Home / Rumah Tangga / Ketika Adikku Inginkan Suamiku / Bab 6. B0m Cinta Mel3dak Di Rumahku

Share

Bab 6. B0m Cinta Mel3dak Di Rumahku

last update Last Updated: 2024-12-19 21:41:32

*****

Sifat Mala yang seperti inilah yang membuat rasa kagumku semakin berlipat-lipat ganda.  Anehnya dia bisa  bersikap seperti itu kepada semua orang. Semua … orang. Kecuali aku. Kalau menghadapiku, dia selalu ketus. Kenapa, coba. Apakah dia bersikap begitu karena akulah yang paling istimewa baginya? Bah! Orang yang istimewa, kok malah disiksa.

“Dagang juga pekerjaan yang mulia, Nak. Enggak masalah bagi kami, ya, kan, Ma?” Untung Papa sangat pintar menetralkan suasana. Meskipun Mala tampak tidak tersinggung, namun, tetap aku khawatir  perasaannya terluka.

“Udah, sore, Pa! Kita balik, yuk! Ntar kemaleman lagi,” kata istri Om Rijal tiba-tiba.

“Oh, iya. Kami permisi, ya. Ayo, Diyah!” Mereka bangkit bersamaan.

“Lho, kok, buru-buru. Belum hilang kangennya, lho!” kata Papa berbasa-basi.

“Masih  banyak waktu, lain kali kita sambung lagi.”

Mereka melangkah keluar setelah saling bersalaman sekali lagi. Mama dan Papa mengantar mereka hingga teras.

“Kok, enggak diantar si Diyah itu  setidaknya sampai depan?” Mala meledek. Matanya tajam menatapku.

“Oh, boleh, nih. Sebenarnya aku mau ngantar sampai rumahnya, sih. Tapi, gimana, takut ada yang cemburu,” balasku tak mau kalah.

“Cemburu? Memang situ siapa, mana mungkin aku cemburu?” ketusnya. Wajah cantiknya semakin manis dengan bibir mengerucut seperti itu.

“Lho, yang bilang kamu cemburu siapa? Aku enggak bilang kamu, kan? Aku tadi bilang ada yang cemburu.”

“Memang ada lagi selain aku?” Mala menatapku serius. Aku terperangah.

“Selain kamu? Memangnya kamu siapaku?”  balasku sengaja mempemainkan hatinya.

“Mas Diky … awas kalau nangis lagi seperti tadi, ya!” ancamnya dengan gigi dirapatkan.

“Diky! Ada apa, sih? Kalian kok sepertinya berantem terus?” Mama dan Papa kembali masuk.

“Mala, Ma. Masalahnya Mama tahu apa?  Dari awal dia itu merajuk  karena melihat putri Om Rijal tadi. Dia cemburu,” kilahku. Mata Mala membulat, menatapku penuh ancaman.

“Oh, jadi itu awal musababnya. Mala, Awalnya kami memang mau mendekatkan Diky dengan Diyah. Tapi, setelah kami tahu ada kamu, batal, dong! Makanya Tante marah sama Diky, kenapa baru dikenalin sekarang.”

Mala menunduk. Kasihan dia, sepertinya dia malu sekali karena ucapanku.

“Jadi, Nak Mala, kalau memang Diky sudah berani membawa seorang gadis ke rumah, itu artinya dia sudah sanggat serius.  Kami juga sebenarnya sudah tidak sabar. Ponakannya sudah besar-besar. Tinggal dia yang belum nikah di rumah ini. Hanya dia pula anak kami laki-laki. Dialah yang kami harapkan sebagai penerus  marga. Kamu paham kan, apa yang Om maksudkan?  Om dan tante, bahkan seluruh keluarga besar, ingin Diky segera menikah.”

“Pa, jangan ngomong gitu dulu! Mala masih kuliah. Dia belum mikiri nikah, lho Pa?” selaku memotong ucapan Papa. Aku takut sekali. Pasti Mala bakal ngamuk lagi nanti padaku. Bah, kenapa Papa buat masalah jadi ribet gini, sih? Harusnya aku udah punya pacar aja, mereka  udah senang, dong!

“Enggak masalah juga kalau masih kuliah, Diky! Boleh kok kuliah meski sudah menikah. Enggak ada larangan!” bantah Papa.

“Iya, Mala tetap kita izinin kuliah meski sudah menikah nanti. Yang penting, Nak Malanya bersedia menikah denganmu, itu!” kata Mama ikut-ikutan.

Habis sudah. Selesai. Mala pasti ngamuk nanti. Yah, aku bakal kehilangan Mala untuk selamanya. Kami kan hanya pacaran pura-pura, masa menikahnya juga pura-pura? Gawat-gawat.

“Bagaimana Nak Mala? Apakah kamu bersedia kalau kami datang ke rumah untuk melamar?” tanya Papa semakin nekat.

Mala mendongah, diliriknya aku sekilas. Sorot matanya kulihat berubah sayu. Begitu sendu.  Gadis itu kini menunduk.

“Maaf, Pa? Sebenarnya. Mas Diky hanya ….”

“Mala, bagaimana kalau aku antar pulang sekarang?” kataku menyela ucapannya. Segera aku bangkit  dan meraih tangannya.

“Diky! Duduk!” perintah Papa menatapku tajam.

“Tapi, Pa. Mala  nanti kesorean pulangnya. Enggak enak sama orang tuanya,” bantahku semakin tegang. Aku sangat takut Mala akan berterus terang. Bagaiman reaksi Papa dan  Mama nanti, kalau mendengar kalimat Mala, bahwa kami hanya pacar bohongan.

“Kau duduk dan diam, Papa mau mendengar langsung dari  mulut calon menantu Papa.”

Aku mengalah. Habis sudah. Akhirnya bom ini akan meledak juga. Duh, kalau itu bom beneran, pasti aku sudah bergerak menjinakkannya. Pertama melepas wayar yang berwarna biru, lalu kuning, dan terakhir merah. Semoga prosedurnya benar. Bom tak akan jadi meledak.  Tapi kali ini, bom berbeda. Jauh lebih dasyat. Bom ini akan menghancurkan hati Papa dan Mama.  Ya, sudahlah. Aku pasrah saja. Kali ini, aku berjanji, tak akan  menolak lagi, meski mereka jodohkan dengan wanita manapun. Aku pasrah.

“Bagaimana, Nak Mala? Apakah kamu bersedia kami datang ke rumah untuk melamar kepada orang tuamu?” tanya Papa lagi.

“Begini, Om. Sebenarnya ….”

Aku menunduk, tak sanggup rasanya menanti kalimat yang akan keluar dari mulut Mala selanjutnya.

“Bagaimana mungkin saya akan menjawab pertanyaan Om dan Tante, sedangkan Mas Diky sendiri tak pernah melamar saya menjadi istri.”

Apa? Mala bilang apa barusan?  Dia sengaja mengulur waktu untuk meledakkan bom itu, rupanya. Aku semakin gelisah tak karuan.

“Oh, begitu? Diky belum pernah memintamu menjadi istrinya? Jadi hubungan kalian selama ini?” cecar Papa penuh selidik.

“Mas Diky hanya bertanya, apakah saya mau jadi pacarnya, bukan jadi istri, Om.”

“Oh, begitu, rupanya? Diky, cepat kau lamar dia sekarang!” perintah papa. Persis seperti perintah seorang komandan yang harus segera aku laksanakan.

Entah apalah maksud Mala berkata begitu. Mau ledakkan bom saja, pakai drama begini ruwet. Padahal aku sudah pasrah bom nya meledak.

“Cepat Diky! Lamar Mala sekarang juga!” Mama ikut ikutan jadi Komandan.

“Baik, Pa, Ma.” Aku memberanikan diri menatap bola mata Mala.

“Ini, pakai ini!” Mama melepas cincin berlian dari jemarinya. “Kalau memang Mala nanti menerima lamaranmu, pakaikan cincin ini di jarinya. Itu Mama hadiahkan untuknya. Besok akan mama belikan yang baru, cepat!”

Bah, ini bomnya beranak lagi. Bakal meledak rumah ini kalau begitu. Yang hancur bukan cuma hati Papa dan Mama sepertinya, tapi seluruh isi rumah ini. Bagaimana ini. Terpaksa kuraih cincin itu. Kuputar-putar dengan ragu.

“Mas Diky, mungkin tak ingin melamar saya, Tante. Dia ragu, kan? Jangan dipaksa, ya, Tante, Om,” kata Mala kemudian. Sepertinya sengaja makin membuatku jantungan. Duh! Bagaimana ini?!

“Siapa bilang? Aku mau banget menjadikanmu istri. Dari dulu juga. Dari pertama mengenalmu. Saat kita masih SMA dulu. Perasaan itu enggak pernah berubah hingga detik ini. Kau tahu kan, aku enggak pernah bisa mencintai perempuan lain selain kamu. Kenapa kau masih ragu,  Mala. Nih, aku pakaikan cincinnya!” Kuraih jemarinya dengan, kugenggam kencang, tanpa berpikir panjang, segera kuselipkan cincin berlian itu.

Mereka bertiga terperanagh. Aku salah tingkah, kuhenyakkan tubuhku, kembali di atas sofa.

“Mala, maafkan Diky, ya. Cara dia melamar, mungkin kurang berkenan di hatimu, Nak,” kata mama mengelus lembut punggung gadis itu.

“Enggak apa-apa, Tante. Saya akan nanya kesiapan  Papa dan Mama saya, kapan Om dan tante boleh ke rumah untuk melamar saya.”

Tunggu! Bo*mnya apakah sudah meledak? Apakah aku sudah mati sekarang? Terus  yang kudengar barusan, itu  suara malaikat yang sengaja datang menghiburku, begitu?”

*****

Related chapters

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 7. Menjelang Lamaran

    *****VOP MalaJujur, aku tidak mencintainya. Pemuda yang telah mengejarku sekian tahun ini sama sekali tak kuingini. Berkhayal menjado istri seorang polisi saja aku tidak pernah. Bukan karena dia kurang tampan. Bukan pula karena kurang kaya. Tidak ada yang kurang pada dirinya. Tapi, cinta tak juga mau bertaut di hati ini.Wajah Mas Reno telah memenuhi ruang di hati. Tidak ada yang bisa menggantikan posisinya. Meski tak dapat kumiliki, biarlah, dia saja yang tetap bertahta di hati ini. Cukup bayangannya, tak usah wujud nyatanya.Namun, entah kenapa ada rasa asing yang tak kupahami, saat Mas Diky akan berpaling ke wanita lain. Bukankah sangat wajar dia mencari cinta yang lain, karena cintanya tak jua tertaut di hatiku? Sementara orang tua nya sudah tak sabar lagi. Mas Diky harus segera menikah.Aku paham saat dia akan dijodohkan dengan wanita yang mereka anggap pantas mendampingi Mas Diky. Awalnya aku tak peduli, tapi saat melihat betapa manisnya gadis yang bernama Diyah i

    Last Updated : 2024-12-20
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 8. Pria Pilihan Papa Ternyata ….

    *****"Tidak mungkin, Ma!""Mala, kau tahu, Papamu pernah stres karena dulu gagal jadi angkatan, kau tidak mau kan, dia stres lagi karena kecewa padamu? Hanya kau harapannya saat ini, Nak! Adikmu masih terlalu kecil untuk menikah.""Mas Diky juga angkatan, Ma. Lalu apa bedanya dengan lelaki pilihan Papa itu?""Bedanya, karena yang ini anak temannya. Orang yang sangat dia banggakan. Teman dia berjuang dulu. Cepat kau telpon pacarmu itu sekarang juga, suruh jemput cincinnya itu, lekas!""Mala enggak berani, Ma. Mala enggak tega.""Jadi, sama Papamu, kau tega?"Aku tercenung lama. Papa memang sangat menyayangiku, tapi dia juga sangat keras dan kejam bila sudah marah. Kata nenek, dia sempat depresi, dulu, saat gagal jadi angkatan. Tentu saja aku tak ingin dia depresi lagi. Tapi, haruskah aku mengecewakan Mas Diky.Ah, sudahlah. Toh, aku tidak mencintainya. Mas Diky akan segera menemukan penggantiku, mungkin Diyah, gadis manis tadi sore, afalah jodohnya."Mala,

    Last Updated : 2024-12-20
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 9. Lamaran Istimewa

    *****"Kita nekat kawin lari, yuk. Kita nikah secara militer aja, mau enggak?" ajak Mas Diky terdengar makin putus asa."Emang bisa?" tanyaku menahan geli. Kedua orang tua kami menahan tawa."Iyakan aja!" bisik Papanya. Mereka sepertinya ingin mengerjai Mas Diky."Bisa, ayuklah! Mau, ya, Sayang! Tolong! Daripada suamimu mampus karena kutembak, bagus kita nekat sekarang. Iya, kan?""Kalau kau tembak suamiku, kamu masuk penjara, aku jadi janda, dong? Ntar, aku nikah lagi," ancamku sengaja mempermainkan hatinya."Aku tembak lagi!" Dia balik mengancam."Kamu penjara lagi!""Biarin!""Aku nikah lagi!""Kutembak lagi!""Panjara lagi!" 

    Last Updated : 2024-12-21
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 10. Awal Pernikahan Dengan Seorang Tentara

    *****"Ayo, dong, dandan! Pak Penghulunya bentar lagi datang, lho!" Mas Diky mengalungkan tangannya di leherku."Mas Diky, ngapain masuk kamar, coba! Gimana aku mau dandan kalau dipeluk terus begini? Juru riasnya malah diusir keluar," protesku melonggarkan pelukannya."Aku takut, Sayang. Makanya, aku mau menjagamu dua puluh empat jam.""Takut apa?""Takut, kalau kau berubah pikiran. Karena, aku sangat paham, kau belum juga bisa menerima aku di hatimu.""Ya, enggak mungkinlah aku berubah pikiran. Secara, para tamu undangan udah pada datang, Pak Penghulu udah dalam perjalanan, masa iya, aku berubah pikiran."Wajahnya terlihat mendung, sorot mata itu kini sayu."Banyak kok kejadian, calon pengantin melarikan diri sedetik sebelum akad nikah," sergahnya dengan nada begitu serius."Jangan takut, Mas. Kalau Kak Mala melarikan diri, ada Rara yang bersedia menjadi pengantin pengganti, hehehe ...."Serempak kami menoleh ke pintu kamar. Rara adikku satu-satunya telah b

    Last Updated : 2024-12-22
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 11.  Malam Pertama Menjelang Subuh

    *****“Kenapa, Sayang? Kamu capek? Ok, Maaf, mungkin aku yang terlalu terburu-buru,” ucap Mas Diky menegakkan tubuh, lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Terdengar suara cidukan air dari bak. Sepertinya dia mencuci muka atau membasahi kepalanya.Kurapikan kembali pakaianku yang berantakan. Meneliti tubuh yang tak karuan. Lalu duduk di bibir ranjang.Mas Diky keluar dari kamar mandi dengan kepala basah. Airnya bahkan menetes membasahi lantai. Seketika timbul rasa iba di hati. Kuraih handuk kecil dari dalam lemari, lalu bergerak mendekatinya yang kini duduk di bibir ranjang.Kukeringkan kepala dan wajah yang basah dengan lembut. Kuseka leher dan tengkuk. Mas Diky hanya pasrah, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirnya. Kepalanya mungkin sudah dingin karena siraman air yang dingin, api hatinya mungkin masih panas karena amarah

    Last Updated : 2024-12-22
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 12.  Kuseret Adikku Keluar Kamar

    *****Ponselku dan ponsel Mas Diky berbunyi berbarengan. Beberpa kali kami biarkan. Rasa lelah dan sakit di bagian tertentu tubuh membuatku enggan untuk bergerak. Mas Diky juga enggan bergerak. Dia terlihat begitu lelah. Tetapi, wajahnya terlihat tenang dan terang. Tak lagi kusut dan gelap seperti tadi malam.Suara ribut panggilan masuk di ponsel masih membahana. Kuraih benda itu dari atas nakas. Kuusap layar dengn mata terpejam.“Cepat bersiap-siap kalian! Petugas travel akan segera menjemput. Pesawatnya berangkat pukul sepuluh!” perintah Mbak Rahma.Aku baru ingat, hari ini kami akan berangkat. Bulan madu yang telah mereka siapkan dan hadiahkan untuk kami. Kakak iparku yang baik dan penuh perhatian.Ponsel Mas Diky berhenti berbunyi. Mungkin karena telah tersambung ke ponselku tadi.Aku harus segera bangkit dan membersihka

    Last Updated : 2024-12-23
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 13. Apakah Pernikahanku Sah?

    *****Kupandangi dengan seksama foto di tanganku. Bayi merah berbalut kain tebal di sekujur tubuh. Hanya bagian wajah yang tampak. Tergeletak beralaskan kain panjang bermotif batik. Di atas keset tepat di depan pintu.Siapa yang telah begitu tega membuang bayi malang ini. Membuang darah dagingnya sendiri? Andaipun itu adalah bayi yang tak diinginkan, tidak seharusnya dia menaruhnya di depan pintu rumah orang lain. Bayi itu tidak tahu apa-apa. Andai dia bisa berbicara, dia pasti akan berkata kalau diapun tak ingin dilahirkan ke dunia.Lalu, kenapa rumah orang tua Rara yang dia pilih? Mereka memang sangat baik. Aku wajib berterima kasih karena telah merawat dan membesarkan aku. Tapi, kalau boleh memilih, tetap aku ingin bersama orang tua kandung meskipun hidup susah.Kuseka sekali lagi, air mata di pipi. Tak ingin Mas Diky melihat tangis ini. A

    Last Updated : 2024-12-23
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 14. Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

    *****Mas Diky sedang bersiap untuk berangkat tugas. Masa cutinya sudah selesai. Tubuh atletis dengan rambut masih basah itu baru saja keluar dari kamar mandi. Aku sempat memandanginya dari balik selimut. Tubuh kekar yang hanya berbalut handuk setengah badan dan dada telanjang itu kini berdiri di depan cermin. Penasaran, kuintip lagi dari balik selimut.Ops!Ketahuan. Mata kami bersetatap melalui pantulan cermin.“Mau lagi, ya! Hem, nantang, nih?” katanya melompat ke atas ranjang. Dengan penuh semangat ditariknya selimut yang menutupi seluruh tubuhku.“Enggak, ampun … udah, dong!” teriakku manja sambil menghindari serangannya di wajah.“Bangun makanya, jangan menggoda terus! Jadi males, kan aku berangkatnya!” sungutnya menghentikan serangan.“Jangan malas, dong! Nanti komandan kamu marah, kena hukum enggak boleh pu

    Last Updated : 2024-12-24

Latest chapter

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 55. Rara Meminta Bantuan Preman

    *****Kembali ke POV Mala“Kamu enggak usah jenguk Papa ke rumah sakit, Sayang! Hari ini dia sudah boleh pulang. Kak Rahma akan membawa Papa ke rumah Mama,” kata Mas Diky sambil mengenakan seragam.“Alhamdulillan, Mas. Papa cepat pulih.”“Ya, tapi dia belum boleh mikir, apalagi mendapat tekanan. Biar aja Kak Rahma yang merawat dia di rumah.”“Ya, kita juga harus ikut merawat, kan?”“Tidak! Aku masih malas bertemu Papa! Bisa emosi aku nanti, kuhajar pula dia. Gawat, kan?”“Masalah ini tidak boleh dihadapi dengan kekerasan, Mas!”“Iya, tapi aku belum bisa, Sayang! Aku akan fokus ngurus kasus Mama, tadi malam Papamunelpon. Dia ngajak ketemuan di kantor pagi ini. Semoga usulannya untuk menyelesaikan kasus

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 54. Malaku Ngidam

    ******Masih diam terpaku, menatap tubuh menelungkup wanitaku. Bahu yang sedari tadi tak luput dari tatapan, terlihat mulai tenang. Tiada lagi goncangan. Isak, sedu dan sedan, raib sudah. Mungkinkah dia sudah berhenti menangis? Sepertinya iya. Kepala yang tanpa kerudung itu terangkat sedikit, tangan kanan mengusap wajah. Apakah istriku sedang mengusap air mata? Sepertinya, iya.Gegas aku bangkit dari bibir ranjang, berjingkat menuju pintu kamar, menggenggam handel pintu, membukanya pelan, berusaha tanpa derit. Lalu melangkah kembali keluar, menutup pintu dengan pelan, tetap berusaha agar tak menimbulkan deritan.Menarik napas panjang, lalu mengembuskannya pelan. Tiga kali, tiga kali aku melakukannya. Baru mulut bisa berucap.“Assalamualaikum! Mala ….”“Waalaikumusalam, Mas …!”

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 53.  Diky Lolos Dari Jebakan Rara

    ****Mala bolak-balik nelpon, tapi kuhiraukan. Biar saja dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Masih terlalu dini untuk meminta maaf padanya sekarang. Tetapi, panggilan dari Kak Rahma tak boleh kuhiraukan. Aku khawatir terjadi sesuatu dengan Papa, atau Tante Ratna.“Dik, kamu ke rumah sakit, deh, sekarang!” perintah Kak Rahma mengagetkan.“Kenapa, Kak. Papa baik-baik aja, kan?” tanyaku was-was.“Papa baik, kondisinya semakin stabil. Ini tentang Tante Ratna.”“Kenapa dia?” cecarku.“Kata Dokter, lukanya cukup dalam, dia belum sadar juga, terlalu banyak ngeluarin darah. Tadi, putrinya si Rara nelpon ke hape Tante Ratna, aku angkat. Sekarang dia di sini, ngamuk-ngamuk gak jelas. Ngancam-ngancam gitu.”“Bilang aj

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 52. Kapan Kau  Mencintaiku, Mala?

    *****POV DikyAku masih tak percaya dengan kenyataan yang terjadi sekarang ini. Papa berselingkuh dengan perempuan lain saja sudah membuatku sesak napas. Ternyata Papaku begitu menjijikkan. Saat aku ingin meminta pertanggung jawab, dia malah memilih pingsan. Serangan jantung, kata dokter. Padahal menurutku, itu hanya taktik diaa untuk lari dari masalah. Pasti dia enggan berurusan denganku setelah rahasianya terbongkar. Tertangkap basah lagi. Iya, tertangkap basahlah namanya, karena aku dan istriku menangkap mereka dalam keadaan sudah basah. Basah karena peluh dan mungkin cairan lainnya. Yang menjijikkan tentu saja.Sekarang timbul lagi masalah yang jauh lebih rumit. Mamaku ternyata sama parahnya. Dia nekat menusuk selingkuhan Papaku yang juga pernah menjadi selingkuhan Papa istriku. Rumit, ya? Mamaku menusuk mertua tiriku, yang ternyata selingkuh dengan papaku. Arrrrgh! Sakit kepalaku

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 51. Solusi Dari Ibu

    *****Aku segera meraih jaket dan jilbab instan yang tergantung di balik pintu kamar. Memasukkan ponsel dan dompet ke dalam tas sandang, meraih kunci motor di atas nakas, lalu setengah berlari keluar dari kamar.“Mala!”Duh! Aku lupa di rumah ini aku tidak sendiri, meski suamiku berulah lagi. Masih ada Ibu dan Nenek yang begitu peduli.“Mau ke mana? Buru-buru amat?” tanya Ibu seraya bangkit dari sofa di ruang tengah. Nenek mengalihkan tatapannya dari layar tv, kini menatapku dengan teliti.“Aku mau … eh, anu, Bu. Aku mau ….”“Mala …. Sayang? Kamu baik-baik saja, kan, Nak?” Ibu meraba pipiku.“Aku baik, Bu. Aku Cuma mau ke rumah sakit, mau liat keadaan perempuan itu,” jawabku berdallih.

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 50. Ancaman Rara

    *****Jujur, aku mulai lelah menjalani rumah tangga ini. Sudah mulai timbul rasa bosan dalam membina hubungan ini. Sikap dan watak Mas DIky teramat menyebalkan. Sifat kanak-kanaknya tak juga berubah. Gampang meledak-ledak seperti anak kecil, yang jiwanya belum matang. Aku masih harus terus menerus mempelajari sifat dan karakternya. Harus berusaha memahami segala kekurangannya, dan berusaha menempa jiwanya agar matang dan dewasa.Tetapi, kenapa hal ini tidak berlaku sebaliknya, coba? Harusnya dia juga berbuat yang sama! Dia juga harus memahami sifat dan karakterku. Bagaimana mungkin dia berfikir aku menelepon Reno, lalu mencurahkan isi hatiku, mengadukan keluh kesahku. Mala bukan type perempuan seperti itu, kan? Kenapa dia langsung meledak-ledak menuduh?Jika dia menduga seperti itu, bukankah harus bertanya dul

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 49. Suamiku Kumat Lagi

    ****“Maaaa! Mama kenapa senekat ini?” Mas Diky berteriak.Ratna ambruk, darah segar merembes membasahi dasternya yang terbalik. Mama mertuaku tersenyum seperti menyeringai.Ibu dan Nenek berlari dari kamar mereka. Menatap pemandangan yang tak diduga sama sekali.“Sudah, Ken! Sudah kutuntaskan dendammu! Aku tahu kau tidak pernah sakit, hatimulah yang terluka, bukan jiwamu! Tolong jaga Diky putraku, juga cucuku di perut putrimu! Biar aku saja yang menanggung semua ini. Kau di sini saja, jaga cucu kita, ya!” Mama menatap Ibu sendu.“Kak Lena? Kau? Jadi?” Ibu terperangah, dia kesulitan untuk berkata-kata. Bola matanya membulat sempurna.“Ya, Ken. Iya. Maaf, mengagetkanmu.”“Bang! Cepat bawa dia ke rumah sakit! Cepat!” perintahku kepada Bang Anwar. Segera

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 48.  Kejutan Dari Mama Mertua

    *****“Rahma! Bisa kau jelaskan apa sebenarnya yang telah terjadi dengan papamu?” Mama mertua tiba-tiba menegakkan tubuh. Matanya berkilat dengan sorot tajam, menatap anak dan menantunya satu persatu.“Tidak ada apa-apa, Ma! Mama tenanglah!” bujuk Kak Rahma mengelus punggung ibunya.“Diky! Kau juga tak mau berkata jujur!” tuntutnya kepada suamiku.Mas Diky bergeming.“Anwar! Kau juga tak mau jujur?”Bang Anwar menatap istrinya, seolah minta persetujuan. Kak Rahma menggeleng.“Tinggal kau Mala! Kau juga tak mau menjelaskan pada Mama? Atau, jawaban ibumu adalah jawabanmu?” dia kini menatapku lekat.“Kak Rahma, Mas! Lebih baik kalian berterus terang saja! Untuk apa lagi, sih, kalian menyembunyikan hal

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 47.  Raungan Mama Mertua

    *****Mama mertua masih menunggu jawabanku. Wajahnya terlihat begitu serius, seolah ucapan yang akan keluar dari mulutku begtu penting baginya. Kuputar otak segera, berusaha mengumpulkan perbendaharaan kata, untuk kurangkai untuknya.“Mala! Kenapa jawab gitu, aja, mikir, sih? Bagaimana hasilnya? Papa enggak mau pulang? Masih merajuk juga?”“Bukan, begitu, Ma. Tapi –“Belum selesai kuucapkan kalimatku, tiba-tiba terdengar kegaduhan dari arah dapur. Repleks aku dan Mama mertua berlari ke sumber kegaduhan. Nenek tengah jambak-jambakan dengan Ratna. Ya, Tuhan … Nenekku yang terlihat sudah begitu uzur, ternyata tenaganya sangat kuat. Untuk sesaat aku hanya melongo menonton pertunjukan. Terpukau dengan kegesitan Nenek menghajar perempuan lacur itu.“Hentikan! Sudah!”Eit, Mama mertu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status