Share

Bab 10 Masih Istrimu

Penulis: Dama Mei
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-06 11:56:08

Ciuman itu bertahan lebih lama dari yang seharusnya. Hawa dingin malam tidak terasa karena panas yang tiba-tiba memenuhi ruang sempit dalam mobil. Penuh gairah.

“Bim … “ Nina mendorong mundur tubuh Bima. Karena pria itu mulai bergerak mengecup lehernya. “Aku masuk dulu,” bisiknya.

Bima hanya menatap tanpa banyak berkata-kata. Ketika Nina melangkah keluar dan berjalan menuju pintu rumahnya, Bima tetap di sana. Memperhatikan hingga sosok Nina menghilang di balik pintu.

Namun saat Bima duduk sendiri dalam mobil, perasaan bersalah mulai merayapi hatinya. Bayangan Maya yang menunggu di rumah dan semua pengorbanan yang pernah dilakukan istrinya, perlahan muncul di pikirannya.

***

Bima membuka pintu rumah dengan hati-hati, berharap langkahnya yang pelan tidak membangunkan Maya. Namun, begitu dia masuk, dia langsung mendapati Maya duduk di sofa ruang tamu. Lampu kecil di sudut ruangan memberikan cahaya redup, menciptakan bayangan di wajah Maya yang tampak letih. Namun jelas belum tidur.

“Kamu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 11 Rahasia Kecil

    Malam itu, Bima tiba lebih dulu. Restoran hotel Grand Vista yang mewah itu dipenuhi obrolan pelan dan denting peralatan makan. Bima memilih meja di sudut ruangan yang lebih sepi, dengan pemandangan ke arah kolam renang. Dia terlihat resah, memainkan gelas air mineral yang baru saja diantarkan pelayan.Lima belas menit kemudian, Nina datang."Maaf menunggu lama, Bim," Nina duduk dengan anggun di hadapan Bima.Bima meneguk airnya, mencoba mengalihkan pandangan. "Aku ingin kita bahas soal kemajuan proyek di bagian pemasaran,"Nina menyandarkan diri ke kursi, menatap Bima dengan sorot mata yang tajam tapi lembut. "Bim, kita ini kan bisa saja membicarakan soal proyek di kantor. Tapi kalau kamu memang ingin makan malam bareng, aku juga tidak keberatan,"Bima terdiam sejenak, tatapannya beralih ke menu yang dipegangnya. "Aku cuma ingin memastikan proyek berjalan lancar,"Nina tertawa kecil, pelan tapi cukup membuat Bima merasa sedikit canggung. "Kamu masih sama seperti dulu, ya. Selalu pakai

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 12 Tidak Menarik

    “Kenapa pulang sepagi ini?” tanya Maya, suaranya tenang.Bima mengusap tengkuk, mencoba tetap terlihat santai. “Ada urusan klien. Kami baru selesai rapat di hotel,”“Klien perempuan?” Maya bertanya sambil melipat selimut tipis di sofa, berusaha terlihat biasa saja.Bima terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Ya … salah satu partner bisnis,”Maya menahan senyum pahit. Jawaban itu terdengar seperti alasan yang sudah disiapkan sebelumnya. Namun, dia memilih untuk tidak memperpanjang.“Baiklah. Aku akan siapkan sarapan,” ucap Maya sambil berbalik menuju dapur, meninggalkan Bima yang masih berdiri di tempatnya.“Tidak perlu,” sambar Bima. “Ini masih terlalu pagi. Sebaiknya kamu tidur,”Maya diam memunggungi Bima. “Baiklah kalau itu maumu,” balasnya.Bima sedang duduk di tepi ranjang, membuka jam tangannya dengan gerakan lambat. Maya berdiri di depan cermin, menyisir rambut dengan tenang.“Bagaimana perkembangan bisnismu akhir-akhir ini?” tanya Maya, suaranya terdengar datar.Bima melirik sekil

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 13 Aroma

    Sesampainya di klinik, Maya membantu Vina turun dari mobil. Mereka berjalan beriringan menuju ruang tunggu. Vina duduk dengan santai, memainkan ponselnya. Sementara Maya diam, matanya menatap kosong ke lantai.Tak lama kemudian, seorang perawat memanggil nama Vina. Vina bangkit dengan anggun, lalu menoleh ke Maya.“Kak Maya, tunggu di sini saja, ya. Aku cuma sebentar kok,” katanya sambil tersenyum tipis.Setelah beberapa saat, Vina keluar dari ruangan dokter dengan ekspresi puas. Dia berjalan mendekati Maya, mengangkat tangannya yang memegang secarik kertas hasil pemeriksaan.“Semua sehat, Kak. Kata dokter, bayinya berkembang dengan baik,” kata Vina dengan nada bangga.Maya tersenyum tipis. “Syukurlah. Aku ikut senang,”“Kak Maya,” katanya sambil memandangi dirinya di kaca spion. “Kenapa tidak coba promil lagi? Siapa tahu kali ini berhasil,”Maya terdiam. Pertanyaan itu menghantam tepat di dadanya. “Aku dan Bima sudah berusaha,” jawab Maya, suaranya nyaris berbisik.“Tapi jangan menye

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 14 Warisan

    Begitu Maya melangkah keluar dan pintu tertutup, Sulastri mendesah pelan sambil melirik ke arah Nina dan Vina.“Itulah Maya,” ucap Sulastri sinis, menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Dari dulu selalu terlalu serius. Tidak heran kalau Bima mulai bosan,”Vina yang tengah mengelus perutnya, tertawa kecil. “Aku juga heran, Bu. Kak Maya itu terlalu kaku. Padahal suami kan butuh istri yang bisa menjaga suasana tetap menyenangkan,”Nina menyilangkan kaki, tersenyum tipis. “Sepertinya Maya tidak terlalu suka bersosialisasi, ya? Bima sering terlihat sendiri di acara-acara perusahaan,”Sulastri mengangguk. “Memang begitu orangnya. Selalu merasa cukup dengan dirinya sendiri. Seakan-akan perhatian Bima itu milik dia sepenuhnya,”Vina terkekeh. “Iya, padahal kalau Kak Maya tahu caranya merawat diri, Mas Bima tidak akan melirik yang lain,”Nina tersenyum, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Dalam hati, dia menikmati setiap kalimat yang keluar dari mulut Sulastri dan Vina. Rasanya seperti membuka jalan ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 15 Kegelisahanmu

    Bima terdiam sejenak, cangkir kopinya terhenti di bibir. Dia meletakkannya kembali ke meja tanpa diminum. “Orang selalu suka berasumsi,” jawab Bima datar. Tapi matanya menghindari tatapan Nina.“Benarkah?” Nina bersandar, menyilangkan tangan. “Tapi sepertinya masuk akal. Maksudku ... bisnis kamu mulai jalan setelah Maya menjual aset-asetnya. Dan katanya tanah terakhir yang dijual itu lumayan besar, kan?”Bima menghela napas panjang, jari-jarinya mengetuk permukaan meja dengan gelisah. “Aku tidak minta dia jual asetnya. Dia yang mau bantu,”Nina tertawa pelan. “Bantu? Atau ... merasa harus? Kamu cukup pandai merayu, Bima,” kekehnya.Bima menatap Nina tajam, merasa sedikit tersinggung. “Aku tidak pernah pakai cara kotor. Maya istriku. Aku kerja keras untuk keluarga kami,”Nina mengangkat tangan. “Tenang ... aku cuma bercanda. Tapi kalau aku jadi Maya, aku mungkin akan berpikir ulang soal warisan itu,”Bima terdiam, tidak bisa membalas. Kata-kata Nina terasa menusuk lebih dari yang dia

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 16 Terlalu Intim

    Maya membuka pintu rumah dengan pelan. Lampu ruang tamu masih padam, menandakan Bima belum juga pulang. Maya melirik jam di dinding—sudah hampir tengah malam.Langkahnya terdengar sayup di lantai kayu menuju dapur. Sepanjang perjalanan pulang, Maya berharap suara teleponnya tadi bisa membuat Bima cepat kembali. Tapi yang dia dapatkan hanya panggilan yang sengaja diputus.Maya menghela napas panjang, membuka lemari es dan mengeluarkan botol air. Dia berdiri di depan jendela, menatap gelapnya malam di luar sana. Pikirannya terus berputar.“Dia pasti sibuk,” Maya mencoba meyakinkan diri sendiri. Dengan langkah gontai, Maya mematikan lampu dapur dan berjalan menuju kamar. Saat merebahkan diri di kasur, matanya tertuju pada sisi ranjang yang kosong. Dimana Bima sekarang?***Dua jam berlalu, suara pintu depan berderit pelan. Maya membuka mata, menajamkan pendengaran saat langkah kaki Bima terdengar mendekat. Dia pura-pura terlelap. Namun ketika Bima masuk kamar, aroma parfum yang begitu f

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 17 Menahan Malu

    Maya tiba di rumah Sulastri dengan membawa beberapa bahan makanan yang diminta sebelumnya. Saat dia melangkah masuk ke ruang tengah, suasana rumah sudah mulai sibuk dengan persiapan acara 7 bulanan Vina. Sulastri terlihat sedang mengatur beberapa dekorasi, sementara kerabat lainnya sibuk di dapur.“Akhirnya datang juga,” kata Sulastri dengan nada datar. “Cepat bantu mereka di dapur. Banyak yang harus disiapkan,” perintahnya dengan culas pada Maya.Maya tersenyum kecil dan mengangguk. “Baik, Bu,”Saat Maya hendak melangkah ke dapur, pintu utama kembali terbuka. Semua orang—termasuk Maya, menoleh. Nina masuk mengenakan gaun anggun berwarna merah marun yang tampak terlalu mewah untuk acara sederhana seperti itu. Dia membawa sebuah bingkisan. Kemudian tersenyum lebar seperti tamu kehormatan.“Nina? Kamu datang juga?” seru Sulastri cukup keras. Dia segera mendekati Nina, menuntunnya masuk seolah-olah Nina adalah anggota keluarga yang sangat penting.“Selamat siang, Tante,” Nina menyapa den

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09
  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 18 Belum Selesai

    "Bima, tidak perlu marah begitu. Nina kan cuma mau membantu," tukas Sulastri, mencoba mencairkan suasana.Namun, Bima tidak menjawab ibunya. Dia memalingkan wajah dan berjalan pergi, meninggalkan Nina yang tampak kebingungan dan kesal.Bima melangkah menuju dapur, tempat Maya berdiri. Tatapan matanya sejenak beralih ke arah Bima yang mendekat, tapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Bima menghela napas, lalu mendekat. "Aku tahu tadi kamu sibuk bantu-bantu. Maaf kalau kamu jadi repot. Aku tidak tahu acara ini akan sebesar ini," katanya pelan, mencoba membuka percakapan.Maya hanya mengangguk kecil. "Tidak masalah. Toh, cuma diminta bantu-bantu sedikit. Aku istri kamu, kan? Wajar kalau aku disuruh-suruh," jawabnya.Sementara itu, Nina berdiri di ruang tamu, memandang ke arah dapur dengan ekspresi kesal. Tangannya mengepal erat, bibirnya mengerucut."Nina, jangan ambil hati. Bima memang keras kepala, tapi dia akan tahu mana yang lebih baik untuknya," bujuk Sulastri.Namun, Nina tida

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-09

Bab terbaru

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 86 Memilih untuk Melindungi

    Raka menelan ludah. Berusaha tetap tenang meski kepalanya terasa berdenyut hebat. Dia melirik sekilas ke luar ruangan. Femil masih berdiri di sana, seolah menunggu dan mengawasinya.Bima menatapnya tajam. “Aku tunggu sampai kamu mau bicara,”Raka menghela napas panjang, mencoba menyusun jawaban yang masuk akal. Tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya. Tidak dengan Femil yang berdiri di sana, dengan belati tersembunyi di balik jaketnya.“Nina memberiku uang untuk usaha,” jawab Raka.Alis Bima terangkat. “Usaha?”Raka mengangguk. “Aku dan Vina berencana membuka usaha. Kami sudah lama membicarakannya. Tadinya aku mau cari modal sendiri, tapi Nina tahu rencana ini dan menawarkan bantuan. Itu saja,”Bima menatapnya lama, seolah menimbang kebenaran dari kata-kata Raka.“Usaha apa?” tanya Bima akhirnya.Raka menghela napas. “Kami ingin membuka butik kecil. Vina sudah lama ingin punya bisnis sendiri,”Ekspresi Bima tetap tajam. “Kenapa Nina tidak bilang apa-apa padaku soal ini?”Raka ber

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 85 Ancaman Nyata

    Raka menghela napas panjang. Lalu bersandar ke kursi, mencoba menunjukkan ekspresi tenang meskipun hatinya berdebar. “Aku sudah bilang, kan? Itu bukan urusanmu, Kak. Uang itu adalah urusan pribadiku dengan Nina,”Bima mendekat lagi, tangannya bertumpu di meja kerja Raka. Sorot matanya semakin tajam, penuh kecurigaan. "Uang ratusan juta itu berasal dari kartuku. Jadi, tentu menjadi urusanku sekarang,"Raka terdiam. Dia tahu Bima tidak akan menyerah sampai mendapatkan jawaban yang dia inginkan.“Atau aku harus bicara langsung dengan Nina?” tanya Bima, karena Raka tidak lagi bicara.Raka menatap Bima dengan rahang mengeras. Dia bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat."Aku sedang butuh uang dan Nina menawarkan bantuan," jawab Raka. Hanya itu yang terlintas di otaknya sekarang.Bima menyipitkan mata, tidak puas dengan jawaban itu. "Butuh uang? Untuk apa?"Raka menggeram pelan. "Kamu tidak perlu tahu," katanya keras.Ruangan itu terasa semakin sempit karena tatapan tajam Bima yang ti

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 84 Memberimu Uang

    Bima duduk di ruang kerjanya, menatap layar laptop dengan dahi berkerut. Matanya terpaku pada laporan transaksi kartu kredit yang baru saja dia terima melalui email dari bank. Sebuah transaksi besar—ratusan juta rupiah—keluar dari salah satu kartunya.Dia menggeser kursi sedikit mendekat. Matanya menyusuri setiap detail laporan itu. Waktu transaksi, tempat, dan jumlah yang tertera membuat hatinya mulai dipenuhi tanda tanya. Dia tidak ingat pernah mengeluarkan uang sebanyak itu dalam waktu dekat.Dengan rahang mengeras, Bima menghela napas dalam. Dia berusaha mengingat, tapi tidak ada satu pun pengeluaran yang sesuai dengan nominal tersebut.Tangannya bergerak cepat mengambil ponsel dan menekan nomor layanan bank. Setelah beberapa nada sambung, suara operator wanita menjawab.“Selamat siang, Pak Bima. Ada yang bisa kami bantu?”“Saya ingin konfirmasi transaksi di kartu kredit saya. Ada jumlah yang tidak saya kenali,” Bima langsung ke intinya.Operator itu meminta beberapa detail untuk

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 83 Bagian Masa Lalu

    Maya masih berdiri di tempat, hatinya diliputi kebingungan. Kenapa Bima ada di sini?Bima yang masih berdiri di depan nisan orang tua Maya, menundukkan kepalanya sejenak. Seolah sedang menimbang kata-kata yang tepat. Udara di pemakaman terasa hening, hanya suara dedaunan yang berguguran terbawa angin yang terdengar di antara mereka."Aku datang ke sini bukan untuk mengganggumu, May," kata Bima akhirnya. Suaranya terdengar berat. "Aku hanya ingin melayat. Aku merasa bersalah pada ayah dan ibumu … ""Merasa bersalah?" ulang Maya, dingin.Bima menarik napas panjang, lalu berjongkok di depan nisan. Tangannya menyentuh batu dingin itu dengan penuh hati-hati, seolah sedang berbicara langsung kepada orang yang telah tiada. "Mereka menerimaku dengan baik saat aku menikah denganmu. Mereka mempercayaiku, menganggapku bagian dari keluarga. Aku berjanji di hadapan mereka untuk menjaga dan membahagiakanmu … tapi aku gagal," jelas Bima.Maya mengerutkan kening. “Semua sudah berlalu … “"Aku mengkh

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 82 Sulit Ditebak

    Maya menutup mulut dengan tangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia menatap Reza, kemudian orang tua pria itu. Yang tampak begitu bahagia dan penuh harap.Segalanya terasa seperti mimpi. Tak pernah terpikir oleh Maya bahwa malam ini akan menjadi momen di mana hidupnya akan berubah selamanya.“Maya?” panggil Reza. Kali ini sedikit lebih khawatir karena wanita di hadapannya masih belum merespons.Maya menelan ludah, matanya mulai berkaca-kaca. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi suaranya seolah tertahan di tenggorokan.Hingga akhirnya, dia mengangguk. “Ya … Aku mau,”Seolah dunia berhenti berputar sejenak.Seketika suara tepuk tangan terdengar dari orang tua Reza. Bahkan beberapa tamu di restoran yang menyaksikan momen tersebut ikut bersorak.Reza tersenyum lega, lalu dengan hati-hati menyematkan cincin itu ke jari manis Maya. Setelahnya dia bangkit dan langsung menarik Maya ke dalam pelukannya.“Terima kasih. Aku sangat bahagia sekarang,” bisik Reza sambil memeluk M

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 81 Penuh Luka Masa Lalu

    Maya melangkah keluar dengan gaun sederhana berwarna biru tua. Rambutnya yang tergerai lembut berayun setiap kali dia melangkah. Maya sudah bersiap sejak setengah jam yang lalu, tapi tetap merasa sedikit gugup.Begitu dia sampai di lobi, Reza turun dari mobil dan berjalan menghampirinya. Pria itu mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga siku. Begitu menawan. Senyum khasnya langsung menghangatkan hati Maya.“Kamu cantik,” puji Reza. Matanya menelusuri wajah Maya dengan penuh kekaguman.Maya tersipu. “Terima kasih. Kamu juga terlihat … luar biasa,” balasnya.Reza terkekeh pelan. “Jadi, siap untuk makan malam?”Maya mengangguk. “Tapi … kita mau makan di mana?”Reza membuka pintu mobil untuk Maya. “Itu kejutan,” katanya sambil tersenyum misterius.Maya menaiki mobil dan duduk, sementara Reza menutup pintu dan segera mengambil tempat di belakang kemudi. Mobil melaju perlahan meninggalkan apartemen. Lampu kota mulai menyala satu per satu, tampak begitu indah.“Setidaknya b

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 80 Mungkin Nanti

    Siang itu, suasana rumah keluarga Harjono terasa lebih ramai dari biasanya. Meja panjang di tengah ruangan dihiasi dengan piring-piring berisi berbagai masakan mulai dari ayam panggang, sup hangat, hingga aneka lauk yang menggugah selera.Harjono sebagai kepala keluarga, duduk di kursi utama. Di sampingnya Sulastri tampak sibuk menuangkan sup ke dalam mangkuk. Wajahnya berseri-seri, terutama saat melihat Abi yang digendong oleh seorang pengasuh di dekat meja makan.“Lihat bayi kecil ini,” kata Sulastri. “Abi makin besar dan tampan saja. Dia benar-benar cucu kebanggaan keluarga Harjono,”Nina yang duduk di sebelah Bima hanya tersenyum tipis sambil melirik ke arah Sulastri.“Tentu saja,” sahut Harjono sambil menyantap makanan. “Abi adalah penerus keluarga ini,”“Ibu, bagaimana kabar toko?” Vina berusaha mengalihkan pembicaraan.Sulastri tersenyum dan mulai berbicara panjang lebar tentang tokonya. Dia memutuskan untuk membuka toko sembako beberapa bulan lalu, untuk mengisi waktu luang.D

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 79 Kakak Ipar

    Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam ketika Nina mendengar suara mobil Bima memasuki garasi. Dia segera berdiri dan berjalan ke arah pintu, menyambut suaminya dengan senyum manis yang sudah dia latih sepanjang hari.“Sayang, kamu sudah pulang,” sapa Nina lembut saat Bima melangkah masuk ke dalam rumah.Bima tampak lelah. Dasi di lehernya sudah sedikit longgar dan kemejanya kusut setelah seharian bekerja.“Iya. Hari ini benar-benar melelahkan.” Bima menghela napas panjang sambil melepas sepatu.Nina dengan sigap menerima tas kerja Bima dan meletakkannya di meja. “Kamu mau makan dulu atau langsung mandi?” tanyanya dengan suara lembut.Bima mengusap wajahnya. “Mungkin mandi dulu biar segar,”Nina mengangguk mengerti. “Aku sudah siapkan air hangat di kamar mandi,”“Terima kasih,” jawab Bima singkat sebelum berjalan ke kamar mereka.***Setelah beberapa saat, Bima keluar dari kamar mandi dengan piyama. Dia duduk di tepi ranjang sambil mengecek ponsel, sesekali membalas pesan yang m

  • Ketika Istriku Balik Melawan    Bab 78 Hidup Berantakan

    Suasana bengkel yang tadinya bising dengan suara mesin kini terasa sunyi di antara mereka. Seolah waktu melambat.“Aku tidak butuh tes DNA itu,” kata Nina keras. “Aku yakin, Abi itu anak Bima,”Femil menyipitkan mata, ekspresinya berubah dingin. “Kamu datang padaku, meminta bantuanku. Tapi kamu masih yakin Abi adalah anak Bima?”Nina menghela napas dengan frustrasi. “Ini bukan soal siapa ayah Abi!” teriak Nina. Aku butuh uang, dan kamu satu-satunya orang yang bisa membantuku sekarang,"Femil terkekeh sinis, menyilangkan tangannya di dada. “Kamu pikir aku akan membuang uang lima puluh juta begitu saja untukmu tanpa alasan yang jelas? Aku hanya butuh kepastian,"Nina mendengus. "Femil, tolonglah. Kamu tahu aku tidak punya siapa-siapa lagi yang bisa kumintai tolong," mohon Nina. Dari ekspresinya, tampak jelas kalau dia sangat putus asa.Femil menatapnya tajam. “Jika kamu yakin Abi itu anak Bima, kenapa tidak langsung meminta bantuannya? Kenapa malah datang kepadaku?"Nina terdiam. Dia t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status