“Ta, gue duluan ya,” kata Claudia tahu diri ketika melihat sosok Ruly muncul.Tania mengesah tanpa mampu mencegah kepergian Claudia. Gadis itu tampak bertegur sapa dengan Ruly ketika mereka berpapasan di ambang pintu.Ruly berjalan mendekati Tania lalu menciumi pipi mulusnya sambil mengucapkan selamat ulang tahun. “Happy birthday, Ta, sorry telat, meeting-nya beneran baru kelar dan aku langsung ke sini."Tania tersenyum penuh pengertian. “Nggak apa-apa. Kamu udah nyempetin ke sini aku udah senang. Aku juga nggak tau ada acara kayak ginian, tiba-tiba aja langsung disuruh datang."Ruly lalu tersenyum. “Kadonya udah aku siapin, tapi nggak aku bawa, ada tuh di rumah. Besok ya!"Sekali lagi Tania menyunggingkan senyumnya.Tania tidak butuh kado. Ia tidak mengharapkannya. Baginya cukup dengan teman-temannya mengingat hari ulang tahunnya seperti saat ini dan memberi kejutan kecil sudah membuatnya sangat berarti. Tadi sepulang kerja Tania ditelepon, disuruh datang ke tempatnya sekarang. Siapa
“Gatra, jangan pergi, jangan, Gat. Aku mohon jangan. Gatraaaa!!!” Tania berteriak sekeras mungkin tapi Gatra terus melangkah meninggalkannya.Tania mengejar Gatra dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Namun malang, Tania tersandung dan jatuh. Tidak sanggup lagi untuk berdiri.Tania menangis tersedu-sedu.“Ta, bangun, Ta!”Sayup-sayup Tania mendengar namanya dipanggil. Ia membuka mata dan melihat Claudia sedang menatapnya dengan khawatir.“Gue mimpi,” jawab Tania lirih.“Ya udah lanjutin tidur lo, masih jam dua.” Claudia menarik selimut dan memunggunginya. Sedangkan Tania tidak bisa terpejam sampai pagi. Gatra kembali muncul dan menghantuinya.***Minggu siang yang panas, Tania keluar dari apartemennya. Tujuannya adalah ke rumah orang tuanya. Kalau saja tidak ada dokumen yang dibutuhkannya dan kebetulan ketinggalan di rumah itu ia tidak akan ke sana. Sejak memutuskan untuk pindah dari rumah tersebut bisa dihitung dengan jari berapa kali Tania datang dan menunjukkan muka.Selagi Tan
Beberapa hari kemudian Gatra menerima paket dari Tania. Dengan tidak sabar Gatra membukanya. Dan begitu melihat sendiri apa isinya selama beberapa detik Gatra termangu sebelum akhirnya tertawa.Sebuah baju kaos berwarna pink lembut dengan tulisan Je t’aime di dadanya. Sebenarnya biasa saja dengan baju itu. Hanya saja masalahnya Gatra tidak terbiasa memakai baju warna pink, bahkan nyaris tidak pernah. Namun Gatra tahu apa reaksi Tania jika menolaknya.Gatra mengambil ponsel. Ia akan mengabari Tania soal baju itu.“Ta, bajunya udah sampe. Makasih ya. Je t’aime, hehe.”Tania membalas pesan dari Gatra hanya dalam hitungan detik.“Je t’aime aussi, hehe. Kamu suka kan bajunya?”Tania harap-harap cemas menunggu jawaban Gatra. Jangan-jangan dugaan Claudia terbukti bahwa Gatra tidak akan memakai karena warnanya pink.“Suka dong! Aku pake bajunya sekarang ya, terus aku kirim fotonya.”Tania tersenyum senang. Itulah yang dinantikannya sejak tadi.Beberapa detik kemudian Tania menerima foto dari
Tania hanya tersenyum kecut. Ia kemudian memalingkan muka ke arah lain karena tidak ingin bicara. Tania yang tidak biasa melakukan perjalanan laut akhirnya muntah-muntah sepanjang perjalanan menuju Pulau Kecil. Kepalanya pusing, perutnya bergelombang. Keadaan itu membuatnya sangat tersiksa. Belum lagi kabar yang didengarnya dari penumpang sebelah mengenai Gatra.‘Dokter Gatra idola para gadis di tempat kami.’Kata-kata itu terus terngiang di telinga Tania. Ia bisa membayangkan bagaimana para wanita itu memuja Gatra. Tania tidak rela berbagi Gatra dengan yang lain. Gatra hanya miliknya.Tania sangat kecewa begitu mengetahui Gatra mengaku-ngaku belum menikah pada orang lain. Ia pikir Gatra adalah laki-laki setia. Namun dugaannya ternyata salah. Gatra malah tebar persona.Penderitaan Tania akhirnya berakhir ketika speed boat yang ditumpanginya berlabuh di dermaga. Keluar dari speed boat, Tania duduk menenangkan diri setelah kembali memuntahkan isi perutnya. Badannya betul-betul lemas se
Audry kaget ketika keesokan hari Tania muncul di rumah. “Lho, Kak? Kenapa sudah pulang?” tanyanya heran. Kemarin Tania izin padanya akan pergi selama tiga atau paling lama lima hari.Tania diam saja. Tanpa menjawab pertanyaan Audry Tania langsung menerobos masuk ke kamar dan mengunci pintu dari dalam.“Kak! Buka pintunya dulu, Kak! Mommy mau bicara!” Audry mengetuk pintu kamar Tania. Tingkah putrinya itu membuat Audry khawatir. Berbagai bayangan buruk berputar di kepalanya. Apa yang terjadi pada Tania? Apa kemarin Tania jadi bertemu dengan Gatra? Apa ada sesuatu yang buruk?“Kak, jangan bikin Mommy cemas dong! Ayo, Kak, buka pintunya dulu, cerita sama Mommy!”Tidak ada sahutan dari dalam. Tania tidak bereaksi sampai bermenit-menit Audry menunggu di depan kamar. Gagal membuat Tania membuka pintu, Audry akhirnya menelepon Dypta.“Dyp, aku tahu kamu lagi sibuk, tapi anak kita lebih penting. Tolong kamu pulang dulu.”“Kiya kenapa, Yang?” Dypta jadi cemas mendengar suara panik Audry.“B
Tania membaca di dalam hati undangan pertunangan Gatra yang berada di tangannya. Sedangkan Audry berdiri di hadapannya dengan perasaan khawatir. Audry tidak ingin undangan tersebut memberikan imbas negatif pada sang putri.Tania memberikan undangan itu pada Audry setelah merekam setiap detail yang ada di sana. Termasuk tanggal dan hari acara itu akan digelar, yaitu kurang dari lima hari lagi.“Kak …” Audry menerima undangan itu dari tangan Tania sambil memerhatikan ekspresinya.Tania tersenyum, menyatakan bahwa ia baik-baik saja dan undangan tersebut sama sekali tidak memberi pengaruh apa pun padanya.“Nggak apa-apa, Mommy, Tata ikut senang.”“Tadi Mommy ketemu sama Tante Lena waktu arisan. Semuanya diundang, termasuk kita.” Audry memberitahu Tania kronologinya. Meskipun hubungannya dan Lena sudah renggang, namun siklus pertemanan mereka yang sama selalu menghubungkan keduanya. Lena juga tidak mungkin mengundang teman-temannya yang lain tapi meninggalkan Audry.Tania mengangguk tanda
Tania mengemasi barang-barang di meja kerjanya dengan terburu-buru. Hari ini Tania dan Claudia sudah berjanji akan mendatangi klinik kecantikan milik tunangan Gatra.“Lagi buru-buru, Ta?” Ruly muncul dan berdiri di sisi pintu.Tania mengangkat wajahnya dan tersenyum pada Ruly. “Kenapa, Rul?” tanyanya.“Aku mau ajak kamu jalan. Itu sih kalo kamu nggak buru-buru mau pulang,” jawab Ruly. Sudah cukup lama mereka tidak jalan berdua. Akhir-akhir ini Tania juga terkesan menghindar darinya.“Duh, sorry ya, aku nggak bisa,” jawab Tania menolak.“Udah ada janji?” tanya Ruly kecewa. Tadi ia berharap Tania mau jalan bersamanya malam ini.Tania mengangguk pelan. “Aku ada janji sama Claudia.”Ruly tersenyum mengerti sebelum meninggalkan ruangan Tania.Setelah mengemasi barang-barangnya Tania ikut keluar dari sana. Claudia ternyata sudah menunggu di lobi ketika Tania turun.“Kita langsung ke sana?” tanyanya.Tania mengiyakan. Ia tidak ingin membuang-buang waktu. Satu-satunya yang diinginkannya saat
Di tempatnya duduk saat ini Tania membeku setelah tahu Kiera sedang menerima telepon dari Gatra. Tania cemburu mendengar percakapan mesra mereka. Ingin rasanya Tania mengatakan pada Kiera bahwa dirinya adalah mantan istri Gatra. Namun begitu mengingat peringatan dari Claudia tadi, Tania menahan diri. Ini baru awal dan ia tidak boleh merusak segalanya.Kiera meletakkan ponselnya di meja setelah selesai menelepon. Ia kembali memusatkan perhatiannya pada Tania.“Maaf ya, agak lama,” ujarnya pada Tania. Tidak lupa mengembangkan senyum manisnya pada Tania.“Nggak apa-apa, Dok.” Tania balas tersenyum.Selain cantik dan tentu saja smart, Kiera juga wangi. Wangi yang begitu lembut dan menenangkan. Tania hampir saja bertanya apa parfum yang digunakan Kiera. Kiera mulai memeriksa Tania. Ia berdiri tepat di bagian belakang kepala Tania setelah merebahkan kursi sehingga Tania berada dalam posisi berbaring. Perempuan itu menggunakan semacam alat untuk microdermabrasi. Alat itu berbentuk panjang s