Pertanyaan Tania akhirnya menemukan jawaban. Kiera berbelok memasuki sebuah supermarket. Tania ikut berbelok ke sana dan memarkir mobilnya agak jauh dari mobil Kiera.Tania menunggu beberapa saat. Setelah Kiera keluar dari mobil, Tania pun ikut keluar. Ia tetap menjaga jarak aman dengan perempuan itu.Ternyata Kiera akan berbelanja. Ketika Kiera mengambil troli, Tania mengambil keranjang. Ia berjalan beberapa langkah di belakang Kiera.Kiera tampak memilih buah-buahan. Tangannya memegang sebuah mangga, mengamatinya begitu lama lalu membandingkan dengan buah mangga lainnya.Tania tidak bisa mencegah pikiran negatifnya muncul.Apa dia hamil, lalu ngidam?Nggak, Gatra nggak gitu. Tania menepis pikiran buruk yang diciptakannya sendiri.Setelah lama mengawasi Kiera dari belakang, Tania akhirnya memberanikan diri untuk muncul. Tania melangkah menuju area buah segar dan ikut memilih-milih mangga. Ketika Kiera akan mengambil sebuah mangga lagi, Tania dengan cepat menyaplok mangga itu. Punggun
Tania terkejut begitu melihat Gatra berdiri di belakangnya. Pun dengan lelaki itu. Mereka saling tatap dengan wajah pucat pasi. Kenapa jadi begini?Kiera tersenyum lalu mengecup pipi Gatra dan bicara padanya. “Gat, aku baru aja nyampe, kamu udah lama? Mobil kamu mana sih, kok nggak kelihatan?” Kiera celingukan mencari keberadaan jeep orange milik Gatra.“Aku nggak bawa mobil, tadi numpang sama dokter Leon, kebetulan dia mau ke Sudirman,” jawab Gatra dengan lidah kelu. Kehadiran Tania yang berada di luar prediksinya nyaris membuatnya salah tingkah.Kiera tersenyum lagi. Ia pikir pasti agar nanti mereka bisa pulang bersama. “Oh ya, Gat, kenalin ini Tara. Tara, ini dokter Gatra calon suami saya,” ujar Kiera mengenalkan keduanya.Tania terpaku. Apa yang harus ia lakukan? Ia tidak siap dengan situasi ini. Begitu pun dengan Gatra. Ia tidak mengerti apa yang terjadi. Bagaimana bisa Tania mengaku bernama Tara? Dan kenapa dia bisa bersama Kiera? Bagaimana mungkin keduanya bisa saling mengenal
Gatra ingin menolak, namun khawatir akan membuat Kiera curiga. Sehingga akhirnya Gatra bersedia mengantar Tania pulang.Gatra menyetir pelan, sedangkan Tania duduk dengan tubuh membeku di sebelahnya. Bermenit-menit lamanya mereka hanya membungkam mulut tanpa berkata apa-apa.“Ta, kita ke rumah Mommy kan?” Gatra memecah sunyi.“Bukan,” bantah Tania.“Jadi aku antar kamu ke mana?” tanya Gatra lagi. Ia pikir Tania tinggal di rumah orang tuanya.“Ke White Residence, aku tinggal di sana,” jawab Tania.“Oh, aku pikir kamu tinggal di rumah Mommy.”“Aku udah lama nggak tinggal di rumah Mommy.”“Kenapa?” tanya Gatra ingin tahu.“Rumah Mommy jauh dari kantor, jadi aku nyewa apartemen.”Gatra mengangguk mengerti. Bagus. Itu artinya Tania jauh dari Dypta. “Kamu masih kerja di Four Construction?”“Masih.” Tania menyahut singkat.“Tamara Latte masih ada?”“Masih juga.” Jawaban Tania masih sesingkat tadi.“Aku pernah lewat beberapa kali di sana, tapi tutup. Kangen banget pengen ngemil éclair sambil
Gatra hampir tidak percaya jika Tania akhirnya bersedia. Satu hal yang Gatra sesali adalah kenapa tidak dari dulu saja. Ia juga menyesali cara penyampaiannya yang tidak tepat. Dulu Gatra mengatakannya pada waktu dan keadaan yang salah. Jika saja dulu ia bisa sedikit bijaksana tentu kejadiannya tidak akan seperti sekarang.“Jadi kapan bisa kita mulai, Ta?”“Terserah, kapan pun kamu ada waktu dan lagi nggak sibuk,” jawab Tania.“Kalo hari ini gimana?” Gatra bersemangat.“Hari ini?”“Makin cepat makin baik, Ta. Oh ya, aku baru ingat, kamu nggak kerja hari ini?” Gatra memandang arloji.“Aku izin, tadi lagi nggak enak badan.”“Kamu sakit?” Gatra terlihat khawatir, dan itu membuat Tania bahagia. Namun sebelum pikirannya berkelana semakin jauh, Tania buru-buru menghentikannya.“Cuma nggak enak badan dikit, maagku kambuh, mungkin karena telat makan.” Tania memberi alasan yang sama seperti pada Ruly tadi.“Memangnya sesibuk apa sih sampai nggak sempat makan? Nggak bisa apa luangin waktu kamu s
Tania akhirnya keluar dari ruangan dokter lebih dari satu jam kemudian. Sedangkan Gatra setia menunggu sejak tadi.Begitu matanya bertemu dengan Tania, Gatra langsung berdiri dan berjalan menghampirinya.“Sudah, Ta?”Tania mengangguk pelan.“Tadi di dalam ngapain aja?”“Disuruh cerita, terus disuruh nulis di kertas semua perasaan aku. Setelahnya aku disuruh merobek kertas itu,” jelas Tania.“Jadi perasaan kamu rasanya gimana sekarang?” tanya Gatra lagi.“Agak lega,” jawab Tania.Dengan menuliskan perasaannya yang mengganggunya lalu merobek kertas tersebut, Tania seakan membuang segala kegundahannya.Gatra tersenyum kecil. Ia tidak sabar ingin tahu apa yang tadi disampaikan Tania di dalam sana. Gatra ingin menanyakannya padaTania, namun ia yakin Tania tidak akan mau mengatakannya.Tania diam saja selagi menunggu petugas apotik menyiapkan obat untuknya. Begitu pun dengan Gatra yang duduk di sebelahnya.Saat nama Tania dipanggil Gatra mewakilinya mengambil obat. Tania menyimak dengan bai
Tania sontak menutup mulutnya begitu mengetahui bukan Claudia yang datang, namun seorang laki-laki.“Lagi marah sama siapa, Ta?”“Hehe, tadi aku pikir Claudia yang datang, ternyata kamu.”“Berarti aku ngeganggu ya?”“Nggak kok, sama sekali enggak, masuk dulu, Rul!” Tania melebarkan daun pintu agar Ruly bisa masuk.Tanpa disuruh dua kali Ruly melangkahkan kakinya ke dalam apartemen Tania. Ia masih menggunakan pakaian kerja. Sementara sebelah tangannya menenteng bungkusan dan buket bunga.“Langsung dari kantor, Rul?” tanya Tania setelah duduk.“Tadinya iya, tapi aku mampir dulu beliin ini buat kamu.”“Itu apa, Rul?”kata Tania menanyakan bungkusan yang baru saja diletakkan Ruly di atas meja.“Ini steak. Nggak tau kenapa tiba-tiba aku ingat waktu kita makan steak bareng waktu itu. Jadi kubeliin aja mumpung mau ke sini.”“Eh iya ya?” Tania lupa kapan momen itu.“Jangan bilang kalo kamu lu
Tania menunggu pesannya terkirim. Ia menahan matanya di layar gawai menunggu balasan pesan dari Gatra.“Gimana, Ta? Udah lo telfon?” Tiba-tiba Claudia muncul di kamar.“Bukan telfon tapi chat.”“Udah dibales?“Belum,” jawab Tania lesu.“Mungkin dia lagi di jalan dan belum baca chat dari lo.” Claudia membesarkan hati Tania.“Ya udahlah, dia nggak bakal balik ke sini.” Tania meletakkan ponselnya dan tidak ingin berharap lagi.Claudia ikut berbaring di sebelah Tania. Keduanya miring berhadapan sambil memeluk guling masing-masing.“Gue udah baca surat dari Ruly,” ujar Claudia pelan.“Terus?”“Kasihan. Dia kayaknya emang tulus sama lo, Ta. Udah berapa kali coba lo tolak?”“Gue nggak ngitung, tapi kayaknya udah lebih dari tiga kali.”“Saking takutnya denger penolakan lo dia sampe nulis surat.”Tania tersenyum getir. Entah bagaimana nanti caranya menjawab pada Ruly. Tania tidak ingin membuat laki-laki itu kecewa meskipun ia juga tidak bisa menerimanya.“Nanti lo bakal jawab apa, Ta?” tanya C
Pulang dari apartemen Tania, Gatra kembali ke rumah dengan perasaan galau. Setelah pertemuan tadi Gatra tidak akan meragukan perasaan Tania padanya. Hanya saja semua sudah terlambat.Gatra tidak mungkin membatalkan pertunangannya dengan Kiera. Perempuan itu tidak salah apa-apa. Lelaki seperti apa Gatra yang membuang Kiera setelah Tania kembali? Ia tidak lebih dari seorang pecundang jika sampai melakukannya.Gatra baru akan membuka pintu rumah, namun daun pintu lebih dulu dibuka dari dalam bersama wajah Lena yang menyembul.“Mama belum tidur?” tanya Gatra sambil melangkah masuk.“Mama kebangun karena mendengar suara pagar dibuka. Kamu ke luar lagi? Dari mana, Gat?” Seingat Lena tadi Gatra sudah pulang sejak berjam-jam yang lalu dan langsung masuk ke kamarnya.“Tadi ke luar sebentar, Ma.”“Ketemu Kiera?” tebak Lena. Namun ternyata dugaannya meleset.“Bukan, cuma lagi cari angin sebentar. Mama udah mau balik tidur ya?”Lena menahan kakinya saat Gatra bertanya. “Iya.”“Bisa kita ngomong s