Beranda / Rumah Tangga / Ketika Adikku Inginkan Suamiku / Bab 5. Mala Dan Mama Bagai Bertemu Sahabat Lama

Share

Bab 5. Mala Dan Mama Bagai Bertemu Sahabat Lama

last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-10 16:50:44

*****

“Masuk, yuk! Aku kenalin sama Papa dan Mama!” ajakku setelah dia mulai tenang.

“Enggak mau, aku berdebar. Takut juga iya,” katanya tetap menolak.

“Berdebar kenapa? Takut apa?”

“Kamu masuk aja! Aku nunggu di sini!”

“Enggak bisa! Paling kamu ngintip lagi!”

“Mas …!” Mala menatapku, kubalas menatap tepat di manik-manik matanya.  Gadis itu menunduk. Baru kali ini, dia menunduk saat kutatap. Biasanya balas menatap, lalu membuang pandangannya. Sama sekali tak ada respon dari sorot matanya. Kenapa kali ini berbeda? Apakah sesuatu telah terjadi padanya?

“Mala … kenapa?” tanyaku lembut. Ingin sekali kuraih tanganya, meremas lembut jemarinya. Tetapi aku takut, pasti dia akan segera menolak seperti biasanya.

“Mas, gadis yang bernama Dyah itu, manis, ya?” lirihnya tiba-tiba.  Dia berkata masih dengan menunduk.

“Kamu melihatnya?” tanyaku dengan dada berdebar. Entah kenapa, aku begitu bahagia, mendengar kalimatnya.  Sepertinya harapan baru telah mekar,  karena kulihat rona cemburu di wajah jelitanya.

“Maaf, aku tadi sempat mengintip dari balik jendela,” ucapnya pelan, nyaris tak terdengar.

“Hemh, dia manis,” ucapku  segaja memuji putri teman Papa itu, ingin memperjelas dugaanku akan perasaan Mala.

“Kau menyukainya?” Mala mendongah, menatapku tak berkedip. Kulihat sorot mata jernihnya mulai redup.

“Enggak penting saat ini, masalah perasaaku. Papa dan Mama ingin agar aku segera menikah. Biar bagaimanapun, aku tak  akan bisa menikahi gadis yang aku cintai. Kalau mereka setuju, untuk apa aku menolak lagi. Mau nunggu juga, toh, enggak ada yang mau ditunggu.”

“Kau mau menikahi orang yang tak kau cintai?” cecarnya. Sudut matanya mulai mengembun.

“Enggak penting lagi memikirkan perasaanku. Karena perasaanku memang sudah enggak ada, Mala. Semua rasa itu sudah habis. Tida ada lagi yang tersisa meski sedikit saja. Rasa itu semuanya sudah kuberikan padamu.  Jadi,  enggak masalah lagi sekarang, aku enggak suka, aku enggak cinta, atau apa pun itu. Yang penting Papa dan Mama bahagia. Masalah perasaanku, enggak  penting.”

“Diky! Kenapa di sini? Hey siapa gadis ini?”

Aku dan Mala tersentak. Mama sudah berdiri di depan pintu.

“Oh, iya, Ma. Ini Mala, Dia ….”

“Sore, Tante … saya Mala,” kata Mala mengulurkan tangan.

“Kenapa enggak masuk?” Mama menerima uluran tangan Mala dengan ramah.

“Iya, Tante. Ada tamu, enggak enak ganggu. Saya pulang aja. Mas Diky, masuk aja, sana! Aku pulang naik taksi online aja. Permisi, Tante!” Mala tersenyum sekai lagi, sebelum akhirnya membalikkan badan dan berjalan menuju gerbang.

“Sebentar, La!” panggilku menghentikan langkahnya.

“Iya, Mas?” Mala menyahut tanpa berbalik.

“Kalau ada barang-barangku yang masih tertinggal di rumahmu, tolong kirimkan lewat Go Jek aja, ya! Sepertinya aku tidak akan pernah punya  waktu lagi untuk mengambilnya,” kataku lembut, namun sangat dalam maknanya.

Gadis itu segera membalikkan badan.   Menatapku dan Mama sekilas, lalu menunduk dalam.

“Aku tak bisa berbelit-belit lagi. Sudah capek, La. Enggak tahu lagi harus bagaimana menyikapimu. Segala cara sudah kulakukan. Segala permintaamu sudah kuturuti. Aku tahu isi hatimu yang sebenarnya saat ini. Aku sudah tahu, Mala! Tapi, kau tetap sengaja menyiksaku seperti ini. Kau bisa begi … tu baik, pada sahabat-sahabatmu, kau rela mengorbankan apa saja demi mereka. Tapi, kenapa padaku tidak!  Semakin aku berusaha mengalah padamu, semakin bersemangat kau menyiksaku. Ok, sukup sudah! Pergilah!”

Suaraku parau, ada tangis di sela sela ucapanku. Beberapa titik air bahkan tanpa segan bergulir di pipi. Aku laki-laki, aku seorang polisi, menangis untuk seorang perempuan. Bah! Ini sudah keterlaluan.

“Ini … ini … maksudnya apa? Ada apa di antara kalian?” tanya Mama kebingungan.

“Mas Diky, Tante…. Saat Tante bertanya  saya siapa, dia enggak mau mengatakan kalau saya adalah pacarnya.”

“Apa?” sergahku tak percaya.

“Benarkah? Kamu, pacar anak Tante? Secantik ini? Diky …! Kenapa enggak pernah kau kenali pada Mama!”

Kedua wanita itu berpelukan. Aneh! Perempuan memang aneh! Untuk mendengar pengakuannya, aku mesti menitikkan air mata terlebih dahulu.

*

Kedua bidadariku itu masi berpelukan, seolah-olah mereka sudah lama saling kenal, terpisah, dan hari ini baru bertemu lagi.  Aku dianggurin seperti kambing congek. Mama juga, kenapa sok akrab gitu sama Mala, coba. Peluk-pelukannya lama banget. Drama. Aku aja yang udah lima tahun mengengejarnya, enggak pernah sekalipun memeluknya. Pernah beberapa kali mencuri kesempatan, itu pun peluk dari belakang. Tapi, tidak sampai lima detik, aku langsung di tendang.

“Siapa tadi namanya, Sayang. Mala, ya?”tanya Mama setelah mereka kelelahan. Eh, bukan, mungkin sadar ada aku di sini.

“Iya, Tan. Mala. Tepatnya Malahayati. Papa Aceh, Mama Batak, Tan,” jawab Mala sok akrab lagi. Siapa juga nanya keturunanya?

“Oh, blasteran, dong? Orang tuanya di Medan, kan? Mama boru apa?” tanya Mama lagi. Lanjut, deh arisannya.

“Lubis, Tante.”

“Oh, iya! Lubis? Dia Paribanmu, Diky! Ya, Allah, kok bisa kebetulan sekali. Kamu pinter banget cari istri, Nak!”

Baru Mama ingat aku.

Segera kuseka air yang membasahi sudut mata. Lalu tersenyum sekilas kepada Mama. Tanpa menoleh kepada Mala, aku bergerak masuk ke dalam rumah.

“Diky, kadang seperti perempuan. Cengeng! Jangan ambil hati, ya! Yuk kita masuk!”

Sempat kudengar Mama mengatai aku seperti itu. Biarlah. Seperti perempuan? Mungkin, ya? Secara aku ini anak bontot, anak laki satu-satunya. Tiga kakakku perempuan semua. Hari-hari, mainnya sama perempuan. Untung aku memilih jadi angkatan, karakter cowok machoku terbentuk sempurna. Eit, macho? Maaf, kepedean saya.

“Dari mana kalian? Lama banget di luarnya?” tegur Papa begitu kami masuk kembali ke dalam rumah.

“Ini, lho, Pa. Si Diky rupanya datang bareng pacarnya. Tapi, gadis ini  ditinggal di luar. Perempuan mana yang enggak merajuk, coba?” jawab Mama menggandeng hangat tangan Mala. Kulihat wajah Mala memerah. Sepertinya dia merasa malu dan gugup.

“Pacar? Gadis ini pacar Diky?” tanya Papa  seolah tak percaya.

“Iya! Kenalkan, ini Papanya Diky, Nak Mala!” kata Mama menunjuk Papa.

Mala melangkah mendekati Papa, menyalaminya dengan sopan. Semua tamu yang sedang menatapnya juga tak luput dia salam. Mala memang gadis yang baik, sopan, pintarnya membuat hati orang tua kepincut.

“Duduk-duduk! Jadi kalian ini pacaran, ya? Udah berapa lama kenal dengan Diky?” tanya Papa setelah Mala duduk di samping kanan Mama. Diyah menunduk  di samping kiri Mama. Kulihat wajahnya mengeruh. Sepertinya dia kecewa dengan keberadaan Mala. Kedua orang tuanya juga sama.

“Udah lima tahun, Pa. Maaf, baru sekarang Diky berani bawa ke hadapan Papa dan Mama,” jawabku mendahului Mala.

“Hem, kalau boleh tahu, apakah orang tua gadis ini angkatan juga, nak Diky? Sayang, lho. Kalau ternyata mereka masyarakat biasa.”

Aku, Papa, Mama dan Mala jelas sangat kaget. Kalimat Om Rizal  menunjukkan rasa tidak senang. Untung Malaku punya sifat penyabar, enggak gampang terpengaruh.

“Papa dan Mama saya dagang, Om. Kami masyarakat biasa. Bukan angkatan seperti Om berdua, juga Mas Diky.” Mala menjawab dengan begitu tenang.

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kiki Kiki
bacaan ini sangat bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 6. B0m Cinta Mel3dak Di Rumahku

    *****Sifat Mala yang seperti inilah yang membuat rasa kagumku semakin berlipat-lipat ganda. Anehnya dia bisa bersikap seperti itu kepada semua orang. Semua … orang. Kecuali aku. Kalau menghadapiku, dia selalu ketus. Kenapa, coba. Apakah dia bersikap begitu karena akulah yang paling istimewa baginya? Bah! Orang yang istimewa, kok malah disiksa.“Dagang juga pekerjaan yang mulia, Nak. Enggak masalah bagi kami, ya, kan, Ma?” Untung Papa sangat pintar menetralkan suasana. Meskipun Mala tampak tidak tersinggung, namun, tetap aku khawatir perasaannya terluka.“Udah, sore, Pa! Kita balik, yuk! Ntar kemaleman lagi,” kata istri Om Rijal tiba-tiba.“Oh, iya. Kami permisi, ya. Ayo, Diyah!” Mereka bangkit bersamaan.“Lho, kok, buru-buru. Belum hilang kangennya, lho!” kata Papa berbasa-basi.“Masih banyak waktu, lain kali kita sambung lagi.”Mereka melangkah keluar setelah saling bersalaman sekali lagi. Mama dan Papa mengantar mereka hingga teras.“Kok, enggak diantar si Diyah itu setidaknya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 7. Menjelang Lamaran

    *****VOP MalaJujur, aku tidak mencintainya. Pemuda yang telah mengejarku sekian tahun ini sama sekali tak kuingini. Berkhayal menjado istri seorang polisi saja aku tidak pernah. Bukan karena dia kurang tampan. Bukan pula karena kurang kaya. Tidak ada yang kurang pada dirinya. Tapi, cinta tak juga mau bertaut di hati ini.Wajah Mas Reno telah memenuhi ruang di hati. Tidak ada yang bisa menggantikan posisinya. Meski tak dapat kumiliki, biarlah, dia saja yang tetap bertahta di hati ini. Cukup bayangannya, tak usah wujud nyatanya.Namun, entah kenapa ada rasa asing yang tak kupahami, saat Mas Diky akan berpaling ke wanita lain. Bukankah sangat wajar dia mencari cinta yang lain, karena cintanya tak jua tertaut di hatiku? Sementara orang tua nya sudah tak sabar lagi. Mas Diky harus segera menikah.Aku paham saat dia akan dijodohkan dengan wanita yang mereka anggap pantas mendampingi Mas Diky. Awalnya aku tak peduli, tapi saat melihat betapa manisnya gadis yang bernama Diyah i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 8. Pria Pilihan Papa Ternyata ….

    *****"Tidak mungkin, Ma!""Mala, kau tahu, Papamu pernah stres karena dulu gagal jadi angkatan, kau tidak mau kan, dia stres lagi karena kecewa padamu? Hanya kau harapannya saat ini, Nak! Adikmu masih terlalu kecil untuk menikah.""Mas Diky juga angkatan, Ma. Lalu apa bedanya dengan lelaki pilihan Papa itu?""Bedanya, karena yang ini anak temannya. Orang yang sangat dia banggakan. Teman dia berjuang dulu. Cepat kau telpon pacarmu itu sekarang juga, suruh jemput cincinnya itu, lekas!""Mala enggak berani, Ma. Mala enggak tega.""Jadi, sama Papamu, kau tega?"Aku tercenung lama. Papa memang sangat menyayangiku, tapi dia juga sangat keras dan kejam bila sudah marah. Kata nenek, dia sempat depresi, dulu, saat gagal jadi angkatan. Tentu saja aku tak ingin dia depresi lagi. Tapi, haruskah aku mengecewakan Mas Diky.Ah, sudahlah. Toh, aku tidak mencintainya. Mas Diky akan segera menemukan penggantiku, mungkin Diyah, gadis manis tadi sore, afalah jodohnya."Mala,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 9. Lamaran Istimewa

    *****"Kita nekat kawin lari, yuk. Kita nikah secara militer aja, mau enggak?" ajak Mas Diky terdengar makin putus asa."Emang bisa?" tanyaku menahan geli. Kedua orang tua kami menahan tawa."Iyakan aja!" bisik Papanya. Mereka sepertinya ingin mengerjai Mas Diky."Bisa, ayuklah! Mau, ya, Sayang! Tolong! Daripada suamimu mampus karena kutembak, bagus kita nekat sekarang. Iya, kan?""Kalau kau tembak suamiku, kamu masuk penjara, aku jadi janda, dong? Ntar, aku nikah lagi," ancamku sengaja mempermainkan hatinya."Aku tembak lagi!" Dia balik mengancam."Kamu penjara lagi!""Biarin!""Aku nikah lagi!""Kutembak lagi!""Panjara lagi!" 

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 10. Awal Pernikahan Dengan Seorang Tentara

    *****"Ayo, dong, dandan! Pak Penghulunya bentar lagi datang, lho!" Mas Diky mengalungkan tangannya di leherku."Mas Diky, ngapain masuk kamar, coba! Gimana aku mau dandan kalau dipeluk terus begini? Juru riasnya malah diusir keluar," protesku melonggarkan pelukannya."Aku takut, Sayang. Makanya, aku mau menjagamu dua puluh empat jam.""Takut apa?""Takut, kalau kau berubah pikiran. Karena, aku sangat paham, kau belum juga bisa menerima aku di hatimu.""Ya, enggak mungkinlah aku berubah pikiran. Secara, para tamu undangan udah pada datang, Pak Penghulu udah dalam perjalanan, masa iya, aku berubah pikiran."Wajahnya terlihat mendung, sorot mata itu kini sayu."Banyak kok kejadian, calon pengantin melarikan diri sedetik sebelum akad nikah," sergahnya dengan nada begitu serius."Jangan takut, Mas. Kalau Kak Mala melarikan diri, ada Rara yang bersedia menjadi pengantin pengganti, hehehe ...."Serempak kami menoleh ke pintu kamar. Rara adikku satu-satunya telah b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 11.  Malam Pertama Menjelang Subuh

    *****“Kenapa, Sayang? Kamu capek? Ok, Maaf, mungkin aku yang terlalu terburu-buru,” ucap Mas Diky menegakkan tubuh, lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Terdengar suara cidukan air dari bak. Sepertinya dia mencuci muka atau membasahi kepalanya.Kurapikan kembali pakaianku yang berantakan. Meneliti tubuh yang tak karuan. Lalu duduk di bibir ranjang.Mas Diky keluar dari kamar mandi dengan kepala basah. Airnya bahkan menetes membasahi lantai. Seketika timbul rasa iba di hati. Kuraih handuk kecil dari dalam lemari, lalu bergerak mendekatinya yang kini duduk di bibir ranjang.Kukeringkan kepala dan wajah yang basah dengan lembut. Kuseka leher dan tengkuk. Mas Diky hanya pasrah, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari bibirnya. Kepalanya mungkin sudah dingin karena siraman air yang dingin, api hatinya mungkin masih panas karena amarah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 12.  Kuseret Adikku Keluar Kamar

    *****Ponselku dan ponsel Mas Diky berbunyi berbarengan. Beberpa kali kami biarkan. Rasa lelah dan sakit di bagian tertentu tubuh membuatku enggan untuk bergerak. Mas Diky juga enggan bergerak. Dia terlihat begitu lelah. Tetapi, wajahnya terlihat tenang dan terang. Tak lagi kusut dan gelap seperti tadi malam.Suara ribut panggilan masuk di ponsel masih membahana. Kuraih benda itu dari atas nakas. Kuusap layar dengn mata terpejam.“Cepat bersiap-siap kalian! Petugas travel akan segera menjemput. Pesawatnya berangkat pukul sepuluh!” perintah Mbak Rahma.Aku baru ingat, hari ini kami akan berangkat. Bulan madu yang telah mereka siapkan dan hadiahkan untuk kami. Kakak iparku yang baik dan penuh perhatian.Ponsel Mas Diky berhenti berbunyi. Mungkin karena telah tersambung ke ponselku tadi.Aku harus segera bangkit dan membersihka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 13. Apakah Pernikahanku Sah?

    *****Kupandangi dengan seksama foto di tanganku. Bayi merah berbalut kain tebal di sekujur tubuh. Hanya bagian wajah yang tampak. Tergeletak beralaskan kain panjang bermotif batik. Di atas keset tepat di depan pintu.Siapa yang telah begitu tega membuang bayi malang ini. Membuang darah dagingnya sendiri? Andaipun itu adalah bayi yang tak diinginkan, tidak seharusnya dia menaruhnya di depan pintu rumah orang lain. Bayi itu tidak tahu apa-apa. Andai dia bisa berbicara, dia pasti akan berkata kalau diapun tak ingin dilahirkan ke dunia.Lalu, kenapa rumah orang tua Rara yang dia pilih? Mereka memang sangat baik. Aku wajib berterima kasih karena telah merawat dan membesarkan aku. Tapi, kalau boleh memilih, tetap aku ingin bersama orang tua kandung meskipun hidup susah.Kuseka sekali lagi, air mata di pipi. Tak ingin Mas Diky melihat tangis ini. A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23

Bab terbaru

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 62. Rara Melompat Dari Motor, Kenapa?

    *****POV MalaBayangan saat Rara dibawa pergi oleh lelaki sangar itu tak bisa hilang juga. Sungguh aku tak habis pikir, kok mau-maunya si Rara pacaran dengan preman. Apa yang ada laki-laki yang lebih baik lagi?Usahaku membujuk Mama mertua juga sia-sia belaka. Percuma aku merekam percakapan antara Rara dengan Papa mertua di warung bakso tadi. Sedikitpun hati Mama tidak tersentuh. Dia hanya menatap layar dengan wajah membentuk segi delapan. Bibirnya mencibir, lalu mengembalikan ponselku tanpa ekspresi.Sudah tertutup rapat kah pintu hati wanita itu? Kenapa tiada maaf? Setelah pernikahan yang mereka bina selama puluhan tahun, tak bisa kah, dia mengesampingkan ego, demi Anak-anak dan cucu? Begitu sakitkah hatinya? Bukankah Papa mertuaku sudah meminta maaf?Kenapa Ibu bisa memaafkan Papa? Bukankah posisi mereka hampir sama? Sama-sama dihancurkan oleh Rat

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 61. Bang Gandi Menjual Rara

    *****POV RaraNyalang kutatap wajah perempuan yang berdiri di teras sudut warung. Sebenarnya aku sudah melihatnya sedari tadi, tak lama setelah Om Herman masuk ke dalam warung. Syal panjang dan lebar yang digunakannya untuk menutupi wajah dan sebagian tubuh, membuat aku tak mengenalinya. Kukira hanya seorang pelanggan warung bakso. Tanpa kusadari dia merekam semua pembicaraanku dengan Om Herman.Mereka keterlaluan! Sengaja menjebak aku rupanya. Om Herman juga, pura-pura jual mahal! Pura-pura tak perduli lagi pada Mama, rupanya karena takut pada Kak Mala dan Kak Rahma. Pasti mereka datang bersamaan tadi, sengaja untuk mempermalukan.Kak Rahma dan Kak Mala tersenyum puas. Panas rasa hatiku.“Oh, jadi kalian sengaja menjebakku! Om Herman bilang dia datang sendiri, dia sembunyi-sembunyi ke sini, padahal kalian sekongkol! Bangs*t kalian semua!” teriakku meradang. Semua meja yang

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 60. Rara Dibawa Preman

    *****Kembali POV MalaSudah tiga hari Mama mertua tinggal di rumahku. Polisi membebaskannya berdasarkan permintaan keluarga korban, yaitu Papa. Ucapan terima kasih tak henti terucap dari mulutnya. Papa yang sudah mulai sering berkunjung untuk menemui Ibu, menanggapinya dengan santai.“Saya khilap, Bang. Gak nyangka banget, si Ratna setega itu. Saya sudah membela dia mati-matian di depan Abang waktu itu, kan? Berbulan-bulan dia dan anaknya itu saya kasih makan secara gratis, kok malah mencuri suami saya,” tuturnya saat baru pulang dari penjara tiga hari lalu.“Iya, Dek Lena, tapi, lain kali, jangan pernah main senjata tajam lagi. Masalah apapun, hadapilah dengan kepala dingin. Seperti halnya sekarang. Cobalah menghadapi Herman dengan kepala dingin!” kata Papa, sepertinya sengaja memancing isi hati Mama mertua.&

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 59. Rara Terjebak Di Warung Bakso

    *****POV RaraBagaimana ini? Preman jelek dan menjijikkan itu mengancamku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ke mana kau bisa bersembunyi? Anak buahnya tersebar di mana-mana. Tak aka nada tempat bersembunyi yang aman bila berurusan dengannya. Apa yang harus aku lakukan sekarang?Ardo, tinggal dia satu-satunya harapanku. Kepada siapa lagi aku bisa berharap, selain kepada dia. Mungkin dia bisa meminta maaf kepada Bang Gandi. Bukankah aku calon istrinya? Tentu dia mau melepaskan aku dari ancaman preman itu. Semoga Bang Gandi enggak membuka rahasia kalau kami pernah tidu bersama.Tidak! Tidak bisa dijamin Bang Gandi menjaga rahasia itu. Kalau Ardo tahu, bukan pertolongan yang kudapat, malah kecolongan nanti. Aku hanya bisa menangis melolong.Untuk sekarang, aku bisa bersembunyi di rumah sakit ini, hingga Mama sembuh. Bila nanti disuruh pulang, a

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 58. Bekas di Leher

    *****POV RaraLaki-laki itu menyenderkan tubuh di bagian kepala ranjang. Asap rokok mengepul di atas kepalanya. Dihisapnya dalam-dalam , lalu dikeluarkan kadang dari mulut, kadang dari hidung. Peluh masih membanjir di tubuhnya. Sorot kepuasan terpancar dari mata. Tangan kanan masih memegang bagian tubuhku.Menepis pelan tangan kasar berotot itu, lalu beringsut turun dari kasur yang teramat kasar. Sakit di sekujur tubuh ini. Laki-laki ini ternyata lebih buas dari yang kubayangkan. Tenaganya melebihi macan. Tubuhku dilumat habis, tak ada sisi yang luput dari sergapannya.Tertatih aku menuju kamar mandi sempit di sisi kamar, mengguyur seluruh tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki. Perih. Bekas gigitan di leher dan dada, terasa sangat pedih saat diterpa air dingin. Bekas gigitan itu tergambar jelas. Laki-laki menjijikkan itu sepertinya meninggalkan jeja

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 57.  Rara Menggila Dengan Bos Preman

    ******POV Rara“Apa maksud Papa menempuh jalan damai?” tanyaku dengan nada ketus, setelah dia menyuruh menantunya cepat-cepat pulang. Mas Diky targetku malam telah lepas dari tangan.“Nak Rahma! Kamu ke ruangan Papamu saja! Biarkan Ratna ditunggui oleh Rara!” katanya tak menghiraukan pertanyaanku. Sebel! Papa tak pernah menganggap aku ada, apa lagi setelah kedatangan si Niken sialan itu.“Aku putri Mama, satu-satunya keluarganya! Aku tak mau berdamai dengan keluarga pembunuh itu!” tegasku melotot pada lelaki yang terakhir ini sangat kubenci.“Kau tak perlu ikut campur! Usiamu masih bau kencur! Tau apa kau tentang hukum!” sanggahnya membalas dengan melotot.“Tante Lena menusuk Mama, Pa! Dia mau membunuh Mama!”“Tindakannya spon

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 56.  Cinta itu masih ada di Hati Mama

    *****“Ibu mau ke mana?” tanyaku lembut.“Kamar mandi, ibu kebelet.”Kulepas pegangan di lengannya. Mungkin benar ibu kebelet, karena ancaman para preman menakutkan barusan. Mudah-mudahan, bukan karena kedatangan Papa.“Apa ini, Nak Anto?” tanya Nenek seraya menerima bungkusan dari Papa.Anto adalah nama panggilan Papa. Nama sebenarnya adalah Ranto, konon ceritanya, nama itu sengaja diberikan Kakek Almarhum kepada Papa. Dengan harapan Papa akan pergi merantau meninggalkan kampung halamannya di Aceh. Merantau untuk menuntut ilmu, pun belajar berbisnis. Harapan Kakek ternyata terwujud.“Ini ada martabak panas, rasa srikaya, makanan kesukaan –“ Papa tak melanjutkan ucapannya. Matanya menatap lurus ke arah pintu. Aku yakin, Ibulah yang sedang di carinya.

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 55. Rara Meminta Bantuan Preman

    *****Kembali ke POV Mala“Kamu enggak usah jenguk Papa ke rumah sakit, Sayang! Hari ini dia sudah boleh pulang. Kak Rahma akan membawa Papa ke rumah Mama,” kata Mas Diky sambil mengenakan seragam.“Alhamdulillan, Mas. Papa cepat pulih.”“Ya, tapi dia belum boleh mikir, apalagi mendapat tekanan. Biar aja Kak Rahma yang merawat dia di rumah.”“Ya, kita juga harus ikut merawat, kan?”“Tidak! Aku masih malas bertemu Papa! Bisa emosi aku nanti, kuhajar pula dia. Gawat, kan?”“Masalah ini tidak boleh dihadapi dengan kekerasan, Mas!”“Iya, tapi aku belum bisa, Sayang! Aku akan fokus ngurus kasus Mama, tadi malam Papamunelpon. Dia ngajak ketemuan di kantor pagi ini. Semoga usulannya untuk menyelesaikan kasus

  • Ketika Adikku Inginkan Suamiku   Bab 54. Malaku Ngidam

    ******Masih diam terpaku, menatap tubuh menelungkup wanitaku. Bahu yang sedari tadi tak luput dari tatapan, terlihat mulai tenang. Tiada lagi goncangan. Isak, sedu dan sedan, raib sudah. Mungkinkah dia sudah berhenti menangis? Sepertinya iya. Kepala yang tanpa kerudung itu terangkat sedikit, tangan kanan mengusap wajah. Apakah istriku sedang mengusap air mata? Sepertinya, iya.Gegas aku bangkit dari bibir ranjang, berjingkat menuju pintu kamar, menggenggam handel pintu, membukanya pelan, berusaha tanpa derit. Lalu melangkah kembali keluar, menutup pintu dengan pelan, tetap berusaha agar tak menimbulkan deritan.Menarik napas panjang, lalu mengembuskannya pelan. Tiga kali, tiga kali aku melakukannya. Baru mulut bisa berucap.“Assalamualaikum! Mala ….”“Waalaikumusalam, Mas …!”

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status