Setelah pulang dari bioskop Dypta mengantar Audry pulang ke rumahnya.Bahkan mereka tidak tahu apa isi cerita film yang mereka tonton tadi, karena nyaris di sepanjang film ditayangkan keduanya menghabiskan waktu dengan diri mereka sendiri."Nggak mampir dulu?" tanya Audry setelah Dypta mengantarnya."Lain kali ya? Udah malam, aku harus siap-siap kerja."Audry tersenyum memaklumi. Tanpa terasa mereka menghabiskan waktu berjam-jam di luar sejak siang tadi."Sampaikan salamku untuk Tania. Bilang ke dia Om Dypta bakal jadi supir Tania selamanya.""Dia pasti senang tahu soal ini.""Aku juga senang bisa tetap sama-sama kalian." Dypta mengusap punggung tangan Audry.Audry tersenyum lembut. Setelah bicara dari hati ke hati tadi semua terasa jauh lebih baik."Aku turun dulu, Dyp," ucapnya sembari melabuhkan kecupan lembut di pipi Dypta.Dypta menunggu hingga Audry masuk ke rumahnya barulah meninggalkan tempat itu. Tapi sebelumnya ia masih melihat Audry melambaikan tangan padanya tepat di depa
"Aku pikir Audry harus tahu mengenai hubungan masa lalu kita, Rid."Inggrid yang sedang memotong kukunya sontak mengangkat muka dan memandang Dypta lekat-lekat.Dypta baru saja pulang dua menit yang lalu."Maksudnya, Dyp?""Aku akan cerita semua tentang hubungan kita dulu.""Kenapa berubah pikiran tiba-tiba? What happen?" tanya Inggrid heran. Dulu Dypta yang bersikeras agar menyembunyikannya dari Audry. "Karena menurutku nggak ada gunanya disembunyiin.""Jangan, Dyp.""Kenapa jangan?""Aku nggak mau Audry cemburu. Aku nggak mau ngerusak hubungan persahabatan kami.""Justru jika terus disembunyikan semuanya akan rusak. Sebenarnya aku nggak perlu minta izin dari kamu. Aku cuma mau kasih tahu biar kamu nggak kaget kalo nanti Audry confirm langsung ke kamu." Setelah ucapannya Dypta meninggalkan Inggrid, masuk ke kamarnya. Beberapa menit kemudian Dypta keluar setelah mengganti pakaian."Berhubung kakimu udah baikan, besok kamu bisa pergi dari sini," ucapnya pada Inggrid sebelum pergi."
Audry terpaku di tempatnya berdiri. Berjuta pertanyaan berputar-putar di kepalanya saat menyaksikan pemandangan itu.Inggrid berbaring di tempat tidur Dypta dengan tubuh tertutup selimut."Rid, lo ngapain di sini?" Inggrid mengembangkan senyum lebar. Lalu turun dari ranjang dengan menahan selimut di dadanya. Perempuan itu melangkah pelan mendekati sahabatnya yang keheranan."Ry, lo kok bisa ada di sini?" ucapnya menyampaikan pertanyaan serupa."Harusnya gue yang tanya sama lo, Rid. Lo kenapa di sini? Di tempat tidur cowok gue?"Inggrid mendengkus di dalam hati lalu memaki Audry sejadinya.'Dasar jalang nggak tahu malu. Bisa-bisanya bilang cowok gue.'"Jawab pertanyaan gue, Rid," pinta Audry dengan hati tidak karuan."Gue tidur di sini. Ups, eh ..." Inggrid berseru setelah dengan sengaja melepaskan selimut yang sejak tadi ditahannya hingga menumpuk di kedua kakinya. Audry ternganga melihat penampilan Inggrid. Perempuan itu hanya menggunakan pakaian dalam. Bra renda berwarna merah pl
Pergi dari apartemen Dypta, Audry menyetir dengan perasaan tak karuan. Setelah berkali-kali Dypta membuatnya kecewa, ini adalah tingkat kecewanya yang paling tinggi pada laki-laki itu.Di sela-sela kecamuk di dadanya, satu kalimat terakhir dari Inggrid merasuki pikiran Audry. Mungkin Inggrid ada benarnya. Jeff tidak serta merta menjadi kasar jika tidak ada yang memicunya. Mungkinkah selama ini ada yang salah dari Audry? Bisa jadi Inggrid benar. Audry harus instropeksi diri agar tahu apa kesalahannya dan bisa memperbaiki hubungan mereka.Jantung Audry bertalu-talu ketika memasuki halaman rumah dan menyaksikan mobil Jeff sudah ada di sana. Suaminya sudah pulang.Audry benci pada efek yang ditimbulkan setiap kali mengetahui Jeff berada di dekatnya. Ia selalu merasa gemetaran, deg-degan dan takut berlebihan.Sebelum turun dari mobil Audry menenangkan diri. Audry mengatur napas lalu meneguk pelan air dari botol mineral.'Tenang, Ry, Jeff nggak akan marah.' Audry mensugesti diri agar meras
Audry sedang duduk dengan laptop terbuka di hadapannya. Sudah sejak tadi ia berada di sana. Di kursi yang terletak di dekat jendela sehingga ia bebas memandang apa pun yang berada di luar sana.Tanaman mawarnya yang tumbuh mekar dan tanpa sengaja tertangkap oleh matanya mengingatkan Audry pada buket bunga yang tadi diberikan Jeff untuknya.Audry memindahkan matanya ke nakas. Tepat pada buket mawar itu.Audry tak henti memandanginya dengan tanda tanya yang terus berputar di kepalanya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Jeff? Kenapa tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba bersikap manis padanya?Audry bangkit dari kursinya kemudian melangkah pelan mendekati nakas.Audry mengambil buket mawar itu dan memandang kartu ucapan dengan lekat.I love you.Benarkah Jeff mencintainya? Jika iya, kenapa sikapnya selama ini tidak mencerminkan apa yang tertulis di kartu ucapan itu? Kenapa yang pria itu lakukan hanyalah menyakitinya lagi dan lagi?Audry mengembuskan napas panjang setelah menghelanya
Tania diam saja sepanjang perjalanan pulang setelah dari kantor Jeff tadi.Biasanya gadis kecil itu akan berceloteh riang menceritakan apa saja kegiatan yang dilaluinya hari itu pada Dypta.Sambil menyetir sesekali Dypta menoleh ke sebelahnya. Ia mendapati Tania sedang melamun dengan mulut terkatup rapat. Lalu beberapa menit sesudahnya ia juga mendapati hal yang sama."Anak Om kenapa dari tadi Om perhatiin diam aja?"Tania menoleh pada Dypta lalu menggelengkan kepalanya. Tapi tentu Dypta tidak akan percaya begitu saja."Tata mau apa? Mau kita jajan dulu?"Untuk kedua kalinya Tania menggeleng."Geleng-geleng kepala mulu. Nanti kepalanya bisa keseleo lho," tawa Dypta.Kalau biasanya Tania akan terpengaruh dan ikut tertawa, maka kali ini tidak. Tania tetap mengunci mulutnya rapat-rapat."Hmm, biar Om yang tebak kalo Tata nggak mau bilang sama Om. Tadi ... Tata dimarahin Papi waktu Om lagi pipis?"Gelengan kepala Tania menjawab pertanyaan Dypta. Sama seperti tadi.Dypta lalu tersenyum mem
Audry merebahkan punggungnya ke sandaran jok. Kepalanya terkulai ke kanan. Irama napasnya terdengar satu-satu. Ia memang merasa lega sekarang setelah apa yang dilakukan Dypta padanya tadi.Dypta memang bajingan. Dia membuat Audry membenci sekaligus mencintainya di saat bersamaan."Gimana sekarang? Udah baikan?"Tanpa mengangkat kepalanya Audry memalingkan muka. "Udah dong, Ry, jangan ngambek lagi." Dypta menyentuh dagu Audry lalu mengarahkan wajah perempuan itu padanya."Aku kecewa sama kamu, Dyp." Itu yang disampaikan Audry ketika bertatapan langsung dengan laki-laki itu."I know. Maaf. Aku memang salah. Tapi aku tahu kamu orangnya nggak pendendam.""Dyp, please, ini bukannya waktu buat main-main.""Oke, oke. Biar enak ngomongnya bagusnya sekarang kita ke mana?""Terserah," jawab Audry. Ia sedang tidak punya pilihan. Dypta membuatnya nge-blank setelah yang dilakukannya tadi."Ke cafe aja ya? Nanti kita ngomong di ruangan kamu."Audry mengangguk setuju membiarkan Dypta membawa ke te
Ucapan yang disampaikan dengan sungguh-sungguh itu membuat Audry mengharu biru. Dypta membuat hatinya tersentuh hingga Audry kehilangan kata-kata untuk melanjutkan perdebatan.“Ada lagi yang mau ditanya atau harus aku jelasin? Kalau kamu masih belum puas juga kita bisa konfrontir bertiga sama Inggrid sekarang.”“Aku rasa nggak perlu,” jawab Audry.“Kenapa nggak perlu? Ini tuh penting, Ry. Aku mau semua tuntas hari ini juga.” Audry terpaksa ikut dengan Dypta begitu laki-laki itu menggandeng tangannya dan mengajak pergi dari sana. Setelah tiba di luar Dypta melepaskan tangan Audry demi menghindari prasangka buruk orang-orang.“Aku masih nggak percaya semua ini terjadi pada kita, Dyp,” ucap Audry ketika mereka sudah berada di mobil.Dari belakang kemudi Dypta menoleh pada Audry tanpa berkata apa-apa. Ia menunggu apa yang akan disampaikan Audry selanjutnya.“Bahkan nggak pernah ada dalam mimpiku kalau kekasihku adalah mantan pacar sahabatku sendiri.”“Itu yang namanya takdir,” kata Dypta