"Ah..." Hela nafas. "Setidaknya aku masih bisa menghirup udara segar lagi." Merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis.
Plak... Tepukan tangan terdengar menghantam kasur tidak terlalu kuat. "Tempat tidur Tuan muda kediaman pejabat tetap saja setipis ini." Seringaian terlintas di wajahnya. Ying Wesheng menggunakan kedua tangannya sebagai bantalan. Dia menatap kearah langit-langit kamar yang sudah usang bahkan ada banyak lubang. "Tuan muda kedua, tapi hidup dalam kemelaratan. Semua orang menghindar." Setiap kedipan matanya menjadi lebih pelan. "Wesheng. Aku tidak berniat meminjam tubuhmu. Tapi jiwaku terbang sendiri ketempatmu. Jangan salahkan aku. Jika kamu memang masih ada di dunia ini carilah keadilan kepada para dewa. Kenapa menarik jiwamu dan menempatkan aku di tubuhmu." Salah satu kakinya di silangkan. Ada ingatan samar terlintas di benaknya. Bayangan pemuda yang tengah di rendahkan semua orang, di hina, di buang, di permainkan, bahkan di perlakukan seperti binatang. Ying Wesheng yang sesungguhnya tidak akan mungkin mampu melawan kegilaan orang-orang di dekatnya. Bahkan keluarganya sendiri memperlakukannya tidak adil. Memijat pelan keningnya. "Apa ini ingatan pemilik tubuh?" Bangkit perlahan menarik nafas dalam. "Tanpa kemampuan bagaimana anak tidak berdosa ini bisa hidup tenang." Menggelengkan kepalanya merasa kasihan juga iba. Ying Wesheng berdiri lalu berjalan menuju keluar. Dia mencoba untuk mengangkat batu cukup besar di halaman depan. Senyuman puas terlihat di wajahnya. "Setidaknya kekuatannya telah terasah cukup baik." Dengan begitu dia mampu berdiri sendiri. Hanya lewat satu hari saja tapi dia telah menjadi orang lain. Semua kebisingan dalam diam itu seakan lenyap begitu saja. Penyesalan, ketidakberdayaan, ketidakadilan, ketidakmampuan terasa seperti kehidupan sebelumnya. Ying Wesheng duduk di bangku kecil halaman depan. Kkreekk... Bbuukk... Baru saja pantatnya menyentuh kursi. Semua penahan patah begitu saja. "Bahkan anak ini tidak bisa hidup lebih layak." Melihat kesekitar. Dia melihat tangga cukup panjang. Tanpa menunggu lagi Ying Wesheng membawa tangga menuju kearah pohon dengan cabang melengkung. Cukup pas untuk dia beristirahat menikmati cahaya rembulan malam. Setelah sampai di atas pohon Ying Wesheng membaringkan tubuhnya. Siasat yang telah ia terima tidak mungkin di lupakan begitu saja. Karena dia telah mendapatkan kesempatan kedua. Dia tentu tidak akan pernah melepaskannya lagi. Setidaknya dia harus tahu siapa saja yang telah menyebabkan kematiannya. Namun semua itu harus di lakukan secara perlahan juga bertahap. Identitas sebagai Tuan Muda kedua pejabat tanpa bisa berdiri kokoh di kediamannya sendiri. Tentu tidak memiliki kualifikasi untuk dapat merangkak lebih jauh. Tugasnya saat ini adalah menjadi Tuan muda kedua yang mampu dan bisa berdiri kokoh di kediaman. Angin malam terasa semakin dingin Ying Wesheng memutuskan kembali dan tidur. "Cukup nyaman. Lebih nyaman dari penjara sialan itu." Suara ayam berkokok terdengar nyaring di telinga. Bruukkk... Dooorkkkk ... Suara ketukan dan gedoran pintu terus terdengar. "Siapa? Kenapa berisik sekali? Apa kalian buta tidak melihat ada orang tidur di dalam?" Pemuda itu berteriak kuat tanpa membuka kedua matanya. Dia masih cukup malas untuk menanggapi orang di luar pintu. Drrookk... Bbrakkk ... Pintu di tendang. Pelayan datang membawa tongkat panjang. "Bangun. Waktunya kerja." Menyodok dengan kayu di tangannya. Ying Wesheng membuka kedua matanya dia menghela nafas dalam. Rasa malas masih menekan kuat dirinya. Sudah lama dia tidak tidur nyenyak karena terus di siksa di dalam penjara. Perlahan dia bangun, "Minggir." Berjalan keluar di ikuti pelayan laki-laki. Dia di arahkan kehalaman belakang kediaman. Ying Wesheng hanya diam ingatan pemilik tubuh tidak terlalu memperlihatkan detail kehidupannya di masa lalu. Jadi dia tidak tahu apa yang harus di lakukan. "Ambil air dari sungai di tengah hutan kecil. Masukkan kedalam setiap gentong di halaman ini," kata pelayan laki-laki itu dengan nada keras. Dia lebih mirip seperti juragan kaya yang tengah mengawasi bawahannya. "Cepat. Tunggu apa lagi?" Mengarahkan tongkat kayu kearah Tuan muda kedua. Ying Wesheng menatap malas lalu mengambil dua ember kayu cukup berat. Timba kayu itu cukup kuat tanpa celah. "Aku harus berjalan kearah mana?" "Chih..." Mendecak. Menunjuk kearah jalur setapak. "Lurus saja nanti ada sungai di ujung jalan." Pelayan itu duduk santai menikmati waktu sembari mengawasi pekerjaan Ying Wesheng. Tuan muda kedua mengikuti jalur setapak untuk mengambil air. Membutuhkan waktu lima belas menit untuk bisa sampai di aliran sungai. Dan waktu yang di butuhkan untuk bolak-balik sekitar setengah jam. Ada juga sekitar sepuluh pelayan laki-laki mengerjakan hal yang sama. "Kepala keluarga Ying cukup kejam dengan anaknya sendiri. Dia bahkan membuat anaknya yang sulit berkomunikasi melakukan pekerjaan berat." Dia terus bergumam sepanjang jalan. "Tapi pekerjaan seperti ini lebih baik dari pada menghadapi konflik internal keluarga pejabat. Pasti akan lebih melelahkan." Mengambil satu helai daun rumput liar ia gunakan sebagai kunyahan. "Helai daun itu bukan hanya rumput liar biasa. Tapi jika ada orang yang tahu akan khasiatnya mereka pasti berebut untuk mendapatkannya. Rumput Mui, memiliki rasa sepat dan ada manis. Biasanya di gunakan untuk makan ternak agar menambah nutrisi. Dan untuk manusia sendiri rumput Mui bisa di gunakan sebagai pengganjal lapar. Di kehidupan sebelumnya saat dirinya memimpin pasukan berperang. Bahan pangan hampir habis bahkan jalur utama di blokir. Tidak ada orang yang mampu mengirimkan makanan. Di padang rumput luas dia memanfaatkan rumput Mui untuk makanan sementara. Di haluskan bersama dengan beras sisa dan di masak menjadi bubur halus. Meskipun begitu makanan itu terasa sangat enak juga nikmat dapat mengganjal perut lapar untuk sementara waktu. "Heheemm...Eennmm..." Ying Wesheng bersenandung. Setelah menimba air dia duduk di atas bebatuan bergerombol pada pinggiran sungai. "Matahari pagi cukup cerah. Aku bahkan tidak bisa membayangkan masih bisa merasakan cuaca segar seperti ini." Memejamkan kedua matanya. Berjemur saat matahari baru terlihat memang cukup nyaman. Dia hanya duduk beberapa saat lalu mencari kayu panjang. Setelah menimbang berat kayu dia mulai memasukkan kayu ke kedua celah di ember. Dengan begitu dia hanya akan menggunakan kekuatan di pundak dan akan lebih mudah juga ringan. Dengan santainya dia menikmati senandungan sepanjang perjalanan. Para pelayan juga mengikuti seperti yang di lakukan Tuan muda mereka. Mendapati jika yang di lakukan Tuan muda kedua bisa mengurangi rasa lelah mereka. Para pelayan menjadi semakin bersemangat. Membutuhkan waktu setengah hari untuk bisa menyelesaikan pekerjaan menimba air. Keringat juga sudah membasahi semua pakaian Ying Wesheng. Beberapa pelayan laki-laki mendekat. "Tuan muda kedua." "Tuan muda kedua." Salah satu pelayan memberikan air minum juga roti. "Terima kasih." Ying Wesheng menerimanya dengan senang hati. Semua pelayan tentu ikut kagum juga tidak percaya. Mereka menatap Tuan muda kedua yang beberapa waktu lalu masih gila. Tapi saat ini Tuan Muda kedua sudah waras. Dan dalam keadaan baik-baik saja. "Ada apa?" Ying Wesheng sepertinya menyadari keanehan semua pelayan. "Kami senang Tuan muda kedua bisa sembuh. Dengan begitu tidak ada lagi yang berani menganggu Tuan Muda kedua." "Benar, jika bukan karena kesalahan kita. Tuan muda kedua pasti tidak akan terkena hukuman berat." Ying Wesheng mendengarkan. "Hukuman apa?" "Dua hari lalu kami tidak sengaja memecahkan dua gentong besar di halaman belakang. Saat kami akan terkena hukuman pengasingan. Tuan muda kedua yang telah membantu kami. Sehingga anda di hukum Tuan besar." Semua orang menundukkan kepala merasa bersalah. "Tidak masalah. Sudah terjadi." Ying Wusheng terlihat tenang. Dia memakan roti di tangannya setelah meminum cukup banyak air. "Tuan muda kedua, terima kasih. " Semua orang merasa lega. Para pelayan berkerumun. "Aku masih tidak menyangka Tuan muda kedua sudah sembuh. Syukurlah." "Iya. Ini sebuah keajaiban." Ying Wesheng hanya tersenyum mendengarkan obrolan semua orang yang masih mengelilingi dirinya.Seharian Ying Wesheng harus mengerjakan pekerjaan kasar. Menimba air, menyirami bunga, menata tembok runtuh di halaman samping, menggali aliran air di setiap jalur kamar mandi. Cukup melelahkan tapi juga memiliki manfaat untuk menambah kekuatan di lengan, pundak, kaki, juga nafasnya tidak akan cepat terengah-engah saat melakukan aktivitas berat. Pemuda itu menghentikan aktivitasnya sekitar pukul empat sore. Dia berbaring santai di atas pohon di halaman kediamannya. Saat dia mulai memejamkan kedua matanya. Ada suara langkah kaki terdengar dari arah pintu belakang. "Kakak." Tokk... Ketukan pintu terdengar. Ying Wesheng membuka kedua matanya melihat dari atas pohon siapa orang yang telah menganggu ketenangannya. "Kakak." Tuan muda ketiga Ying Feng terlihat membawa banyak barang di tangannya. Dia juga mengendap-endap seperti maling. Pintu di buka, "Kakak." Dia mencoba mencari keberadaan kakak keduanya. Satu kali tepukan tangan kuat di bahunya membuatnya hampir pingsan. Dia menoleh,
Setelah mendapatkan kehidupan sebagai Tuan muda kedua Ying di kediaman perdana menteri keuangan. Para pekerja atau pelayan lain di kediaman itu menjadi hormat dan tidak berani memerintah lagi. Di ruangan kamar mewah penuh tatanan dekorasi dengan warna cerah. Ying Wesheng duduk santai menikmati waktunya. Jubah brokat hitam berjahitkan benang emas melekat indah di tubuh gagahnya. Pemuda itu perlahan memberikan guratan pada ujung meja dengan menggunakan pisau kecil. 'Zhan Jing' satu nama melekat di benaknya. Adik angkat yang telah menjadikan dirinya sebagai penghianat. Husss... Satu tulisan memperjelas guratan di meja. Menghilangkan serpihan kayu yang masih memenuhi nama. Malam itu pikiran yang menganggu dapat di hilangkan setelah memejamkan kedua matanya. Ying Wesheng bangun di jam delapan pagi. "Hebat. Baru kali ini tubuhku seperti di penuhi kekuatan. Menjadi Tuan muda keluarga berada memang sangat menguntungkan." Bangkit dari tempat tidurnya. "Aaaa..." Merenggangkan tubuhnya.
Baru saja Ying Wesheng melangkahkan kakinya mendekat. Dia di hentikan Opsir yang berjaga di depan pintu masuk. Pria itu terlihat memperhatikan dari atas kepala hingga kebawah ujung kaki pemuda di depannya. Kerutan kening semakin jelas saat Opsir penjaga itu bertanya, "Kamu Tuan muda kedua Ying Wesheng?" "Iya," jawab Ying Wesheng santai. Melihat tindakan yang berbeda dari pemuda di depannya. Opsir itu lebih bertindak sopan, "Tuan muda kedua apa yang anda inginkan? Kami pasti akan membantu." Ucapan pria itu sangat berbeda di saat terakhir kali Tuan muda kedua Ying Wesheng datang dalam keadaan lusuh. "Aku ingin melamar menjadi pekerja di sini," ujar Ying Wesheng tanpa basa-basi. Ada keterkejutan di raut wajah Opsir penjaga itu. Dia berkata, "Bisa, tentu bisa. Jika anda bersedia..." Mendekatkan tubuhnya. "Saya bisa membawa Tuan muda kedua langsung masuk melalui jalur belakang." Melihat tingkah sopan yang cukup janggal Ying Wesheng mendekat. Dia meraih pundak Opsir itu dengan
"Kakak, lihat." Tuan muda ketiga Ying Feng menarik lengan Kakak keduanya dengan antusias. Dia terus berjalan cepat dan sesekali menerobos kerumunan hanya untuk segera melihat keadaan di depan. Begitu banyak penjual berbagai macam barang antik, barang berharga, atau barang yang sulit di temukan orang awam. Pemuda itu berhenti tepat di depan salah satu penjual berbagai macam kerangka hewan. Dari hewan berbisa, bertaring, berkuku tajam, atau bahkan hewan dengan kerangka yang kecil dan sangat besar. Panjang kerangka bisa sampai lima meter. "Ini hewan apa?" Penjual mendekat. "Tuan muda, ini kerangka hewan laut yang sangat langka. Ikan dengan rahang bergerigi ini memiliki keunikan pada setiap giginya. Gigi yang runcing dan tajam ini dapat di gunakan untuk membuat senjata tajam." Penjual menjelaskan lebih mendetail. "Ini!" Tuan muda ketiga menunjuk kearah kerangka kecil. "Untuk yang ini, kerangka hewan kecil dari dasar laut. Hewan dengan manfaat penyembuhan pada bagian tulang belaka
Pria muda di atas podium mengeluarkan kotak kecil dari saku bajunya. Saat dia membukanya ada cincin kristal berwarna hitam jernih. "Aku akan menawarkan cincin dengan kekuatan yang luar biasa. Bisa meningkatkan kultivasi para kultivator yang masih berada di tahap menengah. Dengan adanya cincin ini kalian tidak akan merasa kesulitan meningkatkan kekuatan. Harga di buka mulai dari empat keping emas murni." "Delapan keping emas murni." "Sembilan keping emas murni." "Sebelas keping emas murni." Semua orang saling berebut untuk mendapatkan cincin yang di katakan memiliki keistimewaan untuk para kultivator. "Kakak apa benar cincin itu bisa meningkatkan kekuatan?" Tuan muda ketiga Ying Feng berbisik pelan. Ying Wesheng mendekatkan bibirnya kearah telinga adik ketiganya. "Tidak bisa." "Mereka menipu?" ujar pemuda itu menatap kesal. "Tidak sepenuhnya menipu. Kekuatan di dalam cincin mungkin berbeda dari yang di bicarakan. Hanya mampu mengasah batin menjadi lebih tajam dari
"Ibu." Ying Wesheng menyapa Ibunya yang baru saja datang berlari mendekat. Tuan musa ketiga Ying Feng merangkul lengan Ibunya. "Ibu, kakak mengajakku ketempat yang luar biasa. Tapi aku tidak bisa mengatakannya." Pemuda itu memperlihatkan kerangka kecil yang ada di tangannya. "Ibu lihat ini. Kerangka ini sangat kecil. Kakak membelikannya untukku." Nyonya Ying terlihat senang saat melihat anak putra keduanya yang selalu murung kini menjadi sangat bersemangat. "Wesheng, Ibu sudah menyiapkan makanan untuk kalian berdua. Sebelum kamu kembali ke kamar. Bagaimana jika makan di tempat ibu terlebih dulu?" "Baik," ujar Ying Wesheng tidak dapat menolak ajakan Ibunya. Nyonya Ying sudah sangat baik dan perhatian kepada putranya tentu dirinya tidak bisa menolaknya. Tuan muda ketiga Ying Feng melihat kearah kakaknya dengan binggung. Namun setelah dia melihat isyarat dari kakak keduanya untuk tetepa diam dan mengikuti ibunya. Dia menurutinya. Mereka bertiga di ikuti para pelayan menuju
Sekitar jam sepuluh malam, Tuan muda pertama Ying An sudah menempatkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia bahkan dengan santainya menyandarkan tubuhnya pada pembatas tempat tidur. Buku pelajaran ada di tangannya. Ying Wesheng hanya bisa melihat dengan menghela nafas dalam. Tempat tidur yang seharusnya tempat ternyaman kini dirinya harus tersingkirkan. Pemuda itu mengambil alas untuk dia gunakan tidur di lantai. Bantal baru juga ia ambil dari dalam lemari. "Ahhh..." Merebahkan tubuhnya yang sudah cukup lelah karena berlatih di dekat sungai seharian. "Kakak pertama, tempat tidur mu jauh lebih nyaman. Kenapa harus datang ke tempat ku yang lusuh ini?"Pemuda di atas tempat tidur tersenyum. Kedua pandangan matanya masih tertuju pada buku di tangan. "Apa begitu? Aku rasa tidak. Wesheng, kamu benar-benar adik ku?" Melirik kearah pemuda yang tengah merebahkan tubuhnya di lantai. Seringai tipis terlihat di wajah Ying Wesheng. Dia memejamkan kedua matanya, "Kakak, jika aku bukan Ying Wesheng
Suara cambukan terdengar menggema memenuhi ruangan sempit penuh kegelapan. Bau anyir darah bercampur bau apek tercium tanpa bisa di hindari. Di ujung ruangan penggap itu ada pria berusia empat puluh tahunan yang sudah berlumuran darah segar. Di beberapa titik bagian tubuhnya ada tanda penyiksaan dari besi panas. Lepuhan di kulitnya tercium seperti bau daging bakar segar. Ratusan cambukan mencabik setiap kulit di tubuhnya. Baju putih bersih pada awalnya kini sudah menjadi pakaian lusuh penuh darah. Bahkan terkoyak hampir habis. Paku besi besar tertancap di kedua telapak tangannya yang langsung menempel pada kayu penyangga tubuh. Sekalipun rambutnya terikat namun juga sudah tidak rapi lagi. "Uhhkk..." suara batuk menekan kuat seperti krikil besar menekan tenggorokan. "Seharusnya kamu mengakui semua kesalahan yang sudah kamu lakukan. Kakak, adik ini tentu tidak akan terlalu kejam." Suara penuh seringaian puas itu terdengar seperti belahan pisau menusuk telinga pria itu. "Semua bu
Sekitar jam sepuluh malam, Tuan muda pertama Ying An sudah menempatkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia bahkan dengan santainya menyandarkan tubuhnya pada pembatas tempat tidur. Buku pelajaran ada di tangannya. Ying Wesheng hanya bisa melihat dengan menghela nafas dalam. Tempat tidur yang seharusnya tempat ternyaman kini dirinya harus tersingkirkan. Pemuda itu mengambil alas untuk dia gunakan tidur di lantai. Bantal baru juga ia ambil dari dalam lemari. "Ahhh..." Merebahkan tubuhnya yang sudah cukup lelah karena berlatih di dekat sungai seharian. "Kakak pertama, tempat tidur mu jauh lebih nyaman. Kenapa harus datang ke tempat ku yang lusuh ini?"Pemuda di atas tempat tidur tersenyum. Kedua pandangan matanya masih tertuju pada buku di tangan. "Apa begitu? Aku rasa tidak. Wesheng, kamu benar-benar adik ku?" Melirik kearah pemuda yang tengah merebahkan tubuhnya di lantai. Seringai tipis terlihat di wajah Ying Wesheng. Dia memejamkan kedua matanya, "Kakak, jika aku bukan Ying Wesheng
"Ibu." Ying Wesheng menyapa Ibunya yang baru saja datang berlari mendekat. Tuan musa ketiga Ying Feng merangkul lengan Ibunya. "Ibu, kakak mengajakku ketempat yang luar biasa. Tapi aku tidak bisa mengatakannya." Pemuda itu memperlihatkan kerangka kecil yang ada di tangannya. "Ibu lihat ini. Kerangka ini sangat kecil. Kakak membelikannya untukku." Nyonya Ying terlihat senang saat melihat anak putra keduanya yang selalu murung kini menjadi sangat bersemangat. "Wesheng, Ibu sudah menyiapkan makanan untuk kalian berdua. Sebelum kamu kembali ke kamar. Bagaimana jika makan di tempat ibu terlebih dulu?" "Baik," ujar Ying Wesheng tidak dapat menolak ajakan Ibunya. Nyonya Ying sudah sangat baik dan perhatian kepada putranya tentu dirinya tidak bisa menolaknya. Tuan muda ketiga Ying Feng melihat kearah kakaknya dengan binggung. Namun setelah dia melihat isyarat dari kakak keduanya untuk tetepa diam dan mengikuti ibunya. Dia menurutinya. Mereka bertiga di ikuti para pelayan menuju
Pria muda di atas podium mengeluarkan kotak kecil dari saku bajunya. Saat dia membukanya ada cincin kristal berwarna hitam jernih. "Aku akan menawarkan cincin dengan kekuatan yang luar biasa. Bisa meningkatkan kultivasi para kultivator yang masih berada di tahap menengah. Dengan adanya cincin ini kalian tidak akan merasa kesulitan meningkatkan kekuatan. Harga di buka mulai dari empat keping emas murni." "Delapan keping emas murni." "Sembilan keping emas murni." "Sebelas keping emas murni." Semua orang saling berebut untuk mendapatkan cincin yang di katakan memiliki keistimewaan untuk para kultivator. "Kakak apa benar cincin itu bisa meningkatkan kekuatan?" Tuan muda ketiga Ying Feng berbisik pelan. Ying Wesheng mendekatkan bibirnya kearah telinga adik ketiganya. "Tidak bisa." "Mereka menipu?" ujar pemuda itu menatap kesal. "Tidak sepenuhnya menipu. Kekuatan di dalam cincin mungkin berbeda dari yang di bicarakan. Hanya mampu mengasah batin menjadi lebih tajam dari
"Kakak, lihat." Tuan muda ketiga Ying Feng menarik lengan Kakak keduanya dengan antusias. Dia terus berjalan cepat dan sesekali menerobos kerumunan hanya untuk segera melihat keadaan di depan. Begitu banyak penjual berbagai macam barang antik, barang berharga, atau barang yang sulit di temukan orang awam. Pemuda itu berhenti tepat di depan salah satu penjual berbagai macam kerangka hewan. Dari hewan berbisa, bertaring, berkuku tajam, atau bahkan hewan dengan kerangka yang kecil dan sangat besar. Panjang kerangka bisa sampai lima meter. "Ini hewan apa?" Penjual mendekat. "Tuan muda, ini kerangka hewan laut yang sangat langka. Ikan dengan rahang bergerigi ini memiliki keunikan pada setiap giginya. Gigi yang runcing dan tajam ini dapat di gunakan untuk membuat senjata tajam." Penjual menjelaskan lebih mendetail. "Ini!" Tuan muda ketiga menunjuk kearah kerangka kecil. "Untuk yang ini, kerangka hewan kecil dari dasar laut. Hewan dengan manfaat penyembuhan pada bagian tulang belaka
Baru saja Ying Wesheng melangkahkan kakinya mendekat. Dia di hentikan Opsir yang berjaga di depan pintu masuk. Pria itu terlihat memperhatikan dari atas kepala hingga kebawah ujung kaki pemuda di depannya. Kerutan kening semakin jelas saat Opsir penjaga itu bertanya, "Kamu Tuan muda kedua Ying Wesheng?" "Iya," jawab Ying Wesheng santai. Melihat tindakan yang berbeda dari pemuda di depannya. Opsir itu lebih bertindak sopan, "Tuan muda kedua apa yang anda inginkan? Kami pasti akan membantu." Ucapan pria itu sangat berbeda di saat terakhir kali Tuan muda kedua Ying Wesheng datang dalam keadaan lusuh. "Aku ingin melamar menjadi pekerja di sini," ujar Ying Wesheng tanpa basa-basi. Ada keterkejutan di raut wajah Opsir penjaga itu. Dia berkata, "Bisa, tentu bisa. Jika anda bersedia..." Mendekatkan tubuhnya. "Saya bisa membawa Tuan muda kedua langsung masuk melalui jalur belakang." Melihat tingkah sopan yang cukup janggal Ying Wesheng mendekat. Dia meraih pundak Opsir itu dengan
Setelah mendapatkan kehidupan sebagai Tuan muda kedua Ying di kediaman perdana menteri keuangan. Para pekerja atau pelayan lain di kediaman itu menjadi hormat dan tidak berani memerintah lagi. Di ruangan kamar mewah penuh tatanan dekorasi dengan warna cerah. Ying Wesheng duduk santai menikmati waktunya. Jubah brokat hitam berjahitkan benang emas melekat indah di tubuh gagahnya. Pemuda itu perlahan memberikan guratan pada ujung meja dengan menggunakan pisau kecil. 'Zhan Jing' satu nama melekat di benaknya. Adik angkat yang telah menjadikan dirinya sebagai penghianat. Husss... Satu tulisan memperjelas guratan di meja. Menghilangkan serpihan kayu yang masih memenuhi nama. Malam itu pikiran yang menganggu dapat di hilangkan setelah memejamkan kedua matanya. Ying Wesheng bangun di jam delapan pagi. "Hebat. Baru kali ini tubuhku seperti di penuhi kekuatan. Menjadi Tuan muda keluarga berada memang sangat menguntungkan." Bangkit dari tempat tidurnya. "Aaaa..." Merenggangkan tubuhnya.
Seharian Ying Wesheng harus mengerjakan pekerjaan kasar. Menimba air, menyirami bunga, menata tembok runtuh di halaman samping, menggali aliran air di setiap jalur kamar mandi. Cukup melelahkan tapi juga memiliki manfaat untuk menambah kekuatan di lengan, pundak, kaki, juga nafasnya tidak akan cepat terengah-engah saat melakukan aktivitas berat. Pemuda itu menghentikan aktivitasnya sekitar pukul empat sore. Dia berbaring santai di atas pohon di halaman kediamannya. Saat dia mulai memejamkan kedua matanya. Ada suara langkah kaki terdengar dari arah pintu belakang. "Kakak." Tokk... Ketukan pintu terdengar. Ying Wesheng membuka kedua matanya melihat dari atas pohon siapa orang yang telah menganggu ketenangannya. "Kakak." Tuan muda ketiga Ying Feng terlihat membawa banyak barang di tangannya. Dia juga mengendap-endap seperti maling. Pintu di buka, "Kakak." Dia mencoba mencari keberadaan kakak keduanya. Satu kali tepukan tangan kuat di bahunya membuatnya hampir pingsan. Dia menoleh,
"Ah..." Hela nafas. "Setidaknya aku masih bisa menghirup udara segar lagi." Merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis. Plak... Tepukan tangan terdengar menghantam kasur tidak terlalu kuat. "Tempat tidur Tuan muda kediaman pejabat tetap saja setipis ini." Seringaian terlintas di wajahnya. Ying Wesheng menggunakan kedua tangannya sebagai bantalan. Dia menatap kearah langit-langit kamar yang sudah usang bahkan ada banyak lubang. "Tuan muda kedua, tapi hidup dalam kemelaratan. Semua orang menghindar." Setiap kedipan matanya menjadi lebih pelan. "Wesheng. Aku tidak berniat meminjam tubuhmu. Tapi jiwaku terbang sendiri ketempatmu. Jangan salahkan aku. Jika kamu memang masih ada di dunia ini carilah keadilan kepada para dewa. Kenapa menarik jiwamu dan menempatkan aku di tubuhmu." Salah satu kakinya di silangkan. Ada ingatan samar terlintas di benaknya. Bayangan pemuda yang tengah di rendahkan semua orang, di hina, di buang, di permainkan, bahkan di perlakukan seperti binatang. Ying Weshen
Di ruangan dengan penerangan lilin seadanya. Pemuda dua puluh tahunan hanya bisa tengkurap tidak berdaya. Enam puluh pukulan yang ia terima dari ayahnya membuat dirinya mengalami luka cukup dalam. Dia Tuan muda Ying Wesheng dari kediaman menteri keuangan. Pekerjaan berat yang harus ia lakukan setiap harinya membuat pemuda itu kelelahan secara fisik dan mental. Wajahnya terlihat sangat pucat, kedua matanya perlahan menutup. Hembusan nafasnya hampir tidak tersisa lagi. Bruuk... Suara terdengar dari arah pintu masuk. Pelayan laki-laki masuk dengan tongkat kayu di tangannya. "Bangun..." Memukul pelan kaki Tuan muda Ying Wesheng. Tidak ada tanggapan terlihat. Dia mendekat mencoba memeriksa keadaan Tuan mudanya. Meskipun pemuda di depannya adalah Tuan muda tetap saja tidak ada orang yang peduli akan hidup matinya. Ayahnya bahkan tidak ingin berurusan dengan anaknya yang mengalami kelainan sejak lahir. Cacat mental Ying Wesheng membuat semua orang menjadi menjauhinya. Ibunya bahkan mengh