Home / Rumah Tangga / Ketika Istriku Balik Melawan / Bab 2 Keluar Tanpa Suara

Share

Bab 2 Keluar Tanpa Suara

Author: Dama Mei
last update Last Updated: 2024-12-10 11:06:56

Maya berusaha menahan air matanya saat kembali ke ruang pesta. Senyum tipis terpasang di wajah. Mencoba menyembunyikan badai yang sedang berkecamuk di hatinya. Tetapi setiap tawa dan percakapan Bima dan Nina yang dia dengar, masih menggema jelas di dalam kepala Maya.

Di sudut ruangan, Sulastri sibuk mengobrol dengan tamu-tamu lainnya, sementara Harjono berdiri di tengah ruangan, menerima ucapan selamat dari para tamu. Maya mendekat ke meja minuman, mengambil segelas air, dan mencoba menenangkan diri.

Dari kejauhan, Maya melihat Bima masuk ke ruangan bersama Nina. Mereka tampak akrab, berbicara dengan ekspresi santai. Seolah tidak ada yang salah dengan kedekatan mereka. Nina bahkan tertawa sambil memegang lengan Bima.

Maya meneguk airnya dengan cepat, mencoba menenangkan gejolak di dadanya. Mendadak kepalanya pusing dan penglihatannya mulai kabur.

“Maya?” Suara Sulastri terdengar sedikit nyaring. “Kenapa kamu berdiri saja di sana? Cepat bawa minuman untuk tamu-tamu di meja utama,” perintah ibu mertua itu.

Maya meletakkan gelasnya ke meja dengan cukup keras. Dia muak, namun tidak bisa melawan. Meski setengah hati, nyatanya Maya tetap berangkat memenuhi permintaan ibu mertuanya itu.

"Ah, ini menantu Harjono, ya?" tanya salah satu tamu, seorang pria paruh baya dengan setelan jas mahal sambil tersenyum kecil. "Beruntung sekali ya, menikah dengan anak pertama keluarga Santoso,"

Maya menahan napas, hanya membalas dengan senyuman hambar. Namun, di dalam hati, komentar itu menusuk lebih dalam dari yang dia duga. Apakah semua orang hanya melihat dirinya sebagai seseorang yang beruntung mendapatkan Bima? Sementara dialah yang menggadaikan harta warisan almarhum kedua orang tuanya demi membiayai kesuksesan Bima. Tanpa siapapun tahu.

"Maya," panggil Bima. "Ke sini sebentar,"

Maya menoleh, melihat Bima berdiri di dekat Nina yang masih tersenyum santai. Jantung Maya berdetak cepat, tapi dia memaksakan diri untuk mendekat.

“Kenalkan, ini Nina,” kata Bima sambil menoleh ke arah wanita di sampingnya. “Teman lama waktu di kampus dulu,”

Nina mengulurkan tangan dengan senyum manis. "Oh, jadi ini Maya? Senang akhirnya bisa bertemu. Bima sering cerita tentang kamu,"

Maya menatap tangan Nina, lalu perlahan menjabatnya. “Senang bertemu denganmu juga,” jawab Maya pelan. “Bima cerita banyak tentangku?”

“Oh, tentu saja,” Nina tertawa kecil, melirik ke arah Bima. “Dia bilang kamu istri yang baik,”

Maya hanya tersenyum tipis. “Bukankah semua istri harus baik?”

Nina melanjutkan pembicaraan, seolah-olah tidak ada hal yang salah. “Kamu tahu, Bima dulu sangat populer di kampus,” ujar Nina sambil tertawa kecil. “Banyak yang iri padaku karena kami dulu sangat dekat,”

Maya merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. “Benarkah?” Suaranya terdengar lebih datar dari yang dia harapkan.

“Ah, tapi itu dulu,” Nina menjawab cepat, melambai seolah-olah itu bukan hal besar. Meski jelas ada raut kecewa di wajahnya. “Sekarang aku hanya kagum melihat dia sudah punya keluarga yang bahagia,”

Maya melirik ke arah Bima, yang hanya tersenyum tipis tanpa memberi tanggapan. Semakin Maya amati, jarak Bima dan Nina semakin dekat. Seakan Ninalah pendamping Bima.

“Senang bertemu denganmu, Maya. Kita pasti harus ngobrol lebih banyak nanti,” tukas Nina. Meminta izin untuk bergabung kembali dengan tamu lain.

“Kenapa kamu tidak pernah cerita soal Nina?” tanyanya pelan, matanya menatap Bima dengan penuh tanya.

Bima mengangkat bahu, memasang ekspresi santai yang hanya membuat Maya semakin kesal. “Dia cuma teman lama,”

“Tapi kenapa kamu terlihat begitu akrab dengannya?” Suara Maya sedikit bergetar.

Bima mendesah, lalu menatap Maya dengan ekspresi lelah. “Kamu terlalu sensitif. Tidak semua hal harus jadi masalah,”

Maya berbalik, meninggalkan Bima tanpa menunggu jawaban. Dia berjalan menuju kamar kecil, berusaha keras menjaga air matanya agar tidak jatuh di depan orang lain.

***

Pagi itu Maya melangkah keluar dari mobil dengan sebuah bingkisan di tangan. Isinya adalah teh impor favorit Sulastri yang Maya pesan khusus dari luar negeri. Dia tahu hubungannya dengan ibu mertuanya itu selalu dipenuhi ketegangan, tetapi dia berpikir mungkin dia belum cukup berusaha.

Saat dia masuk ke teras depan, suara tawa dari ruang keluarga terdengar. Maya berhenti sejenak, mengatur napasnya sebelum melangkah masuk.

"Ibu," sapa Maya dengan senyum lembut, sambil mendekati Sulastri yang sedang duduk di sofa dengan Vina. "Aku bawa ini untuk Ibu. Ibu pernah bilang suka teh dari Jepang,"

Sulastri melirik bingkisan itu dengan alis terangkat, lalu mengambilnya tanpa senyum. “Teh, ya?” gumamnya sambil membuka kotak. Sulastri memandangi isinya sebentar, lalu meletakkannya di meja tanpa banyak komentar.

"Terima kasih, Maya," jawab Sulastri, tapi nadanya datar.

“Kak Maya perhatian sekali, ya, Bu,” seru Vina.

Namun, Sulastri hanya tersenyum kecil. "Tapi, ya... perhatian saja tidak cukup, kan?" kata Sulastri. Melirik Maya dengan lirikan menyindir. "Sudah lima tahun menikah, seharusnya dia sudah tahu apa yang paling penting bagi keluarga ini,"

Maya merasa wajahnya memanas. Tapi dia memaksakan untuk tetap tersenyum. Dia tahu maksud Sulastri—masalah anak. Topik itu lagi.

Belum sempat Maya menjawab, suara ketukan di pintu menggema di ruangan itu. Seorang pembantu segera membuka pintu.

"Selamat pagi, Tante Sulastri!" Nina masuk dengan membawa dua kotak besar di tangannya. Aroma harum masakan langsung memenuhi ruangan.

"Oh, Nina! Masuk, sayang," Sulastri langsung berdiri, wajahnya berubah cerah seketika. Ia berjalan mendekati Nina, membantu membawa salah satu kotak.

Maya hanya bisa berdiri diam di tempat, menyaksikan bagaimana Sulastri menyambut Nina dengan hangat.

“Aduh, apa ini? Harum sekali,” tanya Sulastri sambil membuka salah satu kotak.

“Aku yakin Tante sekeluarga pasti suka!” jawab Nina sambil tersenyum manis. “Aku ingat dulu waktu sering main ke sini, Tante suka sekali opor ayam buatanku. Jadi, kupikir, kenapa tidak masak untuk keluarga besar saja?”

“Kamu memang selalu tahu cara membuat orang senang!” Sulastri tertawa, menepuk bahu Nina. “Tidak seperti ... ya, tidak semua orang sepeka ini,” 

Kalimat itu tidak diarahkan langsung pada Maya, tetapi jelas siapa yang dimaksud. Maya merasakan sesak di dadanya. Namun dia berusaha untuk tetap tersenyum.

“Kamu memang calon istri idaman, Nina,” celetuk Sulastri lagi. “Sayang sekali kamu belum menikah,”

“Siapa tahu ada yang berjodoh,” timpal Vina, melirik ke arah Sulastri yang tersenyum penuh arti.

Maya tahu dia tidak bisa lagi tinggal di ruangan itu. Dengan alasan ingin ke dapur untuk mengambil air, dia keluar tanpa suara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 3 Membanggakan Namamu

    Maya duduk di sofa ruang keluarga rumahnya, sambil memandangi cangkir teh di tangan. Kejadian tadi siang di rumah mertuanya terus membebani hati Maya. Saat Bima pulang, dia mendengar suara pintu depan terbuka. Diikuti langkah suaminya yang memasuki rumah dengan santai."Belum tidur?" sapa Bima singkat sambil melepas sepatu.Maya memaksa tersenyum. "Aku menunggumu pulang,"Bima duduk di kursi di hadapan Maya, tampak lelah. Maya menarik napas panjang, mencoba mencari kata-kata yang tepat."Tadi siang aku ke rumah orangtua kamu," ujar Maya, berusaha memulai percakapan."Oh ya?" Bima mengangguk tanpa terlalu memperhatikan. "Kenapa? Ada apa di sana?"Maya merasakan keraguan menyelusup hatinya. Tapi dia tahu, dia harus mengatakan sesuatu. “Aku mencoba bawa hadiah untuk ibumu. Teh favoritnya, yang dia bilang dulu dia suka,”Bima tersenyum samar. “Baguslah. Mama pasti suka,”Maya menggeleng pelan, lalu menatap cangkir di tangannya. “Dia tidak ... benar-benar menghargai. Dia bahkan bilang kala

    Last Updated : 2024-12-10
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 4 Berubah Bahagia

    Maya menyesap secangkir latte sambil menatap layar laptop di hadapannya. Kafe kecil ini adalah tempat pelariannya. Di sini, dia bisa menjadi dirinya sendiri. Menghabiskan waktu dengan proyek desain kecil-kecilan yang dia kerjakan untuk menambah penghasilan. Meski proyek-proyek itu tidak terlalu besar, Maya merasa bahagia. Setidaknya, dia masih bisa menggunakan bakatnya di bidang desain grafis. Sesuatu yang sudah dia cintai sejak masa kuliah.“Maya?” sapa seseorang tiba-tiba.Maya mendongak. Seorang pria tinggi berpenampilan rapi menatapnya sedikit bimbang. Wajah pria itu langsung dikenali Maya, meski waktu telah berlalu.“Reza?” Suara Maya terdengar ragu, tapi senyumnya segera mengembang. “Astaga, sudah lama sekali!”Reza tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang rapi. "Ya Tuhan, aku tidak percaya ini kamu! Boleh duduk?" seru Reza, lebih antusias.“Tentu,” jawab Maya, masih terkejut dengan kehadiran pria itu.Reza Bastian. Seorang teman dekat Maya di kampus dan pernah mengungk

    Last Updated : 2024-12-11
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 5 Tidak Kuat Lagi

    Maya terduduk di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap lantai. Air mata yang sejak tadi mengalir perlahan mengering. Maya terduduk di tepi ranjang, pandangannya kosong menatap lantai. Air mata yang sejak tadi mengalir perlahan mengering. Pertengkaran dengan Bima mengenai keluarganya, selalu berakhir tanpa ujung. Menyisakan Maya sebagai pihak yang terluka.Pintu kamar berderit pelan, suara langkah Bima terdengar mendekat. Maya tidak beranjak, tetap terdiam. Dia terlalu lelah untuk bicara.“Maya … ” Suara Bima terdengar lembut, penuh kehati-hatian. Dia mendekati istrinya, duduk di tepi ranjang. Namun tidak langsung menyentuh Maya.Maya tetap diam. Dia menolak menatap Bima.Bima menarik napas panjang. “Aku tahu aku salah,” katanya pelan. “Aku tahu aku seharusnya membelamu tadi. Tapi aku bingung, Maya. Papa, Mama, keluargaku, mereka punya ekspektasi tinggi terhadap aku. Aku tidak tahu bagaimana caranya membuat semua orang bahagia,”Maya akhirnya menoleh, menatap Bima dengan mata yang

    Last Updated : 2024-12-11
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 6 Dalam Setiap Langkah

    Maya terdiam. Napasnya terhenti sejenak mendengar pengakuan itu. “Apa maksudmu, Bim?”Bima mengangkat wajahnya. “Aku sudah mencoba segalanya. Aku bekerja siang malam, aku memohon pada bank, aku mencari investor, tapi semuanya gagal. Maya, aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku merasa gagal ... sebagai suami, sebagai kepala keluarga … ”Perasaan Maya kini mulai campur aduk. Dia tidak ingin luluh, tapi juga tidak tega melihat kondisi Bima. Dia teringat bagaimana Bima memohon padanya untuk menggunakan uang warisan Maya demi mendirikan bisnis. Kini, bisnis itu berada di ambang kehancuran. Bima bahkan tidak pernah berbicara jujur pada Maya tentang masalah yang dia hadapi.“Mengapa kamu tidak bilang dari awal?” tanya Maya, suaranya bergetar. “Kita ini pasangan, Bima. Seharusnya kamu cerita, bukan malah memendam semuanya sendiri sampai seperti ini,”“Aku tidak mau kamu khawatir,” jawab Bima dengan nada penuh penyesalan. “Aku pikir aku bisa menyelesaikan semuanya sendiri. Tapi ... semakin a

    Last Updated : 2024-12-15
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 7 Terlalu Sensitif

    Pada akhirnya Bima berhasil menyelamatkan perusahaannya berkat pengorbanan Maya—tanah warisan orang tuanya. Dan hari ini Bima sengaja mengundang keluarganya untuk makan malam bersama di rumah, demi merayakan keberhasilan itu.Saat bel pintu berbunyi, Bima bergegas menyambut keluarganya. Maya mengintip dari dapur untuk melihat Harjono, Sulastri, Raka, dan Vina masuk ke rumah. Mereka berempat—seperti biasa selalu tampak angkuh.“Selamat datang! Ayo, masuk,” kata Bima dengan senyuman lebar.Harjono mengangguk singkat, sementara Sulastri menyapukan pandangan ke ruangan itu dengan bibir melengkung.“Tumben kalian mengadakan pesta makan malam di rumah?” tegur Sulastri. “Biasanya, kan, di luar. Maya bisa masak?” Vina dengan perutnya yang sudah mulai membuncit, duduk di sofa sambil mengelus lembut perutnya. “Wah, dekorasinya bagus juga, Mas Bima. Kayaknya ini hasil sentuhan Kak Maya, ya?” katanya, namun nadanya terdengar seperti basa-basi yang tidak tulus.Maya keluar dari dapur dengan nampa

    Last Updated : 2024-12-20
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 8 Mendukung Suami

    Seiring berjalannya waktu, Bima semakin sibuk dengan dunianya sendiri. Maya mendengar kabar tentang acara peluncuran proyek baru yang dihadiri Bima bersama rekan-rekan bisnisnya. Dia melihat foto-foto di media sosial di mana Bima berdiri dengan bangga, dikelilingi oleh para eksekutif dan investor. Namun Maya merasa semakin jauh dan berjarak. Tidak seperti janji Bima di awal untuk selalu melibatkan Maya. Bahkan ketika Maya mencoba menawarkan ide-ide kecil, seperti desain logo baru atau konsep pemasaran kreatif.“Ide bagus, May. Tapi aku sudah punya tim profesional yang menangani itu,” jawab Bima pada akhirnya.Suatu malam, Maya sedang merapikan ruang kerja Bima. Dia menemukan brosur sebuah acara penghargaan bisnis bergengsi. Nama perusahaan Bima tercantum sebagai salah satu finalis untuk kategori inovasi terbaik. Bima tidak pernah memberitahunya tentang ini.“Kenapa kamu tidak cerita soal ini?” tanya Maya lalu menyerahkan brosur itu pada Bima.Bima terlihat sedikit terkejut, lalu tert

    Last Updated : 2024-12-20
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 9 Memahami Posisiku

    Malam itu, setelah acara penghargaan selesai, Bima berjalan keluar dari ballroom dengan langkah pelan meski tampak penuh percaya diri. Dia memegang trofi yang baru saja diraihnya. Wajah Bima terlihat lelah, tapi ada senyum bangga yang terukir sana.“Bima … “ Seseorang memanggil Bima yang hendak menuju mobil.Bima menoleh dan mendapati Nina berdiri tidak jauh darinya. Wanita itu tersenyum, berjalan mendekat dengan langkah pelan dan anggun. Angin malam menyapu rambut panjang Nina, membuatnya tampak sangat mempesona.“Nina?” Bima terkejut. “Kamu belum pulang?”Nina menggeleng sambil tertawa kecil. “Aku ingin mengucapkan selamat padamu secara langsung. Ini pencapaian besar, Bima. Kamu pantas mendapatkannya,” jawab Nina, semakin mendekat.Bima tersenyum tipis. “Terima kasih. Tapi semua ini bukan hanya kerja kerasku sendiri. Ada banyak orang yang membantu,”Nina memiringkan kepala, menatap Bima dengan pandangan tajam. “Tapi aku rasa, tidak semua orang menyadari betapa besar perjuanganmu, k

    Last Updated : 2025-01-06
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 10 Masih Istrimu

    Ciuman itu bertahan lebih lama dari yang seharusnya. Hawa dingin malam tidak terasa karena panas yang tiba-tiba memenuhi ruang sempit dalam mobil. Penuh gairah.“Bim … “ Nina mendorong mundur tubuh Bima. Karena pria itu mulai bergerak mengecup lehernya. “Aku masuk dulu,” bisiknya.Bima hanya menatap tanpa banyak berkata-kata. Ketika Nina melangkah keluar dan berjalan menuju pintu rumahnya, Bima tetap di sana. Memperhatikan hingga sosok Nina menghilang di balik pintu.Namun saat Bima duduk sendiri dalam mobil, perasaan bersalah mulai merayapi hatinya. Bayangan Maya yang menunggu di rumah dan semua pengorbanan yang pernah dilakukan istrinya, perlahan muncul di pikirannya.***Bima membuka pintu rumah dengan hati-hati, berharap langkahnya yang pelan tidak membangunkan Maya. Namun, begitu dia masuk, dia langsung mendapati Maya duduk di sofa ruang tamu. Lampu kecil di sudut ruangan memberikan cahaya redup, menciptakan bayangan di wajah Maya yang tampak letih. Namun jelas belum tidur.“Kamu

    Last Updated : 2025-01-06

Latest chapter

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 115 Ikut Campur

    Raka tampak semakin gelisah. Sejenak dia mengelus tengkuk, seakan mencoba untuk menata hati sebelum bicara."Maya, aku butuh perlindunganmu," ujar Raka.Maya mengernyit. "Perlindungan?"Raka mengangguk, ekspresinya tegang. "Aku akan mengungkap sebuah rahasia. Rahasia yang bisa membuatku dalam bahaya,"Jantung Maya berdegup lebih cepat. "Apa maksudmu? Rahasia apa?"Raka menatapnya dalam-dalam. Lalu menunduk sesaat seolah sedang mempertimbangkan kata-katanya. "Ini soal Nina… dan sesuatu yang lebih besar dari itu,"Maya bisa merasakan ketakutan dalam suara Raka. Dia bukan pria yang mudah takut. Tetapi kali ini, wajahnya menunjukkan kecemasan."Aku akan memberitahumu semuanya sekarang. Aku tahu sesuatu yang akan mengubah segalanya," lanjut Raka. "Dan aku butuh tempat yang aman. Aku tidak bisa pulang ke rumah. Femil sudah mengancam akan membunuh istri dan anakku jika aku buka mulut,"Maya mengepalkan tangannya di atas meja. “Apa yang kamu tahu?”Raka menarik napas dalam-dalam sebelum menja

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 114 Membuka Percakapan

    Femil berdiri dengan santai. Senyum tipis penuh kemenangan terukir di wajahnya. Sementara Nina menyilangkan tangan di dada, memandang Maya dengan tatapan penuh kebencian.“Pergilah. Jika kau masih sayang nyawamu,” ancam Femil sekali lagi.Maya menatap keduanya dengan tajam sebelum menghembuskan napas panjang. Dia melangkah mundur, lalu berbalik menuju pintu keluar.Saat tangan Maya menyentuh kenop pintu, dia berhenti sejenak dan berkata tanpa menoleh. “Aku akan mendapatkan rumahku kembali, entah bagaimana caranya. Nikmati kemenangan sementara kalian,”Setelah itu, Maya membuka pintu dan melangkah keluar tanpa menoleh lagi.Begitu Maya benar-benar pergi, Nina berbalik dan langsung meraih tubuh Femil. Melingkarkan lengannya di leher pria itu. Senyum kemenangan terukir di wajahnya.“Kita berhasil menyingkirkannya,” pekik Nina, tubuhnya menempel erat pada Femil.Femil terkekeh, tangannya otomatis melingkari pinggang Nina. Menariknya lebih dekat. “Tentu saja. Aku akan melakukan apapun untu

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 113 Mengganggu Nina

    Maya menekan bel. Butuh beberapa saat sebelum pintu terbuka, dan sosok yang muncul di hadapannya adalah seseorang yang sudah tidak asing lagi—Nina.“Maya?” Nina terdengar terkejut, alisnya berkerut. Jelas, dia tidak menyangka Maya akan datang.Maya menatap Nina tanpa gentar. “Aku datang untuk mengambil kembali rumahku,”Nina tertawa sinis, menyandarkan tubuhnya ke kusen pintu dengan tangan terlipat di dada. “Rumahmu? Rumah ini milik Bima sekarang. Kau tidak punya hak lagi di sini,”Maya menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan amarahnya. “Rumah ini masih atas orang tuaku. Aku tidak pernah menyerahkannya secara legal pada siapa pun. Jadi, aku akan mengambilnya kembali,”Mata Nina membulat. “Kau pikir semudah itu? Bima yang tinggal di sini, aku istrinya, jadi—”“Tidak ada hubungannya,” potong Maya tajam. Nina terdiam, rahangnya menegang. Sejenak ekspresi panik terlihat di wajahnya. Sebelum dia kembali memasang senyum liciknya.“Dengar, Maya. Aku tidak peduli. Yang jelas, rumah ini s

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 112 Diam Saja

    “Saya ingin bertemu dengan Ibu Maya Anindita. Tolong sampaikan bahwa ini terkait dengan Pak Bima,” Arman menyebutkan nama dan tujuannya.Resepsionis itu mengangguk, lalu menghubungi seseorang melalui telepon internal. Tak lama, seorang asisten menghampiri Arman. Dan mempersilakannya masuk ke ruangan Maya.Ketika pintu terbuka, Arman melihat Maya yang sedang duduk di balik meja. Mengenakan blus putih dan blazer krem, tampak anggun seperti biasa.Maya mendongak, sedikit terkejut melihat kedatangan Arman. “Arman? Ada apa?”Arman melangkah masuk dan menutup pintu sebelum duduk di kursi di hadapan Maya. Dia menatap wanita itu dengan serius, lalu meletakkan map di atas meja.“Aku datang atas permintaan Bima,” kata Arman tanpa basa-basi.Maya menghela napas, menyandarkan punggungnya ke kursi. “Bima… bagaimana keadaannya?”“Dia sudah lebih baik. Tapi dia masih dalam pemulihan,” jawab Arman. “Dan salah satu hal pertama yang dia ingin selesaikan adalah soal rumah ini,”Maya mengerutkan kening.

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 111 Tak Punya Hak

    Siang itu, ketika Bima sedang beristirahat di ruang keluarga, bel rumah berbunyi. Nina yang kebetulan sedang di ruang tamu segera bangkit dan membuka pintu. "Arman!" seru Nina, matanya melebar. “Bima pasti senang melihatmu datang. Ayo masuk!”Arman mengangguk. "Aku dengar dia sudah pulang,"Nina mempersilakan Arman masuk. Dan pria itu segera melangkah ke dalam ruang keluarga. Begitu melihat Bima yang duduk bersandar di sofa dengan wajah masih pucat, sorot matanya langsung berubah serius.“Akhirnya kau pulang juga,” tukas Arman, tersenyum lega.Bima tersenyum tipis, mencoba duduk lebih tegak. "Aku belum sepenuhnya pulih, tapi setidaknya aku sudah di rumah,"Arman mendekat dan duduk di kursi di dekat Bima. “Jangan khawatir, semuanya masih aman," ucapnya. “Kau tidak perlu mencemaskan kantor,”Bima mengangguk, tetapi ada kegelisahan di matanya. "Aku perlu bicara denganmu nanti, soal keuangan dan … hal lainnya," ucapnya, lebih pelan dari sebelumnya.Arman menangkap nada serius dalam suara

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 110 Mengancam Raka

    “Sayang … !” Nina berseru dengan suara gemetar yang dibuat-buat. “Akhirnya kamu sadar! Aku begitu khawatir … ”Tanpa memberi kesempatan bagi Bima untuk bereaksi, Nina langsung duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangannya erat. Mata wanita itu berkaca-kaca, menatap suaminya.“Aku setiap hari berdoa untuk kesembuhanmu,” lanjutnya. “Aku tidak tahu harus bagaimana kalau sesuatu terjadi padamu … ”Bima menatap Nina dengan tatapan kosong. Wajahnya masih pucat, tapi sorot matanya jelas-jelas penuh dengan kelelahan. Dia tidak langsung membalas genggaman Nina, membiarkan begitu saja tanpa benar-benar merespons.Nina mengusap lengan Bima lembut. “Aku rindu sekali … ” bisiknya. “Kamu tidak tahu betapa aku tersiksa selama ini. Aku selalu ada di rumah sakit untukmu … ”Bima masih diam. Ada sesuatu di dalam hatinya yang menolak kata-kata Nina. Ingatan samar saat dia koma perlahan kembali. Tentang suara Maya yang selalu ada di sampingnya, bukan Nina.“Mana Abi?” tanya Bima tiba-tiba.Nina terkesi

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 109 Kehilangan Segalanya

    Bima duduk bersandar di tempat tidur, tubuhnya masih lemah setelah sekian lama koma. Sudah beberapa hari sejak dia siuman, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Maya tidak datang lagi.Awalnya dia berharap Maya hanya terlambat atau sedang sibuk dengan sesuatu. Namun, Maya tetap tidak muncul. Tidak ada sosok lembut yang duduk di samping ranjangnya, tidak ada senyuman hangat yang menyambut saat dia membuka mata."Maya tidak akan datang lagi, Bima," ucap Sulastri lembut. Seakan tahu kegelisahan Bima.Bima menegang. Hatinya seakan ditikam sesuatu yang tajam dan menyakitkan. “Oh iya?” sahut Bima dengan suara parau.Sulastri menarik napas panjang. “Dia sudah memilih jalan hidupnya. Dia akan menikah dengan Reza,"Bima terdiam. Matanya menatap lurus ke arah ibunya. Tetapi pikiran Bima melayang jauh. Ada sesuatu yang mencengkeram dadanya begitu erat, membuatnya sulit bernapas."Aku tidak percaya," Bima menggeleng pelan, suaranya bergetar. "Maya tidak akan meninggalkanku begitu saja … Tidak setelah

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 108 Tidak Tahu Diri

    Nina membuka pintu rumah dengan kasar. Dia masih dipenuhi amarah setelah apa yang terjadi di rumah sakit. Dadanya naik turun, emosinya masih menggelegak. Maya mengambil tempatnya. Bahkan Bima yang baru sadar pun menyebut nama Maya lebih dulu.Saat Nina melangkah masuk, suasana rumah tampak sunyi. Lampu-lampu temaram, menyorot ruangan dengan cahaya lembut. Namun begitu dia masuk lebih dalam, Nina langsung mendapati seseorang sudah menunggunya di sofa.Femil duduk dengan santai, salah satu kakinya bertumpu di atas meja. Sebatang rokok terselip di jari, asapnya melayang tipis di udara. Matanya menatap Nina dengan senyum licik."Akhirnya pulang juga," tukas Femil.Nina menggeram, melempar tasnya ke atas meja. Dia berjalan mendekat dengan wajah yang masih penuh kemarahan."Aku muak dengan semuanya!" pekik Nina. "Bima sadar, tapi yang pertama dia panggil adalah Maya! Dan semua orang berpihak padanya!"Femil menyeringai, lalu berdiri perlahan. Menghampiri Nina dengan langkah santai. "Bukanka

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 107 Air Mata Mengalir

    Maya berdiri di sudut ruangan, meremas kedua tangan. Seolah ingin menenangkan gejolak perasaannya sendiri. Sejak beberapa hari terakhir, dia nyaris tidak pernah meninggalkan rumah sakit. Hatinya terus dipenuhi kekhawatiran akan kondisi Bima. Namun kini, melihat perubahan yang terjadi, dadanya terasa sedikit lebih ringan.Matanya menatap sosok Bima yang masih terbaring di tempat tidur. Wajah Bima memang masih pucat, tapi napasnya jauh lebih stabil. Dan elektrokardiograf menunjukkan tanda-tanda yang lebih baik. Itu sudah cukup bagi Maya. Itu lebih dari cukup.Maya melangkah lebih dekat, berdiri di sisi ranjang Bima. Dia menatap wajah pria itu, mengingat bagaimana kondisinya saat pertama kali masuk rumah sakit. Saat itu, dia tidak tahu apakah Bima akan bertahan.Reza yang berdiri tak jauh darinya, memperhatikan ekspresi Maya. “Syukurlah, dia sudah membaik,” kata Reza lembut, tanpa nada cemburu.Maya menoleh. Dia mengangguk pelan. "Dia menyelamatkanku. Aku tidak mungkin bisa tenang kalau

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status