Share

Bab 7. Meminta Bantuan

Karyawan perempuan itu berbicara pada Leo sambil menatap Ellena. Matanya menampakkan kecemburuan. Mungkin karena, meskipun Resta terlihat miskin, tapi memiliki wajah yang sangat cantik.

"Seseorang mencari Tuan Hanz?" Tanya Leo. Dia melirik ke tempat istirahat di ruang tunggu dengan penasaran. Saat matanya tertuju pada Ellena, dia seketika membeku. Kemudian, matanya tampak terkejut. “Wanita itu? Bukankah itu,.. Nona Ellena yang Tuan minta untuk aku selidiki tadi? Kenapa dia ada di sini?” pikirnya.

Karyawan resepsionis itu melihat perubahan ekspresi Leo, dan mengira jika Sekretaris Leo itu juga tidak senang melihat Ellena yang menolak untuk pergi dari sini.

Nada bicara karyawan itu terdengar semakin meremehkan. "Saya belum pernah melihat orang yang begitu tak tahu malu seperti wanita itu.”

Leo berjalan menuju ruang tunggu sambil mengeluarkan ponselnya dan menelepon. Setelah teleponnya terhubung, ia berkata dengan lembut, "Tuan, Nona Ellena datang ke perusahaan dan mengatakan jika dia sedang mencari Anda. Bagaimana ini?”

Suara Hanzero terdengar rendah dan dingin di ujung telepon saat ia bertanya, "Nona Ellena yang mana?"

“Ellena!” Leo mengulang dengan nada lebih tinggi.

"Dia?" Hanzero tampak terkejut mendengarnya kali ini.

"Benar. Dia. Apa Tuan bersedia bertemu dengannya? Aku dengar, dia sudah menunggu selama dua jam.”

Setelah hening beberapa detik, Hanzero memerintah, "Bawa dia ke atas.”

"Baik, Tuan."

Leo menutup teleponnya dan berjalan ke arah Ellena, lalu memanggilnya dengan sopan, "Nona Ellena."

Ellena mendongak dan melihat seorang lelaki menawan yang mengenakan jas sudah berdiri di depannya. Dia tertegun sejenak. "Anda..."

Leo berkata, "Saya adalah Sekretaris Tuan Hanzero. Saya baru saja mendengar bahwa Nona mencari Tuan Hanzero. Benarkah?"

Ellena segera berdiri dan menjawab, "Benar. Aku ingin bertemu dengan Hanzero... Eh, bukan, maaf. Maksudnya, aku ingin bertemu dengan Tuan Hanzero untuk membicarakan sesuatu. Apa Anda bisa membawaku untuk bertemu dengannya? Tapi, aku tidak membuat janji dengannya.” Tatapan mata Ellena memohon, dia takut pria ini akan menolaknya. Dia segera menambahkan, "Aku hanya perlu waktu sepuluh menit. Tidak, lima menit. Aku tidak akan mengganggu waktu Tuan Hanzero lebih lama.”

Leo mengangguk dan tersenyum, "Tuan Hanzero sudah mengatakan akan menemuimu. Mari ikut denganku."

Ketika kedua karyawan wanita di meja resepsionis melihat Leo membawa Ellena ke lift, ekspresi mereka tiba-tiba berubah.

"Bagaimana mungkin? Kukira, Tuan Leo akan mengusirnya."

"Dia malah membawanya naik? Mustahil jika wanita itu mengenal Tuan Hanzero!"

Saat mereka memikirkan kemungkinan tentang kenapa Ellena tidak diusir, ekspresi mereka seketika berubah menjadi tidak enak dipandang.

Leo membawa Ellena ke lift dan mereka langsung naik menuju lantai atas. Saat tiba di depan kantor Hanzero, Leo mengetuk pintu. Ellena bisa mendengar suara yang dingin dari dalam sana. Suara itu penuh dengan daya tarik dan keeleganan yang berkelas.

Hanya dengan mendengar suara itu, bisa ditebak kalau orang di dalam kantor itu tidak cukup ramah dan tidak mudah untuk didekati. Dengan perasaan gelisah, Ellena mengikuti Leo masuk ke dalam kantor.

"Tuan Hanz, Nona Ellena sudah datang.”

Setelah selesai memberitahukan kedatangan Ellena, Leo berbalik arah dan pergi meninggalkannya. Kemudian, pintu kantor perlahan tertutup. Hanya tersisa Ellena di dalam ruangan yang besar itu dan seorang pria yang duduk di meja kerja sambil membaca dokumen.

Ruangannya tampak sangat maskulin. Sebagian besar perabotan di dalamnya berwarna hitam dan jika bukan hitam, sisanya berwarna abu-abu. Warna yang monoton membuat ruangan itu terlihat sangat suram.

Hanya ada beberapa pot tanaman yang ditempatkan di beberapa sisi untuk sedikit mengurangi warna monoton di dalam ruangan. Tak lupa, seorang pria sedang duduk di meja kerja hitam dan membenamkan diri dalam pekerjaannya.

Ellena mengangkat matanya dan diam-diam melirik Hanzero. Dia bisa merasakan aura yang kuat dari pria itu. Pria itu mengenakan kemeja hitam dan penampilannya sangat menawan. Karena pria itu menunduk, dia hanya dapat melihat garis besar wajahnya.

Saat dia sedang memandangi Hanzero dari atas hingga bawah, tiba-tiba pria itu mengangkat kepalanya. Mata Ellena bertemu dengan sepasang mata dingin milik Hanzero yang dalam.

Dia pun seketika terkesiap. Saat matanya tertuju pada wajah tampan pria itu, jantungnya tiba-tiba berdetak semakin cepat.

Ellena belum pernah melihat pria setampan itu. Setiap garis dan lekuk di wajah pria itu bagaikan dipahat dengan sempurna tanpa cela sedikitpun. Penampilan Hanzero benar-benar tak tertandingi, namun tidak ada ekspresi yang terlihat di wajahnya.

Alisnya berkerut dengan sangat indah dan seluruh tubuhnya juga memancarkan aura dingin. Bahkan, meskipun dipisahkan oleh jarak, Ellena dapat merasakan udara dingin yang datang dari pria itu.

Ketika Hanzero menatap mata Ellena dengan dingin, Ellena seakan berhenti bernafas selama beberapa detik.

Ellena tertegun saat menatap wajah tampan pria itu dan tiba-tiba pikirannya kosong hingga suara dingin itu memanggilnya, "Nona Ellena."

Ellena tersadar. Dia baru saja menatap wajah Hanzero yang dingin itu. Dia pun menggigit bibirnya dan merasa sedikit kebingungan. "Halo, Tuan Hanzero."

“Aku tidak tahu kenapa Nona mencariku. Ada apa, Nona?” Hanzero merasa jika gadis ini sama sekali tidak ingat dengannya.

Ellena tampak baru sepenuhnya tersadar. Begitu mendengar Hanzero mengajukan pertanyaan, barulah ia kembali teringat pada tujuannya datang ke sini.

Sambil menahan perasaan aneh di hatinya, ia memilah-milah pikirannya dan menjawab, "Tuan Hanzero, aku butuh bantuanmu."

Hanzero mengangkat alisnya.

Ellena juga tahu bahwa tiba-tiba meminta bantuan kepada orang asing yang baru ditemuinya adalah hal yang aneh. Tapi, Ellena tidak terlalu memusingkannya. Dia melakukan ini semua demi Kelvin.

Setelah terdiam beberapa saat dia melanjutkan perkataannya, "Adikku mengalami serangan jantung dan perlu segera dioperasi. Aku mendengar kalau dulu Tuan Hanzero adalah ahli di bidang terkait. Aku harap,”

"Kamu berharap aku membantumu dengan mengoperasi adikmu?" tanya Hanzero. Melihat wajah Ellena yang memerah, seperti sulit melanjutkan perkataannya.

"Iya. Begitu." Ellena menghela nafas dan menatap Hanzero dengan tatapan memohon. "Tolong bantu adikku, Tuan. Adikku, dia masih sangat muda…”

Hanzero mengangkat tangannya dan memotong perkataan Ellena. “Karena kamu datang sendiri padaku, kamu seharusnya sudah tahu kalau aku sudah bertahun-tahun lamanya tidak berkecimpung di dunia kedokteran.”

“Iya, aku tahu.” Ellena mengangguk. “Tapi aku percaya jika Tuan Hanzero adalah pria yang baik dan tidak akan mungkin membiarkan orang hampir mati tanpa membantu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status