"Karina, jangan terlalu berlebihan. Meskipun kemarin aku melakukan kesalahan, sebagian besar alasannya tetap saja karena kamu. Jangan pikir aku sudah benar-benar tenang sekarang."Benar saja. Dia tetap tuan muda yang kasar, tidak masuk akal, dan semena-mena.Namun, suasana hati Karina menjadi agak membaik setelah mendengar Rafael meminta maaf.Karina menunduk. Dia merasa jika sekarang adalah kesempatan untuk memperjelas kata-kata Rafael. Karina pun berkata dengan lembut, "Kemarin, di depan semua orang kamu mengatakan kalau kamu menyuruhku untuk pergi ....""Itu omongan orang mabuk. Jadi, nggak bisa dianggap serius."Karina mendengus dan langsung menjadi cemas saat mendengarnya. Apa orang ini mencoba menyangkalnya lagi?Karina memelototi Rafael dan berkata dengan napas tersengal-sengal, "Rafael, bisakah kamu berhenti untuk ingkar janji seperti ini? Kemarin, kamu sudah mengatakannya di depan begitu banyak orang. Apa kamu ingin menjadi ... uhuk, uhuk, uhuk ...."Karina begitu emosional hi
Karina memelototi Rafael dengan marah dan menyingkirkan tangan Rafael. "Apa kamu pikir kata-katamu itu bisa dipercaya?""Wanita sialan, berani bicara lagi, hak istimewamu ini akan hilang!" Rafael benar-benar ingin memukul Karina. Apa Karina harus membuat Rafael marah agar Karina bisa merasa bahagia? Bagaimana dia bisa membuat Rafael merasa sangat marah?Karina berkata seakan hal tersebut jarang terjadi padanya. Ya, jika itu benar, semuanya masih layak untuk diperhatikan. "Apa kamu benar-benar akan mempertimbangkan pendapatku?"Rafael selalu ingkar janji kepada Karina. Itu sebabnya Karina merasa takut."Tentu saja." Wajah Rafael benar-benar tidak sedap dipandang mata. Ini pertama kalinya dia dipertanyakan seperti ini."Kalau begitu, biarkan aku pergi.""Nggak mungkin!" Amarah Rafael hampir saja meledak.Karina langsung mencibir begitu mendengarnya. "Lihatlah. Baru saja kamu mengatakan kalau kamu ingin mempertimbangkan pendapatku, sekarang kamu sudah langsung menolaknya mentah-mentah."K
"Maaf, jadi merepotkanmu untuk datang ke sini," kata Karina dengan agak malu.Safira menatap kosong pada Karina. "Menurutmu, apa hubungan kita ini? Masih saja mengucapkan kata-kata sopan seperti itu kepadaku. Kalau kamu terus begini, aku akan marah!""Aku nggak akan mengatakannya lagi."Karina memahami sifat Safira. Bersikap sopan padanya malah akan membuat Safira marah."Kamu masih terlihat agak pucat. Apa kamu masih merasa nggak nyaman sekarang?" Safira masih sedikit mengkhawatirkan Karina."Nggak apa-apa. Setelah diinfus, keadaanku sudah jauh lebih baik.""Baguslah kalau begitu." Safira merasa lega. "Omong-omong, hari ini Pak Neo kembali. Dia menanyakan ke mana kamu pergi."Karina menjadi terkejut. "Lalu, apa kamu memberitahukan keberadaanku padanya?""Belum. Aku bergegas datang kemari dengan tergesa-gesa begitu mendengar kabar kalau kamu dirawat di rumah sakit. Aku nggak punya waktu untuk memberitahunya. Bagaimana kalau aku meneleponnya sekarang?"Sambil berkata seperti itu, Safira
Mendengar hal tersebut, Karina langsung menatap Jeremy yang tersenyum itu. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke sisi lain dan mengerucutkan bibirnya. "Aku belum mengatakan apa-apa, 'kan?"Dia hanya ingin tahu kenapa Rafael tidak kembali untuk menyiksanya.Jeremy tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa.Setelah keduanya duduk di dalam mobil, Karina bersandar di satu sisi mobil dan memejamkan matanya. Sementara itu, Jeremy terus berbicara di telepon sejak dia memasuki mobil. Karina tidak bisa menutupi telinganya. Itu sebabnya, sedikit banyak dia bisa mendengarkan sebagian dari percakapan tersebut.Setelah menutup telepon, Jeremy mengusap alisnya dengan kesal. Sepertinya ada yang belum terselesaikan."Apa perusahaan sedang mengalami masalah besar?" tanya Karina dengan rasa ingin tahu.Jika memang demikian, apakah Karina tidak perlu bertemu lagi dengan Rafael selama beberapa hari ke depan?Jeremy menggelengkan kepalanya. Dia tersenyum pahit dan berkata, "Bukan masalah besar. Hanya saja
Gedung 101 tempat Grup Stalin berada .... Di kantor CEO."Sebelum jam dua belas malam ini, terjemahkan semua kontrak penting menjadi tiga salinan. Dua untuk Negara Agralva dan satu untuk Negara Zandriva." Rafael duduk di kantornya yang luas dan memberikan perintah kepada sekelompok bawahannya.Salah seorang bawahannya terlihat malu setelah mendengarkan apa yang dia katakan. "Tuan Muda Rafael, waktunya mungkin nggak akan cukup kalau kami harus menyelesaikan semuanya sebelum jam dua belas malam ....""Itu masalah departemen kalian sendiri. Cari cara untuk menyelesaikannya sendiri." Rafael bahkan tidak mengangkat matanya barang sesaat. Nada bicaranya tenang, tetapi dia tidak mau dibantah."Baik."Meskipun merasa kesulitan, orang itu tidak berani lagi untuk mengeluh. Dia berbalik dan keluar dari pintu, lalu buru-buru menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Rafael."Pak Willy, tolong pastikan jadwal perjalanan Tuan Botelli dan kirimkan seorang komisaris untuk menjemputnya. Pengaturan hotel
Jeremy menjelaskan dengan tenang, "Tuan Muda Rafael, Nona Karina juga bisa bicara dengan menggunakan bahasa Negara Zandriva. Kenapa kita nggak biarkan saja dia untuk mencobanya?""Dia?"Rafael menunjukkan ekspresi keraguan yang terlihat jelas di wajahnya.Tidak mengherankan jika Rafael bertanya-tanya. Hal tersebut karena dibandingkan dengan bahasa Negara Cyrenia yang lebih populer, bahasa Negara Zandriva terkesan terlalu khusus. Jadi, meskipun seseorang mempelajari bahasa Negara Zandriva, masa depannya kurang menjanjikan.Hal ini juga yang menjadi alasan kenapa mereka tidak bisa menemukan penerjemah untuk waktu yang sangat lama. Bahasa ini sangat-sangat tidak populer, sehingga bakat yang relevan dengan bahasa ini menjadi sangat langka."Ya, itu Nona Karina ini," jawab Jeremy dengan tegas. Kemudian, dia menoleh ke arah Karina dan berkata, "Nona Karina, tolong ucapkan beberapa kata."Karina tidak senang dengan reaksi Rafael. Dia menatap Rafael dan menyangkal keraguan Rafael barusan denga
Tidak mudah untuk bisa mendapatkan pujian dari Rafael. Karina berpikir, Rafael tidak berkomentar buruk tentang dirinya saja itu sudah bagus. Karina pun tersenyum tipis. "Terlalu memuji."Rafael tidak bisa menahan senyum saat melihat Karina yang tampak bangga dan penuh percaya diri itu. Dia pun melanjutkan kata-katanya. "Nggak heran, karena kamu itu wanitaku."Senyuman di wajah Karina langsung membeku. "Apa hubungannya semua ini denganmu? Jangan memuji diri sendiri!"'Apa maksudnya dengan 'nggak heran, kamu itu wanitaku'? Bisakah dia berhenti bersikap nggak tahu malu seperti ini?' pikir Karina.Rafael tidak marah. Tampak senyuman di wajahnya yang tampan itu. Dia menatap Karina dengan tatapan yang rumit saat matanya menatap lekat-lekat pada Karina."Aku penasaran. Ada berapa banyak bahasa lainnya yang kamu kuasai?"Jika Karina adalah mahasiswa jurusan bahasa, menguasai satu sampai dua bahasa merupakan hal yang wajar. Namun, informasi yang didapat Rafael memberitahukan jika Karina belajar
Untuk sementara, hanya Rafael dan Karina yang tersisa di kantor yang luas tersebut.Mata Karina yang seperti batu amber itu terbelalak. Tunggu, kenapa tiba-tiba saja dia mendapat firasat buruk?Karina melihat Rafael berdiri. Tubuh rampingnya mengenakan kemeja buatan tangan berwarna abu-abu muda. Garis-garis yang halus menegaskan bentuk tubuhnya yang sempurna. Dua kancingnya yang terbuka di bagian paling atas memperlihatkan tulang selangka yang seksi, yang tersembunyi di dalamnya.Seorang pria yang mengundang dosa.Rafael mendekati Karina selangkah demi selangkah. Sementara, Karina hanya bisa mundur selangkah demi selangkah.Namun, baru mundur tiga sampai empat langkah, tangan Rafael yang panjang itu langsung meraih Karina dan menariknya agar mendekat. Kemudian, Rafael memeluk pinggang Karina yang ramping, menatap wajahnya yang terlihat tidak nyaman, dan bertanya dengan suara serak, "Kamu menginginkan imbalan, 'kan? Bagaimana kalau imbalannya itu aku?""Siapa yang menginginkan dirimu?"