“Kurang ajar! Bagaimana mungkin mereka melakukan ini padamu? Dan Eric? Dasar laki-laki berengsek! Tidak berperasaan!” Tiara, sahabat Cora sangat geram saat Cora menceritakan apa yang terjadi.
Cora menghela nafas dengan berat. Ia pun tidak menyangka, mereka yang terlihat baik di permukaan, ternyata memiliki pikiran dan rencana sepicik itu. Hatinya benar-benar sakit telah dikhianati, dimanfaatkan dan diperlakukan seperti sampah oleh Eric dan Janet! “Andai aku bisa membalas perbuatan mereka!” Cora tidak bisa begitu saja melupakan dan memaafkan mereka. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Melihat raut wajah Cora yang begitu sedih, Tiara ikut merasa sedih. Dipeluknya sahabatnya itu dengan erat. “Cora, lupakan saja laki-laki berengsek itu! Masih banyak laki-laki lain yang lebih baik darinya! Ia lalu melepaskan pelukannya. “Dan Janet…semoga mereka berdua mendapat balasan setimpal atas perbuatan mereka!” “Aku harap begitu,” ucap Corasambil menarik nafas dalam. Ia menghapus airmatanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar kos itu. Setelah keluar dari rumah keluarga Wijaya, Cora tidak punya tempat tinggal. Untung saja Tiara mengijinkannya tinggal di kosan itu untuk sementara waktu sampai ia mendapat tempat tinggal lain. “Nah, sekarang sebaiknya kamu beristirahat, aku mau keluar sebentar.” Tiara menepuk sisi ranjang, membiarkan Cora untuk beristirahat. Akan tetapi saat ia kembali, Cora masih saja terjaga. Gadis itu tidak bisa memejamkan matanya karena pikirannya dipenuhi oleh peristiwa yang baru saja ia alami. “Kita keluar yuk?” ajak Tiara tiba-tiba sambil menghampiri dan menepuk lutut sahabatnya itu. Cora beranjak duduk. “Ke mana?” “Sudah, ikut saja! Ayo!” Tiara menarik tangan Cora tanpa menjelaskan. Ia lalu mengambil satu stel rok pendek dan baju crop top tanpa lengan berwarna hitam, dan memberikannya pada Cora. “Apa ini?” “Sudah, pakai saja!” jawab Tiara sembari ia berganti pakaian. Awalnya Cora ragu mengenakannya, namun setelah Tiara mendesaknya, ia pun memakainya. Hanya dalam setengah jam saja, mereka berdua sudah berada di halaman sebuah gedung. “Kita mau apa ke sini?” Cora melihat keluar jendela mobil milik Tiara. “Bersenang-senang!” jawab Tiara sambil tersenyun lebar. “Lupakan Eric dan keluarganya yang serakah itu! Ayo!” Seakan tidak memberi Cora kesempatan untuk menolak, Tiara menariknya turun dan berjalan menuju ke sebuah pintu dengan tulisan “Bodega Club” di atasnya. Samar Cora mendengar suara musik yang hingar-bingar dari balik pintu besar itu. Ia mengerutkan keningnya, melihat ke segala penjuru untuk mencari petunjuk tempat apa itu. Cora tidak sempat bertanya saat Tiara membuka pintu besar itu dan menariknya masuk. “Ti, tunggu!” Cora menahan tangan Tiara saat mengetahui tempat itu adalah sebuah night club. “Untuk apa ke sini? Pulang yuk!” seru Cora setengah berteriak, beradu dengan suara musik yang keras. “Apa? Aku tidak dengar!” Tiara menangkup telinganya dan menyorongkan tubuhnya mendekati Cora. “Pulang!” seru Cora di telinga Tiara. Tiara menggeleng. “Tenang saja, kita tidak minum minuman keras. Kita ke sini untuk bergoyang! Ayo!” Menolak ajakan Cora untuk pulang, Tiara menarik Cora masuk lebih dalam dan mengajaknya duduk di meja bar. Ia lalu memesan dua buah minuman soda untuk mereka berdua. “Ayolah Cora, jangan cemberut! Aku akan membuatmu lupa akan kesedihanmu!” Tiara tertawa, lalu mengajak cheers dengan gelas minuman di tangan mereka. Baru saja menaruh gelas soda di atas meja, seorang pria mendekati mereka. “Hey, Tia, siapa ini?” “Temanku. Kenalkan, ini Cora. Cora, ini Ryan, teman kerjaku.” Tiara memperkenalkan mereka berdua. “Hi, Cora. Mau turun?” tanpa basa-basi Ryan mengajak Cora melantai. “Kalian saja. Aku—masih mau menghabiskan ini.” Cora mengangkat gelas sodanya sebagai alasan. Ia enggan menari. Selain tidak terbiasa, suasana tempat itu pun tidak membuatnya merasa nyaman. Ia memilih duduk saja. “Cora?” Tiara tampak kecewa. “Kalian duluan, nanti aku menyusul,” ujar Cora tetap pada pendiriannya. Tiara menyerah dan akhirnya pergi melantai bersama Ryan. Cora meneguk minumannya sembari memperhatikan keadaan tempat itu. Ia mengerti jika Tiara bermaksud menghiburnya. Namun, ia terlalu kecewa dan sakit hati pada Eric sehingga membutuhkan waktu untuk bisa melupakan kesedihan dan kekecewaan yang ia rasakan. Setiap kali ia teringat apa yang mereka lakukan, ia merasa geram. Eric, bagaimana caranya agar aku bisa membalas perbuatanmu? Aku yakin Nenek Anjani tidak akan rela jika ia sampai mengetahui perbuatan kalian! Batin Cora dengan tangan terkepal di atas meja. “Sayang sekali ruangan VIP tidak bisa kita gunakan.” Tiba-tiba saja ia mendengar percakapan dua orang pria yang berdiri tidak jauh darinya, menunggu pesanan minuman mereka. “Aku dengar, semua ruangan VIP dibooking oleh RI Corp malam ini.” RI Corp? Cora mengingat-ingat apa yang Eric pernah katakan mengenai perusahaan itu. RI Corp berkembang sangat pesat hanya dalam beberapa tahun saja. Dan saat ini perusahaan itu menjadi pesaing kuat perusahaan Wijaya Corp milik keluarga Eric. Cora langsung memasang telinga, ingin mendengar lebih jauh percakapan mereka. “Benar. Tidak ada yang boleh pergi ke sana. Padahal aku ingin sekali mengetahui seperti apa wajah CEO itu!” ujar salah satu dari mereka sebelum berbalik badan dan pergi. Cora teringat, Eric pernah mengatakan jika dia kesulitan mengetahui identitas CEO tersebut, karena pria itu sangat misterius dan tidak pernah menampakkan wajahnya kepada publik. Tiba-tiba terlintas sebuah ide dibenaknya. Apakah CEO itu mau bekerjasama dengannya untuk menjatuhkan perusahaan Eric dan membalaskan dendam atas apa yang dia lakukan ? “Maaf. Boleh saya tahu di mana ruangan VIP?” Cora bertanya pada bartender. “Disebelah sana. Tetapi saat ini sedang ada tamu, tidak ada yang boleh masuk ke sana,” jawab bartender sambil menunjuk satu arah. Cora melihat ke arah yang ditunjuk. Sebuah ruangan dengan beberapa orang yang menjaga pintu masuk ruangan itu. Mustahil ia diperbolehkan masuk ke ruangan itu. Cora memperhatikan ruangan itu dari waktu ke waktu, menunggu hingga orang-orang yang ada di dalamnya keluar. Akhirnya, pintu itu terbuka dan keluarlah beberapa orang pria disertai beberapa orang wanita. Dengan cahaya warna-warni yang menyinari hirup-pikuk tempat itu, Cora tidak dapat melihat wajah mereka dengan jelas. Namun, Cora sangat penasaran. Ia begitu ingin mengetahui sosok CEO yang misterius itu. Ia pun turun dari kursi dan dengan cepat berjalan mengikuti mereka. Berjalan beberapa meter di belakang mereka, ia melihat mereka berpisah sebelum masuk ke dalam mobil yang berbeda. Cora tidak tahu yang mana CEO yang ia cari, akan tetapi ada satu orang yang paling menonjol diantara mereka, yang terlihat sangat disegani dan memiliki postur tubuh yang tinggi tegap. Cora memperhatikan saat pria itu masuk ke dalam sebuah mobil Mercedez Bens diikuti oleh seorang pria. Dari tempatnya berdiri di balik pilar, samar Cora mendengar percakapan mereka. “Besok pagi jam 8 Bos ada meeting dengan Bapak Adrian di Topaz Palate. Apa Bos mau saya temani?” “Tidak perlu Heri, biar aku pergi sendiri.” Orang itu—Heri, mengangguk hormat dan menutup pintu mobil sebelum mobil melaju meninggalkan halaman Bodega Club. Topaz Palate jam 8. Orang itu akan ada di sana besok pagi. Apakah ini kesempatan yang baik untuk menemui orang itu? Cora menggigit bibirnya dengan gelisah. Namun ia mengetahui satu hal. Ia tidak boleh membuang kesempatan ini. Apalagi jika ini satu-satunya kesempatan untuk bertemu dengan CEO itu!“Kamu yakin mau pergi menemui orang itu?” tanya Tiara sembari memegangi pelipisnya yang berdenyut.Cora yang baru saja selesai mandi dan sedang mengenakan pakaian menoleh ke arahnya. Ia mengangguk. “Kalau ada yang bisa menjatuhkan perusahaan Eric, itu adalah RI Corp. Hanya dia yang bisa membantuku,” jawab Cora sambil menatap penampilan dirinya di depan cermin.“Bagaimana kamu akan meyakinkan dia? Kamu bahkan tidak tahu seperti apa rupa orang itu, atau bagaimana sifatnya,” tanya Tiara lagi sambil ia beranjak dari ranjang. Cora menatap pantulan kedua matanya yang berbentuk foxy—memanjang dan terangkat di bagian luar.Identitas CEO itu sulit diketahui, sehingga untuk bisa menemuinya akan sulit jika tidak memiliki kontak langsung dengannya.Percakapan yang didengarnya semalam mungkin sebuah petunjuk untuknya. Petunjuk untuk bisa menemukan CEO misterius itu dan membuat penawaran yang mungkin akan membuat CEO itu tertarik untuk bekerjasama dengannya.Cora tersenyum pada Tiara melalui pa
Cora menatap tak percaya pada pria dihadapannya. Tubuhnya diam tak berkutik seakan raganya tidak berada di tempat itu.“Cora Aleyna… siapa sangka kita bertemu lagi,” ucap pria itu sambil tersenyum miring.Kemudian dia duduk dengan elegan, menyilangkan kaki dengan santai.Kedua tangannya berada di sandaran tangan, beristirahat dengan elegan, sementara pandangan matanya mengamati gadis yang berdiri di depannya. Cora tersadar dari lamunannya saat mendengar pria itu menyebut namanya. Ia mencoba berdiri dengan tegak, meskipun merasa kikuk. Tidak pernah terpikirkan dalam benak Cora bahwa ia akan bertemu kembali dengan Reno—pria itu. Dan yang membuatnya bertambah syok adalah bahwa pria yang pernah menjadi kekasihnya itu kemungkinan besar adalah CEO yang ia cari.Bagaimana mungkin?“Reno—apakah kamu—CEO RI Corp.?” Cora harus memastikannya.Reno mendengus dan tersenyum miring. “Apakah itu penting?” Walaupun bersikap sinis, Reno tidak membantahnya. Dan itu cukup untuk membuat Cora yakin Ren
Di lantai teratas gedung Renowed Innovation Corp. di kota Fragrant Harbour, Reno Afrizal sedang berdiskusi dengan beberapa orang tim tender project Goldenbrook Canal. Heri dan anggota tim project sedang mengerjakan proposal di meja meeting yang ada di ruangan CEO itu, sementara Reno sedang duduk di kursi kerjanya, mengecek beberapa dokumen yang akan mereka lampirkan dalam pengajuan proposal tender tersebut. Di salah satu sisi dinding, pesawat televisi sedang menyala dengan suara yang dikecilkan. Tampak di layar televisi itu berita ekonomi dari salah satu stasiun televisi di Fragrant Harbour, FH Tribune. Reno sedang memperhatikan nama-nama beberapa perusahaan yang ikut serta dalam pengajuan tender Goldenbrook Canal, saat telinganya menangkap sebuah laporan berita dari seorang reporter. “Selamat pagi, saya Mira Damanik melaporkan dari Fragrant Convention Centre—FCC untuk F-news. Pagi ini Aco’s Inc telah meluncurkan produk baru berupa satu seri kosmetik yang dinamakan Akinos make up
Be—berciuman?!Di ruangan itu, Cora yang tengah memegang segelas wine seketika bergetar. Di hadapannya, Eric dan seorang wanita yang wajahnya familiar tengah berciuman dengan begitu mesranya.“E—Eric! Apa yang kau laku…”“Ah, akhirnya jalang ini muncul juga!”Deg!Ucapan Janet yang kasar itu seketika membuat Cora meradang!“Apa maksudmu berkata begitu, dasar pelakor!”Baru saja Cora hendak mendekati Janet dengan amarah, Eric seketika menghalanginya.“Eric? Kenapa kamu melindungi dia!?”“Kenapa?” Eric menoleh ke arah Janet, lalu dengan santainya ia menarik Janet ke dalam pelukannya. “Tentu saja karena aku akan menikahi Janet.”Menikahi Janet? Apakah ini lelucon?“Tapi—kita bertunangan! Bagaimana mungkin kamu—melakukan ini?” sergah Cora tidak menerima begitu saja.“Kamu itu naif—atau bodoh?” cemooh Eric.“Bagaimana mungkin aku menikah denganmu, Cora?! Lihatlah dirimu…” Eric menunjuk Cora—penampilan Cora saat itu.“Bagaimana mungkin kamu membandingkan dirimu dengan Janet? Janet jauh lebi
Di lantai teratas gedung Renowed Innovation Corp. di kota Fragrant Harbour, Reno Afrizal sedang berdiskusi dengan beberapa orang tim tender project Goldenbrook Canal. Heri dan anggota tim project sedang mengerjakan proposal di meja meeting yang ada di ruangan CEO itu, sementara Reno sedang duduk di kursi kerjanya, mengecek beberapa dokumen yang akan mereka lampirkan dalam pengajuan proposal tender tersebut. Di salah satu sisi dinding, pesawat televisi sedang menyala dengan suara yang dikecilkan. Tampak di layar televisi itu berita ekonomi dari salah satu stasiun televisi di Fragrant Harbour, FH Tribune. Reno sedang memperhatikan nama-nama beberapa perusahaan yang ikut serta dalam pengajuan tender Goldenbrook Canal, saat telinganya menangkap sebuah laporan berita dari seorang reporter. “Selamat pagi, saya Mira Damanik melaporkan dari Fragrant Convention Centre—FCC untuk F-news. Pagi ini Aco’s Inc telah meluncurkan produk baru berupa satu seri kosmetik yang dinamakan Akinos make up
Cora menatap tak percaya pada pria dihadapannya. Tubuhnya diam tak berkutik seakan raganya tidak berada di tempat itu.“Cora Aleyna… siapa sangka kita bertemu lagi,” ucap pria itu sambil tersenyum miring.Kemudian dia duduk dengan elegan, menyilangkan kaki dengan santai.Kedua tangannya berada di sandaran tangan, beristirahat dengan elegan, sementara pandangan matanya mengamati gadis yang berdiri di depannya. Cora tersadar dari lamunannya saat mendengar pria itu menyebut namanya. Ia mencoba berdiri dengan tegak, meskipun merasa kikuk. Tidak pernah terpikirkan dalam benak Cora bahwa ia akan bertemu kembali dengan Reno—pria itu. Dan yang membuatnya bertambah syok adalah bahwa pria yang pernah menjadi kekasihnya itu kemungkinan besar adalah CEO yang ia cari.Bagaimana mungkin?“Reno—apakah kamu—CEO RI Corp.?” Cora harus memastikannya.Reno mendengus dan tersenyum miring. “Apakah itu penting?” Walaupun bersikap sinis, Reno tidak membantahnya. Dan itu cukup untuk membuat Cora yakin Ren
“Kamu yakin mau pergi menemui orang itu?” tanya Tiara sembari memegangi pelipisnya yang berdenyut.Cora yang baru saja selesai mandi dan sedang mengenakan pakaian menoleh ke arahnya. Ia mengangguk. “Kalau ada yang bisa menjatuhkan perusahaan Eric, itu adalah RI Corp. Hanya dia yang bisa membantuku,” jawab Cora sambil menatap penampilan dirinya di depan cermin.“Bagaimana kamu akan meyakinkan dia? Kamu bahkan tidak tahu seperti apa rupa orang itu, atau bagaimana sifatnya,” tanya Tiara lagi sambil ia beranjak dari ranjang. Cora menatap pantulan kedua matanya yang berbentuk foxy—memanjang dan terangkat di bagian luar.Identitas CEO itu sulit diketahui, sehingga untuk bisa menemuinya akan sulit jika tidak memiliki kontak langsung dengannya.Percakapan yang didengarnya semalam mungkin sebuah petunjuk untuknya. Petunjuk untuk bisa menemukan CEO misterius itu dan membuat penawaran yang mungkin akan membuat CEO itu tertarik untuk bekerjasama dengannya.Cora tersenyum pada Tiara melalui pa
“Kurang ajar! Bagaimana mungkin mereka melakukan ini padamu? Dan Eric? Dasar laki-laki berengsek! Tidak berperasaan!” Tiara, sahabat Cora sangat geram saat Cora menceritakan apa yang terjadi.Cora menghela nafas dengan berat. Ia pun tidak menyangka, mereka yang terlihat baik di permukaan, ternyata memiliki pikiran dan rencana sepicik itu.Hatinya benar-benar sakit telah dikhianati, dimanfaatkan dan diperlakukan seperti sampah oleh Eric dan Janet! “Andai aku bisa membalas perbuatan mereka!” Cora tidak bisa begitu saja melupakan dan memaafkan mereka. Tapi apa yang bisa ia lakukan?Melihat raut wajah Cora yang begitu sedih, Tiara ikut merasa sedih. Dipeluknya sahabatnya itu dengan erat. “Cora, lupakan saja laki-laki berengsek itu! Masih banyak laki-laki lain yang lebih baik darinya!Ia lalu melepaskan pelukannya. “Dan Janet…semoga mereka berdua mendapat balasan setimpal atas perbuatan mereka!” “Aku harap begitu,” ucap Corasambil menarik nafas dalam. Ia menghapus airmatanya dan mengedar
Be—berciuman?!Di ruangan itu, Cora yang tengah memegang segelas wine seketika bergetar. Di hadapannya, Eric dan seorang wanita yang wajahnya familiar tengah berciuman dengan begitu mesranya.“E—Eric! Apa yang kau laku…”“Ah, akhirnya jalang ini muncul juga!”Deg!Ucapan Janet yang kasar itu seketika membuat Cora meradang!“Apa maksudmu berkata begitu, dasar pelakor!”Baru saja Cora hendak mendekati Janet dengan amarah, Eric seketika menghalanginya.“Eric? Kenapa kamu melindungi dia!?”“Kenapa?” Eric menoleh ke arah Janet, lalu dengan santainya ia menarik Janet ke dalam pelukannya. “Tentu saja karena aku akan menikahi Janet.”Menikahi Janet? Apakah ini lelucon?“Tapi—kita bertunangan! Bagaimana mungkin kamu—melakukan ini?” sergah Cora tidak menerima begitu saja.“Kamu itu naif—atau bodoh?” cemooh Eric.“Bagaimana mungkin aku menikah denganmu, Cora?! Lihatlah dirimu…” Eric menunjuk Cora—penampilan Cora saat itu.“Bagaimana mungkin kamu membandingkan dirimu dengan Janet? Janet jauh lebi