Rune tahu apa yang dimaksud oleh Sam. Kini ia sedang menguatkan diri karena selama ini belum pernah membunuh seorang perempuan.
"Jika kau membunuhnya dengan pedangmu, maka kau akan mendapatkan elemen petir."
Rune terkejut dengan pernyataan Sam. Namun, tetap saja hal itu sulit untuk ia lakukan karena tidak tega melihat seorang perempuan kesakitan, meskipun rasa ingin memiliki elemen baru sangatlah besar.
"Aku tadi sempat melihat bahwa pedangmu menyerap petir perempuan ini. Jadi, aku berpikir jika kau akan mendapatkan elemen petir jika membunuhnya."
"Aku meminta kepadamu, bunuh aku!" bentak Nina karena tidak sanggup jika harus hidup tanpa ibu.
Rune sudah mengambil keputusan. Ia menancapkan pedang ke dada Nina sehingga perempuan tersebut memuntahkan darah.
Rune membuang muka karena tidak sanggup melihat wajah kesakitan sang korban. Tiba-tiba aliran petir mengalir ke dalam pedang.
Sam terkejut karena ternyata dugaannya benar, padahal apa yang ia katakan hanya omong kosong untuk membuat Rune mau membunuh Nina.
"Baiklah, sekarang kita pergi." Sam berjalan menuju pintu.
Tim Seseven meninggalkan mayat Nina sendirian di tempat pertandingan. Mereka pergi ke tempat yang hanya diketahui oleh Sam.
Rune berjalan sembari menunduk serta terus mengingat apa yang telah dilakukan. Ini adalah kali pertamanya ia membunuh seorang perempuan. Lelaki tersebut mulai berpikir jika nantinya dirinya akan menjadi seorang pembunuh yang tidak memiliki perasaan.
***
Kini Rune berada di padang rumput untuk menggunakan elemen petirnya dengan cara mengayunkan pedang berkali-kali, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa ada petir yang keluar dari senjata tersebut.
Seseven menonton teman barunya itu dari dalam rumah. Sam merasa bingung karena Rune tidak bisa mengeluarkan elemen baru, padahal sudah jelas-jelas ia melihat kalau ada petir yang mengalir ke dalam pedang.
"Keluarlah petir!" Rune berteriak kepada pedangnya.
Tiba-tiba awan gelap datang dan suara guruh terdengar. Namun, bukan ini yang Rune maksud. Ia mendongak untuk melihat pemandangan yang mengerikan.
"Awan, beri aku elemen petir!"
"Apa yang dia lakukan?" tanya Fony.
"Mungkin memanggil ajal," jawab Canty.
"Aku rasa kalimatmu itu rancu."
Kedua perempuan tersebut langsung menoleh ke arah orang yang berbicara karena tidak menyangka jika teman mereka yang pendiam telah mengucapkan sesuatu.
Digi yang sadar diperhatikan, langsung membuang mukanya. Pastinya dengan muka yang datar.
Rune mengangkat pedang untuk menerima kiriman petir dari awan, tetapi tidak kunjung datang. Tangannya mulai terasa lelah. Namun, ia merasa jika hal ini harus dilakukan.
Dalam seketika senjata tersebut jatuh. Rune menunduk karena merasa kesal dan bingung bagaimana cara untuk menggunakan elemen petir.
Seorang pengguna senapan bersembunyi di balik pohon, lalu bersiap untuk menembak Rune. Canty yang melihat itu langsung berteriak.
"Rune, cepat kemari!"
Rune merasa bingung dengan apa yang Canty katakan. Sebuah pertanyaan pun muncul, tetapi ia harus berlari masuk ke rumah terlebih dahulu.
Setelah lelaki tersebut sampai di dalam, Canty langsung menutup pintu. Terlihat wajahnya sangat ketakutan. Hal itu membuat Rune ingin sekali bertanya.
"Kau kenapa?"
"Aku hanya takut karena ada musuh yang menggunakan senapan," jawab Canty seraya bersandar di pintu.
"Dia takut dengan pengguna senapan," ucap Sam sembari bersedekap.
Kini kedua belah pihak antara pengguna senapa dan tim Seseven tidak dapat saling melihat karena terhalang oleh bangunan tertutup yang tidak memiliki jendela.
Beberapa prajurit melintas menggunakan kuda. Rune mendengar suara dari langkah hewan tersebut dan ingin sekali melihat, tetapi ia tidak mau Canty menjerit.
Di malam hari, mereka memasang tenda dan tidur di luar karena permintaan dari Fony yang ingin berkemah.
Rune duduk sembari melihat langit yang penuh dengan bintang. Seketika ia mengalihkan pandangan ke api unggun dan merasa ingin mendapatkan elemen api, tetapi tidak tahu caranya.
"Sam, sebenarnya apa misi kita?" tanya Rune secara spontan.
"Misi kita adalah mencari keberadaan Mangan untuk menyelamatkan putrimu."
Sam mengucapkan hal tersebut dengan wajah datar dan perasaan tidak suka. Tiba-tiba Canty menoleh ke arah semak-semak karena mendengar suara.
Sekonyong-konyong sebuah panah meluncur dari arah tumbuhan tersebut. Semuanya berdiri, lalu memfokuskan pandangan ke semak-semak.
"Hei, siapa itu?!" teriak Rune.
'Panah? Oh, ini waktunya,' batin Sam.
Semua memasang kuda-kuda untuk bersiap menerima sekarang dari pemanah, kecuali Sam.
"Rune, ikut aku untuk menjalankan misi."
"Misi? Namun, bagaimana dengan orang yang memanah kita?"
"Lupakan itu." Sam menatap semua anggota Seseven, lalu berkata, "kalian tetap di sini."
Kedua lelaki tersebut pergi ke sebuah kastel di hutan. Rune bingung kenapa mereka ada di sini.
"Kenapa kita pergi ke sini?"
"Ikuti saja perintahku."
Sam masuk, lalu bersandar di dinding dan sesekali melihat ke dalam untuk memastikan bahwa situasinya aman.
Terdapat dua orang penjaga gerbang yang berdiri tegak menghadap ke depan. Posisi mereka ada di sebelah kiri Sam.
"Rune, panah salah satu dari penjaga itu sampai mati."
Deg!
Rune tidak menyangka bahwa Sam menyuruhnya untuk melakukan pembunuhan. Ingin sekali protes, tetapi takut jika Sam marah.
Lelaki tersebut membidik, lalu meluncurkan panah ke pinggang penjaga. Dalam seketika rekan dari pria tersebut melihat ke arah panah yang datang.
Sam dan Rune segera bersandar di dinding supaya tidak ketahuan. Penjaga itu melihat sekeliling, tetapi tidak kunjung menemukan musuh karena kedua lelaki tersebut berada di tempat yang gelap.
Sam segera menusukkan pedangnya ke punggung penjaga sampai terjatuh.
Ia berlari ke arah gerbang kedua, lalu melambaikan tangan ke Rune pertanda menyuruh untuk mengikutinya.
Rune mengerti dengan kode tersebut. Ia pun memasuki gerbang dan tidak terlihat seorang pun.
Tempat gelap membuat suasana menjadi menyeramkan. Namun, hal itu serasa sirna karena terlihat seorang perempuan yang cantik sedang berjalan dari gerbang.
Beberapa detik kemudian, senyuman Rune pudar karena melihat perempuan tersebut jatuh sebab punggungnya telah ditusuk dengan pedang oleh Sam.
Sam langsung mendekat ke dinding dan melihat apakah ada orang di balik gerbang. Rune menghampiri dan bersandar di sebelah Sam.
Tiba-tiba terlihat seorang pria berlari menghampiri mayat perempuan. Sam langsung mendapat ide kala melihatnya menangis.
"Rune, panah pria yang menangis itu sampai mati."
Rune membidik, lalu memanah pria itu, tetapi tiba-tiba ada yang menebas anak panahnya.
"Siapa kau?" ucap penjaga.
Sam tersenyum, lalu mendekati lelaki tersebut dan berkata, "Aku Sam, pemimpin tim Seseven."
"Aku Clay, akan membunuh siapa pun yang menjadi penyusup."
Clay membuat pedangnya bersinar, lalu menyerang pemimpin tim Seseven. Sam merasa kesulitan dalam menghadapinya karena cahaya yang membuat matanya sulit dibuka.
Mereka berdua memasuki gerbang ketiga dan bertarung di dalamnya, sementara Rune menonton adegan menangis yang dilakukan oleh sang ayah.
"Aku Xioae, akan membunuhmu untuk membalaskan dendam putriku!"
Rune memasang kuda-kuda, kemudian menghindari setiap serangan dari Xioae dengan santai. Di saat yang tepat, ia menendangnya hingga terjatuh, lalu melompat dan menusukkan pedang tepat di dadanya. Xioae pun menghembuskan napas terakhir. Rune merasa tidak bersalah karena itu bukanlah seorang perempuan. Ia mengintip pertarungan Sam dari gerbang. Kilauan cahaya membuat matanya sulit dibuka. Sam melihat Rune, lalu berteriak, "Rune, bantu aku menghadapinya!" Rune segera berlari dan meluncurkan serangan berupa tusukan pedang, tetapi Clay menghindarinya dengan cara melompat ke belakang. Clay membuat pedangnya mengeluarkan cahaya, kemudian berlari menyerang Rune. Rune menangkis serangannya dengan kedua belati sembari menutup mata karena silau. Dalam seketika, senjatanya tersebut menyerap cahaya dari pedang Clay. Clay dan Sam terkejut. Rune mencoba membuka mata dan tersenyum karena cahaya itu sudah menghilang. Ia mulai menyerang balik dengan kecepatan tinggi sehingga Clay menjadi kewalaha
Pemimpin desa menghampiri anaknya dan berkata, "Nak, kamu sedang berbicara dengan siapa?" Anak itu menoleh, kemudian menjawab sembari menodongkan pedang, "Aku berbicara dengan pencuri ini." Pemimpin desa melihat ke arah anaknya menodong, tetapi tidak menemukan siapa pun. Rune segera masuk ke balai desa untuk mencari cincin penghancur dinding. Ia berjalan sembari melihat keindahan dari semua cincin yang tersusun rapi di meja. Penglihatannya dipertajam untuk bisa dengan cepat menemukan cincin yang dicari. Setelah beberapa menit, akhirnya Rune berhasil menemukannya, kemudian kembali ke penginapan dan memberikan cincin itu kepada Sam. Pemimpin Seseven merasa senang sehingga menunjukkan senyuman sembari melihat setiap sudut dari benda tersebut. "Bagus. Sekarang kau boleh pergi." Rune berjalan mengelilingi desa untuk mencari keberadaan Catly dengan tujuan mengajaknya berbicara. Akhirnya ia menemukan perempuan tersebut di tepi sungai. Anggota Seseven itu menghampiri dan duduk di sebelah
Catly sangat terkejut dengan pernyataan Sam karena apa yang selama ini ia pikirkan ternyata salah. "Tidak. Aku tidak akan membiarkanmu membunuh Mangan." "Oh, baiklah. Kalau begitu aku juga akan membunuhmu!" Sam berlari sembari mengeluarkan pedang, lalu menusukkan pedang ke dada Catly sehingga perempuan tersebut menutup mata dan berdiam diri karena rela mati demi Mangan. Tring! Catly membuka mata dan melihat teman satu tim melindungi dirinya. "Rune, apa yang kau lakukan?" tanya Sam dengan perasaan marah karena ada yang melindungi Mangan. Rune tersenyum, kemudian berkata, "Aku sudah tahu semua tentang Mangan bahwa ia adalah orang baik." "Aku juga baik." "Baik kau bilang! Setelah membunuh dua perempuan dan mencuri cincin, kau bilang itu baik?!" Sam melompat mundur, lalu menyimpan pedang sembari tersenyum. Rune merasa ingin sekali mengakhiri semua ini dan menjadikan Mangan sebagai pemimpin Seseven seperti yang Catly katakan. "Mari kita lihat seberapa hebatnya dirimu. Keluarkan s
Ai menunduk, kemudian mengangguk. Hal itu membuat Rune yakin jika kejadian kemarin malam bukanlah mimpi. "Apa kita beritahukan hal ini kepada semua?" tanya Ai dengan nada kecil. Rune memikirkan hal yang terbaik karena ia takut jika tahu tentang hal ini, kebahagian Seseven akan lenyap. Loli yang digendong oleh Mangan melihat ayah angkat dan merasa ingin bersamanya. Namun, ia tidak tahu bagaimana caranya. "Rune, sepertinya anakmu ingin kau menggendongnya," ucap Ai. Rune yang mendengar itu langsung tersenyum dan mencoba melupakan masalah yang dihadapi. Ia pun menghampiri Mangan dan berharap keinginannya terkabul. "Mangan, apa aku boleh menggendongnya?" "Boleh." Mangan berhenti dan menurunkan Loli. Rune tersenyum karena permintaannya terpenuhi, kemudian menggendong anak angkatnya tersebut. *** Sesampainya di desa, enam anggota Seseven makan di sebuah kedai, sementara Mangan pergi untuk menerima misi. Rune merasa bahagia saat menyuapi Loli. Tiba-tiba saja sang pemimpin datang dan h
"Baiklah, tetapi sebelum itu kita harus menyelesaikan masalah di desa ini," ujar Mangan. "Untuk menyelesaikan masalah di desa ini dengan cepat, kau harus memberitahu kami apa misinya." Semuanya terkejut saat Rune mengatakan hal tersebut karena mereka takut jika Mangan akan marah. Pemimpin Seseven menghembuskan napas karena mengalah. "Baiklah. Misi kita adalah menangkap pembelot yang mengadu domba antara desa ini dengan desa lain." *** Kini Seseven berada di ruangan pemimpin desa karena hujan badai datang. Mereka tengah berpikir cara untuk menangkap pembelot. Tiba-tiba Mangan berjalan mendekat ke jendela sembari melihat petir seraya berpikir jika si pembelot akan melakukan aksi saat semua penduduk berada di rumah. Dalam seketika sebuah ide pun muncul. "Ayo kita ke atap." Ai merasa cemas dan mulai berpikir cara untuk menolak perintah dari sang pemimpin karena ia takut terhadap petir. Seseven berjalan melewati pintu, tetapi tiba-tiba mereka berhenti karena Mangan melihat Ai berdia
Pasha mengaktifkan jurus menghilang. Sam merasa heran karena ia masih bisa melihat alatnya itu dan berpura-pura tidak bisa melihatnya. Pasha ingin mengetahui apakah dirinya masih bisa terlihat atau tidak dengan cara berjalan mengitari orang yang baru ia kenal. Sam mengumpulkan kekuatan untuk bisa membuat alatnya itu percaya bahwa ia tidak bisa melihatnya. "Bagus, sekarang kau tidak bisa dilihat," ucap Sam sembari tersenyum ke arah depan, padahal ia tahu jika Pasha ada di belakang. 'Ya, aku akan membuat kenakalan di desa ini menggunakan jubah penghilang untuk bisa membuat Ayah marah,' batin Pasha seraya tersenyum. Pasha berpikir sejenak karena masih belum percaya jika dirinya tidak bisa dilihat. Akhirnya, ia mencoba melakukan hal yang membuat Sam terpaksa memberitahu kebenarannya. Pasha mengeluarkan pedang, kemudian menusukkannya ke dada Sam. Hal itu membuat ia tahu jika ternyata dirinya telah dibohongi. "Apa yang kau lakukan?" "Ternyata kau membohongiku. Kau bilang aku tidak bi
"Maaf, Yang Mulia, tetapi kami bukanlah pembunuh bayaran," ujar Rune sembari menempelkan kedua tangannya. Luwe menghampiri Rune dengan wajah tidak suka, kemudian ia menatapnya dengan waktu yang lama. "Tolong jawab pertanyaanku. Jika seandainya temanmu sekarat, apakah kau akan membunuh musuh atau membiarkan mereka dibunuh?" Rune berpikir sejenak dan akhirnya mengerti dengan apa yang dimaksud oleh sang raja. Luwe tersenyum karena dugaannya benar bahwa lelaki pemanah tersebut tidak bisa menjawab. 'Malu sekali diriku. Kenapa harus mempertanyakan hal seperti itu,' batin Rune. "Baiklah, Ayah." *** Seseven memulai perjalanan melewati hutan yang memiliki sedikit pohon. Hal itu membuat mereka tidak kesulitan untuk berjalan. Rune ingin sekali mengetahui kenapa raja memanggil Mangan dengan sebutan Noa dan bagaimana lelaki tersebut bisa tinggal di tempat yang terpisah dari keluarganya. Namun, ia harus menunggu waktu liburan. Seseven sampai di kerajaan Taro yang sangat sepi, lalu mereka mas
Rune dan Catly berada di sebuah gerbang dan harus bertarung dengan Ken untuk mendapatkan sebuah buku. Rune mengeluarkan pedang, kemudian memasang kuda-kuda. Tiba-tiba saja Ken mengulurkan tangannya pertanda ingin menghentikan pertarungan. Rune paham dengan apa yang dimaksud. Oleh karena itu, ia memasukkan pedang dan melepaskan kuda-kuda. "Ada apa?" "Aku menantangmu bertarung tanpa senjata," jawab Ken. Rune merasa takut dengan tantangan ini karena ia merasa tidak bisa bertarung dengan tangan kosong, tetapi hal itu harus dilakukan demi kebahagiaan Catly. Keduanya memasang kuda-kuda, kemudian berlari menghampiri satu sama lain. Mereka saling memukul, tetapi tiba-tiba Rune berteleportasi ke atas, kemudian menginjak kepala Ken secara bertubi-tubi. Setelah itu, ia melakukan salto ke depan, kemudian tersenyum saat mendarat. Ken merasa geram, lalu memukul tanah sehingga tercipta gempa yang membuat lawannya terjatuh. Rune membalikkan badan dan mencoba untuk berdiri. Ia merasa takut deng