Kembaran Suamiku
#48Sini, lihat telapak tanganmu," kata Mbak Sukmo pada Alisa.Alisa pun menyodorkan tangannya pada dukun tersebut. Lalu Mbah Sukmo membaca garis tangan Alisa sangat saksama dan komat-kamit membaca mantra."Jika apa yang kamu kirimkan gagal, maka kamu harus bertapa di bawah Gunung Lawu selama tujuh hari tujuh malam. Jika tidak ...." Mbah Sukmo menjeda perkataannya."Jika tidak, kenapa, Mbah?" timpal Alisa mengerutkan keningnya."Jangan banyak tanya!" bentak Mbah Sukmo pada Alisa.Alisa terkejut dan langsung menunduk serta mengangguk segan terjadap pemuja kesyirikan tersebut."Kamu akan matii dibunuuh oleh kejahatannmu sendiri," kata Mbah Sukmo melanjutkan."Ma-mati?" Alisa tercengang mendengarnya."Ya!" jawab ketus Mbah Sukmo."Saya yakin pasti tembus ke orangnya, Mbah," kata Alisa begitu yakin.Sedangkan preman botak hanya ketakutan dan diam denganKembaran SuamikuKembaran Suamiku #1"Dek, mulai sekarang kita tinggal di rumah Ibu ya! Biar Ibu ada yang ngrawat, Mas Hasyim sering sibuk." Suamiku berkata lembut seraya mengusap rambut.Kami tak menjalani hubungan pacaran sebelum menikah seperti beberapa orang lain lakukan. Maka dari itu, kami masih beradaptasi."Dengan senang hati aku akan merawat Ibu, Mas," jawabku sambil tersenyum padanya."Terimakasih ya, Dek," ucapnya seraya mendaratkan kecupan hangat ke keningku."Sama-sama, Mas."***Setelah sampai di rumah Ibu mertua pada malam hari, sebentar kami mengobrol dengan Mas Hasyim-kakak kembarnya Mas Hisyam. Ibu sudah istirahat di kamar beliau karena sudah malam.Berhubung sudah menjelang larut malam, Mas Hisyam mengantarkan aku ke kamarnya di rumah ini dan dia kembali ke ruang tamu. Teringat wajah lelahnya, dengan cepat kukibas dan bersihkan sebentar, sedangkan Mas Hisyam masih meng
Kembaran Suamiku #2Ia mengerutkan kening. Tersirat tanya di wajahnya."Loh, kan kita sudah menikah tiga hari yang lalu.""Jadi, ini Mas Hisyam?" Mataku membelalak menatap kening dan menjurus ke wajahnya serta turun melihat kaki yang masih memakai sepatu pantofel hitam."Iya, Dek." Mas Hisyam mengulas senyum dan mengusap rambutnya dengan jari, beriringan dengan dengkusan napasnya.Huh. Lega!"Ada apa sih, Dek Ara sayang?" Ia mengerutkan kening.Wajah Mas Hisyam terlihat pucat bahkan matanya sedikit sayu.Ternyata dia suamiku. Mungkin efek pandangan Mas Hasyim menuju mataku tadi pagi sehingga aku seperti trauma dan terkunci tak bisa membedakan atau karena faktor kelelahan. Entahlah.Mulai saat ini, aku akan meneliti dan mengenali suamiku lebih dalam lagi. Aku hanya takut ada kekhilafan terjadi."Kok, udah pulang, Mas?" tanyaku seraya mengusap bahunya dengan tangan yang masih dingin dan gemetar kare
Kembaran Suamiku #3Hari Minggu suamiku libur, setelah urusan mengurus Ibu mertuaku sudah tertunaikan, aku menghabiskan waktu bersama suamiku di dalam kamar.Namun, tetap menengok-nengok Ibu, kalau-kalau beliau butuh sesuatu."Dek, kita bulan madu, yuk ? Biar Mas carikan info orang yang bisa merawat Ibu, kalau udah dapet, nanti Mas ambil cuti," ucapnya mendekatkan hidung runcingnya di depan hidungku.Tangan hangatnya membelai pipiku. Kemudian beralih tidur di pangkuanku."Aku nurut aja, Mas."Aku mengusap rambut hitamnya, harum sekali. Ada tahi lalat berada di sela rambut di kepala sebelah kanan."Mas punya tahi lalat disini, ya?" tanyaku sambil memegang bagiannya."Iya, Dek, perbedaan antara Aku dan Mas Hasyim, kan, itu. Jadi kalau yang nggak kenal, tak mungkin, kan, bukain sela-sela rambut kami. Hehehe,” jelas suamiku terkekeh.Oh jadi tahi lalat di kepala yang jadi pembeda antara mereka?
Kembaran Suamiku #4"Eh kirain nyari baju buat Ibu sih, Mas,” sanggahku mengalihkan ucapan mengandung duga mengherankan itu.Mungkin pipi ini sudah berubah merah seperti kepiting rebus karena tersipu, hanya saja rasa hangat menelusup di sela-sela rasa bahagia ini."Yang bulan madu siapa ?" Mas Hisyam menaikkan alis tebalnya seraya menoleh kepadaku."Kita, Mas. Hehe." Aku berusaha tetap bahagia di hadapannya."Ini cocok banget, Dek, sama kulit putihmu. Eh tapi apa aja cocok kok. Istri siapa dulu dong?" goda Mas Hisyam yang sudah kembali netral, semoga Mas Hisyam tak secemburu itu pada dugaannya yang belum tentu benar."Nurut aja aku, yang penting suamiku suka,” jawabku pasrah."Mbak, ini saya pilih,” ujar suamiku pada seorang SPG seraya menyerahkan beberapa stel baju tidur bernama lingerie dan model piyama pendek.Terus terang aku malu saat Mas Hi
Kembaran Suamiku #5"Alisa?" Terdengar suara khas dari belakangku yang datang dari dalam, ya, itu Mas Hasyim. Sebab, Mas Hisyam suamiku ada di depanku.Aku dan Mas Hisyam menoleh ke belakang.Wanita itu pun berkata, “Loh? Kok ada dua?" tanyanya heran sambil mengucek mata. Untung bulu matanya nggak jatuh. Oops!Mas Hasyim malah tertawa kecil, aku dan Mas Hisyam menyingkir, Mas Hasyim kemudian mendekati wanita itu."Ayo sini masuk!" titah Mas Hasyim pada wanita berparas cantik tetapi tak begitu tinggi postur tubuhnya.Oh ternyata tamunya Mas Hasyim, kembaran suamiku.Dada yang tadinya bergemuruh menjadi tenang. Kukira suamiku bermain api di belakangku. Ternyata wanita itu mencari kembaran suamiku.Namun, setelah rasa berkecamuk itu berperang dalam hati, sekarang aku justru katakutan kalau Mas Hisyam dekat dengan wanita lain. Ah, prasangkaku sangat buruk.Repot juga y
Kembaran Suamiku #6Pov. AraPagi ini cerah sekali, secerah hatiku menyambut datangnya hari bulan madu, eh.Para lelaki sudah berangkat kerja ke kantornya masing-masing.Terapis sudah datang, aku pasrahkan Ibu kepadanya karena persediaan bahan di kulkas sudah menipis."Bu, Ara ke pasar dulu ya, Bu. Ibu jangan tegang pas terapi. Biar cepet sembuh!" pamitku pada Ibu mertua sambil tersenyum.Ibu nampak mengangguk pelan dan tersenyum. Aku mencium tangan beliau."Mbak, titip Ibu, ya. Saya mau ke pasar sebentar,” kataku pada terapis itu."Iya, Mbak." Ia mengulas senyum seraya mengangguk.“Semua sudah saya siapkan, nanti Mbak yang atur sendiri. Permisi,” pamitku kemudian berlalu.Setelah motor kukeluarkan dari garasi, pagar kututup. Aku pergi sendiri mengendarai motor, supaya lebih leluasa. Lagian di rumah ini mobilnya dibawa pemiliknya sendiri-sendiri.Setelah s
Kembaran Suamiku #7Ia langsung berdiri mendekati Ibu dan mendorong kursi roda Ibu ke kamar."Ayuk, Bu. Kita pergi dari sini. Jomlo nggak cocok liat adegan mereka,” goda Mas Hasyim sambil tertawa kecil dan berlalu.“Mas ni ada-ada aja, kan, di kamar juga bisa,” kataku pada Mas Hisyam.“Biarin,” pungkasnya dengan senyum lebar.***Kucuci semua piring dan alat makan yang ada, Mas Hasyim mengelap meja makan, dan Mas Hisyam suamiku menata alat makan yang sudah kucuci. Ibu istirahat di kamar. Meskipun mereka lelaki, sepertinya tetap rajin membantu pekerjaan dapur."Mas, Aku udah dapet info ART yang bakal nemenin Ibu." Suamiku berkata pada kakaknya."Mulai kapan dia kesini?" tanya Mas Hasyim."Aku suruh besok. Biar Ara nggak kecapekan. Sekalian besok aku masuk dan ambil cuti,” terang Mas Hisyam."Baguslah,” jawab Mas Hasyim datar.Sedangkan suamiku hanya
Kembaran Suamiku #8“Kurang nyaman bagaimana, Sayang?” tanya Mas Hisyam menyelipkan helaian rambutku di balik telinga.“Ah, enggak ... gapapa, Mas.” Aku berkilah, tak ingin membuatnya susah.Usai subuh, suamiku pulang dari masjid. Ia bertilawah Alqur'an di ruang keluarga, sedangkan Mas Hasyim, biasa bertilawah di kamar Ibu.Aku dan Bu Marni membuat sarapan dan minuman hangat.Lebih bersemangat lagi aku di dapur karena dibantu Bu Marni.Setelah susu, kopi, dan teh tersaji sesuai dengan kesukaan masing-masing, aku memanggil Mas Hisyam, namun tidak ada di ruang keluarga.Aku ke kamar Ibu, ternyata mereka berkumpul disana.Ada Mas Hasyim yang membuatku canggung, haruskah seperti ini setiap kali bertemu dengannya?Aku memanggil, mereka menoleh. Kusampaikan kalau minuman serta sarapan sudah siap di meja makan.Ibu seperti berharap aku mendekati beliau, kuturuti dan masuk dalam kamar Ibu.