teh di tangan. Kejadian tadi siang di rumah mertuanya terus membebani hati Maya. Saat Bima pulang, dia mendengar suara pintu depan terbuka. Diikuti langkah suaminya yang memasuki rumah dengan santai."Belum tidur?" sapa Bima singkat sambil melepas sepatu.Maya memaksa tersenyum. "Aku menunggumu pulang,"Bima duduk di kursi di hadapan Maya, tampak lelah. Maya menarik napas panjang, mencoba mencari kata-kata yang tepat."Tadi siang aku ke rumah orangtua kamu," ujar Maya, berusaha memulai percakapan."Oh ya?" Bima mengangguk tanpa terlalu memperhatikan. "Kenapa? Ada apa di sana?"Maya merasakan keraguan menyelusup hatinya. Tapi dia tahu, dia harus mengatakan sesuatu. “Aku mencoba bawa hadiah untuk ibumu. Teh favoritnya, yang dia bilang dulu dia suka,”Bima tersenyum samar. “Baguslah. Mama pasti suka,”Maya menggeleng pelan, lalu menatap cangkir di tangannya. “Dia tidak ... benar-benar menghargai. Dia bahkan bilang kala

    Last Updated : 2024-12-10
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 4 Berubah Bahagia

    Maya menyesap secangkir latte sambil menatap layar laptop di hadapannya. Kafe kecil ini adalah tempat pelariannya. Di sini, dia bisa menjadi dirinya sendiri. Menghabiskan waktu dengan proyek desain kecil-kecilan yang dia kerjakan untuk menambah penghasilan. Meski proyek-proyek itu tidak terlalu besar, Maya merasa bahagia. Setidaknya, dia masih bisa menggunakan bakatnya di bidang desain grafis. Sesuatu yang sudah dia cintai sejak masa kuliah.“Maya?” sapa seseorang tiba-tiba.Maya mendongak. Seorang pria tinggi berpenampilan rapi menatapnya sedikit bimbang. Wajah pria itu langsung dikenali Maya, meski waktu telah berlalu.“Reza?” Suara Maya terdengar ragu, tapi senyumnya segera mengembang. “Astaga, sudah lama sekali!”Reza tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang rapi. "Ya Tuhan, aku tidak percaya ini kamu! Boleh duduk?" seru Reza, lebih antusias.“Tentu,” jawab Maya, masih terkejut dengan kehadiran pria itu.Reza Bastian. Seorang teman dekat Maya di kampus dan pernah mengungk

    Last Updated : 2024-12-11
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 5 Tidak Kuat Lagi

    Maya terduduk di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap lantai. Air mata yang sejak tadi mengalir perlahan mengering. Maya terduduk di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap lantai. Air mata yang sejak tadi mengalir perlahan mengering. Pertengkaran dengan Bima mengenai keluarganya, selalu berakhir tanpa ujung. Menyisakan Maya sebagai pihak yang terluka.Pintu kamar berderit pelan, suara langkah Bima terdengar mendekat. Maya tidak beranjak, tetap terdiam. Dia terlalu lelah untuk bicara.“Maya … ” Suara Bima terdengar lembut, penuh kehati-hatian. Dia mendekati istrinya, duduk di tepi ranjang. Namun tidak langsung menyentuh Maya.Maya tetap diam. Dia menolak menatap Bima.Bima menarik napas panjang. “Aku tahu aku salah,” katanya pelan. “Aku tahu aku seharusnya membelamu tadi. Tapi aku bingung, Maya. Papa, Mama, keluargaku, mereka punya ekspektasi tinggi terhadap aku. Aku tidak tahu bagaimana caranya membuat semua orang bahagia,”Maya akhirnya menoleh, menatap Bima dengan mata yang

    Last Updated : 2024-12-11
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 6 Dalam Setiap Langkah

    Maya terdiam. Napasnya terhenti sejenak mendengar pengakuan itu. “Apa maksudmu, Bim?”Bima mengangkat wajahnya. “Aku sudah mencoba segalanya. Aku bekerja siang malam, aku memohon pada bank, aku mencari investor, tapi semuanya gagal. Maya, aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku merasa gagal ... sebagai suami, sebagai kepala keluarga … ”Perasaan Maya kini mulai campur aduk. Dia tidak ingin luluh, tapi juga tidak tega melihat kondisi Bima. Dia teringat bagaimana Bima memohon padanya untuk menggunakan uang warisan Maya demi mendirikan bisnis. Kini, bisnis itu berada di ambang kehancuran. Bima bahkan tidak pernah berbicara jujur pada Maya tentang masalah yang dia hadapi.“Mengapa kamu tidak bilang dari awal?” tanya Maya, suaranya bergetar. “Kita ini pasangan, Bima. Seharusnya kamu cerita, bukan malah memendam semuanya sendiri sampai seperti ini,”“Aku tidak mau kamu khawatir,” jawab Bima dengan nada penuh penyesalan. “Aku pikir aku bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Tapi ... semakin a

    Last Updated : 2024-12-15
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 7 Terlalu Sensitif

    Pada akhirnya Bima berhasil menyelamatkan perusahaannya berkat pengorbanan Maya—tanah warisan orang tuanya. Dan hari ini Bima sengaja mengundang keluarganya untuk makan malam bersama di rumah, demi merayakan keberhasilan itu.Saat bel pintu berbunyi, Bima bergegas menyambut keluarganya. Maya mengintip dari dapur untuk melihat Harjono, Sulastri, Raka, dan Vina masuk ke rumah. Mereka berempat—seperti biasa selalu tampak angkuh.“Selamat datang! Ayo, masuk,” kata Bima dengan senyuman lebar.Harjono mengangguk singkat, sementara Sulastri menyapukan pandangan ke ruangan itu dengan bibir melengkung.“Tumben kalian mengadakan pesta makan malam di rumah?” tegur Sulastri. “Biasanya, kan, di luar. Maya bisa masak?” Vina dengan perutnya yang sudah mulai membuncit, duduk di sofa sambil mengelus lembut perutnya. “Wah, dekorasinya bagus juga, Mas Bima. Kayaknya ini hasil sentuhan Kak Maya, ya?” katanya, namun nadanya terdengar seperti basa-basi yang tidak tulus.Maya keluar dari dapur dengan nampa

    Last Updated : 2024-12-20
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 8 Mendukung Suami

    Seiring berjalannya waktu, Bima semakin sibuk dengan dunianya sendiri. Maya mendengar kabar tentang acara peluncuran proyek baru yang dihadiri Bima bersama rekan-rekan bisnisnya. Dia melihat foto-foto di media sosial di mana Bima berdiri dengan bangga, dikelilingi oleh para eksekutif dan investor. Namun Maya merasa semakin jauh dan berjarak. Tidak seperti janji Bima di awal untuk selalu melibatkan Maya. Bahkan ketika Maya mencoba menawarkan ide-ide kecil, seperti desain logo baru atau konsep pemasaran kreatif.“Ide bagus, May. Tapi aku sudah punya tim profesional yang menangani itu,” jawab Bima pada akhirnya.Suatu malam, Maya sedang merapikan ruang kerja Bima. Dia menemukan brosur sebuah acara penghargaan bisnis bergengsi. Nama perusahaan Bima tercantum sebagai salah satu finalis untuk kategori inovasi terbaik. Bima tidak pernah memberitahunya tentang ini.“Kenapa kamu tidak cerita soal ini?” tanya Maya lalu menyerahkan brosur itu pada Bima.Bima terlihat sedikit terkejut, lalu tert

    Last Updated : 2024-12-20
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 9 Memahami Posisiku

    Malam itu, setelah acara penghargaan selesai, Bima berjalan keluar dari ballroom dengan langkah pelan meski tampak penuh percaya diri. Dia memegang trofi yang baru saja diraihnya. Wajah Bima terlihat lelah, tapi ada senyum bangga yang terukir sana.“Bima … “ Seseorang memanggil Bima yang hendak menuju mobil.Bima menoleh dan mendapati Nina berdiri tidak jauh darinya. Wanita itu tersenyum, berjalan mendekat dengan langkah pelan dan anggun. Angin malam menyapu rambut panjang Nina, membuatnya tampak sangat mempesona.“Nina?” Bima terkejut. “Kamu belum pulang?”Nina menggeleng sambil tertawa kecil. “Aku ingin mengucapkan selamat padamu secara langsung. Ini pencapaian besar, Bima. Kamu pantas mendapatkannya,” jawab Nina, semakin mendekat.Bima tersenyum tipis. “Terima kasih. Tapi semua ini bukan hanya kerja kerasku sendiri. Ada banyak orang yang membantu,”Nina memiringkan kepala, menatap Bima dengan pandangan tajam. “Tapi aku rasa, tidak semua orang menyadari betapa besar perjuanganmu, k

    Last Updated : 2025-01-06

Latest chapter

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 86 Memilih untuk Melindungi

    Raka menelan ludah. Berusaha tetap tenang meski kepalanya terasa berdenyut hebat. Dia melirik sekilas ke luar ruangan. Femil masih berdiri di sana, seolah menunggu dan mengawasinya.Bima menatapnya tajam. “Aku tunggu sampai kamu mau bicara,”Raka menghela napas panjang, mencoba menyusun jawaban yang masuk akal. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya. Tidak dengan Femil yang berdiri di sana, dengan belati tersembunyi di balik jaketnya.“Nina memberiku uang untuk usaha,” jawab Raka.Alis Bima terangkat. “Usaha?”Raka mengangguk. “Aku dan Vina berencana membuka usaha. Kami sudah lama membicarakannya. Tadinya aku mau cari modal sendiri, tapi Nina tahu rencana ini dan menawarkan bantuan. Itu saja,”Bima menatapnya lama, seolah menimbang kebenaran dari kata-kata Raka.“Usaha apa?” tanya Bima akhirnya.Raka menghela napas. “Kami ingin membuka butik kecil. Vina sudah lama ingin punya bisnis sendiri,”Ekspresi Bima tetap tajam. “Kenapa Nina tidak bilang apa-apa padaku soal ini?”Raka ber

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 85 Ancaman Nyata

    Raka menghela napas panjang. Lalu bersandar ke kursi, mencoba menunjukkan ekspresi tenang meskipun hatinya berdebar. “Aku sudah bilang, kan? Itu bukan urusanmu, Kak. Uang itu adalah urusan pribadiku dengan Nina,”Bima mendekat lagi, tangannya bertumpu di meja kerja Raka. Sorot matanya semakin tajam, penuh kecurigaan. "Uang ratusan juta itu berasal dari kartuku. Jadi, tentu menjadi urusanku sekarang,"Raka terdiam. Dia tahu Bima tidak akan menyerah sampai mendapatkan jawaban yang dia inginkan.“Atau aku harus bicara langsung dengan Nina?” tanya Bima, karena Raka tidak lagi bicara.Raka menatap Bima dengan rahang mengeras. Dia bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat."Aku sedang butuh uang dan Nina menawarkan bantuan," jawab Raka. Hanya itu yang terlintas di otaknya sekarang.Bima menyipitkan mata, tidak puas dengan jawaban itu. "Butuh uang? Untuk apa?"Raka menggeram pelan. "Kamu tidak perlu tahu," katanya keras.Ruangan itu terasa semakin sempit karena tatapan tajam Bima yang ti

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 84 Memberimu Uang

    Bima duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop dengan dahi berkerut. Matanya terpaku pada laporan transaksi kartu kredit yang baru saja dia terima melalui email dari bank. Sebuah transaksi besar—ratusan juta rupiah—keluar dari salah satu kartunya.Dia menggeser kursi sedikit mendekat. Matanya menyusuri setiap detail laporan itu. Waktu transaksi, tempat, dan jumlah yang tertera membuat hatinya mulai dipenuhi tanda tanya. Dia tidak ingat pernah mengeluarkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat.Dengan rahang mengeras, Bima menghela napas dalam. Dia berusaha mengingat, tapi tidak ada satu pun pengeluaran yang sesuai dengan nominal tersebut.Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel dan menekan nomor layanan bank. Setelah beberapa nada sambung, suara operator wanita menjawab.“Selamat siang, Pak Bima. Ada yang bisa kami bantu?”“Saya ingin konfirmasi transaksi di kartu kredit saya. Ada jumlah yang tidak saya kenali,” Bima langsung ke intinya.Operator itu meminta beberapa detail untuk

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 83 Bagian Masa Lalu

    Maya masih berdiri di tempat, hatinya diliputi kebingungan. Kenapa Bima ada di sini?Bima yang masih berdiri di depan nisan orang tua Maya, menundukkan kepalanya sejenak. Seolah sedang menimbang kata-kata yang tepat. Udara di pemakaman terasa hening, hanya suara dedaunan yang berguguran terbawa angin yang terdengar di antara mereka."Aku datang ke sini bukan untuk mengganggumu, May," kata Bima akhirnya. Suaranya terdengar berat. "Aku hanya ingin melayat. Aku merasa bersalah pada ayah dan ibumu … ""Merasa bersalah?" ulang Maya, dingin.Bima menarik napas panjang, lalu berjongkok di depan nisan. Tangannya menyentuh batu dingin itu dengan penuh hati-hati, seolah sedang berbicara langsung kepada orang yang telah tiada. "Mereka menerimaku dengan baik saat aku menikah denganmu. Mereka mempercayaiku, menganggapku bagian dari keluarga. Aku berjanji di hadapan mereka untuk menjaga dan membahagiakanmu … tapi aku gagal," jelas Bima.Maya mengerutkan kening. “Semua sudah berlalu … “"Aku mengkh

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 82 Sulit Ditebak

    Maya menutup mulut dengan tangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia menatap Reza, kemudian orang tua pria itu. Yang tampak begitu bahagia dan penuh harap.Segalanya terasa seperti mimpi. Tak pernah terpikir oleh Maya bahwa malam ini akan menjadi momen di mana hidupnya akan berubah selamanya.“Maya?” panggil Reza. Kali ini sedikit lebih khawatir karena wanita di hadapannya masih belum merespons.Maya menelan ludah, matanya mulai berkaca-kaca. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi suaranya seolah tertahan di tenggorokan.Hingga akhirnya, dia mengangguk. “Ya … Aku mau,”Seolah dunia berhenti berputar sejenak.Seketika suara tepuk tangan terdengar dari orang tua Reza. Bahkan beberapa tamu di restoran yang menyaksikan momen tersebut ikut bersorak.Reza tersenyum lega, lalu dengan hati-hati menyematkan cincin itu ke jari manis Maya. Setelahnya dia bangkit dan langsung menarik Maya ke dalam pelukannya.“Terima kasih. Aku sangat bahagia sekarang,” bisik Reza sambil memeluk M

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 81 Penuh Luka Masa Lalu

    Maya melangkah keluar dengan gaun sederhana berwarna biru tua. Rambutnya yang tergerai lembut berayun setiap kali dia melangkah. Maya sudah bersiap sejak setengah jam yang lalu, tapi tetap merasa sedikit gugup.Begitu dia sampai di lobi, Reza turun dari mobil dan berjalan menghampirinya. Pria itu mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga siku. Begitu menawan. Senyum khasnya langsung menghangatkan hati Maya.“Kamu cantik,” puji Reza. Matanya menelusuri wajah Maya dengan penuh kekaguman.Maya tersipu. “Terima kasih. Kamu juga terlihat … luar biasa,” balasnya.Reza terkekeh pelan. “Jadi, siap untuk makan malam?”Maya mengangguk. “Tapi … kita mau makan di mana?”Reza membuka pintu mobil untuk Maya. “Itu kejutan,” katanya sambil tersenyum misterius.Maya menaiki mobil dan duduk, sementara Reza menutup pintu dan segera mengambil tempat di belakang kemudi. Mobil melaju perlahan meninggalkan apartemen. Lampu kota mulai menyala satu per satu, tampak begitu indah.“Setidaknya b

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 80 Mungkin Nanti

    Siang itu, suasana rumah keluarga Harjono terasa lebih ramai dari biasanya. Meja panjang di tengah ruangan dihiasi dengan piring-piring berisi berbagai masakan mulai dari ayam panggang, sup hangat, hingga aneka lauk yang menggugah selera.Harjono sebagai kepala keluarga, duduk di kursi utama. Di sampingnya Sulastri tampak sibuk menuangkan sup ke dalam mangkuk. Wajahnya berseri-seri, terutama saat melihat Abi yang digendong oleh seorang pengasuh di dekat meja makan.“Lihat bayi kecil ini,” kata Sulastri. “Abi makin besar dan tampan saja. Dia benar-benar cucu kebanggaan keluarga Harjono,”Nina yang duduk di sebelah Bima hanya tersenyum tipis sambil melirik ke arah Sulastri.“Tentu saja,” sahut Harjono sambil menyantap makanan. “Abi adalah penerus keluarga ini,”“Ibu, bagaimana kabar toko?” Vina berusaha mengalihkan pembicaraan.Sulastri tersenyum dan mulai berbicara panjang lebar tentang tokonya. Dia memutuskan untuk membuka toko sembako beberapa bulan lalu, untuk mengisi waktu luang.D

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 79 Kakak Ipar

    Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam ketika Nina mendengar suara mobil Bima memasuki garasi. Dia segera berdiri dan berjalan ke arah pintu, menyambut suaminya dengan senyum manis yang sudah dia latih sepanjang hari.“Sayang, kamu sudah pulang,” sapa Nina lembut saat Bima melangkah masuk ke dalam rumah.Bima tampak lelah. Dasi di lehernya sudah sedikit longgar dan kemejanya kusut setelah seharian bekerja.“Iya. Hari ini benar-benar melelahkan.” Bima menghela napas panjang sambil melepas sepatu.Nina dengan sigap menerima tas kerja Bima dan meletakkannya di meja. “Kamu mau makan dulu atau langsung mandi?” tanyanya dengan suara lembut.Bima mengusap wajahnya. “Mungkin mandi dulu biar segar,”Nina mengangguk mengerti. “Aku sudah siapkan air hangat di kamar mandi,”“Terima kasih,” jawab Bima singkat sebelum berjalan ke kamar mereka.***Setelah beberapa saat, Bima keluar dari kamar mandi dengan piyama. Dia duduk di tepi ranjang sambil mengecek ponsel, sesekali membalas pesan yang m

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 78 Hidup Berantakan

    Suasana bengkel yang tadinya bising dengan suara mesin kini terasa sunyi di antara mereka. Seolah waktu melambat.“Aku tidak butuh tes DNA itu,” kata Nina keras. “Aku yakin, Abi itu anak Bima,”Femil menyipitkan mata, ekspresinya berubah dingin. “Kamu datang padaku, meminta bantuanku. Tapi kamu masih yakin Abi adalah anak Bima?”Nina menghela napas dengan frustrasi. “Ini bukan soal siapa ayah Abi!” teriak Nina. Aku butuh uang, dan kamu satu-satunya orang yang bisa membantuku sekarang,"Femil terkekeh sinis, menyilangkan tangannya di dada. “Kamu pikir aku akan membuang uang lima puluh juta begitu saja untukmu tanpa alasan yang jelas? Aku hanya butuh kepastian,"Nina mendengus. "Femil, tolonglah. Kamu tahu aku tidak punya siapa-siapa lagi yang bisa kumintai tolong," mohon Nina. Dari ekspresinya, tampak jelas kalau dia sangat putus asa.Femil menatapnya tajam. “Jika kamu yakin Abi itu anak Bima, kenapa tidak langsung meminta bantuannya? Kenapa malah datang kepadaku?"Nina terdiam. Dia t

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status