Gadis-gadis itu berbicara satu sama lain sehingga membuat telinga Rafael menjadi berdengung. Suasana hatinya yang sudah kesal, menjadi makin kesal lagi.Dia pun berkata dengan marah kepada Karina, "Apa kamu dengar? Keluar dari sini! Kamu nggak seharusnya berada di sini."Karina sangat merasa tidak nyaman saat melihat Rafael seperti itu. Meskipun di dalam hati Karina memang tidak pernah menyukainya, dia juga tidak suka jika melihat Rafael sampai terpuruk seperti ini.Karina selalu merasa jika Rafael tidak seharusnya bergelimang kemewahan semacam ini.Karina menarik napas dalam-dalam. Dia tidak menghiraukan tatapan penuh ejekan dari semua orang yang menyaksikan drama tersebut. Karina mengulurkan tangannya kepada Rafael dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Ayo pulang bersamaku."Rafael mengalihkan tatapan matanya yang dingin itu pada tangan yang diulurkan Karina kepadanya. Sambil mendengus dingin, dia menyambar gelas anggur dari tangan gadis itu dan langsung menenggak habis isinya. Kemudi
"Karina, siapa yang menyuruhmu pergi? Berani-beraninya kamu pergi?" Begitu semua orang itu pergi, Rafael langsung berteriak marah kepada Karina.Wanita sialan ini memang ingin selalu melarikan diri darinya selama ini. Jika tidak, Karina tidak akan memutuskan untuk benar-benar pergi tanpa keraguan sedikit pun tadi. Rafael benar-benar ingin mencekiknya sampai mati.Karina menatap Rafael dengan dingin. Dia berpikir betapa pandainya Rafael membalikkan fakta. Siapa yang tadi menyuruhnya pergi? Sekarang, begitu Karina ingin pergi, Rafael jadi marah karenanya?Karina menatapnya sambil tersengal-sengal. "Apa sudah cukup bagimu untuk membuat onar?""Siapa yang membuat onar? Karina, kenapa kamu nggak peduli padaku? Kamu pikir kamu itu siapa? Berani-beraninya kamu menyelingkuhiku. Percaya atau nggak aku bisa membunuh kekasih gelapmu itu sekarang?"Rafael menjadi sangat marah karena cemburu.Emosi yang selama ini dipendamnya, sekarang menjadi meledak karena mabuk."Rafael, kalau kamu menganggapku
Begitu panas hingga membuat hati terasa cemas.Kali ini, Karina benar-benar menyadari jika ada sesuatu yang benar-benar hancur bersamaan dengan tenggelamnya dirinya bersama Rafael.Rangkaian erangan indah dan menggoda seakan seperti menjadi inspirasi bagi Rafael ....Keesokan paginya, jam biologis Rafael membangunkannya dari tidurnya.Begitu membuka mata, Rafael melihat Karina yang tengah tertidur lelap di dalam pelukannya. Cuplikan ingatan semalam yang tiba-tiba muncul di otaknya, membuat Rafael langsung terdiam.Semalam, dia sudah meniduri Karina ....Tanda merah di sekujur tubuh Karina yang bagaikan mutiara itu sangat mengejutkan. Tanda merah itu ada di mana-mana, termasuk di leher dan di tubuh Karina, bagaikan mawar yang sedang mekar.Keindahan yang aneh dan memikat.Wajah mungil Karina sudah basah oleh air mata. Rambutnya menempel di pipinya. Karina terlihat begitu menyedihkan.Rafael duduk di sampingnya. Dia menggaruk-garuk kepalanya dengan gelisah. Semalam, apa yang sudah dia la
Jeremy terkejut saat melihat ekspresi cemas di wajah Rafael dan melihat Karina yang sedang tertidur di dalam gendongan Rafael."Karina demam. Bawa mobilnya kemari. Aku membawanya ke rumah sakit.""Baik."Jeremy tidak banyak bertanya dan buru-buru berlari untuk memanggil sopir. Rafael menatap orang yang bersandar di pelukannya itu dengan cemas. Suasana hatinya begitu rumit.Jelas-jelas kemarin dia memutuskan untuk menyuruh wanita ini pergi dari tempat ini. Namun, kenapa hari ini saat melihat wanita ini demam, hatinya terasa begitu sakit?"Karina, apa yang harus kulakukan padamu?"Setelah mobil tiba, mereka langsung pergi ke rumah sakit yang paling dekat dengan kelab tersebut.Begitu sampai di rumah sakit, Karina langsung dibawa ke unit gawat darurat.Begitu dokter datang, dokter itu langsung merasa ketakutan oleh tekanan sedingin es yang dipancarkan oleh Rafael. Jantungnya bergetar saat keringat dingin mulai keluar.Rafael melangkah maju dengan kakinya yang panjang itu. Dia meraih kerah
Dokter itu menjelaskan dengan mata berkaca-kaca. "Ini, pasti selalu ada masa penyesuaian. Setelah menghabiskan satu botol infus, keadaannya akan menjadi lebih baik.""Sebaiknya memang begitu."Raut wajah Rafael menjadi agak melunak.Jeremy melangkah maju dan bertanya, "Sekarang seharusnya dipindahkan ke ruang perawatan intensif, 'kan?""Ya. Memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman pada wanita itu akan membantu kondisinya menjadi lebih baik," jawab dokter itu sambil menyeka keringat dinginnya."Tuan Muda Rafael, biarkan Nona Karina beristirahat terlebih dulu," kata Jeremy kepada Rafael yang sedang menatap Karina.Rafael melihat sekilas ke arah Jeremy dan menganggukkan kepalanya.Karina perlahan-lahan tersadar setelah menghabiskan dua botol infus. Kesadarannya masih sedikit kabur. Matanya yang seperti batu amber melihat sekeliling.Tirai putih, seprai putih, sedikit aroma disinfektan memenuhi ruangan ini.Dia juga mengenakan baju rumah sakit ....Rumah sakit?Pintu tiba-tiba saja ter
"Karina, jangan terlalu berlebihan. Meskipun kemarin aku melakukan kesalahan, sebagian besar alasannya tetap saja karena kamu. Jangan pikir aku sudah benar-benar tenang sekarang."Benar saja. Dia tetap tuan muda yang kasar, tidak masuk akal, dan semena-mena.Namun, suasana hati Karina menjadi agak membaik setelah mendengar Rafael meminta maaf.Karina menunduk. Dia merasa jika sekarang adalah kesempatan untuk memperjelas kata-kata Rafael. Karina pun berkata dengan lembut, "Kemarin, di depan semua orang kamu mengatakan kalau kamu menyuruhku untuk pergi ....""Itu omongan orang mabuk. Jadi, nggak bisa dianggap serius."Karina mendengus dan langsung menjadi cemas saat mendengarnya. Apa orang ini mencoba menyangkalnya lagi?Karina memelototi Rafael dan berkata dengan napas tersengal-sengal, "Rafael, bisakah kamu berhenti untuk ingkar janji seperti ini? Kemarin, kamu sudah mengatakannya di depan begitu banyak orang. Apa kamu ingin menjadi ... uhuk, uhuk, uhuk ...."Karina begitu emosional hi
Karina memelototi Rafael dengan marah dan menyingkirkan tangan Rafael. "Apa kamu pikir kata-katamu itu bisa dipercaya?""Wanita sialan, berani bicara lagi, hak istimewamu ini akan hilang!" Rafael benar-benar ingin memukul Karina. Apa Karina harus membuat Rafael marah agar Karina bisa merasa bahagia? Bagaimana dia bisa membuat Rafael merasa sangat marah?Karina berkata seakan hal tersebut jarang terjadi padanya. Ya, jika itu benar, semuanya masih layak untuk diperhatikan. "Apa kamu benar-benar akan mempertimbangkan pendapatku?"Rafael selalu ingkar janji kepada Karina. Itu sebabnya Karina merasa takut."Tentu saja." Wajah Rafael benar-benar tidak sedap dipandang mata. Ini pertama kalinya dia dipertanyakan seperti ini."Kalau begitu, biarkan aku pergi.""Nggak mungkin!" Amarah Rafael hampir saja meledak.Karina langsung mencibir begitu mendengarnya. "Lihatlah. Baru saja kamu mengatakan kalau kamu ingin mempertimbangkan pendapatku, sekarang kamu sudah langsung menolaknya mentah-mentah."K
"Maaf, jadi merepotkanmu untuk datang ke sini," kata Karina dengan agak malu.Safira menatap kosong pada Karina. "Menurutmu, apa hubungan kita ini? Masih saja mengucapkan kata-kata sopan seperti itu kepadaku. Kalau kamu terus begini, aku akan marah!""Aku nggak akan mengatakannya lagi."Karina memahami sifat Safira. Bersikap sopan padanya malah akan membuat Safira marah."Kamu masih terlihat agak pucat. Apa kamu masih merasa nggak nyaman sekarang?" Safira masih sedikit mengkhawatirkan Karina."Nggak apa-apa. Setelah diinfus, keadaanku sudah jauh lebih baik.""Baguslah kalau begitu." Safira merasa lega. "Omong-omong, hari ini Pak Neo kembali. Dia menanyakan ke mana kamu pergi."Karina menjadi terkejut. "Lalu, apa kamu memberitahukan keberadaanku padanya?""Belum. Aku bergegas datang kemari dengan tergesa-gesa begitu mendengar kabar kalau kamu dirawat di rumah sakit. Aku nggak punya waktu untuk memberitahunya. Bagaimana kalau aku meneleponnya sekarang?"Sambil berkata seperti itu, Safira