Tania mengemasi barang-barang di meja kerjanya dengan terburu-buru. Hari ini Tania dan Claudia sudah berjanji akan mendatangi klinik kecantikan milik tunangan Gatra.“Lagi buru-buru, Ta?” Ruly muncul dan berdiri di sisi pintu.Tania mengangkat wajahnya dan tersenyum pada Ruly. “Kenapa, Rul?” tanyanya.“Aku mau ajak kamu jalan. Itu sih kalo kamu nggak buru-buru mau pulang,” jawab Ruly. Sudah cukup lama mereka tidak jalan berdua. Akhir-akhir ini Tania juga terkesan menghindar darinya.“Duh, sorry ya, aku nggak bisa,” jawab Tania menolak.“Udah ada janji?” tanya Ruly kecewa. Tadi ia berharap Tania mau jalan bersamanya malam ini.Tania mengangguk pelan. “Aku ada janji sama Claudia.”Ruly tersenyum mengerti sebelum meninggalkan ruangan Tania.Setelah mengemasi barang-barangnya Tania ikut keluar dari sana. Claudia ternyata sudah menunggu di lobi ketika Tania turun.“Kita langsung ke sana?” tanyanya.Tania mengiyakan. Ia tidak ingin membuang-buang waktu. Satu-satunya yang diinginkannya saat
Di tempatnya duduk saat ini Tania membeku setelah tahu Kiera sedang menerima telepon dari Gatra. Tania cemburu mendengar percakapan mesra mereka. Ingin rasanya Tania mengatakan pada Kiera bahwa dirinya adalah mantan istri Gatra. Namun begitu mengingat peringatan dari Claudia tadi, Tania menahan diri. Ini baru awal dan ia tidak boleh merusak segalanya.Kiera meletakkan ponselnya di meja setelah selesai menelepon. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada Tania.“Maaf ya, agak lama,” ujarnya pada Tania. Tidak lupa mengembangkan senyum manisnya pada Tania.“Nggak apa-apa, Dok.” Tania balas tersenyum.Selain cantik dan tentu saja smart, Kiera juga wangi. Wangi yang begitu lembut dan menenangkan. Tania hampir saja bertanya apa parfum yang digunakan Kiera. Kiera mulai memeriksa Tania. Ia berdiri tepat di bagian belakang kepala Tania setelah merebahkan kursi sehingga Tania berada dalam posisi berbaring. Perempuan itu menggunakan semacam alat untuk microdermabrasi. Alat itu berbentuk panjang s
Tania dan Claudia akhirnya bernapas dengan normal setelah Gatra dan Kiera meninggalkan klinik. Keduanya kembali duduk di jok masing-masing. Selama puluhan detik mereka hanya termangu dengan pikiran yang tersimpan di kepala masing-masing. “Tunggu apa lagi, Clau?” Suara lirih Tania memecah keheningan.Claudia menoleh ke sebelahnya dan mendapati Tania juga sedang memandang padanya.“Kita pulang sekarang?” tanyanya ingin memastikan.“Bukan, kita ke rumah Tante Lena,” jawab Tania.“Buat apa kita ke sana?”“Gue yakin mereka ke sana sekarang karena tadi gue denger Kiera mau kasih cream malam.”“Terus kita mau ngapain?” tanya Claudia tidak mengerti. Claudia memang memberi saran pada Tania untuk memperjuangkan cintanya pada Gatra, tapi dengan cara berbicara baik-baik, bukan dengan menjadi stalker.“Gue cuma mau ngeliat Gatra. Buruan nyalain mobilnya, atau gue yang nyetir?”“Gue aja,” putus Claudia. Ia tahu saat ini keadaan Tania sedang tidak stabil.***“Aku antar kamu pulang aja ya, Ki?” kat
Claudia terkejut saat melihat Gatra tiba-tiba sudah berada di dekatnya. Gatra juga mengisi bahan bakar yang sama dengannya.Claudia tersenyum gugup sambil menganggukkan kepala sementara matanya mencuri pandang ke arah mobil yang pintunya tertutup tapi kaca bagian kanan terbuka. Sekilas Claudia melihat Tania sedang duduk sambil memeluk lutut dan membenamkan kepalanya ke sana. Helai-helai Rambutnya yang panjang tergerai lepas menutupi wajahnya.“Hai, Gat!” Claudia buru-buru menjawab sapaan Gatra.Gatra balas tersenyum. “Sendiri?” Claudia hampir saja menggelengkan kepalanya jika tidak ingat pada Tania. “Lagi isi bensin juga?” tanya Claudia retoris.“Masa ke sini mau isi air?” Gatra tertawa.Claudia juga tertawa. Dari sini ia tahu jika Gatra tidak berubah. Lelaki itu masih suka bergurau seperti dulu.“Tata mana, Clau?”Pertanyaan itu tidak Claudia duga datang dari mulut Gatra. Dan itu kembali membuat Claudia terserang gugup.“Hm, Tata ya? Dia ... hm, aku nggak tau, Gat. Aku nggak bareng
Pertanyaan Tania akhirnya menemukan jawaban. Kiera berbelok memasuki sebuah supermarket. Tania ikut berbelok ke sana dan memarkir mobilnya agak jauh dari mobil Kiera.Tania menunggu beberapa saat. Setelah Kiera keluar dari mobil, Tania pun ikut keluar. Ia tetap menjaga jarak aman dengan perempuan itu.Ternyata Kiera akan berbelanja. Ketika Kiera mengambil troli, Tania mengambil keranjang. Ia berjalan beberapa langkah di belakang Kiera.Kiera tampak memilih buah-buahan. Tangannya memegang sebuah mangga, mengamatinya begitu lama lalu membandingkan dengan buah mangga lainnya.Tania tidak bisa mencegah pikiran negatifnya muncul.Apa dia hamil, lalu ngidam?Nggak, Gatra nggak gitu. Tania menepis pikiran buruk yang diciptakannya sendiri.Setelah lama mengawasi Kiera dari belakang, Tania akhirnya memberanikan diri untuk muncul. Tania melangkah menuju area buah segar dan ikut memilih-milih mangga. Ketika Kiera akan mengambil sebuah mangga lagi, Tania dengan cepat menyaplok mangga itu. Punggun
Tania terkejut begitu melihat Gatra berdiri di belakangnya. Pun dengan lelaki itu. Mereka saling tatap dengan wajah pucat pasi. Kenapa jadi begini?Kiera tersenyum lalu mengecup pipi Gatra dan bicara padanya. “Gat, aku baru aja nyampe, kamu udah lama? Mobil kamu mana sih, kok nggak kelihatan?” Kiera celingukan mencari keberadaan jeep orange milik Gatra.“Aku nggak bawa mobil, tadi numpang sama dokter Leon, kebetulan dia mau ke Sudirman,” jawab Gatra dengan lidah kelu. Kehadiran Tania yang berada di luar prediksinya nyaris membuatnya salah tingkah.Kiera tersenyum lagi. Ia pikir pasti agar nanti mereka bisa pulang bersama. “Oh ya, Gat, kenalin ini Tara. Tara, ini dokter Gatra calon suami saya,” ujar Kiera mengenalkan keduanya.Tania terpaku. Apa yang harus ia lakukan? Ia tidak siap dengan situasi ini. Begitu pun dengan Gatra. Ia tidak mengerti apa yang terjadi. Bagaimana bisa Tania mengaku bernama Tara? Dan kenapa dia bisa bersama Kiera? Bagaimana mungkin keduanya bisa saling mengenal
Gatra ingin menolak, namun khawatir akan membuat Kiera curiga. Sehingga akhirnya Gatra bersedia mengantar Tania pulang.Gatra menyetir pelan, sedangkan Tania duduk dengan tubuh membeku di sebelahnya. Bermenit-menit lamanya mereka hanya membungkam mulut tanpa berkata apa-apa.“Ta, kita ke rumah Mommy kan?” Gatra memecah sunyi.“Bukan,” bantah Tania.“Jadi aku antar kamu ke mana?” tanya Gatra lagi. Ia pikir Tania tinggal di rumah orang tuanya.“Ke White Residence, aku tinggal di sana,” jawab Tania.“Oh, aku pikir kamu tinggal di rumah Mommy.”“Aku udah lama nggak tinggal di rumah Mommy.”“Kenapa?” tanya Gatra ingin tahu.“Rumah Mommy jauh dari kantor, jadi aku nyewa apartemen.”Gatra mengangguk mengerti. Bagus. Itu artinya Tania jauh dari Dypta. “Kamu masih kerja di Four Construction?”“Masih.” Tania menyahut singkat.“Tamara Latte masih ada?”“Masih juga.” Jawaban Tania masih sesingkat tadi.“Aku pernah lewat beberapa kali di sana, tapi tutup. Kangen banget pengen ngemil éclair sambil
Gatra hampir tidak percaya jika Tania akhirnya bersedia. Satu hal yang Gatra sesali adalah kenapa tidak dari dulu saja. Ia juga menyesali cara penyampaiannya yang tidak tepat. Dulu Gatra mengatakannya pada waktu dan keadaan yang salah. Jika saja dulu ia bisa sedikit bijaksana tentu kejadiannya tidak akan seperti sekarang.“Jadi kapan bisa kita mulai, Ta?”“Terserah, kapan pun kamu ada waktu dan lagi nggak sibuk,” jawab Tania.“Kalo hari ini gimana?” Gatra bersemangat.“Hari ini?”“Makin cepat makin baik, Ta. Oh ya, aku baru ingat, kamu nggak kerja hari ini?” Gatra memandang arloji.“Aku izin, tadi lagi nggak enak badan.”“Kamu sakit?” Gatra terlihat khawatir, dan itu membuat Tania bahagia. Namun sebelum pikirannya berkelana semakin jauh, Tania buru-buru menghentikannya.“Cuma nggak enak badan dikit, maagku kambuh, mungkin karena telat makan.” Tania memberi alasan yang sama seperti pada Ruly tadi.“Memangnya sesibuk apa sih sampai nggak sempat makan? Nggak bisa apa luangin waktu kamu s