"Cuaca kering hati-hati akan api. Cuaca kering hati-hati api."
Treengg... Dentingan suara terdengar dari jalanan yang sepi juga gelap. Penjaga malam berjalan berkeliling kesetiap tempat memperingatkan semua orang. Lentera menyala tidak terlalu kuat sudah cukup untuk menerangi setiap langkahnya. "Cuaca kering hati-hati akan api." Treengg... Beberapa penjaga kota juga mulai berpatroli mengelilingi setiap jalur yang ada tanpa terlewatkan. "Aaaaa..." Teriakan terdengar dari dalam salah satu pekarangan kediaman. Sssreettt... Teriakan berhenti saat wanita dengan baju indahnya telah terjatuh bersimbah darah. Ada bekas goresan di lehernya yang langsung memutuskan urat nadi. Darah mengalir tidak hanya di satu tempat saja. Semua orang yang totalnya seratus penghuni kediaman dari tuan rumah hingga pelayan juga penjaga terbunuh. Kediaman luas dan megah itu kini menjadi tempat pembantaian dalam semalam. "Libur satu hari sudah cukup. Setidaknya aku bisa bertemu dengan kekasihku." Wanita berpakaian sederhana membuka pintu belakang. Saat langkah kakinya melewati pembatas pintu dia langsung berhenti. Pemandangan di depan matanya cukup membuatnya hampir terkena serangan jantung. "Aaaaaa... tolong..." Dia bahkan terjatuh berkali-kali setelah melihat mayat ada di mana-mana. "Tolong... tolong." Beberapa pejalan kaki berdatangan untuk melihat situasi. Mereka juga terkejut mendapati pembantaian di dalam kediaman pembendaharaan daerah keuangan Ji Jung. Setelah masalah di laporkan kepihak pengadilan daerah. Kediaman langsung di blokir dan tidak ada seorang pun yang dapat masuk tanpa izin dari pengadilan. Kejadian menggemparkan ini bahkan bisa sampai ketelinga Mahkamah Agung. Sehingga penyelidikan di alihkan agar segera di selesaikan. "Tuan, kasus ini kita yang menangani pada awalnya. Mengapa di alihkan begitu saja?" Salah satu petugas Biro Pemerintahan menekan kekesalannya. "Benar. Hal ini seharusnya menjadi tugas kita. Kenapa mereka asal merebut begitu saja." Pria usia empat puluh tahunan menekan malas menghadapi masalah silih berganti karena harus berebut kasus besar. "Hakim daerah sudah memutuskannya. Kita tidak bisa bertindak lagi. Semua petugas dari Biro Pemerintahan hanya bisa diam menyaksikan pihak Mahkamah Agung bertugas. "Kembali," ujar Ketua utama Biro Pemerintahan. "Baik." Meskipun tidak terima mereka pada akhirnya mengikuti perintah dari Ketua utama untuk kembali. Di perjalanan kembali Ketua utama Chen Gu memikirkan semua kemungkinan yang bisa terjadi. Pihak Mahkamah Agung tidak mungkin mau menangani kasus pejabat kecil pemerintahan. Jika tidak ada hal besar yang tersimpan pada kasus kematian semua orang di keluarga besar pejabat Ji Jung. Namun pemikiran itu hanya bisa ia simpan saja. Tidak akan mungkin di utarakan. "Sudah waktunya untuk makan malam. Tuan bagiaman jika kita pergi ke tempat hiburan?" Salah satu petugas menyenggol lengan Ketua utama. Beberapa rekan lainnya juga berpikir demikian. "Tuan? Bagaimana?" "Kita harus meredakan amarah," ujar Ketua Chen Gu membuat kedua mata petugas lainnya mulai penuh harapan. "Baiklah. Malam ini tidak boleh pulang sebelum mabuk," teriak kuat Ketua utama. "Yahh..." "Yuhhh... jangan pulang sebelum mabuk." Mereka berjalan kembali ke Biro Pemerintahan untuk berganti baju biasa. Di luar Biro Pemerintahan seorang pemuda diam menatap plakat resmi yang tergantung di depan pintu masuk. Pemuda itu memakai baju penuh sobekan dengan bau badan menyeruak menghasilkan bau amis juga bau apek. Semua orang menghindar saat dia mendekat. Wajahnya terlihat lebam dan penuh goresan kecil. "Apa yang kamu lakukan di sini. Cepat pergi. Dasar bocah gila." Opsir penjaga berusaha mengusir pemuda itu. "Pergi atau aku buat kamu tidak bisa berdiri." Menodongkan pedang yang masih ada di dalam sarungnya. "Eeeyy... apa yang kamu lakukan?" Ketua Chen Gu keluar dengan baju tidak resmi. "Ada apa ini?" "Tuan, dia pemuda gila dari keluarga Ying. Keluarganya bahkan sudah tidak ingin mengurusnya. Dia selalu saja mondar-mandir tanpa henti di depan Biro Pemerintahan seharian penuh." Ketua Chen Gu mendekat. Dia menatap dari bawah hingga atas penampilan berantakan tuan muda keluarga Ying di depannya. "Lebih baik kamu segera pergi. Jangan mondar-mandir di sini lagi. Kamu bisa di usir paksa." Ketua Chen Gu berusaha menasehatinya dengan perlahan. "Mereka mati, semua mati. Baju hitam, terbang, terbang. Mereka mati, semua mati." Pemuda itu mondar-mandir dengan gumaman tidak menentu. "Semua mati. Terbang, dia terbang pergi." Menunjuk kearah bukit di ujung Timur kota. Ketua Chen Gu pada awalnya tidak terlalu menanggapi perkataan Tuan muda gila Ying. Namun ucapannya dan tingkah lakunya cukup mencurigakan. Pemuda itu bahkan menarik tangannya secara paksa dengan ucapan yang masih saja sama. Ketua Chen Gu menghentikan langkahnya. "Apa yang kamu ketahui?" "Mereka mati. Terbang." Menarik kembali tangan ketua Chen Gu agar mengikuti langkahnya. Pada awalnya Ketua Chen Gu menolak tapi dia tidak bisa melepaskan kejanggalan sedikitpun yang ada di sekitarnya. Dia mengikuti setiap langkah pemuda gila di depannya. Menembus keramaian kota berjalan selama hampir empat jam. Pemuda gila itu mengajaknya menembus hutan untuk naik ke bukit di ujung timur kota. Di semak belukar yang cukup tinggi dan rimbun mereka berdiam. Pemuda gila itu menunjuk kesalah satu gubuk dengan penjagaan ketat. "Terbang. Terbang." Pemuda itu tidak bisa mengatakan yang ia ingin sampaikan. Tapi dia bisa menuntun seseorang ketempat yang ia ketahui. "Ssttt..." Ketua Chen Gu berusaha bersembunyi. Dia bahkan berusah melindungi pemuda gila yang sudah membuatnya menemukan petunjuk penting. Jelas terlihat Tuan Muda ketiga dari keluarga Ji yang di kabarkan hilang masih hidup dan terlihat cukup sehat. Ada banyak orang mengerubungi tempat itu. "Tuan Muda kita harus segera pergi." Tuan Muda ketiga Ji mengangguk lalu menaiki kereta. Kereta melaju di ikuti semua orang bawahannya. Sekema besar terlihat jelas di depan mata Ketua Chen Gu. Tapi dia tidak bisa bertindak gegabah. Di tambah kasus terbunuhnya semua keluarga Ji telah di limpahkan ke Mahkamah Agung. Dia tidak bisa lagi menangani kasus yang bukan haknya. "Ayo." Menarik kuat tangan pemuda gila. "Ingat. Jangan lagi membahas masalah ini. Hanya kita berdua yang tahu akan hal ini. Apa kamu mengerti?" Pemuda gila itu mengangguk. Tangannya seperti tengah menghitung sesuatu namun tidak jelas apa itu. Tuan Chen Gu menarik tangannya agar segera pergi dari dalam hutan. Mereka sudah tidak bisa lagi berlama-lama di sana. Baru saja mereka berjalan tidak jauh dari tempat itu. Ada suara perkelahian yang cukup sengit. Pedang saling bersinggungan menghasilkan dentuman kuat menembus kesunyian hutan. Ketua Chen Gu kembali bersembunyi bersama pemuda gila. "Jangan bersuara." Pemuda itu mengangguk mengerti. Dari kejauhan mereka berdua melihat Taun Muda ketiga Ji bersama rombongan di habisi sekelompok orang dengan pakaian hitam. Hanya kedua mata yang terlihat. Pedang tajam mereka berlumuran darah segar. Ketua Chen Gu melihat plakat resmi yang tergantung di pinggang mereka. Plakat itu dari anggota penyelidik Mahkamah Agung. Kasus keluarga Ji di selidiki Mahkamah Agung tapi setiap keluarga yang tersisa justru di habis juga. Ketua Chen Gu hanya diam di dalam semak belukar tidak berani bergerak ataupun berusaha kuat. Nafasnya juga di atur sepelan mungkin. Dia bahkan membungkam kuat pemuda gila agar tidak bergerak seenaknya. Penyidik Mahkamah Agung cukup mengerikan saat bertidak. Jika sampai ada saksi mata saat mereka mulai mengeksekusi korban. Tidak akan ada yang bisa selamat. Setelah semua kelompok penyidik itu pergi Ketua Chen Gu baru berani bergerak dan menarik kuat pemuda gila. Yang dia pikirkan di saat itu hanya untuk segera keluar dari tempat kejadian.Di ruangan dengan penerangan lilin seadanya. Pemuda dua puluh tahunan hanya bisa tengkurap tidak berdaya. Enam puluh pukulan yang ia terima dari ayahnya membuat dirinya mengalami luka cukup dalam. Dia Tuan muda Ying Wesheng dari kediaman menteri keuangan. Pekerjaan berat yang harus ia lakukan setiap harinya membuat pemuda itu kelelahan secara fisik dan mental. Wajahnya terlihat sangat pucat, kedua matanya perlahan menutup. Hembusan nafasnya hampir tidak tersisa lagi. Bruuk... Suara terdengar dari arah pintu masuk. Pelayan laki-laki masuk dengan tongkat kayu di tangannya. "Bangun..." Memukul pelan kaki Tuan muda Ying Wesheng. Tidak ada tanggapan terlihat. Dia mendekat mencoba memeriksa keadaan Tuan mudanya. Meskipun pemuda di depannya adalah Tuan muda tetap saja tidak ada orang yang peduli akan hidup matinya. Ayahnya bahkan tidak ingin berurusan dengan anaknya yang mengalami kelainan sejak lahir. Cacat mental Ying Wesheng membuat semua orang menjadi menjauhinya. Ibunya bahkan mengh
"Ah..." Hela nafas. "Setidaknya aku masih bisa menghirup udara segar lagi." Merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis. Plak... Tepukan tangan terdengar menghantam kasur tidak terlalu kuat. "Tempat tidur Tuan muda kediaman pejabat tetap saja setipis ini." Seringaian terlintas di wajahnya. Ying Wesheng menggunakan kedua tangannya sebagai bantalan. Dia menatap kearah langit-langit kamar yang sudah usang bahkan ada banyak lubang. "Tuan muda kedua, tapi hidup dalam kemelaratan. Semua orang menghindar." Setiap kedipan matanya menjadi lebih pelan. "Wesheng. Aku tidak berniat meminjam tubuhmu. Tapi jiwaku terbang sendiri ketempatmu. Jangan salahkan aku. Jika kamu memang masih ada di dunia ini carilah keadilan kepada para dewa. Kenapa menarik jiwamu dan menempatkan aku di tubuhmu." Salah satu kakinya di silangkan. Ada ingatan samar terlintas di benaknya. Bayangan pemuda yang tengah di rendahkan semua orang, di hina, di buang, di permainkan, bahkan di perlakukan seperti binatang. Ying Weshen
Seharian Ying Wesheng harus mengerjakan pekerjaan kasar. Menimba air, menyirami bunga, menata tembok runtuh di halaman samping, menggali aliran air di setiap jalur kamar mandi. Cukup melelahkan tapi juga memiliki manfaat untuk menambah kekuatan di lengan, pundak, kaki, juga nafasnya tidak akan cepat terengah-engah saat melakukan aktivitas berat. Pemuda itu menghentikan aktivitasnya sekitar pukul empat sore. Dia berbaring santai di atas pohon di halaman kediamannya. Saat dia mulai memejamkan kedua matanya. Ada suara langkah kaki terdengar dari arah pintu belakang. "Kakak." Tokk... Ketukan pintu terdengar. Ying Wesheng membuka kedua matanya melihat dari atas pohon siapa orang yang telah menganggu ketenangannya. "Kakak." Tuan muda ketiga Ying Feng terlihat membawa banyak barang di tangannya. Dia juga mengendap-endap seperti maling. Pintu di buka, "Kakak." Dia mencoba mencari keberadaan kakak keduanya. Satu kali tepukan tangan kuat di bahunya membuatnya hampir pingsan. Dia menoleh,
Setelah mendapatkan kehidupan sebagai Tuan muda kedua Ying di kediaman perdana menteri keuangan. Para pekerja atau pelayan lain di kediaman itu menjadi hormat dan tidak berani memerintah lagi. Di ruangan kamar mewah penuh tatanan dekorasi dengan warna cerah. Ying Wesheng duduk santai menikmati waktunya. Jubah brokat hitam berjahitkan benang emas melekat indah di tubuh gagahnya. Pemuda itu perlahan memberikan guratan pada ujung meja dengan menggunakan pisau kecil. 'Zhan Jing' satu nama melekat di benaknya. Adik angkat yang telah menjadikan dirinya sebagai penghianat. Husss... Satu tulisan memperjelas guratan di meja. Menghilangkan serpihan kayu yang masih memenuhi nama. Malam itu pikiran yang menganggu dapat di hilangkan setelah memejamkan kedua matanya. Ying Wesheng bangun di jam delapan pagi. "Hebat. Baru kali ini tubuhku seperti di penuhi kekuatan. Menjadi Tuan muda keluarga berada memang sangat menguntungkan." Bangkit dari tempat tidurnya. "Aaaa..." Merenggangkan tubuhnya.
Baru saja Ying Wesheng melangkahkan kakinya mendekat. Dia di hentikan Opsir yang berjaga di depan pintu masuk. Pria itu terlihat memperhatikan dari atas kepala hingga kebawah ujung kaki pemuda di depannya. Kerutan kening semakin jelas saat Opsir penjaga itu bertanya, "Kamu Tuan muda kedua Ying Wesheng?" "Iya," jawab Ying Wesheng santai. Melihat tindakan yang berbeda dari pemuda di depannya. Opsir itu lebih bertindak sopan, "Tuan muda kedua apa yang anda inginkan? Kami pasti akan membantu." Ucapan pria itu sangat berbeda di saat terakhir kali Tuan muda kedua Ying Wesheng datang dalam keadaan lusuh. "Aku ingin melamar menjadi pekerja di sini," ujar Ying Wesheng tanpa basa-basi. Ada keterkejutan di raut wajah Opsir penjaga itu. Dia berkata, "Bisa, tentu bisa. Jika anda bersedia..." Mendekatkan tubuhnya. "Saya bisa membawa Tuan muda kedua langsung masuk melalui jalur belakang." Melihat tingkah sopan yang cukup janggal Ying Wesheng mendekat. Dia meraih pundak Opsir itu dengan
"Kakak, lihat." Tuan muda ketiga Ying Feng menarik lengan Kakak keduanya dengan antusias. Dia terus berjalan cepat dan sesekali menerobos kerumunan hanya untuk segera melihat keadaan di depan. Begitu banyak penjual berbagai macam barang antik, barang berharga, atau barang yang sulit di temukan orang awam. Pemuda itu berhenti tepat di depan salah satu penjual berbagai macam kerangka hewan. Dari hewan berbisa, bertaring, berkuku tajam, atau bahkan hewan dengan kerangka yang kecil dan sangat besar. Panjang kerangka bisa sampai lima meter. "Ini hewan apa?" Penjual mendekat. "Tuan muda, ini kerangka hewan laut yang sangat langka. Ikan dengan rahang bergerigi ini memiliki keunikan pada setiap giginya. Gigi yang runcing dan tajam ini dapat di gunakan untuk membuat senjata tajam." Penjual menjelaskan lebih mendetail. "Ini!" Tuan muda ketiga menunjuk kearah kerangka kecil. "Untuk yang ini, kerangka hewan kecil dari dasar laut. Hewan dengan manfaat penyembuhan pada bagian tulang belaka
Pria muda di atas podium mengeluarkan kotak kecil dari saku bajunya. Saat dia membukanya ada cincin kristal berwarna hitam jernih. "Aku akan menawarkan cincin dengan kekuatan yang luar biasa. Bisa meningkatkan kultivasi para kultivator yang masih berada di tahap menengah. Dengan adanya cincin ini kalian tidak akan merasa kesulitan meningkatkan kekuatan. Harga di buka mulai dari empat keping emas murni." "Delapan keping emas murni." "Sembilan keping emas murni." "Sebelas keping emas murni." Semua orang saling berebut untuk mendapatkan cincin yang di katakan memiliki keistimewaan untuk para kultivator. "Kakak apa benar cincin itu bisa meningkatkan kekuatan?" Tuan muda ketiga Ying Feng berbisik pelan. Ying Wesheng mendekatkan bibirnya kearah telinga adik ketiganya. "Tidak bisa." "Mereka menipu?" ujar pemuda itu menatap kesal. "Tidak sepenuhnya menipu. Kekuatan di dalam cincin mungkin berbeda dari yang di bicarakan. Hanya mampu mengasah batin menjadi lebih tajam dari
"Ibu." Ying Wesheng menyapa Ibunya yang baru saja datang berlari mendekat. Tuan musa ketiga Ying Feng merangkul lengan Ibunya. "Ibu, kakak mengajakku ketempat yang luar biasa. Tapi aku tidak bisa mengatakannya." Pemuda itu memperlihatkan kerangka kecil yang ada di tangannya. "Ibu lihat ini. Kerangka ini sangat kecil. Kakak membelikannya untukku." Nyonya Ying terlihat senang saat melihat anak putra keduanya yang selalu murung kini menjadi sangat bersemangat. "Wesheng, Ibu sudah menyiapkan makanan untuk kalian berdua. Sebelum kamu kembali ke kamar. Bagaimana jika makan di tempat ibu terlebih dulu?" "Baik," ujar Ying Wesheng tidak dapat menolak ajakan Ibunya. Nyonya Ying sudah sangat baik dan perhatian kepada putranya tentu dirinya tidak bisa menolaknya. Tuan muda ketiga Ying Feng melihat kearah kakaknya dengan binggung. Namun setelah dia melihat isyarat dari kakak keduanya untuk tetepa diam dan mengikuti ibunya. Dia menurutinya. Mereka bertiga di ikuti para pelayan menuju
Sekitar jam sepuluh malam, Tuan muda pertama Ying An sudah menempatkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia bahkan dengan santainya menyandarkan tubuhnya pada pembatas tempat tidur. Buku pelajaran ada di tangannya. Ying Wesheng hanya bisa melihat dengan menghela nafas dalam. Tempat tidur yang seharusnya tempat ternyaman kini dirinya harus tersingkirkan. Pemuda itu mengambil alas untuk dia gunakan tidur di lantai. Bantal baru juga ia ambil dari dalam lemari. "Ahhh..." Merebahkan tubuhnya yang sudah cukup lelah karena berlatih di dekat sungai seharian. "Kakak pertama, tempat tidur mu jauh lebih nyaman. Kenapa harus datang ke tempat ku yang lusuh ini?"Pemuda di atas tempat tidur tersenyum. Kedua pandangan matanya masih tertuju pada buku di tangan. "Apa begitu? Aku rasa tidak. Wesheng, kamu benar-benar adik ku?" Melirik kearah pemuda yang tengah merebahkan tubuhnya di lantai. Seringai tipis terlihat di wajah Ying Wesheng. Dia memejamkan kedua matanya, "Kakak, jika aku bukan Ying Wesheng
"Ibu." Ying Wesheng menyapa Ibunya yang baru saja datang berlari mendekat. Tuan musa ketiga Ying Feng merangkul lengan Ibunya. "Ibu, kakak mengajakku ketempat yang luar biasa. Tapi aku tidak bisa mengatakannya." Pemuda itu memperlihatkan kerangka kecil yang ada di tangannya. "Ibu lihat ini. Kerangka ini sangat kecil. Kakak membelikannya untukku." Nyonya Ying terlihat senang saat melihat anak putra keduanya yang selalu murung kini menjadi sangat bersemangat. "Wesheng, Ibu sudah menyiapkan makanan untuk kalian berdua. Sebelum kamu kembali ke kamar. Bagaimana jika makan di tempat ibu terlebih dulu?" "Baik," ujar Ying Wesheng tidak dapat menolak ajakan Ibunya. Nyonya Ying sudah sangat baik dan perhatian kepada putranya tentu dirinya tidak bisa menolaknya. Tuan muda ketiga Ying Feng melihat kearah kakaknya dengan binggung. Namun setelah dia melihat isyarat dari kakak keduanya untuk tetepa diam dan mengikuti ibunya. Dia menurutinya. Mereka bertiga di ikuti para pelayan menuju
Pria muda di atas podium mengeluarkan kotak kecil dari saku bajunya. Saat dia membukanya ada cincin kristal berwarna hitam jernih. "Aku akan menawarkan cincin dengan kekuatan yang luar biasa. Bisa meningkatkan kultivasi para kultivator yang masih berada di tahap menengah. Dengan adanya cincin ini kalian tidak akan merasa kesulitan meningkatkan kekuatan. Harga di buka mulai dari empat keping emas murni." "Delapan keping emas murni." "Sembilan keping emas murni." "Sebelas keping emas murni." Semua orang saling berebut untuk mendapatkan cincin yang di katakan memiliki keistimewaan untuk para kultivator. "Kakak apa benar cincin itu bisa meningkatkan kekuatan?" Tuan muda ketiga Ying Feng berbisik pelan. Ying Wesheng mendekatkan bibirnya kearah telinga adik ketiganya. "Tidak bisa." "Mereka menipu?" ujar pemuda itu menatap kesal. "Tidak sepenuhnya menipu. Kekuatan di dalam cincin mungkin berbeda dari yang di bicarakan. Hanya mampu mengasah batin menjadi lebih tajam dari
"Kakak, lihat." Tuan muda ketiga Ying Feng menarik lengan Kakak keduanya dengan antusias. Dia terus berjalan cepat dan sesekali menerobos kerumunan hanya untuk segera melihat keadaan di depan. Begitu banyak penjual berbagai macam barang antik, barang berharga, atau barang yang sulit di temukan orang awam. Pemuda itu berhenti tepat di depan salah satu penjual berbagai macam kerangka hewan. Dari hewan berbisa, bertaring, berkuku tajam, atau bahkan hewan dengan kerangka yang kecil dan sangat besar. Panjang kerangka bisa sampai lima meter. "Ini hewan apa?" Penjual mendekat. "Tuan muda, ini kerangka hewan laut yang sangat langka. Ikan dengan rahang bergerigi ini memiliki keunikan pada setiap giginya. Gigi yang runcing dan tajam ini dapat di gunakan untuk membuat senjata tajam." Penjual menjelaskan lebih mendetail. "Ini!" Tuan muda ketiga menunjuk kearah kerangka kecil. "Untuk yang ini, kerangka hewan kecil dari dasar laut. Hewan dengan manfaat penyembuhan pada bagian tulang belaka
Baru saja Ying Wesheng melangkahkan kakinya mendekat. Dia di hentikan Opsir yang berjaga di depan pintu masuk. Pria itu terlihat memperhatikan dari atas kepala hingga kebawah ujung kaki pemuda di depannya. Kerutan kening semakin jelas saat Opsir penjaga itu bertanya, "Kamu Tuan muda kedua Ying Wesheng?" "Iya," jawab Ying Wesheng santai. Melihat tindakan yang berbeda dari pemuda di depannya. Opsir itu lebih bertindak sopan, "Tuan muda kedua apa yang anda inginkan? Kami pasti akan membantu." Ucapan pria itu sangat berbeda di saat terakhir kali Tuan muda kedua Ying Wesheng datang dalam keadaan lusuh. "Aku ingin melamar menjadi pekerja di sini," ujar Ying Wesheng tanpa basa-basi. Ada keterkejutan di raut wajah Opsir penjaga itu. Dia berkata, "Bisa, tentu bisa. Jika anda bersedia..." Mendekatkan tubuhnya. "Saya bisa membawa Tuan muda kedua langsung masuk melalui jalur belakang." Melihat tingkah sopan yang cukup janggal Ying Wesheng mendekat. Dia meraih pundak Opsir itu dengan
Setelah mendapatkan kehidupan sebagai Tuan muda kedua Ying di kediaman perdana menteri keuangan. Para pekerja atau pelayan lain di kediaman itu menjadi hormat dan tidak berani memerintah lagi. Di ruangan kamar mewah penuh tatanan dekorasi dengan warna cerah. Ying Wesheng duduk santai menikmati waktunya. Jubah brokat hitam berjahitkan benang emas melekat indah di tubuh gagahnya. Pemuda itu perlahan memberikan guratan pada ujung meja dengan menggunakan pisau kecil. 'Zhan Jing' satu nama melekat di benaknya. Adik angkat yang telah menjadikan dirinya sebagai penghianat. Husss... Satu tulisan memperjelas guratan di meja. Menghilangkan serpihan kayu yang masih memenuhi nama. Malam itu pikiran yang menganggu dapat di hilangkan setelah memejamkan kedua matanya. Ying Wesheng bangun di jam delapan pagi. "Hebat. Baru kali ini tubuhku seperti di penuhi kekuatan. Menjadi Tuan muda keluarga berada memang sangat menguntungkan." Bangkit dari tempat tidurnya. "Aaaa..." Merenggangkan tubuhnya.
Seharian Ying Wesheng harus mengerjakan pekerjaan kasar. Menimba air, menyirami bunga, menata tembok runtuh di halaman samping, menggali aliran air di setiap jalur kamar mandi. Cukup melelahkan tapi juga memiliki manfaat untuk menambah kekuatan di lengan, pundak, kaki, juga nafasnya tidak akan cepat terengah-engah saat melakukan aktivitas berat. Pemuda itu menghentikan aktivitasnya sekitar pukul empat sore. Dia berbaring santai di atas pohon di halaman kediamannya. Saat dia mulai memejamkan kedua matanya. Ada suara langkah kaki terdengar dari arah pintu belakang. "Kakak." Tokk... Ketukan pintu terdengar. Ying Wesheng membuka kedua matanya melihat dari atas pohon siapa orang yang telah menganggu ketenangannya. "Kakak." Tuan muda ketiga Ying Feng terlihat membawa banyak barang di tangannya. Dia juga mengendap-endap seperti maling. Pintu di buka, "Kakak." Dia mencoba mencari keberadaan kakak keduanya. Satu kali tepukan tangan kuat di bahunya membuatnya hampir pingsan. Dia menoleh,
"Ah..." Hela nafas. "Setidaknya aku masih bisa menghirup udara segar lagi." Merebahkan tubuhnya di atas kasur tipis. Plak... Tepukan tangan terdengar menghantam kasur tidak terlalu kuat. "Tempat tidur Tuan muda kediaman pejabat tetap saja setipis ini." Seringaian terlintas di wajahnya. Ying Wesheng menggunakan kedua tangannya sebagai bantalan. Dia menatap kearah langit-langit kamar yang sudah usang bahkan ada banyak lubang. "Tuan muda kedua, tapi hidup dalam kemelaratan. Semua orang menghindar." Setiap kedipan matanya menjadi lebih pelan. "Wesheng. Aku tidak berniat meminjam tubuhmu. Tapi jiwaku terbang sendiri ketempatmu. Jangan salahkan aku. Jika kamu memang masih ada di dunia ini carilah keadilan kepada para dewa. Kenapa menarik jiwamu dan menempatkan aku di tubuhmu." Salah satu kakinya di silangkan. Ada ingatan samar terlintas di benaknya. Bayangan pemuda yang tengah di rendahkan semua orang, di hina, di buang, di permainkan, bahkan di perlakukan seperti binatang. Ying Weshen
Di ruangan dengan penerangan lilin seadanya. Pemuda dua puluh tahunan hanya bisa tengkurap tidak berdaya. Enam puluh pukulan yang ia terima dari ayahnya membuat dirinya mengalami luka cukup dalam. Dia Tuan muda Ying Wesheng dari kediaman menteri keuangan. Pekerjaan berat yang harus ia lakukan setiap harinya membuat pemuda itu kelelahan secara fisik dan mental. Wajahnya terlihat sangat pucat, kedua matanya perlahan menutup. Hembusan nafasnya hampir tidak tersisa lagi. Bruuk... Suara terdengar dari arah pintu masuk. Pelayan laki-laki masuk dengan tongkat kayu di tangannya. "Bangun..." Memukul pelan kaki Tuan muda Ying Wesheng. Tidak ada tanggapan terlihat. Dia mendekat mencoba memeriksa keadaan Tuan mudanya. Meskipun pemuda di depannya adalah Tuan muda tetap saja tidak ada orang yang peduli akan hidup matinya. Ayahnya bahkan tidak ingin berurusan dengan anaknya yang mengalami kelainan sejak lahir. Cacat mental Ying Wesheng membuat semua orang menjadi menjauhinya. Ibunya bahkan mengh