Waktu terasa cepat sekali berlalu. Setelah mengobrol hampir setengah hari dengan Gina, Sepia tertidur lagi selama dua jam. Lalu ketika bangun lagi, langit sudah menguning dan perutnya mulai terasa lapar.Sudah pukul tujuh malam.Pada hati Sepia, tiba-tiba saja ia merasa ragu untuk datang ke acara pernikahan Nawang karena ia tahu akan banyak orang yang tidak asing akan ia jumpai di sana. Perasaan itu mencuat begitu saja, padahal sebelumya ia merasa antusias untuk menghadiri acara itu. Namun, sepertinya sudah terlambat untuk berubah pikiran dan absen dari acara itu. Pertimbangan alasan Nawang adalah atasan sekaligus teman semasa kuliahnya menjadi pemberat untuk mengurungkan niatnya.“Ah, aku ini kenapa? Kenapa bisa segelisah ini?” Sepia menatap pantulan dirinya di cermin.Ia sudah bersiap, riasannya telah selesai. Ia mengambil anting dengan liontin mutiara violet yang senada dengan bajunya lalu memakainya dengan hati-hati. Penampilannya terlihat sempurna, rambutnya disanggul kepang keci
“Sepia …,” panggil Panji sambil berlari kecil menyusul langkah Sepia.Suara musik yang memiliki volume semakin keras membuat Sepia tidak mendengar panggilan laki-laki itu. Sepia bahkan tidak menduga bahwa Panji akan menghentikannya dengan cara menyentuh pergelangan tangannya. Ia kembali membalikan badan sambil terkejut bukan kepalang, ia pikir Yana yang mengganggunya lagi tapi ternyata Panji. Hampir saja Sepia menepis tangan Panji, tapi pandangan mereka yang malah berpapasan dalam beberapa detik membuat waktu yang mereka miliki seolah membeku dan mematung sesaat.“Maafkan aku,” kata Panji sambil melepaskan genggaman tangannya.“A-ada apa lagi?” tanya Sepia. Ia berusaha menghilangkan rasa canggung dan debaran yang tiba-tiba muncul dalam dirinya.“Antingmu terjatuh,” jelas Panji sambil mengangkat liontin berwarna violet itu.Refleks Sepia langsung meraba telinganya dan benar saja, anting telinga kanan memang tidak ada.“Oh, terima kasih.” Ia mengambil anting itu dari Panji dan langsung
Satu minggu berlalu, kesibukan pekerjaan kembali menyapa seperti-hari sebelumnya. Namun kesibukan Sepia tidak lagi terlalu berarti, selesainya urusan pekerjaan dengan Panji membuat beban pada pundaknya sedikit berkurang. Pertemuan terakhir mereka adalah saat pernikahan Nawang, setelah itu Sepia belum melihat Panji lagi. Laki-laki itu mungkin sedang sibuk dengan berbagai kegiatan promosi dan lain-lainnya.Minggu kali ini adalah waktu untuk Sepia untuk pulang sejenak dan menemui keluarganya di Bandung. Rindu untuk Shabiru sudah benar-benar menggunung. Pagi-pagi sekali Sepia sudah berada di stasiun, mengambil tiket pagi.“Kereta jurusan Bandung akan berangkat sepuluh menit lagi, penumpang diharapkan untuk memasuki peron.”“Shabiru, ibun sedang dalam perjalanan. Ibun akan penuhi janji buat pulang dan ketemu kamu, sayang,” kata Sepia dalam hati.Sepia memindahkan rasel yang ia pakai dari belakang ke depan setelah suara customer service stasiun telah mengumumkan keberangkatan kereta. Ia mel
Ray mengenakan setelan jas berwarna putih. Rambutnya tertata rapi, tetapi wajahnya seperti tengah diliputi kegelisahan besar. Ia duduk termenung di depan jendela besar hotel, menatap pemandangan gedung diluarnya. Menatap langit yang tiba-tiba muram kehilangan cahayanya. Ia tidak tahu apakah pilihannya adalah pilihan yang tepat atau tidak, yang jelas pilihannya ini adalah bentuk pertanggungjawaban dari kesalahan yang pernah ia lakukan.“Ibu kecewa padamu, kenapa tidak mengundang Shabiru dalam acara pernikahanmu ini? Seharusnya kamu memanfaatkan momen ini untuk mengambilnya dari keluarga Sepia,” ibu Ray yang berdiri di sebelahnya telah mengenakan setelan kebaya yang nampak anggun.Ray terdiam. Bahkan sampai kapan pun ibunya terus menyalahkan pilihannya. Pernikahan yang tergesa dan segenap permintaan Arumi yang tidak ada habisnya telah membuat Ray letih. Entah itu fisik maupun batinnya sama-sama tertekan. Ia memang tidak memberitahu Shabiru, ia bahkan sudah hampir satu bulan tidak menghu
“Me-menikah?” Sepia mengulangi pernyataan Afandi.Rasanya Sepia tidak percaya dengan kabar itu. Mana mungkin Ray bisa secepat itu menikah? Bahkan perceraian mereka baru selesai dua minggu lalu. Namun, tidak ada yang tidak mungkin untuk terjadi. Saat masih memiliki seorang istri saja laki-laki itu tega bermain api, apalagi saat ia harus tinggal sendiri dengan status barunya. Jika memang benar bahwa Ray menikah, artinya Ray mungkin bisa mudah sekali melupakan Sepia dalam kehidupannya, begitu kiranya pernyataan yang muncul dalam benak Sepia.Masalahnya hubungan pernikahan sangat jauh berbeda dengan pacaran. Orang pacaran bisa saja mendapatkan pasangan baru meskipun baru satu hari putus dengan pacar lamanya. Namun, pernikahan? Rasanya butuh waktu yang lama untuk dapat pulih, menata diri, dan saling melupakan terlebih dahulu hubungan lama sebelum memulai hubungan baru. Afandi menoleh sebentar, lalu kembali fokus dengan jalanan ramai di depannya. “Aku tahu Kakak akan sedikit terkejut denga
Setengah hari sampai sore Sepia menghabiskan waktunya bersama Shabiru untuk sekadar jalan-jalan naik motor berdua. Sungguh menyenangkan menikmati udara yang berembus, merasakan hangatnya matahari sore sambil bercerita dengan anak kesayangannya.“Bun, meskipun Ibun jauh, aku tidak pernah kesepian. Saat ibun enggak pulang, Kak Afandi selalu pulang dan mengajakku jalan-jalan loh, Bun,” ujar Shabiru yang duduk di jok depan.“Oh, ya? Jalan-jalan kemana saja kalian ini?” tanya Sepia.Motornya melaju dengan pelan keluar dari jalan raya, berbelok menuju jalan perumahan komplek. “Banyak Bun, kadang ke toko buku, ke kedai es krim, ke kebun binatang juga pernah. Sangat menyenangkan loh, Bun,” sahut Shabiru dengan riangnya.“Ibun juga ingin kamu selalu senang dan memiliki teman-teman yang baik. Nanti kalau memang Shabiru sedang libur, ibun akan ajak ke Jakarta. Ibun kan sekarang tinggal sendirian.”“Semoga liburnya cepat datang, nanti aku akan bilang ke ibu guru agar mempercepat waktu liburnya,
Malam sudah berlalu begitu singkat dan pagi datang begitu terburu-buru.Sebenarnya Sepia tidak tidur dengan baik malam tadi. Apa yang dibicarakan ibunya benar-benar mengusik malamnya yang tenang. Ia gelisah sepanjang malam dan hanya berganti-ganti posisi tidur, berharap kantuk segera datang, tetapi nyatanya semakin malam matanya semakin segar. Sepia sudah bersiap, mengemas beberapa barangnya pada ransel kecil yang akan ia bawa.“Ibun, sungguh akan berangkat sepagi ini?”Sepasang mata Shabiru yang jernih seperti embun yang masih menempel di dedaunan membuat hati Sepia memberat untuk meninggalkan rumahnya dan pergi lagi ke Jakarta. Tatapan mata yang rindu akan kasih sayang, yang harus selalu Sepia tinggalkan untuk pekerjaan dan realitas hidup yang menuntutnya. Rasanya Sepia tidak ingin kembali, tetapi apa yang ia lakukan tak lain dan tak bukan untuk Shabiru juga.Sepia mengangguk pelan, sebuah anggukan yang membuat Shabiru mendesah kecewa dengan jawaban ibunya. Satu hari satu malam ada
"Kak, nanti aku tidak akan mampir, ya," kata Afandi tiba-tiba saat mobil yang dikendarainya berbelok memasuki perumahan."Yang benar saja? Kenapa memangnya? Kamu pasti capek. Mampir sebentar saja, nanti makan dulu. Istirahat sebentar, jangan sampai ngantuk di jalan nanti malah kecelakaan gimana coba?" tanya Sepia."Kak Pia ini sebenarnya sedang memberitahu aku untuk hati-hati atau apa?" Afandi menaikan sebelah alisnya. "Aku nanti akan istirahat kok, nanti di apartemen gebetanku," katanya dengan enteng."Dari tadi bilang gebetan-gebetan, kayak iya punya aja," Sepia mendengus sebal tidak percaya begitu saja dengan alasan Afandi.Afandi menghela napas kesal. "Kak Pia selalu tidak percaya padaku kalau soal perempuan.""Aku hanya tidak mau kamu mengambil resiko dengan terus melanjutkan perjalanan. Kamu ini manusia biasa, bukan robot, Fan. Kamu harus istirahat.""Aku janji akan istirahat kok, nanti aku kabarin kalau sudah sampai apartemen gebetanku," kata Afandi lagi dengan percaya dirinya.