Fazli memijit kepalanya yang berdenyut, laki-laki itu menghela napas panjang setelah kepergian Nadia. Akhir-akhir ini, Nadia kerap memaksa dirinya untuk segera melanjutkan ke jenjang pernikahan. Namun, dirinya masih sangat mencintai Erlita. Ia bahkan tidak pernah berniat untuk menikah lagi setelah kepergian istrinya.“Erlita, meski kamu sudah pergi meninggalkan aku dan Shera, rasa cinta ini tidak pernah berubah. Aku masih berharap, kalau ini hanyalah sebuah mimpi buruk saja. Kamu akan kembali, meski kemungkinan itu terasa sangat kecil.” Fazli berbicara dengan tatapan menerawang. Pria itu benar-benar tertekan dengan tuntutan Nadia dan keluarganya.Ia mengingat dengan baik setelah enam bulan kepergian Erlita. Keluarga mereka sepakat untuk menjodohkan Nadia dengan dirinya. Meski Fazli menolak, mereka tetap memaksa. Orang tua Fazli mengatakan, kalau Nadia adalah calon ibu pengganti yang sesuai untuk cucunya. Dengan seiring waktu, Fazli pasti akan melupakan kepergian istrinya.Apalagi, kel
“Ayah, apa benar, Ayah akan mencari pengganti bunda?” tanya Shera dengan tatapan lekat. Ada rasa penasaran yang tengah bersemayam di balik tatapan Shera.Fazli hanya tersenyum dan menatap wajah putrinya. Ia bahkan tidak ingin menjawab pertanyaan Shera.“Ayah, kenapa Ayah tidak mau menjawab pertanyaanku? Apa Ayah mau mencari pengganti bunda?” Shera bertanya sekali lagi kepada Fazli mengenai kegelisahan hatinya. Anak itu tidak akan pernah rela mengizinkan wanita manapun untuk menggantikan sosok ibunya.“Shera, kenapa kamu bertanya seperti itu?” Bukannya menjawab, Fazli justru balik bertanya kepada putrinya. Ia tahu betul kegelisahan dan kekhawatiran di hati Shera.“Ayah, berjanjilah untuk tidak mencari pengganti bunda. Shera, yakin kalau bunda pasti akan pulang. Bunda sedang bekerja, kan? Kalau sudah selesai, bunda pasti akan kembali. Iya, kan?” Shera bertanya dengan netra berkaca-kaca. Anak itu sangat takut kalau Fazli akan mencari pengganti ibunya.Fazli hanya tersenyum dan menganggu
Sedangkan di balik pintu, Shera tengah membekap mulutnya. Anak itu menangis tanpa suara setelah mendengar pertengkaran Nadia dengan ayahnya.“A-apa benar, bunda sudah meninggal dan Tante Nadia, akan menjadi ibuku?” lirih Shera dengan air mata yang berjatuhan membasahi wajahnya.Fazli yang masih marah, kini tengah mengusap wajahnya dengan kasar. Ia benar-benar menyesal karena sudah berteriak-teriak dan membuat kegaduhan di rumahnya.Tiba-tiba, laki-laki itu mengingat putrinya yang tengah beristirahat di kamar. Apa, Shera baik-baik saja? Jangan sampai Shera tahu mengenai peristiwa yang telah menimpa Erlita.Fazli segera berlari ke kamar Shera dan menemukan putrinya tengah terduduk di atas lantai dengan air mata yang menetes.“Shera, kamu sudah bangun?” Fazli mengatur nada bicaranya selembut mungkin. Ia menyadari kalau Shera sedang tidak baik-baik saja.“Ayah, apa bunda sudah meninggal? Kenapa bunda begitu cepat meninggalkan Shera? Kenapa, Ayah jahat dan akan mencari pengganti bunda?” Sh
Savina memeluk Shera dan berusaha menenangkannya. Sesekali ia mengusap puncak kepala Shera dan membiarkannya sesenggukan di pelukan wanita itu.“Sus, aku tidak mau punya bunda baru. Aku tidak mau ayah menikah lagi dengan Tante Nadia.” Shera kembali merengek dengan air mata yang berlinang.“Shera, lebih baik kita istirahat saja, ya. Sus, tahu kalau kamu sedang lelah.” Savina membujuk Shera untuk beristirahat di kamarnya. Ia tahu betul mengenai perasaan Shera.“Sus, katakan kalau bunda belum meninggal. Katakan kalau bunda pasti akan pulang.” Shera berbicara dengan nada penuh kepiluan.“Shera, tidak semua yang kita inginkan akan sesuai dengan kenyataan. Sus, pernah bermimpi akan memeluk dan menggendong anak, Sus. Namun, ternyata Allah lebih sayang dengannya. Jadi, Sus hanya belajar untuk ikhlas. Sama halnya seperti Shera, kamu harus ikhlas dengan apa yang menimpa bunda.” Savina berbicara dengan penuh kelembutan. Wanita itu tampak menitikkan air mata sambil memeluk Shera.“Sus, apa bunda
Ketika laki-laki itu tengah memperhatikan keakraban mereka berdua, tiba-tiba ponselnya berbunyi nyaring. Laki-laki itu segera menerima panggilan yang masuk ke ponselnya.“Aku harus bicara apa?” gumam Fazli sambil menggenggam erat ponsel yang terus berbunyi di tangannya.Cukup lama Fazli membiarkan ponselnya terus-menerus berdering sehingga menarik perhatian putrinya.“Ayah, siapa yang menelepon Ayah? Apa dia bunda?” tanya Shera dengan tatapan penuh harap. Anak itu masih terus berharap kalau keajaiban terjadi kepada ibunya.Fazli tampak tergagap dan segera menerima panggilan yang masuk ke ponselnya. Laki-laki itu segera menerima panggilan dari ibunya.“Assalamualaikum, Fazli. Bagaimana dengan rencana pernikahan kalian? Apa Nadia sudah memberitahu, kalau Ibu sudah tidak sabar melihat kalian bersama di pelaminan?” Bu Hanifa berbicara dengan nada penuh harap. Wanita itu bahkan sudah tidak sabar ingin melihat Fazli bahagia.“Waalaikumussalam,” cukup lama Fazli berdiam diri dan tidak menjaw
“Shera, hari ini Sus Vina tidak dapat ikut bersama kita. Mbok Nah, memerlukan bantuannya di rumah!” Fazli berbicara dengan nada yang begitu lembut, namun memberikan efek yang luar biasa kepada putrinya.“K-kenapa? Aku tidak mau pergi ke sekolah, kalau bukan Sus Vina yang mengantarku!” Shera berbicara dengan nada tinggi. Ia merasa kecewa ketika Fazli melarang Savina ikut bersamanya.“Shera, tolong dengarkan Ayah. Besok, kita bisa mengajak Sus Vina untuk pergi ke sekolah. Sekarang, ayo kita berangkat!” Fazli mencoba merayu putrinya. Laki-laki itu tampak gelisah ketika Shera tidak kunjung merespon permintaannya.Savina segera mendekat dan membujuk Shera. Wanita itu tampak berbicara dengan penuh kelembutan. Ia juga sesekali mengusap lembut pipi Shera yang telah basah oleh air mata yang mengalir di pipinya.“Shera, dengarkan Sus, sekarang pergilah ke sekolah. Sus, akan buatkan kue kesukaan Shera. Bagaimana?” tanya Savina dengan tatapan penuh kasih.Setelah berdiam cukup lama, akhirnya Sher
“Mas, apa kamu tidak curiga kepada Shera? Bagaimana kalau Savina adalah pengaruh buruk untuk Shera?” ucap Nadia dengan tatapan menyelidik.“Maksudmu apa Nadia? Aku tidak paham.” Fazli tampak menatap lekat Nadia yang tengah duduk di hadapannya.“Bisa saja, Savina memiliki maksud lain di rumah ini!” ucap Nadia dengan nada setengah berbisik. Ia melirik kepada Savina yang tengah membawakan dua gelas orange juice di atas nampan.“Maksud lain?” lirih Fazli dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tidak paham dengan apa yang dicapkan oleh Nadia.“Ya, maksud lain. Atau jangan-jangan, kamu tidak sadar?” Nadia berbisik dengan nada sepelan mungkin.“Tolong jangan berbasa-basi, aku ingin kamu menjelaskan maksudmu!” Fazli tampak kesal karena Nadia seolah-olah ingin membuat Fazli merasa kesal.“Mas, aku merasa Savina ingin berniat buruk kepada kalian. Apalagi, dia tahu kalau kamu seorang duda. Jangan-jangan, dia menaruh hati padamu, Mas.” Nadia berbicara dengan penuh penekanan. Ia merasa Savina dapa
“Mas Fazli, Shera Mas, Shera!” teriak Nadia dengan wajah panik. Wanita itu bahkan berteriak dengan suara lantang dan membuat Fazli segera berlari ke arah kolam renang.Fazli sudah sampai di tepi kolam renang, netranya terbelalak dengan wajah pias. Laki-laki itu segera menceburkan diri ketika melihat putrinya tengah menggapai-gapaikan tangannya dan hampir tenggelam.“Byur!” Fazli segera terjun ke kolam renang dan meraih tubuh putrinya. Ia bahkan terlihat sangat panik dan memeluk erat tubuh Shera.“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” Shera terbatuk-batuk dan memeluk tubuh Fazli. Anak itu dapat bernapas dengan lega karena Fazli datang di saat dan waktu yang tepat.“Shera, apa kamu baik-baik saja?” ucap Fazli dengan nada cemas. Laki-laki itu memeluk erat putrinya yang kini tengah berada di dalam pelukan.Shera hanya mengangguk dan masih berusaha mengatur napasnya. Ia bahkan masih memilih diam ketika Fazli tampak mengkhawatirkan dirinya.“Mas, Savina itu memang tidak becus mengurus Shera. Bagaimana bisa di