Suara cambukan terdengar menggema memenuhi ruangan sempit penuh kegelapan. Bau anyir darah bercampur bau apek tercium tanpa bisa di hindari. Di ujung ruangan penggap itu ada pria berusia empat puluh tahunan yang sudah berlumuran darah segar. Di beberapa titik bagian tubuhnya ada tanda penyiksaan dari besi panas. Lepuhan di kulitnya tercium seperti bau daging bakar segar. Ratusan cambukan mencabik setiap kulit di tubuhnya. Baju putih bersih pada awalnya kini sudah menjadi pakaian lusuh penuh darah. Bahkan terkoyak hampir habis. Paku besi besar tertancap di kedua telapak tangannya yang langsung menempel pada kayu penyangga tubuh. Sekalipun rambutnya terikat namun juga sudah tidak rapi lagi. "Uhhkk..." suara batuk menekan kuat seperti krikil besar menekan tenggorokan.
"Seharusnya kamu mengakui semua kesalahan yang sudah kamu lakukan. Kakak, adik ini tentu tidak akan terlalu kejam." Suara penuh seringaian puas itu terdengar seperti belahan pisau menusuk telinga pria itu. "Semua bukti sudah jelas. Kenapa kakak terus mengelak?" Pria usia tiga puluh tahunan mendekat membawa cambuk berlumuran darah yang sebagian besar telah kering. "Huh..." Menghela nafas. Tatapannya cukup tajam tanpa adanya belas kasih. "Jika bukan karena hubungan dekat kita. Aku pasti menggunakan hukuman seribu sayatan." Memukul kepala pria di depannya dengan cambuk di tangan. "Dua hari lagi eksekusi akan di lakukan." Tawa menggema, "Hahhh..." pria yang telah terikat kuat di kayu tertawa cukup keras. "Hahah... uhkukk..." suara tawa dan batuk saling bersautan. "Bodoh. Sangat bodoh." Dia mengangkat kepalanya agar bisa melihat orang yang berada di depannya. Pria di depannya mengepalkan kedua tangannya. Senyuman justru terlihat lebih lebar. "Aku telah membimbingmu selama sepuluh tahun. Tapi kamu hanya menjadi hewan peliharaan orang lain." Kedua pupil matanya memerah. "Bodoh." "Diam. Cettaakakk... Suara sabatan terdengar kuat. "Hahahh..." Pria berdosa itu terus tertawa. Tidak ada rasa takut di hatinya. Hanya ada satu penyesalan dalam dirinya. Seandainya dia tidak membawa pemuda malang tanpa tempat tinggal. Hidupnya mungkin akan berbeda. "Huh..." Mendengus. Pria dengan cambuk di tangannya berjalan menuju alat penyiksaan yang sebagian besar sudah terkena darah. Pria itu meletakkan cambuknya mengambil paku besi cukup tumpul. Palu besi juga dia bawa di tangan kanannya. "Setiap penyiksaan yang aku lakukan saat ini semua atas ajaran dari kakak. Aku seharusnya mengucapkan terima kasih. Sudah memberikan aku banyak pengajaran." Dia berjalan menuju pria yang hanya diam dengan senyuman kecil di wajahnya. Ia arahkan kembali paku tumpul di lengan pria itu. Tengg... Setiap palu di pukulkan dahi pria itu hanya mengerut tanpa jeritan atau rintihan. Teeenggg... Semua pengawal bahkan tidak berani melihat adegan mengerikan di dalam sel itu. Setelah paku menancap kuat di lengan pria itu. Pria yang telah puas dalam metode penyiksaan yang ia lakukan pergi keluar untuk menyelesaikan masalah selanjutnya. Dua penjaga penjara hanya bisa menghela nafas dalam saat melihat betapa ngerinya pria yang sudah hampir mencapai batasnya. "Jangan terlalu lama di sini." Mengemasi semua barang penyiksaan. "Kamu benar." Melirik sebentar kearah pria berlumuran darah. "Ayo!" Salah satu penjaga menarik lengan temannya agar segera menjauh setelah selesai membereskan kekacauan di dalam sel itu. "Uhhuukk..." batuk terus terdengar. Setiap tegukan darah bahkan sesekali keluar dari mulutnya. Dengan perlahan dia mencoba untuk memiringkan kepalanya menatap cahaya matahari dari balik celah kecil untuk ventilasi. Ingatan masa lalu seperti sebuah ilusi antara kebahagiaan, kekuatan, ketekunan juga kesabaran yang perlahan membuahkan hasil. Kerja kerasnya selama hampir tiga puluh tahun kini sirna begitu saja. Keponakannya berkolusi dengan musuh untuk menjatuhkan dirinya. Orang yang pernah ia selamat sepuluh tahun lalu bahkan memberikan semua bukti kejahatan yang tidak pernah ia lakukan. Semua teman menjauh menganggap dirinya wabah kesialan. Kini dia baru sadar selama hidupnya tidak ada yang namanya ketulusan. Semua orang hanya ingin memanfaatkan dirinya. Merangkak dari jurang kemiskinan atau keterpurukan melalui dirinya. Benar-benar sebuah ironi yang cukup kejam. Senyuman di wajahnya mulai kaku. Rasa sakit meninggalkan penyesalan kuat di hatinya. Dia kejam, tapi juga baik hati. Kebaikan yang ia berikan saat ini menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Tawa terdengar kembali. Kini dia menertawakan kebodohannya. Di tahun ke-40 masa pemerintahan Kaisar Li Yuxin. Pengawal rahasia Kaisar yaitu panglima perang kegelapan di adili karena telah mengakibatkan pembantaian massal enam ribu warga sipil. Eksekusi akan di lakukan sendiri oleh Kaisar Li Yuxin. Beliau ingin membuat peringatan untuk semua orang yang ada di bawah kepemimpinannya agar tidak bertindak sewenang-wenang. Tteeenngg... Besi baja di mimbar eksekusi berbunyi sangat nyaring juga kuat. Eksekusi di lakukan secara terbuka semua warga kota yang ingin melihat boleh ikut menyaksikan. Dari arah salah satu pintu dua penjaga terlihat menyeret pria yang sudah tidak mampu berdiri. Bahkan dia terlihat hampir mati. Semua orang berteriak tanpa henti penuh kemarahan. "Binatang. Dasar binatang." "Orang berdosa layak di hukum mati." "Hukumnya terlalu ringan untuk di jalani." "Bajingan." Ratusan kerikil kecil terlempar ketubuh pria yang sudah tidak bisa mengangkat tubuhnya. "Tenang." Penjaga berteriak kuat. "Kaisar tiba." Semua orang berlutut lalu bersujud. "Kaisar panjang umur dan penuh ke sejahteraan." Satu tangan Kaisar melambai lembut. "Berdiri." Penjaga berteriak kembali. Semua orang berdiri menyaksikan keagungan pria usia empat puluh tahunan yang tengah berjalan menuju mimbar. Wajahnya tegas, berwibawa juga penuh aura kemuliaan. Dia menatap kearah pria yang sudah seperti ayam siap di sembelih. Lehernya sudah ada di atas lengkungan tatakan besi penahan. Di atasnya telah tergantung pisau pipih yang dapat memenggal dalam sekali tekanan. Kedua matanya mulai berkaca-kaca ada perasaan yang tidak dapat di lihat orang lain. Perlahan Kaisar Li Yuxin duduk di atas kursi tahtanya. Pandangannya masih tidak bisa lepas dari wajah pria yang penuh luka. "Waktunya telah tiba," teriakan penjaga terdengar. Seorang pria dengan tubuh kekar juga gempal berjalan dari arah salah satu pintu. Dia memberikan hormat kepada Kasiar Li Yuxin baru setelah itu berjalan menuju kearah pria berdosa. Pria itu melepaskan ikatan tali untuk mengikat pisau pemenggalan. Tali di pegang kuat sebelum ada perintah. Tatapan dingin itu cukup kuat. Pria berdosa membuka kedua matanya menatap pria penuh keagungan di atas tahtanya. Senyuman kecil itu penuh kehangatan juga rasa kecewa. Melihat senyuman itu Kaisar Li Yuxin mencengkeram kuat pembatas kursi di balik jubah megahnya. Tangannya bahkan terasa dingin juga bergetar hebat. Saat ini dia harus mengeksekusi pria yang sudah menemani bahkan berjuang bersama dirinya puluhan tahun untuk membangun negara dalam kesetabilan. Tengg... Ssreettt... Tali di lepas. Seellpp... Sekian detik saja pria pendosa itu telah terbunuh dalam sekali tarikan tali eksekusi. Semua orang berteriak senang menyaksikan orang berdosa itu telah di adili. Hanya saja ada rasa sesak yang menekan kuat di hati Kaisar Li Yuxin."Cuaca kering hati-hati akan api. Cuaca kering hati-hati api." Treengg... Dentingan suara terdengar dari jalanan yang sepi juga gelap. Penjaga malam berjalan berkeliling kesetiap tempat memperingatkan semua orang. Lentera menyala tidak terlalu kuat sudah cukup untuk menerangi setiap langkahnya. "Cuaca kering hati-hati akan api." Treengg... Beberapa penjaga kota juga mulai berpatroli mengelilingi setiap jalur yang ada tanpa terlewatkan. "Aaaaa..." Teriakan terdengar dari dalam salah satu pekarangan kediaman. Sssreettt... Teriakan berhenti saat wanita dengan baju indahnya telah terjatuh bersimbah darah. Ada bekas goresan di lehernya yang langsung memutuskan urat nadi. Darah mengalir tidak hanya di satu tempat saja. Semua orang yang totalnya seratus penghuni kediaman dari tuan rumah hingga pelayan juga penjaga terbunuh. Kediaman luas dan megah itu kini menjadi tempat pembantaian dalam semalam. "Libur satu hari sudah cukup. Setidaknya aku bisa bertemu dengan kekasih
Di ruangan dengan penerangan lilin seadanya. Pemuda dua puluh tahunan hanya bisa tengkurap tidak berdaya. Enam puluh pukulan yang ia terima dari ayahnya membuat dirinya mengalami luka cukup dalam. Dia Tuan muda Ying Wesheng dari kediaman menteri keuangan. Pekerjaan berat yang harus ia lakukan setiap harinya membuat pemuda itu kelelahan secara fisik dan mental. Wajahnya terlihat sangat pucat, kedua matanya perlahan menutup. Hembusan nafasnya hampir tidak tersisa lagi. Bruuk... Suara terdengar dari arah pintu masuk. Pelayan laki-laki masuk dengan tongkat kayu di tangannya. "Bangun..." Memukul pelan kaki Tuan muda Ying Wesheng. Tidak ada tanggapan terlihat. Dia mendekat mencoba memeriksa keadaan Tuan mudanya. Meskipun pemuda di depannya adalah Tuan muda tetap saja tidak ada orang yang peduli akan hidup matinya. Ayahnya bahkan tidak ingin berurusan dengan anaknya yang mengalami kelainan sejak lahir. Cacat mental Ying Wesheng membuat semua orang menjadi menjauhinya. Ibunya bahkan mengh
"Ah..." Hela nafas. "Setidaknya aku masih bisa menghirup udara segar lagi." Merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis. Plak... Tepukan tangan terdengar menghantam kasur tidak terlalu kuat. "Tempat tidur Tuan muda kediaman pejabat tetap saja setipis ini." Seringaian terlintas di wajahnya. Ying Wesheng menggunakan kedua tangannya sebagai bantalan. Dia menatap kearah langit-langit kamar yang sudah usang bahkan ada banyak lubang. "Tuan muda kedua, tapi hidup dalam kemelaratan. Semua orang menghindar." Setiap kedipan matanya menjadi lebih pelan. "Wesheng. Aku tidak berniat meminjam tubuhmu. Tapi jiwaku terbang sendiri ketempatmu. Jangan salahkan aku. Jika kamu memang masih ada di dunia ini carilah keadilan kepada para dewa. Kenapa menarik jiwamu dan menempatkan aku di tubuhmu." Salah satu kakinya di silangkan. Ada ingatan samar terlintas di benaknya. Bayangan pemuda yang tengah di rendahkan semua orang, di hina, di buang, di permainkan, bahkan di perlakukan seperti binatang. Ying Weshen
Seharian Ying Wesheng harus mengerjakan pekerjaan kasar. Menimba air, menyirami bunga, menata tembok runtuh di halaman samping, menggali aliran air di setiap jalur kamar mandi. Cukup melelahkan tapi juga memiliki manfaat untuk menambah kekuatan di lengan, pundak, kaki, juga nafasnya tidak akan cepat terengah-engah saat melakukan aktivitas berat. Pemuda itu menghentikan aktivitasnya sekitar pukul empat sore. Dia berbaring santai di atas pohon di halaman kediamannya. Saat dia mulai memejamkan kedua matanya. Ada suara langkah kaki terdengar dari arah pintu belakang. "Kakak." Tokk... Ketukan pintu terdengar. Ying Wesheng membuka kedua matanya melihat dari atas pohon siapa orang yang telah menganggu ketenangannya. "Kakak." Tuan muda ketiga Ying Feng terlihat membawa banyak barang di tangannya. Dia juga mengendap-endap seperti maling. Pintu di buka, "Kakak." Dia mencoba mencari keberadaan kakak keduanya. Satu kali tepukan tangan kuat di bahunya membuatnya hampir pingsan. Dia menoleh,
Setelah mendapatkan kehidupan sebagai Tuan muda kedua Ying di kediaman perdana menteri keuangan. Para pekerja atau pelayan lain di kediaman itu menjadi hormat dan tidak berani memerintah lagi. Di ruangan kamar mewah penuh tatanan dekorasi dengan warna cerah. Ying Wesheng duduk santai menikmati waktunya. Jubah brokat hitam berjahitkan benang emas melekat indah di tubuh gagahnya. Pemuda itu perlahan memberikan guratan pada ujung meja dengan menggunakan pisau kecil. 'Zhan Jing' satu nama melekat di benaknya. Adik angkat yang telah menjadikan dirinya sebagai penghianat. Husss... Satu tulisan memperjelas guratan di meja. Menghilangkan serpihan kayu yang masih memenuhi nama. Malam itu pikiran yang menganggu dapat di hilangkan setelah memejamkan kedua matanya. Ying Wesheng bangun di jam delapan pagi. "Hebat. Baru kali ini tubuhku seperti di penuhi kekuatan. Menjadi Tuan muda keluarga berada memang sangat menguntungkan." Bangkit dari tempat tidurnya. "Aaaa..." Merenggangkan tubuhnya
Setelah mendapatkan kehidupan sebagai Tuan muda kedua Ying di kediaman perdana menteri keuangan. Para pekerja atau pelayan lain di kediaman itu menjadi hormat dan tidak berani memerintah lagi. Di ruangan kamar mewah penuh tatanan dekorasi dengan warna cerah. Ying Wesheng duduk santai menikmati waktunya. Jubah brokat hitam berjahitkan benang emas melekat indah di tubuh gagahnya. Pemuda itu perlahan memberikan guratan pada ujung meja dengan menggunakan pisau kecil. 'Zhan Jing' satu nama melekat di benaknya. Adik angkat yang telah menjadikan dirinya sebagai penghianat. Husss... Satu tulisan memperjelas guratan di meja. Menghilangkan serpihan kayu yang masih memenuhi nama. Malam itu pikiran yang menganggu dapat di hilangkan setelah memejamkan kedua matanya. Ying Wesheng bangun di jam delapan pagi. "Hebat. Baru kali ini tubuhku seperti di penuhi kekuatan. Menjadi Tuan muda keluarga berada memang sangat menguntungkan." Bangkit dari tempat tidurnya. "Aaaa..." Merenggangkan tubuhnya
Seharian Ying Wesheng harus mengerjakan pekerjaan kasar. Menimba air, menyirami bunga, menata tembok runtuh di halaman samping, menggali aliran air di setiap jalur kamar mandi. Cukup melelahkan tapi juga memiliki manfaat untuk menambah kekuatan di lengan, pundak, kaki, juga nafasnya tidak akan cepat terengah-engah saat melakukan aktivitas berat. Pemuda itu menghentikan aktivitasnya sekitar pukul empat sore. Dia berbaring santai di atas pohon di halaman kediamannya. Saat dia mulai memejamkan kedua matanya. Ada suara langkah kaki terdengar dari arah pintu belakang. "Kakak." Tokk... Ketukan pintu terdengar. Ying Wesheng membuka kedua matanya melihat dari atas pohon siapa orang yang telah menganggu ketenangannya. "Kakak." Tuan muda ketiga Ying Feng terlihat membawa banyak barang di tangannya. Dia juga mengendap-endap seperti maling. Pintu di buka, "Kakak." Dia mencoba mencari keberadaan kakak keduanya. Satu kali tepukan tangan kuat di bahunya membuatnya hampir pingsan. Dia menoleh,
"Ah..." Hela nafas. "Setidaknya aku masih bisa menghirup udara segar lagi." Merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis. Plak... Tepukan tangan terdengar menghantam kasur tidak terlalu kuat. "Tempat tidur Tuan muda kediaman pejabat tetap saja setipis ini." Seringaian terlintas di wajahnya. Ying Wesheng menggunakan kedua tangannya sebagai bantalan. Dia menatap kearah langit-langit kamar yang sudah usang bahkan ada banyak lubang. "Tuan muda kedua, tapi hidup dalam kemelaratan. Semua orang menghindar." Setiap kedipan matanya menjadi lebih pelan. "Wesheng. Aku tidak berniat meminjam tubuhmu. Tapi jiwaku terbang sendiri ketempatmu. Jangan salahkan aku. Jika kamu memang masih ada di dunia ini carilah keadilan kepada para dewa. Kenapa menarik jiwamu dan menempatkan aku di tubuhmu." Salah satu kakinya di silangkan. Ada ingatan samar terlintas di benaknya. Bayangan pemuda yang tengah di rendahkan semua orang, di hina, di buang, di permainkan, bahkan di perlakukan seperti binatang. Ying Weshen
Di ruangan dengan penerangan lilin seadanya. Pemuda dua puluh tahunan hanya bisa tengkurap tidak berdaya. Enam puluh pukulan yang ia terima dari ayahnya membuat dirinya mengalami luka cukup dalam. Dia Tuan muda Ying Wesheng dari kediaman menteri keuangan. Pekerjaan berat yang harus ia lakukan setiap harinya membuat pemuda itu kelelahan secara fisik dan mental. Wajahnya terlihat sangat pucat, kedua matanya perlahan menutup. Hembusan nafasnya hampir tidak tersisa lagi. Bruuk... Suara terdengar dari arah pintu masuk. Pelayan laki-laki masuk dengan tongkat kayu di tangannya. "Bangun..." Memukul pelan kaki Tuan muda Ying Wesheng. Tidak ada tanggapan terlihat. Dia mendekat mencoba memeriksa keadaan Tuan mudanya. Meskipun pemuda di depannya adalah Tuan muda tetap saja tidak ada orang yang peduli akan hidup matinya. Ayahnya bahkan tidak ingin berurusan dengan anaknya yang mengalami kelainan sejak lahir. Cacat mental Ying Wesheng membuat semua orang menjadi menjauhinya. Ibunya bahkan mengh
"Cuaca kering hati-hati akan api. Cuaca kering hati-hati api." Treengg... Dentingan suara terdengar dari jalanan yang sepi juga gelap. Penjaga malam berjalan berkeliling kesetiap tempat memperingatkan semua orang. Lentera menyala tidak terlalu kuat sudah cukup untuk menerangi setiap langkahnya. "Cuaca kering hati-hati akan api." Treengg... Beberapa penjaga kota juga mulai berpatroli mengelilingi setiap jalur yang ada tanpa terlewatkan. "Aaaaa..." Teriakan terdengar dari dalam salah satu pekarangan kediaman. Sssreettt... Teriakan berhenti saat wanita dengan baju indahnya telah terjatuh bersimbah darah. Ada bekas goresan di lehernya yang langsung memutuskan urat nadi. Darah mengalir tidak hanya di satu tempat saja. Semua orang yang totalnya seratus penghuni kediaman dari tuan rumah hingga pelayan juga penjaga terbunuh. Kediaman luas dan megah itu kini menjadi tempat pembantaian dalam semalam. "Libur satu hari sudah cukup. Setidaknya aku bisa bertemu dengan kekasih
Suara cambukan terdengar menggema memenuhi ruangan sempit penuh kegelapan. Bau anyir darah bercampur bau apek tercium tanpa bisa di hindari. Di ujung ruangan penggap itu ada pria berusia empat puluh tahunan yang sudah berlumuran darah segar. Di beberapa titik bagian tubuhnya ada tanda penyiksaan dari besi panas. Lepuhan di kulitnya tercium seperti bau daging bakar segar. Ratusan cambukan mencabik setiap kulit di tubuhnya. Baju putih bersih pada awalnya kini sudah menjadi pakaian lusuh penuh darah. Bahkan terkoyak hampir habis. Paku besi besar tertancap di kedua telapak tangannya yang langsung menempel pada kayu penyangga tubuh. Sekalipun rambutnya terikat namun juga sudah tidak rapi lagi. "Uhhkk..." suara batuk menekan kuat seperti krikil besar menekan tenggorokan. "Seharusnya kamu mengakui semua kesalahan yang sudah kamu lakukan. Kakak, adik ini tentu tidak akan terlalu kejam." Suara penuh seringaian puas itu terdengar seperti belahan pisau menusuk telinga pria itu. "Semua bu