Di rumah sakit, tetesan air dari atap mengalir ke tanaman yang ada di jendela. Aditya yang duduk di sofa sedang melihat album foto dengan perasaan sedih. Putrinya dicelakai dan menjadi lumpuh total. Aditya terus menjaga putrinya dan menunggu selama 10 tahun, entah sampai kapan penantian ini akan berakhir.Louis yang berdiri di depan pintu mengetuk pintu. Aditya meletakkan album foto dan bertanya dengan suara serak, "Kamu siapa?"Louis menjawab, "Aku Louis."Aditya yang kebingungan bertanya lagi, "Tuan Louis? Ada apa Tuan Louis mencariku?"Louis melihat orang yang berbaring di ranjang seraya menyahut, "Hari ini aku bawa seseorang datang untuk menemuimu."Aditya tidak mengerti ucapan Louis. Kemudian, Louis menyuruh pengawal membawa orang itu masuk. Orang tersebut adalah pria tua yang berusia 60 tahun. Aditya tidak mengenal pria tua itu sehingga berkata, "Dia ...."Louis menimpali, "Dia itu penjaga di Universitas Ottora, tapi sudah pensiun. Dia tahu tentang masalah anakmu."Aditya langsun
Louis menyipitkan matanya. Pria tua menyaksikan kejadian itu dan melihat wajah Naomi, tetapi tidak melihat tampang pelakunya. Ketika Candice dituduh sebagai pelaku, pria tua itu juga tidak mengetahui hal ini.Louis menyuruh pengawal untuk mengantar pria tua keluar, lalu menghampiri Aditya dan berkata, "Pak Aditya, Candice bukan pelaku yang mencelakai anakmu. Candice juga kehilangan pencapaian yang dia banggakan dalam bidang musik karena anakmu. Mengenai pelaku itu, aku pasti akan membantumu menemukannya. Aku hanya berharap kamu bisa memberi Candice kesempatan lagi."Dua hari kemudian, Aditya mengunggah pernyataan tentang masalah Candice di Twitter. Sepuluh tahun yang lalu, bukan Candice yang mendorong murid lain di Universitas Ottora. Aditya juga merupakan ayah dari korban, jadi banyak netizen yang terkejut ketika melihat unggahan ini.[ Ternyata Candice menjadi kambing hitam selama 10 tahun, kasihan sekali. ][ Aku pernah mendengar kasus di Universitas Ottora, dulu aku pikir itu cuma
Javier meraih bahu Claire dan menghibur, "Jangan khawatir, berikan nomor telepon Candice kepadaku. Biar aku selidiki lokasinya dan kamu yang kabari Roger."Claire mengangguk. Dia menghubungi Roger sekalian mengabari Louis. Sementara itu, Javier yang duduk di samping segera menyelidiki lokasi Candice dengan laptopnya. Javier berujar, "Dia ada di Jalan Dorsea."Di suatu tempat di Jalan Dorsea, Candice yang disiram air dingin seketika sadar. Jaket yang dikenakan Candice basah sehingga menempel di tubuhnya. Candice yang kedinginan terbatuk-batuk, dia juga menyadari kedua tangannya diikat sehingga dirinya tidak bisa bergerak.Tiba-tiba, terdengar suara yang familier. "Akhirnya kamu sadar juga."Candice tertegun, lalu memandang wanita di depannya dengan tubuh gemetaran. Ternyata orang ini adalah Freda.Suara Candice agak serak dan dia segera mengamati sekeliling. Kelihatannya, ini adalah lantai sebuah gedung yang belum direnovasi. Dindingnya hanya dilapisi semen, bahkan besi betonnya juga te
Candice yang berusaha memberontak ditekan di lantai. Dia menggigit tangan salah satu pria dan pria yang kesakitan itu menampar Candice. Tamparan pria itu sangat kuat.Jaket Candice dibuka dengan kasar, begitu pula dengan kemeja yang dikenakannya. Candice yang ketakutan menangis. Sementara itu, Freda merekam adegan ini dengan ponselnya sambil memerintahkan, "Telanjangi dia!"Ketika pria itu hendak melepaskan pakaian dalam Candice, tiba-tiba orang yang menerobos masuk menendang pria yang menindih Candice, lalu meninju 2 pria lainnya. Freda pun mundur ketakutan.Louis segera melepaskan jaketnya dan menutupi tubuh Candice yang dingin. Dia menggendong Candice seraya memanggil, "Candice!"Candice yang setengah sadar melihat pria yang memeluknya, lalu berucap sembari terisak-isak, "Louis ... aku takut sekali."Sekujur tubuh Candice gemetaran. Dia merasa kedinginan dan juga takut. Ketika melihat Louis, air matanya tidak terbendung lagi. Louis tidak bicara, dia hanya memeluk Candice dengan erat
Izza menjambak rambut Freda dan menariknya ke hadapan Javier dan Claire. Freda tetap berlutut di lantai. Wajah Freda memucat sewaktu melihat apa yang dialami beberapa pria suruhannya.Claire mengambil ponsel yang dipegang Freda. Setelah melihat gambaran di layar ponsel, Claire langsung membanting ponselnya dan menginjak ponsel itu sampai layarnya retak."Aku mohon ... lepaskan aku. Aku nggak akan mengulanginya lagi," pinta Freda sambil terisak-isak. Saat ini, ekspresinya tampak tulus saat memohon.Claire mencengkeram kerah baju Freda dan berujar dengan ekspresi datar, "Melepaskanmu? Nggak mungkin."Claire mencibir saat melihat ekspresi Freda yang ketakutan, lalu melanjutkan, "Kamu membuat Candice dituduh selama 10 tahun dan kamu bahkan berani melukainya. Sekarang, kamu malah memohon kepadaku untuk melepaskanmu? Apa kamu akan melepaskan Candice kalau Candice memohon kepadamu untuk melepaskannya?"Freda tidak bisa menjawab. Claire tersenyum sinis dan meneruskan ucapannya, "Wanita seperti
Claire membujuk Liliana, "Bibi, jangan emosi. Mereka sudah ditangkap polisi, yang penting Kak Louis dan Candice baik-baik saja.""Baguslah kalau mereka baik-baik saja, aku benar-benar syok. Aku akan lihat kondisi Louis dulu," ucap Liliana. Kemudian, dia berjalan ke kamar Louis.Javier datang menjemput Claire. Dalam perjalanan pulang, Claire terus memandang ke luar jendela. Javier menggenggam tangan Claire dan bertanya, "Kamu masih khawatir, ya?"Claire mengalihkan pandangannya, lalu memandang Javier sembari menjawab, "Mereka sudah aman, sekarang aku nggak usah khawatir lagi."Javier menimpali, "Claire, kejadian yang dialami Candice dan Louis hari ini membuatku teringat sesuatu."Claire terdiam, dia hanya menatap Javier dan tidak berbicara. Javier yang fokus menyetir memandang ke depan seraya berbicara, "Apa dulu kita pernah mengalami hal seperti ini? Aku merasa kita pasti pernah mengalaminya."Claire tersenyum dan menyahut, "Um, kita pernah mengalaminya."Javier menghentikan mobilnya s
Tirai jendela perlahan terbuka, pemandangan laut pun terlihat dari ruang tamu. Kemudian, Claire berjalan ke kamar tidur. Di luar kamar tidur terdapat balkon dan di bawah kanopi ada kursi lipat, bahkan ada ayunan.Javier membuka kancing lengan bajunya dan bersandar di samping pintu, lalu bertanya, "Apa kamu suka?"Claire duduk di ayunan sembari berkomentar, "Kamu pandai memilih tempat."Javier berjalan ke belakang Claire, lalu merangkul bahu Claire dan berbisik di telinganya, "Tentu saja tempatnya harus romantis karena kita mau menikmati waktu berdua."Pada siang hari, Claire dan Javier makan di restoran. Claire memakai gaun sutra lengan panjang yang dipadukan dengan rompi. Gaunnya sepanjang betis.Kebetulan, mereka berdua bertemu dengan Cahya yang sedang makan di restoran ini. Cahya mengangkat gelasnya, lalu tersenyum pada Javier dan Claire sembari berucap, "Kalau kalian nggak keberatan, mau makan sama-sama?"Claire tidak keberatan. Bagaimanapun, Cahya adalah teman mereka. Dia langsung
Bisnis pemandian air panas di Kota Jimbar memang tidak sebagus Pulau Yanno. Alasan utamanya adalah pemandangan di Pulau Yanno sangat bagus. Cuacanya juga tidak terlalu dingin sehingga tidak akan turun salju pada musim dingin.Berbeda dengan Kota Jimbar yang akan turun salju saat musim dingin. Bahkan, salju di jalan akan membeku ketika suhu udaranya sangat rendah sehingga jalanan akan sulit dilewati. Hanya pemandangan salju yang bisa dilihat jika pergi berlibur ke Kota Jimbar. Namun, orang yang pernah direpotkan oleh jalanan bersalju pasti tidak ingin mengunjungi Kota Jimbar lagi.Javier meletakkan peralatan makan, lalu menyeka jari-jarinya dengan saputangan dan berujar seraya memandang Cahya, "Aku tidak ingat kamu tertarik dengan bidang ini."Cahya menunduk, jari-jarinya mengetuk gelas saat dia berbicara, "Keluargaku mempersulitku. Selain karier di dunia hiburan, bisnis lain nggak cukup memenuhi standarku untuk hidup mandiri.""Hidup mandiri?" tanya Claire yang terkejut. Apa ini artiny