Beranda / CEO / Kesalahan Semalam: Manisnya Suami Triliuner! / Bab 3. Kita Batalkan Pernikahan Kita

Share

Bab 3. Kita Batalkan Pernikahan Kita

Ellena adalah calon istri Reno. Mereka sudah saling kenal selama sepuluh tahun. Tapi Reno lebih memilih untuk percaya pada Salma. Setelah selama sepuluh tahun, Ellena memberikan perasaan penuh kasih sayang.

Apa ini cara Reno mempercayainya? Di mata Reno, ternyata dia hanyalah seorang wanita yang kejam. Saat melihatnya tadi, matanya penuh cemoohan dan rasa kecewa.

“Reno, apa kamu lupa siapa pacarmu? Apa kamu lupa juga siapa wanita yang sedang kamu peluk itu?”

Reno membeku selama beberapa saat. Dia melihat kesedihan di wajah Ellena. Alisnya menegang, ada rasa bersalah di matanya. Tapi dia masih memegang Salma dengan erat.

“Maafkan aku. Salma mengandung anakku. Jadi aku harus bertanggung jawab padanya.”

“Hah?” Ellena merasa seperti sedang mendengar lelucon. “Kamu harus bertanggung jawab pada Salma? Lalu bagaimana denganku? Apa kamu sudah… punya rencana lain untukku?”

Reno menutup bibirnya, dia memandang Salma yang ketakutan di lengannya. Tubuh Salma tidak berhenti bergetar dan pegangannya semakin erat.

Salma mengulurkan tangan dan memeluk Reno, dia merasa sangat terikat pada Reno lalu memanggil dengan lemah lembut, “Reno.”

Reno mengulurkan tangan dan menyentuh kepalanya, lalu dia mengangkat wajahnya untuk menatap ke arah Ellena. Dia terdiam cukup lama, sebelum akhirnya mengatakan hal yang bodoh pada Ellena. “Aku minta maaf, orang yang aku cintai adalah Salma. Aku nggak bisa menipu diriku sendiri dan aku juga nggak ingin terus menipumu.”

Saat mendengar satu per satu kata maaf yang keluar dari mulut Reno dan Salma, Ellena merasa sangat kecewa. Sekarang dia hanya bisa tertawa dan merasa ini semua adalah sebuah lelucon.

Pada awalnya Reno lah yang mengatakan kalau dia ingin hidup bersamanya dan tidak akan pernah mengecewakannya. Reno bersikeras melanjutkan perjodohan antara dua keluarga mereka.

Reno juga mengatakan jika menyukainya, dan akan menikahinya. Reno ingin menjadikannya sebagai istri. Juga mengatakan kalau hanya akan mencintainya seumur hidup.

Tapi sekarang, Reno malah mengatakan kalau dia mencintai Salma.

Ellena tertawa dengan ironis. Tapi matanya terlihat sangat sedih. “Apa kamu bilang? Kamu mencintai Salma?”

Mata Reno menyala dan dipenuhi rasa bersalah, dia tidak berani memandang Ellena lagi, dia pun menurunkan pandangannya dan menjawab, “Iya.”

Salma memalingkan wajahnya, bibirnya terangkat menunjukkan senyuman penuh kemenangan.

Meskipun bibirnya yang bergerak tidak mengeluarkan suara apapun, tapi Ellena sudah mengerti maksud dari senyumannya itu.

Saat Ellena menatap keduanya yang saling berpelukan, kekecewaan dan kesedihan di dalam dirinya sedikit memudar. Setelah beberapa saat, dia mengangguk, “Baiklah, Reno.” Dia melihat wajah Reno di hadapannya yang kini tampak asing. Selain tatapan dingin tanpa perasaan apa pun, dia mengucapkan kata demi kata, “Seperti yang kamu harapkan, kita batalkan pernikahan kita.”

Reno mengangkat kepalanya dan memanggil pelan, “Ellena.”

“Cukup,” potong Ellena, dia menatap Reno tanpa kehangatan lagi. “Mulai detik ini kita putus. Kalau suatu saat nanti kita bertemu lagi, kita hanyalah orang lain.” Ellena menatap Reno dengan begitu dingin.

Reno jadi merasa gelisah, seolah-olah di detik ini juga dia akan kehilangan sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya.

Hatinya mendadak kosong, terasa seperti tersayat dan rasanya cukup sakit.

Ellena tidak menatap Reno lagi dan berbalik untuk berjalan keluar dari taman itu dengan langkah yang penuh keyakinan.

Sedangkan Reno tidak punya waktu untuk memikirkan kenapa dia merasa sakit hati, tubuhnya sudah mengambil satu langkah lebih dari otaknya. Dia mencoba melangkah mengejar Ellena.

“Ellena!”

“Reno!” Panggil Salma. Reno pun mendengar erangan Salma yang lemah di belakangnya. “Perutku tiba-tiba terasa sakit.”

Raut wajah Reno seketika berubah, dia berbalik dengan cepat dan berjalan ke sisi Salma. Dia segera mengangkat Salma dan bertanya, “Apa yang terjadi?”

Salma memegang perutnya dengan satu tangan dan mengerutkan kening, “Perutku tiba-tiba tidak nyaman dan terasa sakit. Apa ada yang salah dengan bayi kita, ya?”

Saat Reno mendengar kalau sesuatu terjadi pada bayi itu, dia mengalihkan seluruh perhatiannya pada Salma dan tidak lagi memikirkan Ellena. Dia tampak gugup dan berkata, “Nggak akan kenapa-napa. Kamu nggak perlu berpikir yang aneh-aneh. Anak kita akan baik-baik saja. Aku akan segera membawamu ke rumah sakit.”

Sementara itu Ellena sudah berjalan sampai ke luar taman, dia tidak menoleh ke belakang lagi. Dia lanjut berjalan meninggalkan taman.

Ellena berdiri di sisi jalan dan memandang jalan yang ramai. Dia terlihat melamun. Dia teringat, seminggu yang lalu Reno membawanya ke rumah keluarga Sanjaya. Ayah dan ibu Sanjaya bertanya tentang kapan mereka akan menikah.

Mereka juga sempat membahas tanggal pernikahan. Siapa yang mengira kalau dia dan Reno akan putus hari ini? Dia dikhianati oleh Reno yang berselingkuh dengan adiknya dari ibu tirinya sampai hamil.

Ellena merasa hidupnya begitu malang. Padahal menurutnya, Salma bisa mendapatkan pria manapun yang ia mau.

Tapi kenapa Reno yang harus direbut Salma darinya? Ellena baru menyadari betapa naif dirinya.

Kenyataan itu menampar wajahnya dengan keras. Hingga benar-benar membuatnya terbangun dari mimpi.

Ketika dia sedang termenung, ponselnya tiba-tiba berdering. Dia melihat layar ponselnya, ternyata telepon itu dari rumah sakit. Dia segera mengangkat telepon. “Halo!” Dia mendengar sederet kalimat dari seberang telepon, wajahnya langsung berubah pucat.

Tanpa bertanya lagi dia langsung menyetop taksi.

Disini lain,

Hanzero sudah berganti, dia termenung di sofa sambil menatap keadaan ranjang yang masih berantakan.

Entah kenapa, sejak mendapati wanita semalam sudah pergi meninggalkan kamarnya, hatinya dipenuhi rasa kecewa.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu, dia langsung mengambil ponselnya dan menelpon Leo.

Suara malas dari Leo terdengar dari ujung telepon. “Tuan Hanzero, tumben sekali anda berinisiatif untuk menelponku dulu?”

Hanzero mengabaikan ucapan Leo dan langsung berkata, “Tadi malam, ada seorang wanita di kamarku.”

Tiba-tiba saja telepon mendadak menjadi hening.

“Uhuk..uhuk..” Leo yang berada di seberang telepon sepertinya sedang tersedak ludahnya sendiri sampai terbatuk.

“Anda bilang apa, Tuan? Apa itu seperti yang kupikirkan? Ah, maksudnya, apa sudah terjadi sesuatu pada kalian berdua?”

Hanzero hanya menjawab dengan singkat. “Ya.”

Batuk Leo semakin terdengar hebat karena sangat terkejut. Bukankah Tuan Hanzero begitu membenci wanita yang menyentuhnya?

Waktu itu dia ingat pernah ada seorang wanita yang tidak sengaja menyentuhnya, dia bahkan mencuci tangannya sampai sepuluh kali.

“Apa ini serius? Maksudku terjadi sesuatu itu, adalah Anda dan wanita itu sudah melakukan hubungan,”

“Iya!” Jawab Hanzero lagi, membuat Leo benar-benar tersentak kaget.

Bukan hanya merasa tidak jijik pada wanita yang bersamanya tadi malam, Hanzero justru menyukai aroma tubuh wanita itu. Dia tidak bisa menahan diri hingga ingin lebih dekat dengan wanita itu.

Karena itulah, dia sekarang menelepon Leo hanya untuk mencari tahu apa yang sudah terjadi padanya.

---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status