"Pagi Pak.. Selamat datang Ibu."Zoya tersenyum canggung begitu hendak memasuki ruangan, mereka disambut sapaan lembut seorang wanita cantik."Terima kasih nyonya," balas Zoya tak kalah rama yang justru disertai anggukan kepala, dan itu sukses menarik perhatian Danu."Kenapa memanggilnya nyonya," tegas Danu melirik wanita yang berdiri kaku di balik meja."Haiiss tidak apa-apa.. Abang lihat! Nyonya ini cantik sekali, pakaiannya juga sangat rapi. Jelas dia bukan wanita sembarangan," bisik Zoya di ujung kalimat seraya terus menatap kagum sosok di depannya. Tanpa ia sadari jika tindakannya itu sukses membuat Danu menghela nafas dalam.'Mau heran, tapi ini istriku.' Batin Danu.'Cantik sekali nyonya ini, sesama perempuan saja aku kagum melihat kecantikannya. Apalagi para pria?' Batin Zoya yang masih menikmati keindahan di depannya, sehingga membuat objek merasa tidak nyaman karena mendapat tatapan kagum dari wanita yang jelas-jelas dia tahu apa statusnya."Ma-maaf Ibu Zoya, anda tidak perlu
"Kamu kenapa, bosan?" Walaupun tatapannya fokus ke layar laptop, tapi Danu tahu jika istrinya tidak sesemangat tadi ketika berangkat."Kemarin sebelum Abang berpenampilan seperti ini, bagaimana sikap wanita tadi?" "Ayu, maksudmu?""Ish menyebalkan, kenapa kembali menyebutnya Ayu!""Ya.. Karena memang itu namanya, lalu Abang harus memanggilnya apa? Sekretarisku, begitu?" Meski heran dengan sikap aneh Zoya, namun Danu tetap berusaha menyikapi dengan tenang. Zoya hanya diam tidak lagi menanggapi penjelasan suaminya, ia juga tidak paham kenapa hari itu begitu sensitif. Ada apa sebenarnya dengannya, apa mungkin akan kedatangan tamu bulanan yang membuatnya uring-uringan tidak jelas? Zoya simpan sendiri pertanyaan itu dalam hati, sebab apa yang dirasakan hari itu pertama kali ia rasakan.Bersikap acuh dan mengabaikannya mungkin lebih baik, pikirnya."Abang pikir dengan mengajakmu ke kantor akan lebih baik." Danu akhirnya bangkit dan duduk disamping Zoya."Abang kenapa melarangku ikut ke
Ada banyak pertanyaan di benak Lisa setelah mendengar cerita kedua putrinya kemarin, terselip juga harapan jika sosok tak bertanggung jawab yang sempat ia dengar itu, bukanlah orang yang sama dengan yang pernah menghancurkan kebahagiaannya dulu."Ibu disini rupanya?" Mendengar suara bariton Danu, Lisa yang sebelumnya melamun terhenyak dan segera menoleh ke belakang."Iya nak, ada apa?" "Ibu melamun? Apa ada sesuatu yang mengusik pikiran ibu, hm?" Tanya Danu setelah mendekat, dan mengambil alih selang yang masih teraliri air dari tangan ibunya."Tidak, ibu baik-baik saja. Apalagi yang ibu inginkan, jika Allah saja sudah mengebalikan putri ibu, bahkan sekarang ibu punya tiga putri sekaligus," ujar Lisa yang selalu berhasil menutupi kegundahan hatinya di hadapan Danu ataupun yang lain."Tapi kenapa ibu menyiram hanya satu tanaman, sampai airnya menggenang seperti ini," jelas Danu."Oh astaga! Ibu matikan dulu krannya." Melihat sang ibu buru-buru mematikan kran, Danu hanya menggeleng sama
"Om, mau jadi kekasihku?" Dengan berani Zoya mengatakan hal tersebut di hadapan semua orang. Alih-alih malu atas tindakannya, gadis itu justru sengaja tersenyum manis pada pria itu—-targetnya."Mau, ya Om. Selain bisa mandi dan makan. Aku juga bisa cari uang sendiri, loh," terang Zoya bangga.Sayangnya, Danu tak acuh. Jangankan menanggapi, menatap saja tidak ia lakukan. Pria itu menganggap kehadiran Zoya bak makhluk tak mata."Sepertinya permintaan mereka bisa kita pertimbangkan," ujar pria lain yang duduk satu meja dengan Danu—memilih kembali ke topik awal mereka. Benar-benar mengabaikan keberadaan Zoya."Aku juga berpikir begitu," balas Danu seraya kembali menyesap minumannya.Sadar dirinya sengaja diabaikan, Zoya membungkukkan badan tepat di hadapan pria berambut panjang sebahu dengan model middle-parted itu. Lantas, melambaikan tangan, menarik perhatian pria tersebut. "Aku serius, Om. Pacaran yuk," ujar Zoya sekali lagi, dan seketika itu berubah gugup. Rupanya di balik rambut p
"Apa kabar, Cantik"Kendati sempat bingung tiba-tiba didatangi wanita paruh baya yang langsung ingin menemui dirinya, Zoya tetap menunjukkan sikap sopan dengan mempersilahkan wanita itu masuk serta duduk.Zoya tidak sendiri, kedua sahabatnya ada bersamanya. Tapi dari gelagat mereka, Vina yang terlihat paling gelisah. Seperti maling yang tertangkap basah sedang melancarkan aksinya."Ba-baik," balas Zoya kikuk. "Begitu tahu hari ini kalian tidak bekerja, ibu langsung minta supir mengantar kemari. Ibu tidak sabar ingin segera melamarmu."Duar!!Apa? Melamar? Lelucon macam apa ini? Dan siapa wanita itu yang tiba-tiba datang dengan tujuan gilanya? Zoya yang baru mendudukan diri di sofa berbeda, seketika tercengang. Nafasnya mendadak tersendat-sendat nyaris berhenti di kerongkongan kalau saja Melly yang duduk di sampingnya, tidak sigap mengusap punggungnya."Rasanya ibu sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba."Zoya masih berusaha mengatur nafas, sedangkan wanita yang tidak diketahui dari
"Sekali lagi maafin aku, Zo. Aku juga tidak menyangka akan seperti ini jadinya," kata Vina penuh penyesalan.Tidak bisa berkata apa-apa lagi, terlebih melihat wajah memelas Vina, Zoya menghela nafas pelan seraya menyandarkan punggung. Apa yang terjadi hari itu bukan sepenuhnya salah Vina, melainkan kecerobohannya sendiri. Sebuah lelucon yang tidak menduga akan berakibat fatal, sangat fatal sampai Zoya harus berurusan dengan pria yang tempo hari menjadi target keisengannya. Lantas, jika dipertemukan dengan pria itu lagi apakah ia bisa mengatasi rasa canggungnya?Baru memikirkan saja Zoya sudah gatal—seperti ada ribuan kutu menyerbu kepala, dan sedang berlomba-lomba menghisap darahnya."Semua memang salahku," imbuh Vina lagi semakin merasa bersalah. Karena memang semua berawal dari dirinya."Sudahlah. Ini juga salahku," kata Zoya pasrah.Tepatnya tidak ingin melihat Vina terus menyalahkan diri."Tidak hanya kalian yang bersalah, aku juga." Melly ikut menyahut. Tidak adil jika hanya ked
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi tak cukup membuat mata Lisa mengantuk. Duduk di sofa panjang berbentuk setelah lingkaran—di ruang tengahnya yang luas, Lisa tetap setia menunggu kepulangan putra semata wayangnya, Danu. Rasanya ia tidak sabar ingin segera mengutarakan niat hatinya. Kebahagiaan yang sudah beberapa hari ia tahan, lantaran Danu sedang berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan. Dan, malam ini mendapat kabar putranya akan kembali, Lisa dengan setia menunggu."Mengingatnya hari itu, aku semakin yakin jika dia bisa menerima putraku apa adanya," gumam Lisa disertai senyum kebahagiaan kala mengingat senyum manis Zoya saat di kafe.Gadis lucu itu dalam waktu singkat sudah berhasil membuat hati Lisa terpikat, dan Lisa semakin tidak sabar untuk segera memboyong Zoya beserta kedua sahabatnya ke rumah. Dengan begitu, keadaan rumah besarnya pasti tidak akan sesepi sekarang. "Pasti akan sangat menyenangkan bisa melihat mereka berkeliaran di rumah ini." Kembali ters
Zoya benar-benar merasa kehidupan telah kembali seperti semula. Tepatnya sejak sebulan lalu tidak ada kabar dari Lisa, ia beserta kedua sahabatnya menganggap wanita itu benar-benar telah melupakan lamaran tempo hari yang hampir membuat mereka melarikan diri layaknya pencuri. Tapi sekarang, Zoya merasa kedamaian hidup kembali dirasakan. Kendati ia berjanji tidak akan lagi mendatangi 'kafe bahagia' ataupun kafe manapun guna meminimalisir bertemu dengan pria berpakaian jadul itu—pria pemilik wajah dan mata yang sangat mengintimidasi. Namun, terlepas dari semua yang sudah pernah terjadi, baik Zoya maupun kedua sahabatnya mulai bisa berpikir dewasa. Sehingga tidak akan lagi menjadikan segala sesuatu yang menurut mereka aneh—sebagai bahan taruhan. Mereka benar-benar insaf. Tidak ingin mengulang kesalahan fatal untuk yang kedua kalinya."Zo, sarapanmu ada di atas meja. Kami berangkat sekarang, ya..," seru Vina seraya berlari menjauh. Semantara Melly yang sibuk memainkan ponsel sudah keluar l
Ada banyak pertanyaan di benak Lisa setelah mendengar cerita kedua putrinya kemarin, terselip juga harapan jika sosok tak bertanggung jawab yang sempat ia dengar itu, bukanlah orang yang sama dengan yang pernah menghancurkan kebahagiaannya dulu."Ibu disini rupanya?" Mendengar suara bariton Danu, Lisa yang sebelumnya melamun terhenyak dan segera menoleh ke belakang."Iya nak, ada apa?" "Ibu melamun? Apa ada sesuatu yang mengusik pikiran ibu, hm?" Tanya Danu setelah mendekat, dan mengambil alih selang yang masih teraliri air dari tangan ibunya."Tidak, ibu baik-baik saja. Apalagi yang ibu inginkan, jika Allah saja sudah mengebalikan putri ibu, bahkan sekarang ibu punya tiga putri sekaligus," ujar Lisa yang selalu berhasil menutupi kegundahan hatinya di hadapan Danu ataupun yang lain."Tapi kenapa ibu menyiram hanya satu tanaman, sampai airnya menggenang seperti ini," jelas Danu."Oh astaga! Ibu matikan dulu krannya." Melihat sang ibu buru-buru mematikan kran, Danu hanya menggeleng sama
"Kamu kenapa, bosan?" Walaupun tatapannya fokus ke layar laptop, tapi Danu tahu jika istrinya tidak sesemangat tadi ketika berangkat."Kemarin sebelum Abang berpenampilan seperti ini, bagaimana sikap wanita tadi?" "Ayu, maksudmu?""Ish menyebalkan, kenapa kembali menyebutnya Ayu!""Ya.. Karena memang itu namanya, lalu Abang harus memanggilnya apa? Sekretarisku, begitu?" Meski heran dengan sikap aneh Zoya, namun Danu tetap berusaha menyikapi dengan tenang. Zoya hanya diam tidak lagi menanggapi penjelasan suaminya, ia juga tidak paham kenapa hari itu begitu sensitif. Ada apa sebenarnya dengannya, apa mungkin akan kedatangan tamu bulanan yang membuatnya uring-uringan tidak jelas? Zoya simpan sendiri pertanyaan itu dalam hati, sebab apa yang dirasakan hari itu pertama kali ia rasakan.Bersikap acuh dan mengabaikannya mungkin lebih baik, pikirnya."Abang pikir dengan mengajakmu ke kantor akan lebih baik." Danu akhirnya bangkit dan duduk disamping Zoya."Abang kenapa melarangku ikut ke
"Pagi Pak.. Selamat datang Ibu."Zoya tersenyum canggung begitu hendak memasuki ruangan, mereka disambut sapaan lembut seorang wanita cantik."Terima kasih nyonya," balas Zoya tak kalah rama yang justru disertai anggukan kepala, dan itu sukses menarik perhatian Danu."Kenapa memanggilnya nyonya," tegas Danu melirik wanita yang berdiri kaku di balik meja."Haiiss tidak apa-apa.. Abang lihat! Nyonya ini cantik sekali, pakaiannya juga sangat rapi. Jelas dia bukan wanita sembarangan," bisik Zoya di ujung kalimat seraya terus menatap kagum sosok di depannya. Tanpa ia sadari jika tindakannya itu sukses membuat Danu menghela nafas dalam.'Mau heran, tapi ini istriku.' Batin Danu.'Cantik sekali nyonya ini, sesama perempuan saja aku kagum melihat kecantikannya. Apalagi para pria?' Batin Zoya yang masih menikmati keindahan di depannya, sehingga membuat objek merasa tidak nyaman karena mendapat tatapan kagum dari wanita yang jelas-jelas dia tahu apa statusnya."Ma-maaf Ibu Zoya, anda tidak perlu
"Jadi yang menemukan Melly ibu Mala, Zo?""Iya Vin," jawab Zoya lirih begitu nama wanita yang paling ia rindukan kembali disebut."Bukannya Mala mendiang ibumu sayang?" Lisa menyela ketika teringat nama itu tertulis di akta kelahiran Zoya yang dia baca sebelum hari pernikahan putranya dengan gadis itu."Iya bu," jawab Zoya memaksakan diri untuk tersenyum."Ya Allah, ibu berhutang jasa padanya. Beliau orang baik, semoga surga tempatnya.""Amin," ucap mereka serentak.Zoya kembali tersenyum menyadari tangan Danu merangkul pinggangnya dan menarik pelan sehingga tubuh mereka merapat sempurna. "Terima kasih," lirih Zoya walaupun jika ditanya untuk apa, dia sendiri pun tidak tahu. Hanya saja tidak tahu kenapa mulutnya ingin sekali mengucapkan kalimat itu."Abang yang seharusnya berterima kasih padamu juga ibu mertua sayang," bisik Danu tanpa canggung dan malu sedikitpun langsung menempelkan bibir keduanya."Abang ih, malu tau!" Zoya mendengus seraya mendorong pelan dada Danu agar menjauh.
"Kalian dari mana?" tanya Danu yang baru duduk di sofa kembali bangkit begitu melihat Zoya datang diikuti Vina di belakangnya."Dari kolam bang," jawab Zoya begitu sudah berdiri di hadapan Danu."Terima kasih, karena kamu abang bisa berkumpul lagi dengan Chika." sepertinya kali ini Zoya sudah mulai terbiasa saat Danu tiba-tiba memeluknya, hanya saja dia merasa canggung karena disana masih ada Lisa dan yang lain."I-iya bang.""Mel selamat ya, akhirnya kamu bisa bertemu ibu kandungmu." Vina memilih mendekati Melly dan duduk disampingnya."Makasih ya Vin, ini juga berkat kalian berdua." Tepat seperti yang Zoya katakan, Melly pun melakukan hal yang sama dengan Vina, dia langsung memeluk haru Vina yang awalnya enggan melakukannya lebih dulu."Terima kasih.."Hanya kalimat itu yang bisa Melly ucapkan dibalik punggung Vin, ia merasa kebahagiaan yang tengah dirasa saat itu begitu luar biasa sampai rasanya tidak cukup hanya dengan untaian kalimat."Sama-sama Mel," lirih Vina.Sebagai seorang
Mereka langsung berlari tergopoh menuju dapur, khawatir sesuatu terjadi dengan kedua wanita yang sebelumnya masuk ke tempat itu lebih dulu."Ada apa bu!" seru Danu terengah, namun seketika langkahnya membeku begitu melihat Lisa dan Melly tengah bersimpuh di atas lantai dengan tubuh saling berpelukan."Bu.." panggil Danu setelah dirinya berdiri cukup lama."Dia memang adikmu nak," ucap Lisa di sela tangisnya."Dia memang Chika," sambung Lisa semakin mengeratkan dekapannya pada Melly yang juga ikut terisak. Danu, Zoya juga Vina yang berdiri kaku akhirnya bisa bernafas lega. Melihat Danu mendekati keduanya, Zoya memilih pergi membiarkan keluarga itu meluapkan kerinduan mereka.***"Aku ikut bahagia untuk kebahagiaan Melly, tapi sekarang aku bingung harus memanggil dia apa?" Zoya menoleh dan tersenyum begitu melihat Vina ternyata menyusulnya."Mungkin aku akan tetap memanggilnya Mel-Mel, lidahku sudah terbiasa begitu." "Heem, mungkin aku pun sama.""Gak nyangka ya ternyata sahabat k
Danu langsung merengkuh tubuh bergetar Melly, tanpa mengucap sepatah katapun sebelumnya. Karena rasanya bibir pria itu kaku, dan semua yang ingin diucapkan tertahan di tenggorokan."Ini sungguh nyata? Aku bisa bertemu keluargaku," gumam Melly."Iya sayang, ini abangmu yang sudah seperti orang gila karena gagal menemukanmu sampai selama ini. Maafkan abang." ada rasa yang sulit Danu jelaskan, rasa bahagia juga sesal yang membaur menjadi satu."Hiks hiks…." Melly tidak lagi bisa berkata-kata, ia hanya semakin terisak begitu mengingat ternyata keluarga yang ia cari selama ini telah hidup bersamanya selama beberapa bulan terakhir."Zo.. Ini sungguhan?" rupanya tidak hanya Melly yang terkejut, Vina juga sampai melongo mengetahui kebenarannya yang baru saja di ketahui."Iya Vin, Melly atau Chika memang orang yang sama," jelas Zoya ikut terharu melihat momen mengharukan di depannya."Syukurlah.. Aku ikut bahagia untuk ini," lirih Vina. Sebagai seorang sahabat yang sama-sama dibesarkan tan
"Kenapa aku lihatnya beda," lirih Vina"Akupun merasakan hal yang sama," sahut Melly."Abang," gumam Zoya tidak dapat menutupi keterkejutannya melihat sosok yang kini sudah berdiri tegak di hadapannya dengan kedua tangan berada di dalam saku celana."Abang." ulangnya lagi ingin memastikan jika pria yang tersenyum sejuta watt padanya itu benar-benar suaminya."Maaf membuat kalian lama menunggu." Danu dengan penuh percaya diri berdiri di hadapan ketiga gadis yang masih menatap heran dirinya."Beneran itu om Danu, Mel?" Vina kembali berbisik pada Melly yang juga ikut tertegun melihat perubahan pria yang selalu mereka tertawakan karena penampilannya yang cupu dan terkesan jadul. Tapi kini sudah bertransformasi layaknya aktor bollywood, tampan, gagah, dan berkharisma. Kemana perginya penampilan cupu yang selama ini selalu identik dengan pria itu? Bahkan rambut klimis yang dulu Zoya yakini bisa menjatuhkan seekor lalat pun sirna entah kemana. Sebab yang kini mereka lihat rambut undercut deng
Ketiganya sudah siap dengan outfit masing-masing, dengan gaya sederhana mereka, ketiga gadis itu masih tetap menawan tak terkecuali Zoya. Menjadi istri dari pengusaha muda yang terbilang sukses dan sedang berada dipuncak kejayaan tak lantas membuat dirinya ingin merubah penampilan menjadi lebih glamor. Zoya tetap seperti gadis beberapa bulan yang lalu ketika ia masih menjadi buruh cuci dengan kedua sahabatnya, sederhana dan apa adanya. "Zo, sebenarnya ada apa sih? Sepertinya serius sekali, dan lagi semalam om Danu bener-bener aneh. Apa jangan-jangan dia nggak suka aku ikut tinggal di rumahnya ya?" terlihat jelas kekhawatiran di wajah Melly yang duduk bersisian dengan Zoya di kursi belakang. Kini ketiganya sudah berada di dalam taksi menuju kafe, sebenarnya Danu sudah menyiapkan mobil dan juga supir pribadi. Tapi Zoya bersikeras ingin naik taksi, karena merindukan masa-masa kebersamaan mereka seperti dulu."Iya Zo, aku juga merasakan hal yang sama dengan Mel-mel." Vina yang duduk d