“Kamu bertemu ibuku? Di mana?” tanya Lisa mencoba menyembunyikan wajah cemasnya.Tentu saja Lisa tahu kalau Clark sangat dekat dengan ibu dan mendiang ayahnya dulu. Clark mengangguk dan tersenyum.“Aku bertemu dengan ibumu di area perkantoran sipil. Katanya, dia sedang mengantar putri sambungnya bertemu dengan produser di sana,” jawab Clark terdengar santai.Lisa memaksakan senyumannya. Dalam hati, dia yakin kalau ibunya pasti sedang mengurus berkas untuk mengeluarkan namanya dari daftar keluarga. Namun, Clark tak menunjukkan ekspresi aneh.Wajahnya sedikit bingung. Lisa tahu Clark sangat menyayanginya, bahkan dulu dia selalu merasa punya dua ayah dan Gaia—putrinya Clark seperti saudari. Sepertinya dia belum tahu kalau Lisa dan ibunya tidak memiliki hubungan baik.“Ah, ngomong-ngomong. Sedang apa kamu di sini?” tanya Clark pada Lisa, lalu menoleh pada Ryan. “Apakah dia ...”“Dia Ryan Lohan, teman baikku, Paman.” Lisa menjawab langsung tanpa menunggu Clark menyelesaikan pertanyaannya.
“Lisa, kamu yakin akan ke rumah ibumu dengan Clark?” tanya Ryan setelah mereka berdua tanpa Clark.Lisa hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Ryan tersenyum senang. Dia melihat ada sebuah keberanian di wajah sahabatnya itu.“Ibuku tampaknya mengatakan kalau dia memperlakukanku dengan baik dan sepertinya Tina tak bisa berkutik mengikuti semua ucapan ibuku. Aku penasaran ingin melihat sendiri kebenarannya,” kata Lisa terdengar getir menahan rasa sakit hatinya.Ya, itu adalah tujuannya. Lisa menambahkan. “Aku sangat mengenal seperti apa Paman Clark, Ryan.”“Apapun yang kamu lakukan, asalkan tak menyakiti hatimu, aku akan mendukungmu, Lisa,” kata Ryan mendukung.“Terima kasih, Ryan.”Lisa tersenyum senang. Ada sebuah harapan jauh di lubuk hatinya. Dia berharap kehadiran Clark bisa memperbaiki hubungannya dengan Nania.Sebenci dan sesakit luka di hati Lisa, dia masih berharap ibunya sadar dan mau menyayanginya seperti dulu. Itulah alasan Lisa meminta bantuan Clark untuk mengatur waktu maka
Nania terkejut saat melihat Clark keluar dari mobil bersama Lisa. Dia panik dan ketakutan, serta pikirannya melayang. Rasanya seperti hendak disidang, apa lagi melihat keakraban keduanya.“Kenapa Lisa tak memberi kabar akan datang bersama Clark,” ucap Nania dalam hati.Setengah mati dia panik memikirkan alasan jika Clark datang dan Lisa tak ada di rumah. Dia bahkan sudah berdiskusi dengan suaminya, Tina dan semua pekerja rumahnya agar tak menunjukkan tanda jika mereka memperlakukan Lisa buruk. Semua pegawai rumahnya harus bisa memuji putrinya.Bahkan Nania meminta Tina mengganti foto-foto di kamarnya dengan foto putrinya. Tentu saja, Nania cemas jika Clark berniat mengunjungi kamar Lisa. Tina menempati kamar yang seharusnya menjadi milik Lisa. Tina dan Mike—ayahnya Tina, lebih terkejut dari Nania. Sementara Clark dan Lisa berjalan semakin dekat dengan senyuman bahagia. Nania ingin marah pada Lisa, merasa dipermainkan, tetapi tidak mungkin. Clark pasti akan curiga, jika selama ini sud
Kata-kata Lisa terucap dengan nada lembut, namun Nania bisa merasakan setiap sindiran yang terkandung di dalamnya. Ada rasa perih yang terpendam, luka lama yang sengaja diungkit kembali, seolah Lisa ingin membalas dendam kecil untuk semua yang ia alami selama ini.“Sayang, kenapa kalian terus berbincang di depan? Bawa masuk mereka ke dalam! Makanan di atas meja akan segera dingin.” Mike menyela berusaha mengalihkan semua pembahasan tentang Lisa.“Oh Tuhanku. Aku terlalu gembira dengan kedatangan Lisa dan Clark, hingga lupa kalau tujuan kalian datang untuk makan malam,” sahut Nania mencoba tetap terdengar hangat. Kemudian dia menoleh pada Lisa dan Clark. “Ayo masuk dan kita makan malam. Aku sendiri yang memasaknya, spesial untuk kalian.”Nania lantas merangkul Lisa dan membawanya masuk. Tentu saja, dia harus bisa menunjukkan kesan hangat pada putrinya di hadapan Clark. Sayangnya, tujuan Nania mencari celah untuk membisikkan kata-kata yang mungkin saja mewakili kekesalannya atas permai
Lisa mengangguk, lalu tersenyum sinis. Tina menyelamatkan ibunya dan mencari cara aman. Dia melirik Clark yang menatapnya penuh dukungan.“Ya, kamu benar, Tina. Mengingatnya hanya membuat rasa sakitku semakin mendalam. Hingga rasanya aku ingin mencabik-cabik wajah suamiku dan wanita itu hingga hancur.” Lisa berkata seraya menghancurkan makanan miliknya di atas piring.Suara dentingan garpu dan sendok beradu sangat keras sekali. Makanannya hancur dan tak berbentuk lagi. Kemudian Lisa tersenyum kaku, menyadari semua mata tertuju padanya.“Oh, maaf. Aku terlalu kesal jika mengingatnya,” ucap Lisa seraya menatap wajah mereka satu persatu.Suasana di meja makan terasa panas dan menegangkan. Wajah Tina bahkan terlihat merah padam, tetapi dia tak bisa berkutik. Bahkan Nania hanya bisa menelan salivanya.Clark lantas menggenggam tangan Lisa dan tersenyum tulus. “Aku tahu perasaanmu, Lisa. Memang itu yang harus kamu lakukan agar mereka tak lagi menyakitimu,” ucapnya dengan tatapan mendukung.“
Lisa menatap Tina dengan penuh amarah. Kata-kata yang baru saja keluar dari mulut saudara tirinya itu seperti racun yang mengalir dalam tubuhnya, membakar setiap emosi yang berusaha ia kendalikan. Namun, dia tahu Tina ingin melihatnya hancur. Membalas dengan kemarahan hanya akan memberikan kepuasan pada wanita di hadapannya. Senyuman sinis adalah balasan yang tepat untuk Tina, seraya menenangkan amarahnya. Dia tidak akan memberikan Tina kemenangan. Wanita licik di hadapannya pandai mencari celah kekurangannya untuk menyerang."Tina," seru Lisa dengan suara rendah nan sinis. "Kamu benar, kematian mungkin saja menjadi hadiah bagiku. Tapi, tahukah kamu apa yang lebih baik daripada kematian? Hidup cukup lama untuk menyaksikan wajahmu yang penuh kekalahan saat rencanamu gagal total."Tina melotot terkejut mendengar balasan Lisa. Bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada yang keluar. Suara giginya yang beradu menunjukkan dia terbakar amarah.Lisa melangkah mendekat,
Tak sulit bagi Clark mengumpulkan informasi tentang Jason yang akurat dalam beberapa hari saja. Dengan beberapa taktik dia mampu membuat saham perusahaan Jason mengalami banyak penurunan, hingga banyak pemilik saham menarik mundur dari perusahaan itu. Itulah, Clark, dia akan mampu melakukannya.Selanjutnya dia mencari tahu tentang kehidupan Lisa setelah kejadian kecelakaan tersebut. Semua fakta yang ditutupi Nania, terbongkar. Tentu saja Clark terkejut.“Apa-apaan ini?” ucap Clark marah saat melihat semua informasi yang didapatnya. Clark bahkan memegangi dadanya, merasa syok hingga jantungnya berdenyut keras. Dia merasa bodoh tak mencari tahu lebih lengkap sejak dulu. Padahal, dia memiliki banyak kendali di sana, kenapa melupakan Lisa.Putri sahabatnya yang dulu selalu membantunya. Seharusnya dari luar negeri pun dia bisa mencari tahu kabar Lisa dan bersungguh-sungguh menunjukkan rasa peduli. Namun, saat itu dia percaya jika Nania pasti merawat Lisa dengan baik.Tentu saja Clark berp
Lisa lantas menggenggam tangan Clark dan memberikan tatapan hangat memohon. “Paman, aku tahu yang kamu lakukan karena begitu menyayangiku.”Kemudian Lisa tersenyum sebentar memastikan Clark mendengarkan dengan baik. Clark mengangguk, memberikan dukungan. Lisa pun melanjutkan ungkapan hatinya.“Melepaskan mereka adalah cara terbaik untuk mengobati rasa sakit hatiku. Aku ingin hidup damai tanpa diganggu oleh mereka,” ucap Lisa menunjukkan keyakinannya. “Anggap saja tindakanku saat makan malam di rumah ibuku adalah ucapaan selamat tinggal.”Untuk mengalihkan pembahasan tentang mereka, Lisa menceritakan kebaikan Ryan dalam mendukungnya. Clark pun tersenyum lega. Dia bisa melihat Lisa memang ingin berubah.“Apa kamu menyukainya?” tanya Clark memancing.Lisa tertawa kecil. “Itu omong kosong. Aku dan Ryan hanya berteman ... teman yang baik sekali. Kami tumbuh bersama saat di panti asuhan dan saling memahami, itulah kenapa aku dengan Ryan sangat dekat dan saling mengerti.” “Aku bisa melihatn
Lisa memasuki kamar Ryan, tetapi isinya sangat rapi. Tak ada yang mencurigakan di sana, hingga dia menghela napas berat.“Apa yang kamu pikirkan, Lisa? Kamu mencurigai Ryan, orang yang menolongmu dengan tulus,” katanya pada diri sendiri seolah menegur tindakannya adalah salah.Kemudian Lisa memutuskan untuk berbalik. Akan tetapi saat dia hendak melangkah, tatapannya tertuju pada tempat sampah di sudut ruangan. Banyak sekali gulungan kertas kusut.Rasa penasaran dan curiganya membuat Lisa menghampirinya. Dia mengambil beberapa kertas yang tampaknya diremas sebelum dibuang. Sangat kusut sekali saat Lisa mencoba membukanya.“Hanya data-data yang tak kumengerti,” gumamnya berat.Tatapan Lisa kembali tertuju pada tempat sampah tadi. Di paling bawah seperti sobekan kertas foto. Lisa menoleh sejenak ke arah pintu, cemas jika Ryan tiba-tiba saja pulang.Namun, tak ada tanda Ryan akan segera pulang. Dia pun mengambil sobekan kertas itu dan menyusunnya, seolah itu adalah kepingan puzzle. Kedua
Setelah Gabriel berpamitan, Lisa terlihat kebingungan. Tak mungkin Gabriel berbohong, tetapi kenapa Ryan berbohong. Rasanya kepalanya berdenyut keras memikirkan hal itu.“Nanti aku coba tanyakan pada Ryan.”Lisa hampir lupa jika tujuannya untuk ke toilet. Namun, hal tadi sangat mengganggunya. Dia pun membasuh wajahnya agar lebih tenang dan wajahnya sedikit lebih segar.Tidak mungkin juga Lisa menanyakan langsung tentang hal tersebut. Itu bisa membuat Ryan salah paham dan mengira dirinya masih memikirkan Jason. Kepala Lisa berdenyut lagi.Dia pun segera mengeringkan wajahnya dengan tisu. “Lupakan! Ibuku dan Sean pasti sudah menungguku,” ucapnya.Setelah mematikan penampilannya terlihat baik, Lisa langsung bergegas kembali. Benar saja, Nania dan Sean menunggunya. Lisa tersenyum tipis dengan raut wajah bersalah.“Hampir saja aku akan menyusulmu,” kata Nania saat Lisa duduk di sebelahnya. “Eskrimku juga hampir mencair karena menunggumu, Bu,” Sean berkata dengan raut wajah merajuk. “Maaf
Hari ini Lisa benar-benar menikmati harinya bersama Sean dan Nania. Mereka menikmati beberapa wahana permainan menyenangkan. Hidup Lisa kini terasa berwarna, seolah menemukan kebahagiaan yang sudah lama hilang.Nania bahkan tak sungkan merangkul dan menggenggam tangannya. Ketiganya seolah tak merasa lelah, apa lagi melihat tawa riang Sean yang selalu menggemaskan. Hingga akhirnya Nania menunjukkan rasa lelahnya.“Sepertinya aku sudah tua. Kita istirahat sebentar, ya,” pinta Nania dengan napas tersengal, tetapi senyumannya terus mengukir.Sean ingin protes, tetapi melihat wajah neneknya yang benar-benar kelelahan, dia pun akhirnya memutuskan untuk menurut. Kemudian Lisa menawarkan mereka untuk beristirahat di salah satu restoran. Mereka perlu minuman segar untuk mengurangi rasa lelah dan mengisi tenaga.“Kamu mau pesan apa, Sayang?” tanya Lisa seraya menunjukkan daftar menu pada Sean.“Eskrim ini sepertinya enak,” jawabnya menunjuk gambar eskrim yang menggugah seleranya.Lisa pun menga
Tim penyelam anak buahnya Ryan berhasil menemukan mobil Raymond berada jauh di dasar danau. Dengan bantuan alat berat berhasil diangkat. Betapa terkejutnya mereka saat menemukan kondisi tubuh Raymond yang sudah hampir tak bisa dikenali masih terikat di bangku mobil.Langsung saja mereka memberikan laporan pada Ryan. Tentu saja Ryan panik dan terkejut, bahkan kepalanya terasa berdenyut keras. Sesekali dia menatap ke arah pintu, memastikan Lisa tak menguping pembicaraan di telepon.“Apakah kalian bersama polisi?” tanyanya.“Tidak, Tuan. Kami menunggu perintahmu,” jawab anak buahnya.“Bagus. Jangan sampai polisi terlibat karena hanya akan memperkeruh suasana,” jawab Ryan diakhiri embusan napas lega. Dia memaksa akal dan pikirannya bekerja dengan keras untuk menemukan solusi.“Tuan. Sepertinya Raymond sengaja dibunuh. Sabuk keselamatannya tak bisa dibuka dan kemungkinan besar kuncinya terdapat lem. Tak ada yang hilang dari mobilnya, kecuali ponselnya,” kata anak buahnya lagi.Ryan menghel
Sean pun bersedia memaafkan Ryan. Kemudian mereka langsung pulang ke apartemen milik Ryan. Sebuah penthouse yang disiapkan untuk tinggal dengan Lisa dan Sean.Bahkan Ryan sudah mendekorasi kamar Sean dengan karakter kartun kesukaannya. Tentu saja Sean sangat menyukainya dan perlahan rasa marahnya menghilang.“Kamu suka dengan kamarmu?” tanya Ryan.“Tentu saja, Ayah. Ini sangat luar biasa,” jawab Sean antusias.Dia berjingkrak girang. Lisa yang melihat wajah ceria Sean, langsung tersenyum senang. Kebahagiaan Sean adalah segalanya untuknya.“Terima kasih, Ryan,” ucap Lisa tulus.“Sama-sama, Lisa,” balas Ryan langsung. “Biarkan Se
“Jangan cemas, Bibi! Aku pasti bisa mengatasi ini semua,” ucap Ryan meyakinkan. “Percayakan semuanya padaku!”Maria hanya menatapnya cemas. Namun, dia hanya mengangguk dan menepuk pundak Ryan seraya berkata. “Semoga saja kami masih tahu batasannya dan bisa menghargai semua ini, Nak. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”“Amin. Terima kasih, Bibi.” Ryan berkata tulus.Kemudian dia bangkit. “Aku akan menemui Lisa dan Sean, meminta maaf. Mereka pasti ketakutan karena ulahku tadi,” ucapnya dengan wajah sesal.Sementara telinga Lisa sudah lebih baik, tetapi tatapan cemas Nania dan Sean belum mereda. Melihat perhatian Nania, Lisa benar-benar tersentuh. Ibunya kembali seperti dulu, penuh cinta dengan tatapannya.
Ryan terkejut. Dia akhirnya sadar sudah membuat keributan karena rasa takutnya yang berlebihan. Wajahnya panik dan bingung.“Ryan, apa yang kamu lakukan?” Maria muncul dengan tatapan tak percaya.“Maaf, aku lepas kontrol,” ucap Ryan menyesali tindakannya.Kemudian Maria menoleh pada Lisa yang masih memegangi telinganya. Lisa mengeluarkan alat bantu dengarnya, berhadap bunyi dengungnya menghilang. Sedikit lebih baik.“Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanya Nania panik muncul di belakang tubuhnya.Lisa hanya mengangguk. Maria meminta Nania dan Sean untuk membawa Lisa ke dalam. Dia lantas menatap Ryan yang masih terdiam dengan raut wajah bersalah.“Ada apa denganmu, Ryan? Kenapa kamu menjadi arogan dan emosional?” tanya Maria dengan tatapan marah. Ryan menunduk. Bibirnya bergetar dan air mata penyesalannya mengalir deras. “Aku ... aku tak tahu, Bibi Maria. Tiba-tiba saja aku merasa sangat takut, hingga tak bisa mengendalikan diriku,” jawabnya jujur.Maria menoleh ke belakang. Lisa sudah tak
“Terima kasih atas informasinya.”Jason berkata seraya menyerahkan ponsel tersebut. Tentu saja Tina terkejut, Jason tak menunjukkan rasa tertarik. Padahal sebelumnya, pria beraang tegas itu bereaksi sangat terkejut.“Kamu bisa pergi dan tak perlu lagi ke sini,” ucap Jason lagi seraya melirik pintu gerbang yang terbuka.“Apa? Kamu mengusirku?” tanya Tina dengan wajah syok. “Aku memberikanmu informasi yang sangat penting dan kamu hanya mengatakan terima kasih. Yang benar saja?”“Lalu kamu mau aku harus bertindak seperti apa?” Tina berdecak seraya mengusap rambutnya. Jason benar-benar berbeda dan ini tak sesuai dengan harapannya. “Kita bisa bekerja sama menangkap pelakunya, Jason,” katanya mencoba kembali tenang.“Tidak perlu, Tina! Aku bisa menangani masalahku sendiri. Kamu urus saja masalahmu,” jawab Jason langsung, tanpa ragu. “Aku tak ingin terlibat dengan hidupmu lagi.”Tanpa menunggu reaksi dari Tina, Jason langsung menarik handle pintu dan segera masuk. Dia meninggalkan Tina tanp
“Paman baik!” Suara anak lelaki memanggil Jason dan langsung membuatnya menolah. Dia adalah salah satu anak panti asuhan yang sering bermain dengan Jason. “Paman kembali lagi? Ayo kita main lagi,” ajaknya.“Oh, maaf, Sayang. Aku harus segera pergi. Aku kembali untuk memberikan ini.” Jason berkata seraya memberikan dua box donat yang masih dipegangnya.Jason sangat dekat sekali dengan mereka. Anak itu pun tersenyum girang menerima pemeriannya. “Bagikan dengan teman-temanmu yang adil, ya!” pesannya.“Terima kasih, Paman baik,” jawabnya girang.Jason mengangguk tersenyum pada anak tersebut sebelum dia kembali masuk ke dalam. Sejujurnya dia penasaran dengan anaknya Lisa, tetapi ini bukan waktu yang tepat, menurutnya. Dia cemas jika Ryan akan bangun dan akan menimbulkan kesalahpahaman dengan Lisa.Setidaknya Jason sudah cukup tenang dan lega melihat Lisa jauh lebih baik. Ya, Jason bisa melihat Lisa kini banyak tersenyum, tak lagi banyak diam dan murung seperti dulu.Lebih baik dia bergega