Home / Pernikahan / Ketika Hati Lelaki Mendua / Part 1 Perempuan yang Dirahasiakan

Share

Ketika Hati Lelaki Mendua
Ketika Hati Lelaki Mendua
Author: Lis Susanawati

Part 1 Perempuan yang Dirahasiakan

Author: Lis Susanawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Apa enaknya jadi perempuan simpanan?" tanya seorang perempuan bernama Tati pada sahabat karib yang duduk di depannya. Mereka sedang menikmati makan siang di sebuah kantin kantor. Dua porsi soto Lamongan dan dua gelas minuman.

"Nggak ada yang enak," jawab wanita berhijab biru itu sambil tersenyum getir.

"Dia juga bukan bos pemilik perusahaan yang bisa membuatmu hidup mewah."

Wanita bernama Inaya menyesap teh hangatnya. Memang, pria bernama Andra yang menikahinya secara siri setahun yang lalu bukanlah seorang pengusaha kaya raya yang hidupnya bak sultan. Dia hanyalah seorang chief engineer yang bekerja pada perusahaan manufaktur di kota kecil mereka. Pria berusia tiga puluh tujuh tahun yang sangat bersahaja dan membuatnya nyaman di sisinya. Cinta yang berbicara, bukan harta.

Dia pria pernyayang yang sangat bertanggung jawab. Pria dua anak yang hidup terpisah dari istri pertamanya. Istrinya anak seorang tuan tanah dan pemilik ruko yang menyebar di ibu kota itu tidak mau diajak hidup di kota kecil tempat suaminya bekerja.

Sudah dua tahun ini Andra ditugaskan di cabang perusahaan yang berada di kota kecil, di kaki sebuah gunung tempat Inaya tinggal.

"Suamimu cuti berapa hari?" tanya Tati lagi.

"Seperti biasa, seminggu."

Andra akan pulang ke ibukota tiga bulan sekali, terkadang juga dua bulan sekali. Dia rutin mengunjungi istri dan anaknya di waktu cuti yang diberikan perusahaan padanya.

"Kamu nggak takut kalau suatu saat istrinya akan tahu dirimu. Tahu pernikahan kalian? Bahkan jika keluarga besarnya juga tahu."

Inaya kembali menyesap teh hangatnya. Detak jantungnya tiba-tiba bertalu menimbulkan rasa cemas yang berlebihan. Ada perasaan takut kehilangan, bukan takut di serang secara brutal oleh istri pertama suaminya, seperti kebanyakan yang terjadi. Inaya hanya takut ditinggalkan oleh pria yang sangat dicintainya.

"Selama ini aman-aman saja."

"Nggak selamanya kebohongan akan selamat Naya. Kamu tahu, sepandai-pandainya tupai melompat pasti ada masanya akan terjatuh juga. Aku kasihan sama kamu. Kenapa kamu mesti milih Andra, sedangkan ada Arsyaka yang menyukaimu sejak dulu."

Inaya memandang Tati sejenak, kemudian kembali menunduk sambil memainkan sendok untuk mengaduk teh hangatnya. Arsyaka adalah saudara jauhnya Tati, anak pemilik peternakan sapi perah itu memang menyukainya sejak cowok itu masih kuliah sedangkan dirinya masih SMA. Hanya saja Tati tidak tahu, kalau ibunya lelaki itu pernah menemuinya diam-diam dan memintanya untuk menjauhi sang putra. "Jauhi putraku, aku nggak ingin punya menantu yang nggak jelas bapaknya." Kalimat itu masih terngiang di telinganya. Sangat menyakitkan bagi Inaya.

Kalau boleh memilih dia juga ingin terlahir dari keluarga yang utuh. Hampir semua orang mengira kalau Inaya tidak memiliki ayah. Padahal ayahnya meninggal saat Inaya berumur tiga bulan dalam kandungan ibunya. Waktu itu ibunya merantau dan kenal ayahnya di perantauan, menikah di sana dan ketika pulang ibunya telah membawa bayi kecil. Inaya Ayu Sekartaji. Hanya sebagian saja yang percaya kalau Inaya lahir dari pernikahan yang sah. Selebihnya, mereka lebih percaya kalau Inaya anak haram.

"Naya, kamu nggak takut kalau hamil?"

"Aku jaga diri. Aku belum berniat memiliki anak."

"Mas Andra melarangmu hamil?"

"Aku dan Mas Andra nggak pernah membicarakan tentang anak. Kami enjoy dengan kehidupan yang kami jalani."

"Nggak mungkin selamanya kamu seperti ini. Kamu harus memikirkan masa depan. Bukan ... bukan aku bilang kamu dan Mas Andra nggak punya masa depan, tapi ...."

"Ya, aku paham," sahut Inaya cepat.

Tati menarik napas sejenak, kemudian menghabiskan es tehnya yang tinggal separuh. Dia iba melihat Inaya, walaupun dia juga mengakui kalau Andra pun tidak main-main. Dia bisa tahu bagaimana pria itu mencintai sahabatnya, dari cara memandang saja bisa di raba, kalau Andra memiliki perasaan yang besar pada Inaya. Mungkin sebesar itu juga dia mencintai keluarganya yang di sana.

Inaya juga paham kekhawatiran Tati, gadis itu tahu banyak tentang dirinya. Tidak bosan-bosannya memberikan nasehat dan beberapa pandangan. Namun cinta kadang mengalahkan logika apa saja. Entah sampai kapan dia akan jadi perempuan rahasianya Andra Andriansyah. Sampai pria itu bosan dan kembali pada perempuan pertamanya? Atau sampai Andra dipindah tugaskan lagi ke kantor pusat? Entahlah.

Membayangkan itu, dia harus siap untuk terluka.

"Kalau Mas Andra mau berterus terang dengan istrinya dan wanita itu bisa menerimamu, kurasa kalian bisa menjalani poligami secara baik-baik. Seperti Pak Rofiq dengan dua istrinya. Mereka praktisi poligami yang sukses, satu sama lain saling menghargai dan menghormati." Tati mengulas tentang tetangga di desa mereka. Walaupun tidak hidup satu rumah, tapi istri-istri Pak Rofiq hidup rukun saling membantu. Anak-anaknya juga akur.

"Tapi apa mungkin istri Mas Andra mau, sedangkan dia sudah dibohongi hampir setahun ini?" kata Tati lagi.

"Aku nggak bermaksud mengacaukan kamu, Naya. Aku care denganmu. Aku nggak ingin kamu terluka."

Inaya menghela napas panjang. Kalau bukan Tati yang bicara, ingin saja Naya pergi dari sana. Sebenarnya sahabatnya itu bicara realita, hanya saja terlalu sensitif bagi Inaya. Dia hanya butuh semangat agar kuat menjalani pernikahan penuh rahasia ini. Sebab mundur pun dia belum sanggup, dan Andra tidak mungkin melepasnya begitu saja. Inaya paham maksud Tati, gadis itu tidak pernah bosan turut memperjuangkan perasaan saudaranya, Arsyaka Abimanyu. Pria yang masih setia menunggunya.

Ponsel Inaya yang berdering di atas meja membuat kedua wanita itu menatap benda pipih yang bergegar.

"Suamimu telepon tuh!" tunjuk Tati.

Inaya hanya memandang benda yang berpendar itu tanpa berniat menjawabnya. Dadanya justru berdebar-debar karena tidak biasanya Andra meneleponnya ketika pulang ke rumah. Jangan-jangan istri suaminya yang menelepon, karena telah mencium gelagat hubungannya dengan Andra.

Di biarkannya hingga benda itu padam nyalanya. Kemudian masuk lagi panggilan kedua, Inaya tetap diam.

"Kenapa nggak kamu angkat?" tanya Tati.

"Biar saja."

Panggilan berlanjut hingga kali ke empat. Kemudian masuk sebuah pesan. Itu pun Inaya tidak berani membukanya. Dia melihat dari jendela notifikasi.

[Sayang, angkat teleponnya.]

Dilihat dari cara menulis pesan, itu memang suaminya yang mengetik. Tapi Inaya tetap memilih membiarkan. Lebih baik dia menunggu hingga Andra kembali, daripada salah pertimbangan yang akan membuat hubungannya dengan Andra berantakan. Inaya belum sanggup kehilangan. Lebih baik dia menahan rindu dalam beberapa hari lagi.

Ponsel di masukkannya dalam saku celana kerja. Kemudian melihat jam tangan di lengan kirinya. "Sudah habis waktu istirahat. Ayo, masuk!" ajak Inaya pada sahabatnya. Mereka bekerja di sebuah kantor Perusahaan Air Minum.

Kedua wanita itu meninggalkan kantin dan kembali ke kantor yang jaraknya hanya dua puluh meter dari pintu utama kantor. Tak ada lagi percakapan melanjutkan pembahasan tadi.

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Di sebuah sofa rumah bergaya kolonial, seorang laki-laki duduk dengan kaki terangkat di bahu sofa sambil menatap jendela yang terbuka. Angin siang itu mengirimkan hawa panas yang membuatnya berkeringat. Padahal pepohonan besar di samping rumah cukup rindang, namun rasa gerah masih terasa. Apa mungkin karena perasaannya saja?

"Siapa yang kamu telepon tadi?" tanya seorang perempuan usia sekitar enam puluhan sambil meletakkan secangkir teh kental hangat.

Andra sekilas memandang sang mama. "Teman, Ma."

"Teman?" tanya wanita itu penuh selidik. Nalurinya sebagai wanita dan seorang ibu tidak bisa dibohongi.

"Iya, teman kerja."

"Teman istimewa?"

Andra tersenyum hambar sambil menegakkan duduk lalu meraih gagang cangkir dan menyesap teh hangat beraroma melati kesukaannya. Pikirannya terbang pada sosok Inaya yang selalu menyuguhkan teh beraroma sama.

"Bukan. Teman kerja."

"Mama tahu hati kamu tidak hanya milik Marina sekarang. Hati kamu sudah bercabang, Nak."

"Mama, bisa aja. Itu hanya perasaan Mama saja," elak Andra.

"Siapa gadis itu?"

Andra menggeleng. Pada siapapun dia tidak akan cerita mengenai Inaya. Dia akan melindungi wanita yang telah dinikahinya setahun yang lalu. Wanita yang dengan sabar merawatnya saat dia sakit liver berbulan-bulan.

Wanita yang siang malam mendampinginya dengan sabar dan telaten demi kesembuhannya. Sementara istrinya yang di kabari hanya menyambangi dua hari kemudian kembali pulang dengan alasan papanya juga sedang di rawat di rumah sakit akhibat serangan jantung. "Aku nggak ingin menyesal nggak bisa merawat papa, Mas. Sakit Mas nggak separah sakitnya Papa." Itu alasannya Marina.

"Jangan bohongi Mamamu ini. Hatimu sedang bercabang, Andra."

Andra tidak bisa menyangkal lagi tapi juga tidak mengiyakan. Andra diam sambil menatap ke luar jendela. Bu Safitri memperhatikan. Beliau melihat kegelisahan di wajah sang putra. "Kenapa tadi anak-anak nggak kamu ajak ke mari?"

"Mereka kan masih sekolah, Ma."

"Oh iya, Mama sudah pikun." Wanita itu terkekeh.

"Mama kangen sama mereka. Marina jarang sekali mengajak anak-anakmu ke mari. Ke sini pun yang nganter kadang sopir. Oh ya, kedua mertuamu sehat, 'kan?"

"Alhamdulillah sehat, Ma."

Bu Safitri mengangguk-angguk. Wanita itu kemudian bangkit dari duduknya. "Mama siapin makan siang dulu."

Sepeninggal mamanya, Andra kembali ke posisi semula, setengah rebah di sofa. Memandang dedaunan yang di embus angin di luar sana dari jendela-jendela yang daun pintunya terbuka. Rumah bergaya kolonial itu memiliki banyak jendela.

Dia tidak mungkin selamanya menyembunyikan Inaya dari mamanya. Wanita itu tidak akan berhenti bertanya karena memang sudah mencurigainya. Feeling ibunya benar-benar tajam. Justru istrinya sendiri tidak memiliki insting seperti itu. Kenapa? Apa karena dia sangat mempercayai suaminya? Atau rasa di antara mereka sudah memudar.

Tidak. Marina masih melayaninya dengan sangat baik tiap dia pulang. Perasaan bersalah terkadang sangat mengganggunya, karena diam-diam telah membagi hatinya pada wanita lain.

Seandainya saja, Marina mau diajak pindah, mungkin dirinya tidak akan mendua, tidak akan jatuh cinta lagi pada gadis lereng gunung itu. Tidak akan ada rasa bersalah pada dua wanita yang memiliki hatinya.

Telah berulang kali Marina menolak ajakannya untuk pindah mengikuti tugasnya. Alasannya karena orang tua tidak mengizinkan Marina ikut suaminya. Padahal Marina sendiri juga tidak ingin tinggal di kota kecil yang fasilitas di sana kurang memadai, baginya. Anak-anaknya juga tidak akan mendapat pendidikan yang layak di sana, katanya.

Sementara Andra sendiri tidak mungkin menolak perintah dari atasan yang merupakan bapak angkatnya sendiri. Orang yang telah membuatnya sukses seperti sekarang ini. "Tunjukkan pada mertuamu, kalau kamu bisa sukses dan layak menjadi menantu mereka. Biar keluarga besar istrimu tak lagi merendahkanmu."

Andra kembali meraih ponselnya. Tetap sepi. Tidak ada notif Inaya menelepon balik atau sekedar membalas pesan. Wanita itu patuh pada permintaannya dulu, kalau dirinya melarang Inaya menghubungi saat dia pulang. Demi menjaga agar hubungan mereka tetap baik-baik saja.

Inaya, sangat tahu posisinya sebagai perempuan kedua. Dia wanita yang tidak banyak menuntut. Hidupnya sederhana. Padahal selain uang nafkah yang tidak sedikit darinya, dia juga punya gaji dari perusahaan tempatnya bekerja. Namun hidup apa adanya menjadi pilihan wanita cantik bermata bening itu.

"Andra, ayo makan dulu, Nak!" Bu Safitri memanggil dari ruang makan. Andra segera berdiri dan melangkah ke belakang. Sejak dulu, dirinya tetap menjadi anak yang patuh, tidak membiarkan ibunya menunggu lama saat memanggil dirinya.

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

Angin sore berembus sepoi-sepoi. Menggoyangkan dedaunan dan hamparan tanaman padi yang masih menghijau bak hamparan permadani. Inaya mengendarai motornya dengan kecepatan sedang melewati jalan desa yang membelah persawahan. Inaya menikmati sejuknya angin sore yang mengibarkan jilbab warna biru, seragam kerjanya. Di ujung barat sana, matahari masih bersinar kekuningan.

Seperti biasa, tiap kali Andra tidak di rumah, Inaya akan menginap di rumah ibunya, barang semalam atau dua malam. Hari-hari biasanya, dia akan tinggal di rumah yang di kontrak Andra untuk mereka berdua.

Motor matic langsung di parkir di teras samping rumah. Seorang laki-laki umur enam puluhan tergopoh-gopoh dari kebun belakang menghampiri Inaya. Beliau Pak Redjo, bapak tirinya Inaya. Laki-laki yang merawat wanita itu sejak umur dua tahun dan menganggap Inaya seperti putri kandungnya sendiri. Sedangkan beliau sendiri tidak memiliki putra sejak menikah dengan Bu Siti, ibunya Inaya.

"Assalamu'alaikum, Pak." Inaya mengucapkan salam sambil mencium tangan bapaknya dengan takzim.

"W*'alaikumsalam, Nduk. Baru nyampe to?"

"Njih, Pak. Baru dari kerjaan langsung ke sini. Kok sepi, ibuk mana, Pak?" tanya Inara sambil duduk di amben yang ada di teras itu.

"Ibumu masih nganter kacang panjang di tokonya Bu Joko. Kamu sendirian? Suamimu pulang?"

Inaya mengangguk.

"Ayo masuk, kamu mau nginap di sini, to?"

"Njih, Pak."

Bapak dan anak masuk lewat pintu samping. Pak Redjo menyalakan saklar-saklar lampu luar, sedangkan Inaya langsung masuk ke kamarnya. Wanita itu meletakkan tas selempang di atas meja, kemudian menuju jendela. Menatap tanaman sayur yang berada di kebun samping kamarnya.

Di ambilnya ponsel di saku celana bahannya. Tidak ada lagi panggilan masuk atau pun pesan dari Andra. Saat seperti ini, pasti pria itu sedang menikmati kebersamaan dengan keluarga kecilnya. Inaya tersenyum getir, tidak ada yang di sesali. Semua sudah dipikirkan sejak dia memutuskan menerima lamaran Andra.

๐Ÿ’๐Ÿ’๐Ÿ’

"Cantik-cantik kok mau-maunya jadi istri kedua. Kayak nggak ada pemuda ganteng saja di desa kita ini!" sindir seorang ibu bertubuh subur yang memakai daster Kencono Wungu.

Inara yang baru keluar dari warung Mbok Gemi berjalan menunduk sambil menggenggam erat kantung plastik wadah tiga bungkus nasi uduk yang di belinya. Suara wanita itu sangat jelas di telinganya.

Harusnya dia tadi mendengarkan larangan ibunya agar tidak berangkat beli sarapan. Bahkan bapaknya yang akan pergi tadi, tapi Inaya yang ngotot mau pergi sendiri. Kangen ingin bertemu Mbok Gemi yang sangat baik padanya selama ini.

Padahal setahun sudah berlalu, tapi mereka belum berhenti mencibirnya karena menjadi istri kedua. Kemarin-kemarin dia sudah memasa bodohkan sindiran mereka. Entah kenapa pagi ini dia merasakan sedih.

"Naya," panggil seorang laki-laki yang melambatkan mengayuh sepedanya dan menjajari Inaya.

"Mas Arsya."

Arsyaka tersenyum. "Dari mana?"

"Ini, dari warung Mbok Gemi beli sarapan." Inaya mengangkat bungkusan yang di bawanya.

"Nggak kerja?"

"Kerja. Habis ini berangkat."

"Kamu di sini sama suamimu?"

"Sendirian."

"Oh."

Jarak rumah dan warung Mbok Gemi sekitar seratus meter. Melewati pekarangan dan beberapa rumah tetangga. Ketika sampai di rumah besar bercat kuning, Inaya mempercepat langkahnya agar pemilik rumah itu tidak melihatnya berjalan beriringan dengan Arsyaka. Perempuan pemilik rumah itu adalah buliknya Arsyaka, yang tak segan menyerang karena Inaya dekat dengan keponakannya.

"Mas, aku duluan," pamit Inaya mendahului pria itu. Arsyaka yang paham hanya mengangguk dan membiarkan Inaya pergi lebih dulu.

Setelah meletakkan sarapan di meja makan. Inaya bergegas masuk kamar untuk ganti seragam kerja. Dia ingin berangkat lebih cepat dan membawa sarapannya ke kantor. Saat melepaskan bergo yang dipakainya, ponsel yang ada di atas kasur berdering. Nomor tanpa nama. Inaya tidak berani mengangkat dan hanya memandangi hingga layar kembali gelap. Siapa yang meneleponnya? Selama ini hampir tidak pernah dia menerima panggilan dari nomer baru.

Next ....

Selamat datang di cerbung baru saya ya, man-teman. Dengan tema berbeda dari sebelumnya.

Selamat membaca ๐Ÿ˜

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hebat juga cara berpikir wanita lereng gunung. santuy dan masa bodoh. paa banget utk posisi gundik
goodnovel comment avatar
Syarifa Kalsum
author mantap karya2mu memang terbaik, aku suka semuany enak bacanya,..
goodnovel comment avatar
Keranjang Belanja
keren sekali
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 2 Harga Diri

    Inaya memasukkan ponsel ke dalam tasnya. Tanpa memedulikan benda itu kembali bergetar. Dia harus segera berangkat kerja, takut juga kalau telat. Apalagi dia belum juga sarapan. Jilbab warna biru dipakainya dengan cepat.Entahlah, siapapun yang menelepon, Inaya tidak peduli. Tidak penting baginya. Selagi Andra belum kembali, dia tidak akan menerima telepon dari siapapun itu."Kamu nggak sarapan dulu, Naya?" tanya ibunya yang menyiapkan sarapan di meja."Nggak, Buk. Nanti Naya telat."Wanita itu menyalami ibu dan bapaknya, mengucap salam kemudian tergesa keluar rumah. Motor sudah di panasi oleh bapaknya tadi. Pikirannya tidak sekacau hari ini. Tapi bukankah selama ini dia tidak pernah bisa tenang, kekhawatiran, kecemasan, juga rasa takut yang berlebihan sangat mengganggunya. Entah kapan, pernikahannya ini pasti akan diketahui oleh istri suaminya. Dan ketika itu terjadi, akan ada dua kemungkinan. Dia dipertahankan atau di buang.Inaya memacu kendaraannya lebih cepat. Berkendara di antar

    Last Updated : 2024-10-29
  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 3 Marahnya Seorang Ibu

    "Siapa gadis itu, Andra?" Bu Safitri bertanya lagi.Dengan dada berdebar Andra menegakkan duduknya. Bahkan hanya untuk menelan air liur saja rasanya susah. Sang mama duduk di sofa dekatnya. "Namanya Inaya, Ma," jawab Andra sambil menahan napas."Siapa dia? Selingkuhanmu?"Andra diam sejenak. Kemudian memandang tatapan tajam mamanya. Pria itu tahu kalau mamanya menahan amarah. "Dia istriku, Ma."Bu Safitri terkejut, debar di dadanya berdentum hebat. Seperti gunung berapi yang akan memuntahkan laharnya atau seperti badai yang bisa memporak-porandakan apa yang ada di dekatnya. Jemarinya yang bertumpu di tangan sofa gemetar. "Apa maksudmu, Andra?"Andra menjatuhkan diri di lantai dan meraih tangan mamanya untuk di ciumi. "Maafkan Andra, Ma. Maafkan!"Wajah wanita itu menunjukkan rasa kecewa yang teramat dalam. Bukan anaknya yang diduakan, tapi justru sedang menduakan wanita yang sudah sepuluh tahun ini menjadi menantunya. Netra Bu Safitri berkaca-kaca. Dulu beliau sudah berpikir bahwa ha

    Last Updated : 2024-10-29
  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 4 Rindu yang Terbayar

    Setelah dua jam perjalanan naik pesawat, Andra sampai di bandara dan langsung menuju tempat parkir mobil. Jarum jam menunjukkan pukul dua sore. Inaya pasti sudah sampai di rumah satu jam lagi. Bisa jadi mereka akan tiba bersamaan.Andra langsung masuk pintu tol agar mempercepat perjalanannya. Mobilnya melaju dengan kecepatan 100km/jam. Tepat satu jam kemudian, dirinya sudah turun dari gerbang tol terakhir. Jarak dari sana ke rumah hanya butuh waktu sepuluh menit. Biasanya dia akan membawakan oleh-oleh untuk Inaya, tapi kali ini dia tidak sempat membelikan apa-apa karena pikirannya sedang kalut.Sampai rumah di kawasan sebuah perumahan yang lumayan elit di kota itu, Andra sudah melihat motor Inaya terparkir di depan garasi. Dia segera turun untuk membuka pintu pagar. Tepat saat mobilnya masuk garasi, Inaya muncul dari pintu masih memakai mukena. Wajah wanita itu berbinar senang melihat kedatangan suaminya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Dia di sambut dengan pelukan hangat setel

    Last Updated : 2024-10-29
  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 5

    "Mas tidak pernah melarangmu untuk hamil, Naya. Setiap perempuan mengimpikan untuk menjadi seorang ibu. Mas akan berusaha adil untuk anak kita dan anak-anak Mas sebelumnya."Inaya diam, dia memperhatikan jalanan yang diguyur hujan. Setahun mengenal Andra dan setahun menjadi istrinya, Inaya cukup mengenal lelaki itu bagaimana. Dia pria yang berusaha selalu bertanggung jawab dengan pasangannya.Mobil berhenti di depan sebuah apotek. Inaya berlari kecil menerobos hujan. Kebetulan apotek dalam keadaan sepi, jadi dirinya langsung bisa dilayani.Sesampainya di rumah, Andra membantu Inaya memasukkan belanjaan ke dalam kulkas. Kemudian mereka salat Isya berjamaah. Selesai salat, Inaya ganti baju. Seperti yang selalu di minta Andra, baju seksi itu yang dipakainya. Wanita itu termangu di depan meja rias, bimbang antara mau minum pil kontrasepsi itu atau tidak. Belum sempat membuat keputusan, Andra sudah mengangkat tubuhnya ke pembaringan mereka.Hujan menjadi saksi menyatunya dua raga yang meme

    Last Updated : 2024-10-29
  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 6 Hati Seorang Perempuan

    "Andra sudah balik, ya?" tanya Lia pada Marina, ketika wanita itu bertemu saat menjemput anak-anak pulang sekolah. Mereka duduk di halte depan sekolahan."Sudah.""Kapan?""Kemarin.""Kamu ini bisanya anteng begini jauhan sama suami. Nggak takut suami nyabang sama yang lain? Yang ditunggui aja bisa belok arah apalagi yang berjauhan."Marina menggeleng sambil tersenyum. "Nggak mungkin Mas Andra melakukan itu. Dia mau nyari yang kayak gimana lagi.""Jangan ngremehin laki-laki. Sejelek apapun dia, pasti laku. Apalagi kayak Andra. Tampan, gagah, dan karirnya juga bagus. Kalau aku jadi kamu, kuikuti terus ke mana dia pergi."Marina termenung. Ada yang membuat hatinya tersentil. Hati kecilnya mulai risau mendengar ucapan temannya. Selama ini dia tidak kepikiran sampai ke situ. Bahkan nasehat mertuanya juga di abaikan. Dia percaya diri bahwa semua akan baik-baik saja. Dia cantik, kaya, dan Andra mesti berpikir berulang kali untuk mendua. Apa tidak takut, jika label menjadi menantu orang kaya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 7

    Matahari sudah tergelincir ke barat saat Andra keluar dari ruang meeting. Banyak yang harus di cover setelah ditinggal hampir sepuluh hari. Satu asistennya sedang sakit pula, membuatnya harus meng-handle pekerjaan dobel.Di ambilnya ponsel dari saku celana. Ada pesan dari Inaya yang menanyakan apakah dirinya sudah makan siang? Andra melihat arlojinya, sudah pukul dua. Pasti istrinya itu sudah kembali masuk kerja. Di balasnya pesan itu, bahwa dia tadi break makan bersama-sama dengan peserta meeting.Andra masuk ke ruangannya. Membuka lagi laptop dan hasil evaluasi meeting tadi. Sebagai Chief Engineer sudah semestinya dia melakukan kerjasama dengan bagian Engineering, Quantity Surveyor dan Bar Bending Schedule untuk dapat mencapai sasaran dan target proyek yang sedang dikerjakan. Dan itu sangat menguras pikiran. Belum lagi membicarakan lagi program kerja dengan beberapa asistennya, membuat perencanaan kegiatan operasional, dan membuat dokumen kontrak. Sementara ini dia tidak ingin memi

    Last Updated : 2024-10-29
  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 8 Pertemuan

    Andra gelisah duduk di ruang tunggu. Pesawat mamanya delay tiga puluh menit dari jadwal semula. Hari ini dia juga mendapatkan kabar kalau Amel juara tiga lomba lari di sekolahnya. Gadis kecilnya sangat antusias memberitahunya saat Andra masih di perjalanan tadi. Dia juga mengirimkan pesan pada Inaya kalau akan telat sampai di rumah. Sambil menunggu, Andra memantau perkerjaannya dengan menelepon Tony. Dengan begini rasa cemasnya sedikit teralihkan. Padahal kalau cuti tidak perlu ngurusi pekerjaan di kantor, bukankah ada asistennya yang di percaya?"Andra," panggilan itu membuat Andra kaget dan mendongak. Wanita berjilbab lebar warna cokelat itu tersenyum padanya."Mama. Aduh sorry, Ma. Andra tidak tahu Mama sudah datang." Pria itu tidak menyadari kalau waktu sangat pantas berlalu karena dia terlalu asyik dengan ponselnya. Di salami dan diciumnya tangan Bu Safitri. Kemudian meraih travel bag mini dari tangan sang mama."Kalau mama tinggal begini, siapa yang jagain Amy, Ma?" tanya Andr

    Last Updated : 2024-10-29
  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 9

    "Waktu Mas tinggal tadi apa Mama memarahimu?" tanya Andra pada Inaya yang tidur di lengannya malam itu."Nggak, Mas. Ibu sangat baik, beliau hanya menasehatiku.""Mama bilang apa?""Wanita yang akan selalu dirugikan dalam sebuah pernikahan bawah tangan."Andra merapatkan dekapan. Mencium aroma wangi rambut tebal Inaya. Dia yang telah membawa Inaya dalam hidupnya, maka dari itu dia akan bertanggung jawab sepenuhnya."Ibu benar, Mas. Kita harus jujur pada Mbak Marina. Aku akan meminta maaf, walaupun mungkin nggak akan pernah dimaafkan. Kita cari waktu yang tepat, ya." Inaya berkata sambil mendongak, memandang wajah suaminya. Andra mengangguk kemudian mendekap lagi. Dia sangat paham apa yang bakalan terjadi setelah ini. Hanya satu yang ditakutkan Andra, papanya Marina bisa menempuh banyak cara untuk menyingkirkan Inaya.Pria itu ingat bagaimana rapinya orang suruhannya saat menyingkirkan saingan bisnisnya. Juga menyingkirkan jauh-jauh perempuan simpanannya sebelum di ketahui mamanya Mari

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 65

    Malam itu langit bertabur bintang. Berkelipan di angkasa yang membentang luas. Cuaca agak gerah, khas hawa ibukota karena kepadatan penduduknya. Andra mengajak Inaya dan Amel makan malam di luar. Di sebuah restoran pinggiran kota yang menjadikan nasi liwet sebagai menu khasnya.Mereka menikmati makan malam dengan lahap. Nasi liwet berlaukkan sambal balado, pindang ikan kembung goreng, dan cumi asin petai. Amel sudah mulai bisa beradaptasi dan nyaman tinggal serumah dengan ibu tirinya yang sekarang di panggilnya dengan sebutan bunda. Wanita itu bisa menjadi pendengar yang baik bagi Amel. Inaya juga sangat berhati-hati bicara dan bersikap dengan putri tirinya, bagaimanapun juga mereka baru sekarang ini tinggal serumah. Dan tidak kesulitan buat wanita itu untuk dekat dengan Amel.Senyaman-nyamannya tinggal dengan ibu tiri, sudah pasti lebih nyaman tinggal dengan ibu kandung. Namun kehadiran putri dari Om Haris yang membuat Amel tidak selesa dan lebih memilih tinggal dengan sang papa. Wa

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 64 Forgive and Forget

    Malam merangkak naik. Rintik hujan mewarnai malam yang kian hening. Suara detak jam dinding mengiringi setiap embus napas dua insan yang sedang menciptakan nikmat yang bertahun-tahun tak pernah lagi di kecap. Sensasi luar biasa menjalar di seluruh aliran darah, menyatu dengan rasa yang tertumpah. Delapan tahun lalu, tubuh itu menjadi miliknya. Hanya Andra yang menyentuhnya. Ternyata masih juga terjaga hingga kembali di miliki."I love you," bisik Andra di tengah aktivitas mereka. Kalimat yang baru kali ini di ucapkan pria itu untuk Inaya. Kebersamaannya di pernikahan dulu, tak pernah pria itu mengumbar kalimat romantis untuknya. Justru di hadapannya, Andra sering menelepon Marina dengan ucapan mesra.Bahkan dirinya pernah sempat berpikir kalau hanya jadi sampingan saat Andra jauh dari istri pertamanya, jadi pelampiasan seks ketika sedang dibutuhkan. Namun tak pernah dia memprotesnya. Sejak memutuskan mau dinikahi, dia menempatkan diri menjadi orang ketiga yang harus nerimo.Inaya men

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 63

    Angin semribit menjelang sore menyambut rombongan pengantin pria saat turun dari kendaraan. Suasana rumah Pak Redjo lumayan ramai dengan kehadiran kerabat mereka dan para warga desa. Satu tenda ukuran besar berdiri megah di halaman rumah. Debar dada Andra makin terasa saat berpasang-pasang mata memandang ke arahnya. Disertai kasak-kusuk, entah bicara apa. Pasti tentang perjalanan hidupnya dengan Inaya. Biar saja, semua orang berhak berkomentar sesuai penilaiannya.Mereka di jamu masuk ke ruang tamu yang sudah di sulap dengan dekorasi yang sederhana. Karpet warna hijau terbentang dengan meja kecil di tengahnya. Andra menyalami petugas KUA yang sudah menunggunya dan siap melaksanakan tugasnya.Anak-anak berkumpul jadi satu di salah satu sudut ruangan setelah menyalami dan mencium tangan Pak Redjo dan Bu Siti. Amel, Kiki, dan Amir berangkulan penuh haru. Kemudian duduk bersama dengan sepupu dan anak-anaknya Tony.Seluruh perhatian yang hadir tertuju pada Inaya yang muncul dari ruang dala

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 62 Malam

    Amelia Side's StoryAmel berbaring menatap langit-langit kamarnya. Air mata haru mengalir dari sudut netra ingat saat di kabari kalau papanya akan menikah lagi.Tidak ada anak yang menginginkan orang tuanya berpisah. Tapi jika semuanya sudah terjadi, dia sebagai anak hanya bisa ridho menerima. Tidak ada anak yang ingin memiliki ayah tiri atau ibu tiri, tapi dia juga sadar, selain sebagai orang tua bagi anak-anaknya, mereka adalah manusia dewasa dan individu yang memiliki keinginan personal yang tidak bisa diberikan oleh seorang anak pada orang tuanya.Dia yang paling besar di antara kedua saudaranya, ketika perceraian papa dan mamanya terjadi. Jadi dia yang paling mengerti meski umurnya saat itu baru menginjak usia dua belas tahun.Apakah dia harus membenci papanya karena telah mendua, atau membenci mamanya dengan sikap egoisnya, atau membenci Inaya yang masuk menjadi orang ketiga? Jika terus mengingat peristiwa bertahun-tahun lalu itu hanya membuat pusaran dendam tak ada habisnya dal

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 61

    "Saya calon suaminya," sahut Andra cepat. Tidak peduli para karyawan dan beberapa pengunjung fokus memandangnya. Dahi Pak Halim mengernyit antara heran dan tidak percaya. Inaya juga tak kalah kagetnya. "Benar dia calon suamimu?" Inaya menjawabnya dengan semyum samar. Kemudian membantu pelayan memasukkan kaos ke dalam paper bag. "Maaf, Pak Halim. Saya harus pergi!" Jujur saja Inaya sebenarnya lebih was-was berhadapan dengan laki-laki berwajah timur tengah itu daripada berhadapan dengan pria lain yang berusaha mendekatinya. Pak Halim ini karakternya suka memaksa dan tak peduli dengan situasi di sekitarnya. Inaya bicara sejenak dengan karyawannya kemudian meraih tali tas yang di letakkannya di kursi, lantas bergegas menghampiri Andra.Pria itu paham dengan raut cemas yang ditunjukkan mantan istrinya. Andra bergegas membuka pintu kaca dan mereka keluar toko. Mobil melaju di tengah keramaian kota. Cuaca begitu cepat berubah, siang tadi mendung tapi sore ini langit lumayan cerah. "Laki-la

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 60 Lamaran di Suatu Senja

    Pagi itu Andra memesan kopi hitam pahit dan kental pada room service untuk mengusir rasa kantuknya. Sebab semalaman dia hanya bisa tidur beberapa jam saja. Entah pukul berapa dia mengirimkan pesan pada Inaya, tapi hanya di jawab, "Kita bicarakan besok saja, Mas." Padahal dirinya sudah tidak sabar menunggu esok hari.Sepiring nasi goreng di atas meja kamar hanya di makan sebagian. Ada bimbang yang melanda dalam dada. Sekarang Inaya sudah sukses secara finansial, tokonya berkembang, usaha konveksi ibunya juga berjalan baik. Tentunya dia sudah sangat nyaman dengan kondisinya. Apa mungkin kembali bersedia mengarungi hidup bersamanya? Bersama mantan yang dulu gagal membahagiakannya.Andra ingat perkataan mamanya tadi malam ketika ia di perjalanan pulang. Pria itu memberitahu kalau akan melamar kembali Inaya. Suara wanita di seberang terdengar bahagia, ketika sang putra mau kembali berumah tangga meski rujuk dengan mantan istrinya. "Kamu memang harus memikirkan perasaan anak-anak, tapi kamu

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 59

    "Siapa Halim?" tanya Andra cepat. Perasaannya mulai tak enak."Kekasih kamu?" Andra tidak sabar menunggu jawaban."Bukan. Hanya kenalan. Dia pemilik toko onderdil mobil depan itu." Inaya menunjuk toko besar yang kini sudah tertutup rapat."Perhatian sekali sampai ngirim-ngirim barang kayak gitu.""Ini cuma kue lapis. Sudah biasa dia bagi makanan buat karyawan toko.""Termasuk untuk bosnya, 'kan? Untuk menarik perhatian bos, biasanya akan mendekati anak buahnya lebih dulu." Andra benar-benar gusar, ketika Inaya tampak santai menjawab pertanyaannya. Pria itu mengajak Inaya masuk sebuah kafe yang sepi pengunjung, dengan harapan bisa segera di layani. Setelah mengambil tempat duduk, Andra mengirimkan pesan pada Muhlisin agar laki-laki itu tahu keberadaannya."Mau pesan apa, Mas?" Inaya menyodorkan buku menu pada Andra. Seorang pelayan sudah menunggu dengan sebuah nota di tangan."Chicken steak tanpa nasi sama jeruk hangat." "Saya juga sama, Mas." Inaya bicara pada pramusaji yang sedang m

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 58 Menunggu Hari Esok

    Siang itu Marina baru selesai makan siang dan minum obat. Kemarin sore dia keluar dari klinik. Sekarang di rumah di temani Amel dan seorang ART, karena mamanya kemarin langsung pulang. Sejak papanya terkena stroke, tidak bisa di tinggal lama-lama oleh sang mama. Tidak seperti dulu waktu masih sehat, bahkan tidak peduli Bu Cakra menginap hingga hitungan bulan di rumah anak-anaknya.Begitulah, semua baru terasa saat sedang membutuhkan atau di saat terkena musibah. Marina ingat bagaimana dulu Andra minta maaf dan memohonnya untuk bertahan. Dia juga ingat permintaan tulus dari seorang perempuan yang telah masuk dalam kehidupan dirinya dan Andra. Wanita yang mengalah karena sadar kalau dirinya hanya pihak ketiga. Namun dirinya malah ingin melihat mereka hancur.Kemarahannya memuncak setelah dia tahu kalau Inaya sedang hamil anak keduanya dengan Andra, padahal jarang sekali suaminya mendatangi madunya. Namun Tuhan menganugerahkan bayi di rahim perempuan itu sedangkan dia yang sebenarnya sa

  • Ketika Hati Lelaki Mendua ย ย ย Part 57

    Muhlisin yang baru dari kamar mandi menghampiri Andra. Pria itu memberi kesempatan istirahat kepada sopirnya.Kesempatan itu Inaya menanyakan kabar tentang Bu Safitri dan keluarga Andra yang lain. Mereka berbincang hingga hampir jam tiga. Perutnya yang terasa perih membuatnya tersadar kalau belum makan siang."Kita makan siang dulu, kamu juga belum makan," kata Andra pada Inaya. "Sudah hampir jam tiga. Kita makan bakso di depan sana saja. Mau, nggak?" Andra menunjuk sebuah kedai bakso di seberang jalan depan masjid.Inaya mengangguk. "Terserah Mas Andra saja."Mereka bertiga melangkah menyeberang jalan. Mobil di tinggalkan di parkiran masjid. Andra mengajak Inaya dan Muhlisin mengambil tempat duduk lesehan luar. Pria itu memesang dua bakso untuk dirinya dan Inaya, satu mangkuk mie ayam untuk Muhlisin. Minumnya memesan tiga es jeruk. Muhlisin memilih duduk terpisah di pojok teras sambil bersandar pada tiang. Laki-laki itu sengaja membiarkan bos dan mantan istrinya punya kesempatan unt

DMCA.com Protection Status