"Rafael itu anak yang selalu mandiri dalam melakukan sesuatu sejak masih kecil. Selama dia sudah memutuskan sesuatu, pada dasarnya dia nggak akan pernah mengubahnya. Hal yang sama juga berlaku untuk masalah Delisa ....""Delisa?" Ini bukan pertama kalinya Karina mendengar nama tersebut.Jika tebakan Karina benar, Delisa ini pasti mantan kekasih Rafael, bukan?Yasmin mengalihkan pandangannya. Dia menatap Karina dan bertanya dengan rasa ingin tahu, "Apa, apa Rafael nggak pernah menyinggung soal Delisa ini kepadamu?"Karina menggelengkan kepalanya dengan jujur.Karina belum pernah mendengar nama orang ini dari mulut Rafael.Selain itu, ketika ada orang lain yang menyebut nama Delisa, suasana hati Rafael akan langsung memburuk."Delisa itu putri Keluarga Anuma, sekaligus kekasih masa kecil Rafael. Keduanya memiliki hubungan yang luar biasa dan tentu saja menjadi pasangan kekasih yang membuat iri semua orang. Tapi, demi karier menarinya, Delisa memutuskan hubungan dengan Rafael."Kata-kata
"Biarkan aku memberitahumu secara terang-terangan di sini. Hanya putri dari keluarga kaya dan terhormat saja yang bisa menjadi menantu Keluarga Stalin. Aku nggak keberatan kamu bersama Rafael. Tapi, aku juga berharap kamu nggak bermimpi terlalu tinggi."Karina mengerjapkan matanya dan tertawa getir di dalam hati. Benar saja. Yang paling utama bagi orang kaya adalah status sosial yang setara.Bagaimana Karina bisa berpikir jika wanita terhormat ini akan bersedia menerima dirinya? Benar-benar bodoh!"Aku nggak pernah berpikir untuk menikah dengan keluarga kaya. Tapi, aku juga nggak akan menerima cek ini." Karina berusaha sekuat tenaga untuk membuat suaranya tetap tenang dan datar.Akan tetapi, suaranya masih terdengar sedikit bergetar."Nggak mau? Apa menurutmu itu masih kurang?" tanya Yasmin.Senyum di wajah Yasmin makin lama makin berubah menjadi ejekan. "Kalau begitu, sebutkan jumlahnya padaku!"Wajah Karina menjadi agak panas. Dia tertawa kecil, menatap Yasmin, dan bertanya kepadanya
Karina bahkan tidak tahu bagaimana dia bisa kembali ke vila.Kemunculan ibu Rafael yang tiba-tiba hari ini membuat dirinya tidak siap.Namun, hal ini juga membuat Karina bisa memahami satu hal dengan jelas, bahwa di antara dirinya dan Rafael terdapat jurang yang begitu besar, sehingga hampir tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk bersama.Karina berbaring dengan lelah di sofa. Matanya menyapu vila yang luas tersebut. Awalnya, seumur hidupnya, Karina mungkin tidak akan pernah bisa menginjakkan kakinya di tempat seperti ini. Namun, sekarang dia tinggal di vila yang begitu besar ini karena Rafael.Tempat ini sudah memberikan banyak kenangan bagi Karina.Ada yang indah.Ada pula yang buruk.Tiba-tiba saja, Karina merasa agak lelah. Bukan lelah secara fisik, melainkan mentalnya yang lelah.Kapan tepatnya hubungannya yang tidak pantas dengan Rafael ini akan berakhir?Namun, seharusnya akan selalu ada hari di mana semua ini akan berakhir, 'kan?Mungkin.Seminar penelitian ilmiah itu akan men
Banyak hal yang tidak akan bisa dicapai hanya dengan kerja keras semata.Teori pembagian kelas sosial semacam ini benar-benar merusak sudut pandang Karina.Hal ini membuat Karina merasa sangat kesal.Rafael mencubit Karina. Rasa sakit itu membuat perhatian Karina kembali tertuju pada Rafael. Karina pun menepis tangan Rafael dengan marah. "Aku sudah bilang. Aku paling benci kalau ada orang yang mencubit pipiku!""Hmph, aku justru menyukainya," balas Rafael dengan arogan.Karina merasa sangat marah. Namun, dia benar-benar tidak mampu menyakiti Rafael. Apakah ibu dan anak ini memang ingin melukai dirinya?Akan tetapi, Karina tidak bisa berbuat apa-apa. Karina merasa marah sekaligus sedih. Dia hanya bisa memalingkan wajahnya dengan mata memerah. Karina merasa terlalu malas untuk memedulikan Rafael.Rafael masih bersikeras untuk terus menegakkan wajah Karina dan menegaskan setiap kata yang dia ucapkan, "Karina, kamu masih belum mengerti satu hal.""Apa?"Karina bertanya dengan marah. Matany
Karina mendengus dan memalingkan wajahnya. "Nggak ada yang menindasku.""Kalau nggak ada, kenapa kamu jadi sedih seperti ini?" Rafael mendengus dingin dan menyeka bekas air mata di wajah Karina. "Di Negara Agralva ini, nggak ada seorang pun yang nggak bisa kuhadapi. Katakan padaku, siapa dia?"Berani menindas wanitanya seperti ini, Rafael pasti akan membuat orang itu tidak bisa bertahan di negara ini."Benar-benar nggak ada.""Karina, kamu ...."Rafael merasa agak marah. Kenapa wanita ini tidak mengerti juga? Rafael sudah mengatakan jika dia tidak peduli siapa pun orang itu, Rafael pasti akan mampu menghadapinya. Jadi, kenapa Karina harus takut?Karina menundukkan kepala. Dia memiliki pertimbangan sendiri di dalam hati.Sama sekali tidak ada gunanya memberi tahu Rafael mengenai pertemuannya dengan Yasmin hari ini tadi.Sudut pandang semua orang berbeda. Wajar jika mereka tidak cocok.Sekalipun Karina memberi tahu Rafael, kecil kemungkinan Rafael akan melakukan sesuatu yang mengejutkan.
Ekspresi Karina yang seperti mendapat keuntungan besar itu langsung membuat Rafael tertawa."Aku nggak akan membatasi kebebasanmu, selama semuanya masih dalam batas yang wajar.""Hmm. Terima kasih."Setelah berkata seperti itu, Karina bersiap naik ke lantai atas untuk mengemasi barang bawaannya."Apa aku perlu memesan tiket pesawat untukmu? Bagaimana dengan urusanmu di kampus?" tanya Rafael."Aku sudah memesan tiket kereta api. Mengenai urusan kampus, aku juga sudah meminta izin kepada dosen pembimbing."Rafael tidak mampu berkata-kata.Ternyata, hal ini sudah direncanakan jauh-jauh hari dan tinggal menunggu persetujuannya saja, 'kan?Rafael berpura-pura tersenyum. Karina sibuk mengemasi banyak barang. Meskipun sibuk, Karina masih saja tersenyum. Tiba-tiba saja, Rafael merasa tidak enak di dalam hati.Apa Karina merasa sangat senang meninggalkan dirinya?Rafael bersandar di pintu. Dengan malas, dia melihat Karina yang sedang sibuk. Kemudian, Rafael bertanya sambil lalu, "Berapa lama ka
Sebelum Karina bisa menenangkan Rafael, Rafael sudah membalasnya di atas tempat tidur dengan penuh gairah.Di sela-sela rasa kantuknya, Karina mempertahankan kesadaran terakhirnya sambil menggertakkan giginya. Karina merasa dirinya pasti sudah gila karena berpikir untuk kembali lebih cepat.Setelah melakukan olahraga di atas ranjang yang tidak cocok untuk anak kecil, Karina pun akhirnya tertidur dengan lelap.Rafael yang seharusnya juga ikut tidur, tiba-tiba saja membuka matanya.Rafael kemudian menyelimuti Karina. Setelah memastikan Karina sudah tidur, Rafael pun akhirnya bangun dan pergi ke ruang kerja.Rafael bersandar di jendela ruang kerja. Saat angin malam berembus masuk, tirai kasa berwarna hijau muda itu sedikit berkibar dan menghadirkan sedikit kesejukan di sana.Wajah Rafael yang tampan terlihat agak dingin di bawah sinar bulan yang dingin. Matanya yang hitam pekat juga terlihat dingin. Dia memutar nomor telepon dan berkata dengan suara yang dingin, "Jeremy, pergi dan selidik
"Aku mengerti!" Karina menegaskan setiap kata yang diucapkannya sambil menggertakkan gigi.Akhirnya, Karina menyeret kopernya yang berat itu dan pergi.Setelah melihat mobil yang ditumpangi Karina melaju pergi, Rafael melihat jam. Sudah hampir tiba waktunya bagi dirinya untuk mengambil tindakan.Di kediaman utama Keluarga Stalin."Nyonya, Tuan Muda sudah kembali." Kepala pelayan menaiki tangga dan berjalan menghampiri pintu kamar Yasmin, lalu berkata dengan suara pelan.Yasmin masih berdandan. Dia tertegun untuk sesaat ketika mendengar kata-kata yang diucapkan oleh pelayan tersebut. Kemudian, Yasmin langsung menyadari sesuatu dan menyunggingkan senyuman dingin di wajahnya yang anggun itu.Pasti gadis itu yang sudah menghasut putranya. Benar-benar wanita licik.Akan tetapi, Yasmin sama sekali tidak takut Rafael mencarinya untuk membuat perhitungan dengannya. Hal tersebut karena Yasmin yakin jika apa yang dilakukannya itu benar. Wanita-wanita genit itu tidak lebih dari sekadar bajingan h