Beranda / Fiksi Sejarah / Keris Darah Candramaya / 66. Menghilangkan Bekas Luka

Share

66. Menghilangkan Bekas Luka

Penulis: Songdeok eunjoo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-26 13:53:17

Pria itu membuka pakaian Aji Suteja, matanya melotot karena ini baru pertama kalinya dia melihat luka seperti itu. "Ajian apa ini?" Batinnya. Wajahnya memucat dan tubuhnya bergidik ngeri.

Pantas saja Baladewa seperti mencium aroma daging bakar.

"Ekhhm!" Baladewa Berdehem untuk menyembunyikan keterkejutannya. Luka bakar itu berwarna merah kebiruan berbentuk telapak tangan. Pria itu mendongak, "Memang bekas lukanya tidak terlalu parah tapi organ di bawah telapak ini yang terluka parah. Tolong bantu dia duduk, aku akan meracik ramuan."

"Baik Kisanak," ujar Kebo Ireng.

Sambil meracik obat Baladewa bertanya, "Ngomong-ngomong Ajian apa itu?"

"Entahlah ..ini pertama kalinya aku melihat ajian yang mengerikan seperti itu," ujar Wismaya. Dia menatap sahabatnya yang sedang terkulai lemas. Lalu dia menyadari sesuatu, seketika matanya melebar dan mulutnya menganga, "Itu luka yang ada pada jasad Damarjati!"

Tangan Baladewa saat mengaduk ramuan terhenti, "Apakah yang dia maksud Damarjati Romonya Ca
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Keris Darah Candramaya   67. Desa Mati

    Mereka berdua mengangguk, Seno Aji berkata dengan lirih, "Memang bukan dia orangnya.""Tapi orang dalam gambar itu memiliki nama yang sama dengan orang yang Tuan Baladewa sebutkan. Jadi kita harus bertemu dengannya, selain untuk menghilangkan bekas luka itu, kita juga bisa memastikannya," ujar Kebo Ireng."Apa tidak berbahaya?" Tanya Seno Aji, wajahnya begitu tegang."Posisi kita sekarang memang sedang terpojok. Jadi kita harus ambil resiko ini," ujar Wismaya.Seno Aji mengangguk, "Aku setuju!"Begitu pula Kebo Ireng, "Aku juga."Wismaya duduk di sisi Aji Suteja, dia memandangi tubuh temannya yang tidak berdaya dengan iba. Pria itu berkata, "Kita harus bisa membujuknya, Danadyaksa berhasil melukai salah satu dari kita. Aku takut dia akan mencari orang dengan luka seperti ini. Jadi dalam dua hari kita harus kembali ke rumah masing-masing."Kebo Ireng melihat sekeliling ruangan, dia membuka jendela dan matanya menyisir ke area luar. Semua rumah tidak berpenghuni namun obor di biarkan me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Keris Darah Candramaya   68. Dunia Yang Lain

    Baladewa hanya menoleh ke arah Kebo Ireng dan tersenyum simpul. Sungguh expresi yang menyeramkan seperti seorang pembunuh berdarah dingin.Kebo Ireng menelan salivanya, jarinya menunjuk ke arah depan dengan wajah yang memucat, dia berteriak, "Di depan sana jalan buntu!""Lalu?" Ujar Baladewa dengan sudut bibir terangkat. Kebo Ireng tertegun, dia menoleh ke belakang. Wajah Wismaya dan Seno Aji terlihat pucat, mereka terlihat pasrah dengan keadaan."Kalian harus percaya kepadaku sepenuhnya," ujar pria itu. Dia menarik tali pengengkang dan menambahkan kecepatan, "Berpegangan!"Mereka bertiga hanya bisa menurut dan berpegangan lalu berteriak saat kereta kuda itu benar-benar menabrak semak belukar. "Huaaaa!"Wismaya dan Seno Aji memeluk tubuh Aji Suteja. Kereta itu tidak menabrak tapi menembus ke dalam semak belukar.Beberapa detik mereka berada di tempat yang berwarna hitam dan hampa, hingga sebuah titik putih terlihat semakin lama semakin melebar dan menyilaukan.Mereka telah melewati r

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Keris Darah Candramaya   69. Musuh Dari Musuh Adalah Teman

    Kebo Ireng dan Seno Aji terkejut, begitu pula dengan Aji Suteja yang langsung membuka matanya lebar-lebar. Kebo Ireng merasa tertipu, dia menghunuskan pedangnya. Rahangnya mengatup dan sorot matanya tajam. Sedangkan Seno Aji langsung loncat dan berdiri di sisi Aji Suteja. Mereka berdua siaga, "Kalian menjebak kami rupanya!" Teriak Seno Aji. "Paman Guru dan kamu Wismaya ..beraninya kalian menghianati kami!" Ujar Kebo Ireng, dia merasa sangat kecewa. Wismaya bersikap tenang, "Itu tidak benar. Aku juga tidak tahu jika Ranu Baya adalah Arya Balaaditya." Kebo Ireng mencibir, "Tapi kamu langsung mengenalinya." "Tentu saja aku mengenalinya, kita satu seperguruan. Paman tolong jelaskan," Wismaya terlihat gelisah, dia tidak mau para sahabatnya salah paham. Aji Suteja hanya bisa mengamati, mungkin karena pertolongan Baladewa dan Ranu Baya alias Arya Balaaditya membuatnya tersentuh. Naladhipa menepuk pundak Kebo Ireng dan menatap matanya dengan lembut, "Turunkan pedangmu, kita bicarakan d

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Keris Darah Candramaya   70.Tukang Mabok

    Prajurit itu menggoyang-goyangkan tubuh Tuannya, dia bahkan memeriksa denyut nadi dan memastikan bahwa Danadyaksa masih bernafas. Namun Danadyaksa tetap bergeming, prajurit itu mengernyitkan dahi karena bingung."Maaf Tuan, dia seperti mayat hidup," ujar salah satu warga dengan lirih dan hati-hati Prajurit itu mengangguk dan berkata, "Bantu aku membawa Tuan Danadyaksa masuk ke dalam."Mereka berdua mengangguk dan membawa tubuh Danadyaksa. Setelah dua orang warga itu pergi, semua prajurit berkumpul. Orang kepercayaan Danadyaksa yang bernama Ki Bayung memerintahkan salah satu pengawal untuk memanggil tabib.Berita perampokan rumah Mahapatih Danadyaksa sampai ke telinga Adi Wijaya dalam waktu yang singkat. Tentu membuat Adi Wijaya geram, apalagi saat mengetahui keadaan adik iparnya yang seperti mayat hidup itu.Sedangkan Permaisuri Puspita Sari dan cucunya Pangeran Adhinatha mengunjungi kediaman Danadyaksa.Puspita Sari tidak mau kehilangan adik semata wayangnya sekaligus satu-satunya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-10
  • Keris Darah Candramaya   71.Tekad Danumaya

    Saat pintu terbuka, aroma menyengat menusuk indera penciuman Adhinatha, pemuda itu menutupi hidungnya dengan punggung tangannya. "Ya ampun! Bau apa ini," ujar Adhinatha. Kamar itu dalam keadaan gelap, pengap, berantakan dan bau arak. Kendi-kendi bekas arak berserakan, pemuda itu berjalan dengan perlahan lalu membuka tirai dan jendela. Walaupun sudah sore, tapi setidaknya ada sedikit cahaya dan udara yang masuk untuk mengurangi kepengapan dan aroma tidak sedap. Mata Adhinatha melotot, dia hampir pingsan saat melihat temannya tergeletak dan bertelanjang dada di atas ranjang. Pemuda tampan dan manis itu terlihat menyedihkan, tubuhnya kurus dan seperti tidak mandi berhari-hari. Kondisinya sangat buruk walaupun dia sedang mabuk, dia biasanya selalu mengunakan pakaian terbaik para bangsawan tapi sekarang dia seperti gembel. "Hei!! Danumaya .." panggil Adhinatha, dia berdiri di sisi ranjang dengan melipat kedua tangannya dengan angkuh. ''Humm .." Danumaya hanya berdehem, dia membuka mat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Keris Darah Candramaya   72. Gadis Asing

    Setelah beberapa hari Danumaya mengurung diri dan terlihat kacau, akhirnya dia bisa berpikir secara jernih."Dewata pasti telah menyiapkan gadis yang terbaik untukmu? Sekarang bersihkan dirimu dan temani pangeran. Pelayan akan membersihkan kamar ini," ujar Utari, wanita itu mengambil nampan makanan tadi siang yang masih utuh. Dia pergi meninggalkan Danumaya yang terpaku.Danumaya berusaha menyadarkan dirinya agar lebih tabah, lalu turun dari ranjang dan berjalan dengan sempoyongan menuju pemandian.Tentu saja kenyataan ini bukan hal yang mudah untuk dia lewati. Dia tahu bahwa kelak Candramaya memang akan menikah. Namun kenapa secepat ini? Itulah pertanyaan yang selalu terngiang di kepalanya. Dengan frustasi pemuda itu memukul permukaan air dengan keras.Byurr!!Pemuda itu berendam di kolam dengan tatapan kosong. Dia hanya menggunakan selembar kain untuk menutupi pinggang dan area sensitifnya. Kolam itu bertabur kelopak bunga mawar dan airnya sangat segar dan jernih. Dadanya yang bida

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Keris Darah Candramaya   73. Adhinatha Goyah

    Adhinatha mengeluarkan pedangnya dan mulai mendekati arah cahaya itu. Ssssttt!!! Terdengar suara desisan hewan melata yang membuat tubuh bergidik ngeri. Adhinatha menajamkan mata dan pendengarannya. Dia bersiaga untuk menyerang mahluk itu. Tentu Danumaya tidak tinggal diam, dia melepaskan tangan gadis itu dan mengikuti langkah temannya. Jangan sampai ular itu menelan Putra Mahkota Harsaloka. Mereka berdua sama-sama masuk ke sumber cahaya yang perlahan hilang bersama kegelapan. Kini hanya mengikuti suara daun kering yang terinjak. Mereka berdua berlari masuk dan menyisir di mana suara itu berasal tapi tidak menemukan apapun hingga terdengar sebuah teriakan. "Huaaa!!" Gadis asing itu berteriak. Mereka berdua kecolongan. Danumaya dan Adhinata berlari menuju gadis itu berada. Seekor ular besar melilit tubuh gadis itu hingga memutahkan darah. Ular itu berdesis dan hendak mematuknya, namun Danumaya segera melompat dan menendang kepala ular itu dengan keras hingga tersungkur ke tana

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • Keris Darah Candramaya   74. Seperti Tersambar Petir

    Danumaya masuk ke dalam rumah dan sengaja menabrak Indrayana membuatnya bangun seketika. Sedangkan Adhinatha menutup pintu rapat-rapat. Mereka tampak tergesa-gesa.Indrayana mengibas-ibaskan kepalanya yang pening. Candramaya datang menghampiri, dahinya berkerut melihat mereka berdua tampak berantakan dan membawa seorang gadis asing yang sedang tidak sadarkan diri. "Apa yang terjadi, Kakang Danu?" Tanya Candramaya."Aki ..tolong kami," ujar Danumaya. "Bawa gadis itu ke kamar itu," ujar Wirata sambil menunjuk kamar di sisi kamar Candramaya.Danumaya membawa tubuh gadis itu dalam kamar yang di tunjuk Wirata.Danumaya membaringkan tubuh gadisbitu, dia tampak cemas, "Akan aku ceritakan nanti Aki. Kita harus urus dulu gadis ini. Denyut nadinya sangat lemah dan sudah terlalu lama dia tidak sadarkan diri," ujarnya."Indrayana ayo kita tolong gadis itu," ujar Candramaya. Indrayana mengangguk dan pergi ke dalam kamarnya untuk mengambil buntelan kain yang berisi beragam ramuan yang dia bawa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18

Bab terbaru

  • Keris Darah Candramaya   92. Amukan Arya Balaaditya

    Seketika Arya Baladitya berhenti, lalu menoleh ke sumber suara. Nafasnya memburu namun tatapannya terlihat liar dan dingin. Ketua bandit itu menelan salivanya dengan kasar, tenggorokannya terasa kering. Bahkan seumur hidupnya dia baru merasakan apa itu rasa takut. Semua anak buahnya tersungkur dengan keadaan babak belur.Dia sekarang berpikir, lebih baik di kejar wanita gila itu sampai ke ujung dunia. Dari pada berhadapan dengan malaikat maut yang menyamar menjadi manusia sederhana.Sungguh para bandit itu merasa merinding saat menatap sepasang mata dingin dan aura hitam yang menyelimuti pemuda berpenampilan sederhana itu.Mereka seketika tobat dan merasa kapok. Apalagi Baladewa tiba-tiba teringat putrinya yang usianya sama dengan Indrayana. Gadis kecil itu dia titipkan pada bibinya. Mata Baladewa mengembun, dia menghawatirkan putri semata wayangnya. Bagaimana jika bibinya meninggal karena sudah tua. Dan sekarang bagaimana dengan nasibnya sekarang."Kami menyerah Tuan!" Semua bandit

  • Keris Darah Candramaya   91. Anak Setan.

    "Kami hanya menjalankan perintah Tuan!" jawab salah satu bandit bertubuh tinggi besar dan gagah itu. Penampilannnya berantakan jangkut dan kumisnya panjang membuat wajahnya terlihat menyeramkan. Sedangkan rambutnya di gulung secara asal-asalan. Dia adalah ketua dari kelompok ini. Dan yang lainnya tersenyum remeh melihat dari bawah ke atas. Memperhatikan penampilan pemuda dengan pakaian lusuh dan sederhana. Tubuhnya tinggi dan cukup berisi, namun terlihat lemah. Walaupun terlihat lemah, aura kebangsawanan tetap terlihat.Arya Baladitya menyeringai dengan tatapan datar. "Siapa?" tanya Arya Balaaditya dengan suara rendah."Bukan urusanmu! Lagian kalian akan mati!" Sarkas pria yang berada di sisi sang ketua. Pria itu cukup berani dan angkuh."Humm! Sebaiknya kamu turun ya Nak?" ujar Indrayana sambil membuka kain yang mengikat putranya. "Baik Romo," ujar Indrayana lirih. Anak itu turun dari punggung ayahnya.Arya Balaaditya memeluk anak itu dan berbisik, "Indrayana ... tolong temani hita

  • Keris Darah Candramaya   90 Memori Ranu Baya

    "Jangan buang waktu, Tuan. Ayo kita pergi ke tempat itu," ujar Ki Sentot. Pria itu sangat antusias.Sedangkan Ranu Baya terlihat bimbang. Pria itu duduk bersandar dengan dahi mengerut. Dia memang ingin memastikan perkiraannya benar atau tidak. Tapi mengingat keadaan Cempaka. Ranu Baya merasa sangat egois jika meninggalkan gadis yang sudah dia anggap sebagai putrinya.Apalagi gadis itu sudah sangat banyak berkorban untuknya. Selama hampir lima tahun Cempaka masuk ke dalam istana dan menyamar menjadi pelayan agar bisa mendapatkan info tentang Istrinya. Jadi dia tidak bisa pergi meninggalkan Cempaka yang pingsan dan terluka. Apalagi di saat ayahnya sedang menjalankan perintah darinya. "Tuan ... " panggil Ki Sentot membuyarkan lamunan Ranu Baya."Bagaimana dengan keadaan Cempaka? Baladewa tidak di sini," ujar Ranu Baya. Ada kilatan kecemasan yang terlintas di matanya yang teduh.Darma menyadari kegelisahan Ranu Baya. Dia tahu karakter pria itu, dia sangat bertanggung jawab dan hatinya be

  • Keris Darah Candramaya   89. Kembalinya Cempaka

    Saka tertegun sejenak, dia menjatuhkan pedangnya dan menghampiri gadis itu dengan langkah yang berat. Reflek Cempaka menyeret tubuhnya ke belakang dengan wajah pucat. Dia benar-benar ketakutan namun seketika berhenti saat mata dingin pria itu meneteskan air mata. Saka berjongkok dan membuka penutup wajah gadis itu dengan hati-hati. Saka terperangah, dia terduduk di tanah dengan lemas. Hampir saja dia membunuh gadis yang dia cintai. Hanya gadis ini yang menatapnya dengan lembut dan hangat. Wajah gadis itu mendongak, "Tuan ... " panggil Cempaka dengan lirih dan ragu. Tatapan dingin Saka melembut, dia menatap lengan Cempaka yang berdarah. Ada sebuah penyesalan di matanya. Hati Cempaka terenyuh dan berdebar kencang saat pria itu memeluknya dengan erat. Tanpa sadar air matanya menetes. Tangannya tergantung di udara, dia ingin membalas pelukan itu namun dia urungkan. Hingga tiba-tiba terdengar suara beberapa orang berjalan mendekat. Cahaya obor itu samar-samar terlihat dari arah i

  • Keris Darah Candramaya   88. Isi Lemari Kamaratih

    "Saka ... " panggil Adi Wijaya. Dia kembali menutup pintu lemari dengan tenang. Adi Wijaya berjalan mendekati seorang pria yang hanya berdiri di depan pintu lalu menepuk pundaknya. Saka hanya mendongak, tatapannya datar dan bibirnya terus saja merapat. Dia tidak berekspresi apapun. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Tatapannya yang datar tertuju ada satu buah mata yang terlihat dari celah jendela."Apa kamu sudah menemukan tabibnya?" tanya Adi Wijaya.Sebenarnya di istana ada tabib kerajaan, hanya saja dia ingin menyembunyikan pengobatannya. Sudah beberapa hari dia tidak meminum teh yang selalu di hidangkan. Saat dia tidk sengaja menumpahkannya dan ada seekor kucing peliharaan salah satu selirnya mati karena menjilati bekas tumpahan teh ini. Hingga dia menyadari bahwa ada orang yang selama ini meracuninya.Dia ingin pelaku itu berpikir Adi Wijaya tidak tahu. Jadi dia ingin berobat sembunyi-sembunyi.Saka sadar dari lamunanannya lalu mengangguk.Adi Wijaya tersenyum tipis, "Baiklah,

  • Keris Darah Candramaya   87. Arahan Arya Balaaditya

    "Haha ... " kelakar Adi Wijaya memenuhi ruangan itu. Dia tertawa seperti kesetanan dan matanya bahkan sampai berair. Hingga tawa itu mulai melirih dan meredup, sorot mata Adi Wijaya terlihat dingin. Tangannya meremas gulungan sketsa gambar Arya Balaaditya dan melemparnya ke wajah Wismaya.Bug!!Wismaya tersenyum tipis lalu memungut gulungan itu. Melihat seringai dari orang yang kastanya lebih rendah darinya, membuat mata Adi Wijaya terasa sakit. Darahnya mendidih dan rahangnya mengatup, dia bangkit dari duduknya dan berteriak, "Kalian benar-benar lancang! Rupanya menantuku itu telah mencuci otak kalian hingga berani menentangku sekarang!" Wismaya tertawa lirih, "Kami hanya membawa gambar Arya Balaaditya bukan orangnya."Adi Wijaya berkata dengan gigi bergertak, "Apa mau Kalian?"Wismaya mengangkat pandangannya, ada api yang menyala di matanya. Di sudah tidak peduli dengan hal buruk yang akan mengejarnya nanti, "Hamba harap, Gusti Prabu berhenti ikut campur. Dan bersikaplah selayakny

  • Keris Darah Candramaya   86. Keangkuhan Pangeran Narendra

    Wismaya menggenggam surat perintah itu dengan erat dan matanya penuh dengan tekad. "Inilah awal pembalasanku yang sesungguhnya. Aku akan membalaskan kematian adikku yang sangat berharga. Dan kalian harus membayar gelar yatim piatu yang kalian berikan pada keponakanku," batin Wismaya. Wismaya mengangkat surat perintah itu dengan kedua tangannya seraya berkata dengan lantang, "Hamba bersumpah tidak akan mengecewakan titah dan harapan Gusti Prabu!" Semua orang berberkata serempak, "Hidup Gusti Prabu Adi Wijaya! Hidup!" Adi Wijaya berbalik badan, dia berjalan menuju singgasananya dengan wajah yang suram. Setiap langkah terasa berat, lantai marmer yang bergitu halus dan kokoh kini seperti hamparan kaca yang tipis. Seakan-akan ketika terinjak, kaca itu akan pecah dan membuatnya jatuh ke dalam jurang. Seruan para punggawanya juga terdengar seperti kutukan baginya. Tenggorokannya terasa tercekik namun saat dia kembali duduk expresinya harus berubah. Adhinatha mengingat nasehat nenekny

  • Keris Darah Candramaya   85. Surat Perintah

    "Jadi rumor itu benar," ujar salah satu punggawa. Mereka saling berbisik dan saling beramsumsi. Setelah melihat orang-orang mulai terpengaruh, Wismaya mengambil kesempatan untuk melancarkan rencananya. Pria itu bersujud, wajahnya mendongak seraya berkata, "Hamba mengharapkan titah untuk mengusut kasus ini kembali, Gusti Prabu!" Deg! Adi Wijaya menelan ludahnya dan jantungnya bergemuruh hebat. Dia tidak menyangka hal yang membuatnya hampir gila kini terulang lagi. Bagaimana bisa Adi Wijaya menurunkan titah yang akan mengancam tahtanya? Itu tidak mungkin. Saat Adi Wijaya hendak mengelak, satu persatu para punggawa ikut bersujud di belakang Wismaya termasuk Aji Suteja dan lainnya. Tentu membuat Adi Wijaya tidak bisa berkutik. Sedangkan Narendra, dia meremas tangan istrinya dengan kuat. Pria pengecut itu mulai kehilangan kendali. Namun Damayanti Citra tetap bersikap tenang. Puspita Sari rasanya ingin pingsan. Dia menyesal melahirkan anak yang tidak berguna sepertinya.

  • Keris Darah Candramaya   84. Penemuan Jasad Di Lembah Wingit

    Adi Wijaya terbatuk, "Ohok ..ohok! Mawar hitam sudah sangat meresahkan. Mereka telah terang-terangan menabuh genderang perang kepada kita," ujarnya dengan lemah. Adi Wijaya berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya yang mulai sesak. Puspita Sari cukup khawatir, melihat tubuh suaminya yang semakin hari semakin melemah. Damayanti Citra tersenyum penuh arti, "Sebentar lagi tua bangka itu akan berakhir," batinnya. Adi Wijaya kembali meneruskan ucapannya sambil menunjuk ke sudut ruangan. Wajahnya mengeras dengan tatapan yang tajam, "Kalian liat algojo itu?" Semua orang mengangguk dan pandangan mereka tertuju pada sosok tinggi kekar dengan wajah dingin, tampak seperti malaikat maut. "Dia akan memenggal siapapun orang yang terdapat bekas telapak tangan Mahapatih Danadyaksa di dadanya," ujar Adi Wijaya. Suasana mulai ramai mereka saling berbicara satu sama lain dan saling melempar tatapan mencurigai. Adi Wijaya melirik Danadyaksa. Orang itu mengangguk dan berdiri lalu berteriak, "

DMCA.com Protection Status