Ketiganya sudah siap dengan outfit masing-masing, dengan gaya sederhana mereka, ketiga gadis itu masih tetap menawan tak terkecuali Zoya. Menjadi istri dari pengusaha muda yang terbilang sukses dan sedang berada dipuncak kejayaan tak lantas membuat dirinya ingin merubah penampilan menjadi lebih glamor. Zoya tetap seperti gadis beberapa bulan yang lalu ketika ia masih menjadi buruh cuci dengan kedua sahabatnya, sederhana dan apa adanya.
"Zo, sebenarnya ada apa sih? Sepertinya serius sekali, dan lagi semalam om Danu bener-bener aneh. Apa jangan-jangan dia nggak suka aku ikut tinggal di rumahnya ya?" terlihat jelas kekhawatiran di wajah Melly yang duduk bersisian dengan Zoya di kursi belakang. Kini ketiganya sudah berada di dalam taksi menuju kafe, sebenarnya Danu sudah menyiapkan mobil dan juga supir pribadi. Tapi Zoya bersikeras ingin naik taksi, karena merindukan masa-masa kebersamaan mereka seperti dulu."Iya Zo, aku juga merasakan hal yang sama dengan Mel-mel." Vina yang duduk di kursi belakang ikut menoleh kebelakang."Kalian tenang aja, om Danu cuma mau traktir kita makan kok. Jangan khawatir ya," sahut Zoya menenangkan melihat kedua sahabatnya semakin paranoid.*** Sesampainya di kafe Zoya tersenyum mengingat kursi dimana awal kehidupan barunya di mulai, sebenarnya saat di jalan tadi dia sudah berencana ingin duduk di sana, akan tetapi begitu masuk ternyata sudah di isi orang lebih dulu."Gila ya, hanya karena keisengan bisa berubah hidup kita," gumamnya yang langsung mendapat respon dari Melly juga Vina yang hendak duduk di depannya."Lebih tepatnya hidup kamu, kita enggak ya Mel?" ucap Vina sekenanya."Heem.. Tapi serius bestie aku masih jedag-jegug nih, seperti merasa sesuatu akan terjadi." begitu duduk Melly langsung mengutarakan kegelisahannya, mengingat sejak pertama bertatap muka dengan Danu, pria itu selalu melempar tatapan tak biasa padanya."Santai aja, nggak ada yang serius kok." Tidak ingin merusak rencana suaminya, Zoya memilih bersikap tidak tahu apapun."Selamat siang, mau pesan apa mbak?" tidak lama seorang pelan datang mendekati meja mereka sambil meletakkan buku daftar menu."Lebih baik kita pesan minum dulu ya guys, sambil menunggu om Danu datang."Mendapat persetujuan dari kedua sahabatnya, Zoya langsung memesan minuman untuk mereka."Btw Zo, bagaimana kesan malam pertamamu, apa om Danu jos di ranjang?" cukup lama ketiganya terdiam, tiba-tiba saja Vina bertanya sesuatu yang sudah ingin diketahui sejak kepergiannya keluar Kota bersama Melly juga Lisa beberapa hari lalu."Hah? Kamu tanya apaan?" berpura-pura tidak mendengar menjadi solusi terbaik saat Zoya merasakan desiran aneh mengingat bagaimana ketangguhan suaminya di atas ranjang."Ck, sekarang paham kan?" ujar Vina sambil menyatukan kedua ujung jari telunjuknya di hadapan Zoya."Apa sih Vin, tambah gak jelas deh." elaknya."Masa sih," goda Vina begitu melihat semburat merah di kedua pipi Zoya."Kalian bahas apa sih gaje banget," sahut Milly menimpali."Tau tuh Vina.""Aku kan cuma tanya, apa salahnya coba.""Emang tanya apaan sih?" Melly akhirnya ikut penasaran, dia yang sedari tadi melamun tidak begitu mendengarkan obrolan kedua sahabat somplaknya."Aku penasaran gimana om Danu memperlakukan Oneng di ranjang saat malam pertama mereka," bisik Vina setelah mendekatkan bibirnya di telinga Melly."Ya salam Vina!" Melly yang terkejut sampai memundurkan kepalanya, menatap heran Vina yang justru meringis tanpa beban. "Memang ya, isi kepalamu perlu di sterilkan. Biar gak cuma seputaran ranjang aja yang ingin kamu tahu," dengusnya sebal."Memangnya dia masih sering liat yang begituan, Mel?" tanya Zoya karena sekarang dirinya tidak bisa lagi menghabiskan waktu bersama mereka sepanjang malam seperti dulu. Diantara ketiga gadis itu memang hanya Vina yang gemar melihat film dewasa. Walaupun tak jarang dia akan berdesis jijik saat adegan yang tidak dia sukai dimunculkan. Apalagi ketika melihat wanitanya seperti kesakitan, Vina akan langsung menggeram kesal seperti sangat marah pada pemeran pria. Heran memang, tapi begitulah adanya. Tapi walau demikian, gadis berusia dua puluh empat tahun itu memiliki banyak koleksi di ponselnya untuk dia koreksi setiap malam, memilah mana gaya yang benar versinya."Bahaya! Gak bisa di biarin, aku harus minta ibu buat cepat nikahin kamu," ujar Zoya mendramatisir keadaan."Ogah! Aku masih mau kerja. Lagian aku cuma lihat cara mereka bermain, itu aja," ketus Vina mengelak karena memang begitu kenyataannya."Untungnya apa?!" seru Zoya juga Melly serentak sampai menarik perhatian beberapa pengunjung lain."Hehehe.. Ya belajar dulu teorinya, biar nanti kalau udah nikah gak kaku." Jawaban yang cukup mengherankan, terlebih saat mengetahui itu keluar dari mulut seorang gadis tanpa ada yang rasa jaim atau malu sedikitpun. Tapi walaupun begitu, baik Zoya ataupun Melly tetap yakin jika sahabat mereka itu tidak jauh berbeda dengan mereka berdua, amatiran. Sebab meski usia Vina lebih tua dua tahun dari Melly, dan empat tahun dari Zoya. Tidak sekalipun Vina terlihat pernah menjalin hubungan dengan makhluk yang disebut pria, bahkan di balik otaknya yang sedikit mesum, juga terkesan nyeleneh, Vina selalu cuek saat didekati pria yang menaruh hati padanya. Termasuk Tony."Hai, kalian sudah lama?" Ketiganya kompak menoleh ke asal suara, dimana terlihat dua pria dengan pakaian formal berjalan gagah mendekati ketiga gadis yang sedang melongo dengan kedua mata terbelalak lebar menatap tidak percaya padanyaSementara dari arah pintu masuk, senyum menawan menyertai setiap derap langkah lebar kaki yang terbalut pantofel mengkilat. Senyum yang semakin terlihat sempurna hingga mampu meluluhkan hati kaum hawa yang melihatnya.Jangan lupa vote dan tinggalkan jejak, terima kasih"Kenapa aku lihatnya beda," lirih Vina"Akupun merasakan hal yang sama," sahut Melly."Abang," gumam Zoya tidak dapat menutupi keterkejutannya melihat sosok yang kini sudah berdiri tegak di hadapannya dengan kedua tangan berada di dalam saku celana."Abang." ulangnya lagi ingin memastikan jika pria yang tersenyum sejuta watt padanya itu benar-benar suaminya."Maaf membuat kalian lama menunggu." Danu dengan penuh percaya diri berdiri di hadapan ketiga gadis yang masih menatap heran dirinya."Beneran itu om Danu, Mel?" Vina kembali berbisik pada Melly yang juga ikut tertegun melihat perubahan pria yang selalu mereka tertawakan karena penampilannya yang cupu dan terkesan jadul. Tapi kini sudah bertransformasi layaknya aktor bollywood, tampan, gagah, dan berkharisma. Kemana perginya penampilan cupu yang selama ini selalu identik dengan pria itu? Bahkan rambut klimis yang dulu Zoya yakini bisa menjatuhkan seekor lalat pun sirna entah kemana. Sebab yang kini mereka lihat rambut undercut deng
Danu langsung merengkuh tubuh bergetar Melly, tanpa mengucap sepatah katapun sebelumnya. Karena rasanya bibir pria itu kaku, dan semua yang ingin diucapkan tertahan di tenggorokan."Ini sungguh nyata? Aku bisa bertemu keluargaku," gumam Melly."Iya sayang, ini abangmu yang sudah seperti orang gila karena gagal menemukanmu sampai selama ini. Maafkan abang." ada rasa yang sulit Danu jelaskan, rasa bahagia juga sesal yang membaur menjadi satu."Hiks hiks…." Melly tidak lagi bisa berkata-kata, ia hanya semakin terisak begitu mengingat ternyata keluarga yang ia cari selama ini telah hidup bersamanya selama beberapa bulan terakhir."Zo.. Ini sungguhan?" rupanya tidak hanya Melly yang terkejut, Vina juga sampai melongo mengetahui kebenarannya yang baru saja di ketahui."Iya Vin, Melly atau Chika memang orang yang sama," jelas Zoya ikut terharu melihat momen mengharukan di depannya."Syukurlah.. Aku ikut bahagia untuk ini," lirih Vina. Sebagai seorang sahabat yang sama-sama dibesarkan tan
Mereka langsung berlari tergopoh menuju dapur, khawatir sesuatu terjadi dengan kedua wanita yang sebelumnya masuk ke tempat itu lebih dulu."Ada apa bu!" seru Danu terengah, namun seketika langkahnya membeku begitu melihat Lisa dan Melly tengah bersimpuh di atas lantai dengan tubuh saling berpelukan."Bu.." panggil Danu setelah dirinya berdiri cukup lama."Dia memang adikmu nak," ucap Lisa di sela tangisnya."Dia memang Chika," sambung Lisa semakin mengeratkan dekapannya pada Melly yang juga ikut terisak. Danu, Zoya juga Vina yang berdiri kaku akhirnya bisa bernafas lega. Melihat Danu mendekati keduanya, Zoya memilih pergi membiarkan keluarga itu meluapkan kerinduan mereka.***"Aku ikut bahagia untuk kebahagiaan Melly, tapi sekarang aku bingung harus memanggil dia apa?" Zoya menoleh dan tersenyum begitu melihat Vina ternyata menyusulnya."Mungkin aku akan tetap memanggilnya Mel-Mel, lidahku sudah terbiasa begitu." "Heem, mungkin aku pun sama.""Gak nyangka ya ternyata sahabat k
"Kalian dari mana?" tanya Danu yang baru duduk di sofa kembali bangkit begitu melihat Zoya datang diikuti Vina di belakangnya."Dari kolam bang," jawab Zoya begitu sudah berdiri di hadapan Danu."Terima kasih, karena kamu abang bisa berkumpul lagi dengan Chika." sepertinya kali ini Zoya sudah mulai terbiasa saat Danu tiba-tiba memeluknya, hanya saja dia merasa canggung karena disana masih ada Lisa dan yang lain."I-iya bang.""Mel selamat ya, akhirnya kamu bisa bertemu ibu kandungmu." Vina memilih mendekati Melly dan duduk disampingnya."Makasih ya Vin, ini juga berkat kalian berdua." Tepat seperti yang Zoya katakan, Melly pun melakukan hal yang sama dengan Vina, dia langsung memeluk haru Vina yang awalnya enggan melakukannya lebih dulu."Terima kasih.."Hanya kalimat itu yang bisa Melly ucapkan dibalik punggung Vin, ia merasa kebahagiaan yang tengah dirasa saat itu begitu luar biasa sampai rasanya tidak cukup hanya dengan untaian kalimat."Sama-sama Mel," lirih Vina.Sebagai seorang
"Jadi yang menemukan Melly ibu Mala, Zo?""Iya Vin," jawab Zoya lirih begitu nama wanita yang paling ia rindukan kembali disebut."Bukannya Mala mendiang ibumu sayang?" Lisa menyela ketika teringat nama itu tertulis di akta kelahiran Zoya yang dia baca sebelum hari pernikahan putranya dengan gadis itu."Iya bu," jawab Zoya memaksakan diri untuk tersenyum."Ya Allah, ibu berhutang jasa padanya. Beliau orang baik, semoga surga tempatnya.""Amin," ucap mereka serentak.Zoya kembali tersenyum menyadari tangan Danu merangkul pinggangnya dan menarik pelan sehingga tubuh mereka merapat sempurna. "Terima kasih," lirih Zoya walaupun jika ditanya untuk apa, dia sendiri pun tidak tahu. Hanya saja tidak tahu kenapa mulutnya ingin sekali mengucapkan kalimat itu."Abang yang seharusnya berterima kasih padamu juga ibu mertua sayang," bisik Danu tanpa canggung dan malu sedikitpun langsung menempelkan bibir keduanya."Abang ih, malu tau!" Zoya mendengus seraya mendorong pelan dada Danu agar menjauh.
"Pagi Pak.. Selamat datang Ibu."Zoya tersenyum canggung begitu hendak memasuki ruangan, mereka disambut sapaan lembut seorang wanita cantik."Terima kasih nyonya," balas Zoya tak kalah rama yang justru disertai anggukan kepala, dan itu sukses menarik perhatian Danu."Kenapa memanggilnya nyonya," tegas Danu melirik wanita yang berdiri kaku di balik meja."Haiiss tidak apa-apa.. Abang lihat! Nyonya ini cantik sekali, pakaiannya juga sangat rapi. Jelas dia bukan wanita sembarangan," bisik Zoya di ujung kalimat seraya terus menatap kagum sosok di depannya. Tanpa ia sadari jika tindakannya itu sukses membuat Danu menghela nafas dalam.'Mau heran, tapi ini istriku.' Batin Danu.'Cantik sekali nyonya ini, sesama perempuan saja aku kagum melihat kecantikannya. Apalagi para pria?' Batin Zoya yang masih menikmati keindahan di depannya, sehingga membuat objek merasa tidak nyaman karena mendapat tatapan kagum dari wanita yang jelas-jelas dia tahu apa statusnya."Ma-maaf Ibu Zoya, anda tidak perlu
"Kamu kenapa, bosan?" Walaupun tatapannya fokus ke layar laptop, tapi Danu tahu jika istrinya tidak sesemangat tadi ketika berangkat."Kemarin sebelum Abang berpenampilan seperti ini, bagaimana sikap wanita tadi?" "Ayu, maksudmu?""Ish menyebalkan, kenapa kembali menyebutnya Ayu!""Ya.. Karena memang itu namanya, lalu Abang harus memanggilnya apa? Sekretarisku, begitu?" Meski heran dengan sikap aneh Zoya, namun Danu tetap berusaha menyikapi dengan tenang. Zoya hanya diam tidak lagi menanggapi penjelasan suaminya, ia juga tidak paham kenapa hari itu begitu sensitif. Ada apa sebenarnya dengannya, apa mungkin akan kedatangan tamu bulanan yang membuatnya uring-uringan tidak jelas? Zoya simpan sendiri pertanyaan itu dalam hati, sebab apa yang dirasakan hari itu pertama kali ia rasakan.Bersikap acuh dan mengabaikannya mungkin lebih baik, pikirnya."Abang pikir dengan mengajakmu ke kantor akan lebih baik." Danu akhirnya bangkit dan duduk disamping Zoya."Abang kenapa melarangku ikut ke
Ada banyak pertanyaan di benak Lisa setelah mendengar cerita kedua putrinya kemarin, terselip juga harapan jika sosok tak bertanggung jawab yang sempat ia dengar itu, bukanlah orang yang sama dengan yang pernah menghancurkan kebahagiaannya dulu."Ibu disini rupanya?" Mendengar suara bariton Danu, Lisa yang sebelumnya melamun terhenyak dan segera menoleh ke belakang."Iya nak, ada apa?" "Ibu melamun? Apa ada sesuatu yang mengusik pikiran ibu, hm?" Tanya Danu setelah mendekat, dan mengambil alih selang yang masih teraliri air dari tangan ibunya."Tidak, ibu baik-baik saja. Apalagi yang ibu inginkan, jika Allah saja sudah mengebalikan putri ibu, bahkan sekarang ibu punya tiga putri sekaligus," ujar Lisa yang selalu berhasil menutupi kegundahan hatinya di hadapan Danu ataupun yang lain."Tapi kenapa ibu menyiram hanya satu tanaman, sampai airnya menggenang seperti ini," jelas Danu."Oh astaga! Ibu matikan dulu krannya." Melihat sang ibu buru-buru mematikan kran, Danu hanya menggeleng sama