Home / Rumah Tangga / Ketika Adikku Inginkan Suamiku / Bab 6. B0m Cinta Mel3dak Di Rumahku

Share

Bab 6. B0m Cinta Mel3dak Di Rumahku

last update Last Updated: 2024-12-19 21:41:32

*****

Sifat Mala yang seperti inilah yang membuat rasa kagumku semakin berlipat-lipat ganda.  Anehnya dia bisa  bersikap seperti itu kepada semua orang. Semua … orang. Kecuali aku. Kalau menghadapiku, dia selalu ketus. Kenapa, coba. Apakah dia bersikap begitu karena akulah yang paling istimewa baginya? Bah! Orang yang istimewa, kok malah disiksa.

“Dagang juga pekerjaan yang mulia, Nak. Enggak masalah bagi kami, ya, kan, Ma?” Untung Papa sangat pintar menetralkan suasana. Meskipun Mala tampak tidak tersinggung, namun, tetap aku khawatir  perasaannya terluka.

“Udah, sore, Pa! Kita balik, yuk! Ntar kemaleman lagi,” kata istri Om Rijal tiba-tiba.

“Oh, iya. Kami permisi, ya. Ayo, Diyah!” Mereka bangkit bersamaan.

“Lho, kok, buru-buru. Belum hilang kangennya, lho!” kata Papa berbasa-basi.

“Masih  banyak waktu, lain kali kita sambung lagi.”

Mereka melangkah keluar setelah saling bersalaman sekali lagi. Mama dan Papa mengantar mereka hingga teras.

“Kok, enggak diantar si Diyah itu  setidaknya sampai depan?” Mala meledek. Matanya tajam menatapku.

“Oh, boleh, nih. Sebenarnya aku mau ngantar sampai rumahnya, sih. Tapi, gimana, takut ada yang cemburu,” balasku tak mau kalah.

“Cemburu? Memang situ siapa, mana mungkin aku cemburu?” ketusnya. Wajah cantiknya semakin manis dengan bibir mengerucut seperti itu.

“Lho, yang bilang kamu cemburu siapa? Aku enggak bilang kamu, kan? Aku tadi bilang ada yang cemburu.”

“Memang ada lagi selain aku?” Mala menatapku serius. Aku terperangah.

“Selain kamu? Memangnya kamu siapaku?”  balasku sengaja mempemainkan hatinya.

“Mas Diky … awas kalau nangis lagi seperti tadi, ya!” ancamnya dengan gigi dirapatkan.

“Diky! Ada apa, sih? Kalian kok sepertinya berantem terus?” Mama dan Papa kembali masuk.

“Mala, Ma. Masalahnya Mama tahu apa?  Dari awal dia itu merajuk  karena melihat putri Om Rijal tadi. Dia cemburu,” kilahku. Mata Mala membulat, menatapku penuh ancaman.

“Oh, jadi itu awal musababnya. Mala, Awalnya kami memang mau mendekatkan Diky dengan Diyah. Tapi, setelah kami tahu ada kamu, batal, dong! Makanya Tante marah sama Diky, kenapa baru dikenalin sekarang.”

Mala menunduk. Kasihan dia, sepertinya dia malu sekali karena ucapanku.

“Jadi, Nak Mala, kalau memang Diky sudah berani membawa seorang gadis ke rumah, itu artinya dia sudah sanggat serius.  Kami juga sebenarnya sudah tidak sabar. Ponakannya sudah besar-besar. Tinggal dia yang belum nikah di rumah ini. Hanya dia pula anak kami laki-laki. Dialah yang kami harapkan sebagai penerus  marga. Kamu paham kan, apa yang Om maksudkan?  Om dan tante, bahkan seluruh keluarga besar, ingin Diky segera menikah.”

“Pa, jangan ngomong gitu dulu! Mala masih kuliah. Dia belum mikiri nikah, lho Pa?” selaku memotong ucapan Papa. Aku takut sekali. Pasti Mala bakal ngamuk lagi nanti padaku. Bah, kenapa Papa buat masalah jadi ribet gini, sih? Harusnya aku udah punya pacar aja, mereka  udah senang, dong!

“Enggak masalah juga kalau masih kuliah, Diky! Boleh kok kuliah meski sudah menikah. Enggak ada larangan!” bantah Papa.

“Iya, Mala tetap kita izinin kuliah meski sudah menikah nanti. Yang penting, Nak Malanya bersedia menikah denganmu, itu!” kata Mama ikut-ikutan.

Habis sudah. Selesai. Mala pasti ngamuk nanti. Yah, aku bakal kehilangan Mala untuk selamanya. Kami kan hanya pacaran pura-pura, masa menikahnya juga pura-pura? Gawat-gawat.

“Bagaimana Nak Mala? Apakah kamu bersedia kalau kami datang ke rumah untuk melamar?” tanya Papa semakin nekat.

Mala mendongah, diliriknya aku sekilas. Sorot matanya kulihat berubah sayu. Begitu sendu.  Gadis itu kini menunduk.

“Maaf, Pa? Sebenarnya. Mas Diky hanya ….”

“Mala, bagaimana kalau aku antar pulang sekarang?” kataku menyela ucapannya. Segera aku bangkit  dan meraih tangannya.

“Diky! Duduk!” perintah Papa menatapku tajam.

“Tapi, Pa. Mala  nanti kesorean pulangnya. Enggak enak sama orang tuanya,” bantahku semakin tegang. Aku sangat takut Mala akan berterus terang. Bagaiman reaksi Papa dan  Mama nanti, kalau mendengar kalimat Mala, bahwa kami hanya pacar bohongan.

“Kau duduk dan diam, Papa mau mendengar langsung dari  mulut calon menantu Papa.”

Aku mengalah. Habis sudah. Akhirnya bom ini akan meledak juga. Duh, kalau itu bom beneran, pasti aku sudah bergerak menjinakkannya. Pertama melepas wayar yang berwarna biru, lalu kuning, dan terakhir merah. Semoga prosedurnya benar. Bom tak akan jadi meledak.  Tapi kali ini, bom berbeda. Jauh lebih dasyat. Bom ini akan menghancurkan hati Papa dan Mama.  Ya, sudahlah. Aku pasrah saja. Kali ini, aku berjanji, tak akan  menolak lagi, meski mereka jodohkan dengan wanita manapun. Aku pasrah.

“Bagaimana, Nak Mala? Apakah kamu bersedia kami datang ke rumah untuk melamar kepada orang tuamu?” tanya Papa lagi.

“Begini, Om. Sebenarnya ….”

Aku menunduk, tak sanggup rasanya menanti kalimat yang akan keluar dari mulut Mala selanjutnya.

“Bagaimana mungkin saya akan menjawab pertanyaan Om dan Tante, sedangkan Mas Diky sendiri tak pernah melamar saya menjadi istri.”

Apa? Mala bilang apa barusan?  Dia sengaja mengulur waktu untuk meledakkan bom itu, rupanya. Aku semakin gelisah tak karuan.

“Oh, begitu? Diky belum pernah memintamu menjadi istrinya? Jadi hubungan kalian selama ini?” cecar Papa penuh selidik.

“Mas Diky hanya bertanya, apakah saya mau jadi pacarnya, bukan jadi istri, Om.”

“Oh, begitu, rupanya? Diky, cepat kau lamar dia sekarang!” perintah papa. Persis seperti perintah seorang komandan yang harus segera aku laksanakan.

Entah apalah maksud Mala berkata begitu. Mau ledakkan bom saja, pakai drama begini ruwet. Padahal aku sudah pasrah bom nya meledak.

“Cepat Diky! Lamar Mala sekarang juga!” Mama ikut ikutan jadi Komandan.

“Baik, Pa, Ma.” Aku memberanikan diri menatap bola mata Mala.

“Ini, pakai ini!” Mama melepas cincin berlian dari jemarinya. “Kalau memang Mala nanti menerima lamaranmu, pakaikan cincin ini di jarinya. Itu Mama hadiahkan untuknya. Besok akan mama belikan yang baru, cepat!”

Bah, ini bomnya beranak lagi. Bakal meledak rumah ini kalau begitu. Yang hancur bukan cuma hati Papa dan Mama sepertinya, tapi seluruh isi rumah ini. Bagaimana ini. Terpaksa kuraih cincin itu. Kuputar-putar dengan ragu.

“Mas Diky, mungkin tak ingin melamar saya, Tante. Dia ragu, kan? Jangan dipaksa, ya, Tante, Om,” kata Mala kemudian. Sepertinya sengaja makin membuatku jantungan. Duh! Bagaimana ini?!

“Siapa bilang? Aku mau banget menjadikanmu istri. Dari dulu juga. Dari pertama mengenalmu. Saat kita masih SMA dulu. Perasaan itu enggak pernah berubah hingga detik ini. Kau tahu kan, aku enggak pernah bisa mencintai perempuan lain selain kamu. Kenapa kau masih ragu,  Mala. Nih, aku pakaikan cincinnya!” Kuraih jemarinya dengan, kugenggam kencang, tanpa berpikir panjang, segera kuselipkan cincin berlian itu.

Mereka bertiga terperanagh. Aku salah tingkah, kuhenyakkan tubuhku, kembali di atas sofa.

“Mala, maafkan Diky, ya. Cara dia melamar, mungkin kurang berkenan di hatimu, Nak,” kata mama mengelus lembut punggung gadis itu.

“Enggak apa-apa, Tante. Saya akan nanya kesiapan  Papa dan Mama saya, kapan Om dan tante boleh ke rumah untuk melamar saya.”

Tunggu! Bo*mnya apakah sudah meledak? Apakah aku sudah mati sekarang? Terus  yang kudengar barusan, itu  suara malaikat yang sengaja datang menghiburku, begitu?”

*****

Related chapters

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 7. Menjelang Lamaran

    *****VOP MalaJujur, aku tidak mencintainya. Pemuda yang telah mengejarku sekian tahun ini sama sekali tak kuingini. Berkhayal menjado istri seorang polisi saja aku tidak pernah. Bukan karena dia kurang tampan. Bukan pula karena kurang kaya. Tidak ada yang kurang pada dirinya. Tapi, cinta tak juga mau bertaut di hati ini.Wajah Mas Reno telah memenuhi ruang di hati. Tidak ada yang bisa menggantikan posisinya. Meski tak dapat kumiliki, biarlah, dia saja yang tetap bertahta di hati ini. Cukup bayangannya, tak usah wujud nyatanya.Namun, entah kenapa ada rasa asing yang tak kupahami, saat Mas Diky akan berpaling ke wanita lain. Bukankah sangat wajar dia mencari cinta yang lain, karena cintanya tak jua tertaut di hatiku? Sementara orang tua nya sudah tak sabar lagi. Mas Diky harus segera menikah.Aku paham saat dia akan dijodohkan dengan wanita yang mereka anggap pantas mendampingi Mas Diky. Awalnya aku tak peduli, tapi saat melihat betapa manisnya gadis yang bernama Diyah i

    Last Updated : 2024-12-20
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 8. Pria Pilihan Papa Ternyata ….

    *****"Tidak mungkin, Ma!""Mala, kau tahu, Papamu pernah stres karena dulu gagal jadi angkatan, kau tidak mau kan, dia stres lagi karena kecewa padamu? Hanya kau harapannya saat ini, Nak! Adikmu masih terlalu kecil untuk menikah.""Mas Diky juga angkatan, Ma. Lalu apa bedanya dengan lelaki pilihan Papa itu?""Bedanya, karena yang ini anak temannya. Orang yang sangat dia banggakan. Teman dia berjuang dulu. Cepat kau telpon pacarmu itu sekarang juga, suruh jemput cincinnya itu, lekas!""Mala enggak berani, Ma. Mala enggak tega.""Jadi, sama Papamu, kau tega?"Aku tercenung lama. Papa memang sangat menyayangiku, tapi dia juga sangat keras dan kejam bila sudah marah. Kata nenek, dia sempat depresi, dulu, saat gagal jadi angkatan. Tentu saja aku tak ingin dia depresi lagi. Tapi, haruskah aku mengecewakan Mas Diky.Ah, sudahlah. Toh, aku tidak mencintainya. Mas Diky akan segera menemukan penggantiku, mungkin Diyah, gadis manis tadi sore, afalah jodohnya."Mala,

    Last Updated : 2024-12-20
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 9. Lamaran Istimewa

    *****"Kita nekat kawin lari, yuk. Kita nikah secara militer aja, mau enggak?" ajak Mas Diky terdengar makin putus asa."Emang bisa?" tanyaku menahan geli. Kedua orang tua kami menahan tawa."Iyakan aja!" bisik Papanya. Mereka sepertinya ingin mengerjai Mas Diky."Bisa, ayuklah! Mau, ya, Sayang! Tolong! Daripada suamimu mampus karena kutembak, bagus kita nekat sekarang. Iya, kan?""Kalau kau tembak suamiku, kamu masuk penjara, aku jadi janda, dong? Ntar, aku nikah lagi," ancamku sengaja mempermainkan hatinya."Aku tembak lagi!" Dia balik mengancam."Kamu penjara lagi!""Biarin!""Aku nikah lagi!""Kutembak lagi!""Panjara lagi!" 

    Last Updated : 2024-12-21
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 10. Awal Pernikahan Dengan Seorang Tentara

    *****"Ayo, dong, dandan! Pak Penghulunya bentar lagi datang, lho!" Mas Diky mengalungkan tangannya di leherku."Mas Diky, ngapain masuk kamar, coba! Gimana aku mau dandan kalau dipeluk terus begini? Juru riasnya malah diusir keluar," protesku melonggarkan pelukannya."Aku takut, Sayang. Makanya, aku mau menjagamu dua puluh empat jam.""Takut apa?""Takut, kalau kau berubah pikiran. Karena, aku sangat paham, kau belum juga bisa menerima aku di hatimu.""Ya, enggak mungkinlah aku berubah pikiran. Secara, para tamu undangan udah pada datang, Pak Penghulu udah dalam perjalanan, masa iya, aku berubah pikiran."Wajahnya terlihat mendung, sorot mata itu kini sayu."Banyak kok kejadian, calon pengantin melarikan diri sedetik sebelum akad nikah," sergahnya dengan nada begitu serius."Jangan takut, Mas. Kalau Kak Mala melarikan diri, ada Rara yang bersedia menjadi pengantin pengganti, hehehe ...."Serempak kami menoleh ke pintu kamar. Rara adikku satu-satunya telah b

    Last Updated : 2024-12-22
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 11.  Malam Pertama Menjelang Subuh

    *****“Kenapa, Sayang? Kamu capek? Ok, Maaf, mungkin aku yang terlalu terburu-buru,” ucap Mas Diky menegakkan tubuh, lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Terdengar suara cidukan air dari bak. Sepertinya dia mencuci muka atau membasahi kepalanya.Kurapikan kembali pakaianku yang berantakan. Meneliti tubuh yang tak karuan. Lalu duduk di bibir ranjang.Mas Diky keluar dari kamar mandi dengan kepala basah. Airnya bahkan menetes membasahi lantai. Seketika timbul rasa iba di hati. Kuraih handuk kecil dari dalam lemari, lalu bergerak mendekatinya yang kini duduk di bibir ranjang.Kukeringkan kepala dan wajah yang basah dengan lembut. Kuseka leher dan tengkuk. Mas Diky hanya pasrah, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirnya. Kepalanya mungkin sudah dingin karena siraman air yang dingin, api hatinya mungkin masih panas karena amarah

    Last Updated : 2024-12-22
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 12.  Kuseret Adikku Keluar Kamar

    *****Ponselku dan ponsel Mas Diky berbunyi berbarengan. Beberpa kali kami biarkan. Rasa lelah dan sakit di bagian tertentu tubuh membuatku enggan untuk bergerak. Mas Diky juga enggan bergerak. Dia terlihat begitu lelah. Tetapi, wajahnya terlihat tenang dan terang. Tak lagi kusut dan gelap seperti tadi malam.Suara ribut panggilan masuk di ponsel masih membahana. Kuraih benda itu dari atas nakas. Kuusap layar dengn mata terpejam.“Cepat bersiap-siap kalian! Petugas travel akan segera menjemput. Pesawatnya berangkat pukul sepuluh!” perintah Mbak Rahma.Aku baru ingat, hari ini kami akan berangkat. Bulan madu yang telah mereka siapkan dan hadiahkan untuk kami. Kakak iparku yang baik dan penuh perhatian.Ponsel Mas Diky berhenti berbunyi. Mungkin karena telah tersambung ke ponselku tadi.Aku harus segera bangkit dan membersihka

    Last Updated : 2024-12-23
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 13. Apakah Pernikahanku Sah?

    *****Kupandangi dengan seksama foto di tanganku. Bayi merah berbalut kain tebal di sekujur tubuh. Hanya bagian wajah yang tampak. Tergeletak beralaskan kain panjang bermotif batik. Di atas keset tepat di depan pintu.Siapa yang telah begitu tega membuang bayi malang ini. Membuang darah dagingnya sendiri? Andaipun itu adalah bayi yang tak diinginkan, tidak seharusnya dia menaruhnya di depan pintu rumah orang lain. Bayi itu tidak tahu apa-apa. Andai dia bisa berbicara, dia pasti akan berkata kalau diapun tak ingin dilahirkan ke dunia.Lalu, kenapa rumah orang tua Rara yang dia pilih? Mereka memang sangat baik. Aku wajib berterima kasih karena telah merawat dan membesarkan aku. Tapi, kalau boleh memilih, tetap aku ingin bersama orang tua kandung meskipun hidup susah.Kuseka sekali lagi, air mata di pipi. Tak ingin Mas Diky melihat tangis ini. A

    Last Updated : 2024-12-23
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 14. Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya

    *****Mas Diky sedang bersiap untuk berangkat tugas. Masa cutinya sudah selesai. Tubuh atletis dengan rambut masih basah itu baru saja keluar dari kamar mandi. Aku sempat memandanginya dari balik selimut. Tubuh kekar yang hanya berbalut handuk setengah badan dan dada telanjang itu kini berdiri di depan cermin. Penasaran, kuintip lagi dari balik selimut.Ops!Ketahuan. Mata kami bersetatap melalui pantulan cermin.“Mau lagi, ya! Hem, nantang, nih?” katanya melompat ke atas ranjang. Dengan penuh semangat ditariknya selimut yang menutupi seluruh tubuhku.“Enggak, ampun … udah, dong!” teriakku manja sambil menghindari serangannya di wajah.“Bangun makanya, jangan menggoda terus! Jadi males, kan aku berangkatnya!” sungutnya menghentikan serangan.“Jangan malas, dong! Nanti komandan kamu marah, kena hukum enggak boleh pu

    Last Updated : 2024-12-24

Latest chapter

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 68. Ekstra part 2 (Tamat)

    ****Kuhirup udara kebebasan dalam-dalam, begitu diri ini berada di luar. Setelah tiga tahun lima bulan terkurung di balik tembok tinggi, terisolasi dari hiruk pikuknya dunia luar, kini aku kembali dipercaya untuk melanjutkan hidup.Aku tahu, masa tahanan ini cukup singkat, dibanding dengan kejahatan yang telah kulakukan. Papa dan Kak Mala, berjuang agar masa tahananku sesingkat mungkin. Padahal, andai seumur hdup di penjara pun, aku ikhlas.Bukan suatu masalah buatku, hidup di dalam penjara. Jujur, aku malah merasa, lebih baik hidup terisolasi di dalam sana dari pada terbuang di luar sini. Yah, aku pasti hidup terbuang di luar ini.Siapa yang peduli padaku, coba? Sapa yang akan mendampingi orang cacat sepertiku? Hanya akan menjadi beban buat orang lain. Bukankah lebih baik hidup di balik jeruji? Entah untuk apa Papa dan Kak Mala berj

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 67.  Ekstra Part 1

    *****POV Rara (Malam sebelum Ratna Tertusuk)“Tidur, Nak! Sudah malam, ayo!” Ibu Niken mendorong kursi rodaku menuju kamar.“Baik, Bu,” sahutku.Tante Lena dan Nenek mengikuti kami, setelah lelah berbincang tentang persiapan pernikahan Bu Niken dengan Papa esok pagi. Tante Lena dan Nenek masuk ke kamar mereka. Sedangkan aku dan BU NIken masuk ke kamar kami sendiri. Sejak aku tinggal di rumah Kak Mala, Bu Nikenlah yang merawatku. Dia sendiri yang menawarkan diri. Kmai sekamar berdua, Nennek dimintanya pindah ke kamar Tante Lena. Alasannya agar mugah melayani segala keperluanku.Sungguh tak kusangka, wanita yang pernah dihancurkan oleh Mama, justru bersikap begitu baik padaku. Saat aku tak berdaya, dia tampil sebagai. Tiada pamrih apa-apa, aku dapat merasakan ketulusan dari setiap tindakannya.Pantas Kak Mal

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 66. Gerimis di Akhir Badai

    *****POV MalaTekad Papa untuk menikahi Ibu kembali sepertinya sudah sangat bulat. Dia memenuhi janjinya pada Ibu dan nenek. Sehari setelah surat cerai untuk Mama Ratna keluar, dia langsung datang ke rumah untuk melamar Ibu. Alhamdulillah, Ibu menerima lamaran Papa.Pernikahan mereka akan diadakan seminggu lagi. Ibu tak ingin ada pesta, cukup pernikahan sederhana saja.Bertolak belakang dengan Papa dan Mama mertua. Mereka justru diambang perceraian. Mama mertua tetap menggugat pisah. Segala bujukan dan jalan damai telah kutempuh. Bekerja sama dengan Kak Rahma, kami berusaha menyatukan mereka kembali, tetapi pintu hati mama mertua sepertinya sudah benar-benar tertutup. Anehnya Mas Diky malah mendukung.“Apapun akan Diky lakukan untuk Mama, asal itu membuat Mama bahagia,” janjinya pada ibunya.“Izinkan mama

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 65. Tobatku Karena Kak Mala

    *****POV RaraPerlahan kesadaranku telah kembali. Yang pertama, ternyata aku masih hidup. Saat ini berada di sebuah rumah sakit, tentu saja aku yakin ini adalah sebuah rumah sakit karena ada jarum inpus yang melekat di pergelangan tangan. Ada selang yang ikut bergerak, jika tangan ini kugerakkan. Sebuah botol berisi cairan tergantung di sebuah tiang besi, diatas tempat tidur. Berbagai selang dan wayar menempel di hidung dan tubuh. Aroma obat bercampur karbol menyerang penciuman, Aroma khas rumah sakit.Ingat bagimana tubuh ini terjatuh menyentuh aspal, langsung terlindas sebuah kendaraan. Kukira sudah berakhir. Kenapa, masih berlanjut? Kenapa derita ini masih berlanjut, bahkan efisode berikutnya lebih getir. Skenario yang telah disiapkan oleh Allah, di babak kedua hidup ini, pasti lebih getir. Tentu saja! Wajah-wajah penuh derita telah menyambut kedatanganku. Aku melihat itu.&n

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 64.  Kenapa Kak Mala Melarang Aku Melihat  Kakiku?

    *****POV RaraBenar kata orang, penyesalan itu datangnya selalu terlambat. Seperti halnya yang aku alami saat ini. Entah untuk apa dulu aku meminta preman ini mengobrak-abrik rumah Kak Mala. Usahnya gagal, aekarang malah aku terjebak di sini. Kini, aku harus membayar mahal perbuatan itu.Entah bagaimana caranya agar bisa lolos dari orang sangar ini. Katakutan ini membuatku tak dapat lagi berpikir. Dia akan menjualku kepada laki-laki yang entah siapa, bagaimana tampangnya, bagimana wataknya, dan aku takut. Mama … tolong Rara …. Papa … liat nasip Rara ini Pa!Kak Mala … biasanya kau selalu hadir dan menyelesaikan setiap masalahku. Jangankan masalah yang sulit, masalah yang gampang seklaipun kau sellau hadir untuk menyelesaikannya. Saat akum alas mengerjakan PR sekolah, kau pasti mengerjakannya untukku, saat aku bermasalah dengan teman, kau selal

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 63. Pacar Adikku Memilih Pergi

    *****“Tunggu!”Aku tersentak taget. Alat tulis yang sudah kupegang terlepas dari tangan. Serempak kami menoleh ke arah pintu. Papa dan Ibu berdiri di sana.“Apa yang kau lakukan, Sayang?” Papa mendekat, meneliti gambar di layar, membaca kertas yang hampir saja kutandatangan.“Papa ….” Lirihku menyebut namanya. Wajah Papa memucat, segera mas Diky bangkit, menyeret kursi bekas didudukinya ke belakang Papa. Dengan lunglai, Papa mengjatuhkan tubuh di sana.“Kenapa Ibu membawa Papa ke sini?” tanya Mas Diky berbisik pada Ibu, tapi kami dapat mendengar.“Dia maksa, Nak Diky. Ibu sudah berusaha mencegah,” jawab Ibu membela diri.“Tidak apa-apa, Nak Diky. Papa baik-baik saja,” kata Papa dengan suara lemah.“Papa e

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 62. Rara Melompat Dari Motor, Kenapa?

    *****POV MalaBayangan saat Rara dibawa pergi oleh lelaki sangar itu tak bisa hilang juga. Sungguh aku tak habis pikir, kok mau-maunya si Rara pacaran dengan preman. Apa yang ada laki-laki yang lebih baik lagi?Usahaku membujuk Mama mertua juga sia-sia belaka. Percuma aku merekam percakapan antara Rara dengan Papa mertua di warung bakso tadi. Sedikitpun hati Mama tidak tersentuh. Dia hanya menatap layar dengan wajah membentuk segi delapan. Bibirnya mencibir, lalu mengembalikan ponselku tanpa ekspresi.Sudah tertutup rapat kah pintu hati wanita itu? Kenapa tiada maaf? Setelah pernikahan yang mereka bina selama puluhan tahun, tak bisa kah, dia mengesampingkan ego, demi Anak-anak dan cucu? Begitu sakitkah hatinya? Bukankah Papa mertuaku sudah meminta maaf?Kenapa Ibu bisa memaafkan Papa? Bukankah posisi mereka hampir sama? Sama-sama dihancurkan oleh Rat

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 61. Bang Gandi Menjual Rara

    *****POV RaraNyalang kutatap wajah perempuan yang berdiri di teras sudut warung. Sebenarnya aku sudah melihatnya sedari tadi, tak lama setelah Om Herman masuk ke dalam warung. Syal panjang dan lebar yang digunakannya untuk menutupi wajah dan sebagian tubuh, membuat aku tak mengenalinya. Kukira hanya seorang pelanggan warung bakso. Tanpa kusadari dia merekam semua pembicaraanku dengan Om Herman.Mereka keterlaluan! Sengaja menjebak aku rupanya. Om Herman juga, pura-pura jual mahal! Pura-pura tak perduli lagi pada Mama, rupanya karena takut pada Kak Mala dan Kak Rahma. Pasti mereka datang bersamaan tadi, sengaja untuk mempermalukan.Kak Rahma dan Kak Mala tersenyum puas. Panas rasa hatiku.“Oh, jadi kalian sengaja menjebakku! Om Herman bilang dia datang sendiri, dia sembunyi-sembunyi ke sini, padahal kalian sekongkol! Bangs*t kalian semua!” teriakku meradang. Semua meja yang

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 60. Rara Dibawa Preman

    *****Kembali POV MalaSudah tiga hari Mama mertua tinggal di rumahku. Polisi membebaskannya berdasarkan permintaan keluarga korban, yaitu Papa. Ucapan terima kasih tak henti terucap dari mulutnya. Papa yang sudah mulai sering berkunjung untuk menemui Ibu, menanggapinya dengan santai.“Saya khilap, Bang. Gak nyangka banget, si Ratna setega itu. Saya sudah membela dia mati-matian di depan Abang waktu itu, kan? Berbulan-bulan dia dan anaknya itu saya kasih makan secara gratis, kok malah mencuri suami saya,” tuturnya saat baru pulang dari penjara tiga hari lalu.“Iya, Dek Lena, tapi, lain kali, jangan pernah main senjata tajam lagi. Masalah apapun, hadapilah dengan kepala dingin. Seperti halnya sekarang. Cobalah menghadapi Herman dengan kepala dingin!” kata Papa, sepertinya sengaja memancing isi hati Mama mertua.&

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status